Kita lihat kisah ini sebagai berikut:
Cita-Cita dan Perjuangan Urwah bin Zubair.
Pagi itu, matahari memancarkan benang-benang cahaya keemasan di atas
Baitul Haram, menyapa ramah pelatarannya yang suci. Di Baitullah,
sekelompok sisa-sisa shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
tokoh-tokoh tabi’in tengah mengharumkan suasana dengan lantunan tahlil
dan takbir, menyejukkan sudut-sudutnya dengan doa-doa yang shalih.
Mereka membentuk halaqah-halaqah, berkelompok-kelompok di sekeliling
Ka’bah agung yang tegak berdiri di tengah Baitul Haram dengan kemegahan
dan keagungannya. Mereka memanjakan pandangan matanya dengan
keindahannya yang menakjubkan dan berbagi cerita di antara mereka, tanpa
senda gurau yang mengandung dosa.
Di dekat rukun Yamani, duduklah empat remaja yang tampan rupawan,
berasal dari keluarga yang mulia. Seakan-akan mereka adalah bagian dari
perhiasan masjid, bersih pakaiannya dan menyatu hatinya.
Di dekat rukun Yamani, duduknya empat remaja yang tampan rupawan,
berasal dari keluarga yang mulia. Seakan-akan meraka adalah bagian dari
perhiasan masjid, bersih pakaiannya dan menyatu hatinya.
Keempat remaja itu adalah Abdullah bin Zubair dan saudaranya yang bernama Mush’ab bin Zubair, saudaranya lagi bernama Urwah bin Zubair dan satu lagi Abdul Malik bin Marwan.
Pembiacaraan mereka semakin serius. Kemudian seorang di antara mereka
mengusulkan agar masing-masing mengemukakan cita-cita yang
didambakannya. Maka khayalan mereka melambung tinggi ke alam luas dan
cita-cita mereka berputar mengitari taman hasrat mereka yang subur.
Mulailah Abdullah bin Zubair angkat bicara: “Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya.”
Saudaranya, Mus’ab menyusulnya: “Keinginanku adalah dapat menguasai dua wilayah Irak dan tak ada yang merongrong kekuasaanku.”
Giliran Abdul Malik bin Marwan berkata, “Bila kalian berdua sudah merasa
cukup dengan itu, maka aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai
seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Sementara itu Urwah diam seribu bahasa, tak berkata sepatah pun. Semua
mendekati dan bertanya, “Bagaimana denganmu, apa cita-citamu kelak wahai
Urwah?” Beliau berkata, “Semoga AllahSubhanahu wa Ta’ala memberkahi
semua cita-cita dari urusan dunia kalian, aku ingin menjadi alim [orang
berilmu yang mau beramal], sehingga orang-orang akan belajar dan
mengambil ilmu tentang kitab Rabb-nya, sunah Nabi-Nya dan hukum-hukum
agamanya dariku, lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki surga dengan
ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Hari-hari berganti serasa cepat. Kini Abdullah bin Zubair dibai’at
menjadi khalifah menggantikan Yazid bin Mu’awiyah yang telah meninggal.
Dia menjadi hakim atas Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan, dan Irak yang pada
akhirnya terbunuh di Ka’bah, tak jauh dari tempatnya mengungkapkan
cita-cita dahulu.
Sedangkan Mus’ab bin Zubair telah mengauasai Irak sepeninggal saudaranya
Abdullah dan akhirnya juga terbunuh ketika mempertahankan wilayah
kekuasaannya.
Adapun Abdul Malik bin Marwan, kini menjadi khalifah setelah terbunuhnya
Abdullah bin Zubair dan saudaranya Mus’ab, setelah keduanya gugur di
tangan pasukannya. Akhirnya, dia berhasil menjadi raja dunia terbesar
pada masanya.
Bagaimana halnya dengan Urwah bin Zubair? Mari kita ikuti kisahnya dari awal…
Beliau lahir satu tahun sebelum berakhirnya masa khilafah al-Faruq Radhiyallahu ‘Anhu. Dalam sebuah rumah yang paling mulia di kalangan kaum muslimin dan paling luhur martabatnya.
Adapun ayahnya bernama Zubair bin Awwam, “al-Hawari” (pembela) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
orang pertama yang menghunus pedangnya dalam Islam serta termasuk salah
satu di antara sepuluh orang yang dijamin masuk surga.
Sedangkan ibunya bernama Asma binti Abu Bakar ash-Shidiq yang dijuluki dzatun nithaqain [pemilik dua ikat pinggang].
Kakek beliau dari jalur ibu adalah Abu Bakar ash-Shidiq, khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menemani beliau di sebuah goa.
Sedangkan nenek dari jalur ayahnya adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib yang juga bibi Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bibinya adalah Ummul Mukminin, bahkan dengan tangan Urwah bin Zubair
sendirilah yang turun ke liang lahat untuk meletakkan jenazah ummul
Mukminin.
Maka siapa lagi kiranya yang lebih unggul nasabnya dari beliau? Adakah
kemuliaan di atasnya selain kemuliaan iman dan kewibawaan Islam?
Demi merealisasikan cita-cita yang didambakan dan harapan kepada Allah
yang diutarakan di sisi Ka’bah yang agung tersebut, beliau amat gigih
dalam usahanya mencari ilmu. Maka beliau mendatangi dan menimbanya dari
sisa-sisa para shahabat Rasulullah yang masih hidup.
Beliau mendatangi rumah demi rumah mereka, shalat di belakang mereka,
menghadiri majelis-majelis mereka. Beliau meriyawatkan hadis dari Ali
bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub
al-Anshari, Usamah bin Zaid, Sa’id bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah bin
Abbas, Nu’man bin Basyir dan banyak pula mengambil dari bibinya, Aisyah
Ummjul Mukminin. Pada gilirannya nanti, beliau berhasil menjadi satu di
antara fuqaha sab’ah (tujuh ahli fikih) Madinah yang menjadi sandaran kaum muslimin dalam urusan agama.
Para pemimpin yang shalih banyak meminta pertimbangan kepada beliau baik
tentang urusan ibadah maupun negara karena kelebihan yang Allah berikan
kepada beliau. Sebagai contohnya adalah Umar bin Abdul Aziz. Ketika
beliau diangkat sebagai gubernur di Madinah pada masa al-Walid bin Abdul
Malik, orang-orang pun berdatangan untuk memberikan ucapan selamat
kepada beliau.
Usai shalat zuhur, Umar bin Abdul Aziz memanggil sepuluh fuqaha Madinah
yang dipimpin oleh Urwah bin Zubair. Ketika sepuluh ulama tersebut telah
berada di sisinya, maka beliau melapangkan majlis bagi mereka serta
memuliakannya. Setelah bertahmid kepada yang berhak dipuji beliau
berkata, “Saya mengundang Anda semua untuk suatu amal yang banyak
pahalanya, yang mana saya mengharapkan Anda semua agar sudi membantu
dalam kebenaran, saya tidak ingin memutuskan suatu masalah kecuali
setelah mendengarkan pendapat Anda semua atau seorang yang hadir di
antara kalian. Bila kalian melihat seseorang mengganggu orang lain atau
pejabat yang melakukan kezhaliman, maka saya mohon dengan tulus agar
Anda sudi melaporkannya kepada saya.” Kemudian Urwah mendoakan baginya
keberuntungan dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
senantiasa bersanding dengan Kitabullah dan tekun membacanya. Beliau
mengkhatamkan seperempat Alquran setiap siang dengan membuka mushhaf,
lalu shalat malam membaca ayat-ayat Alquran dengan hafalan. Tak pernah
beliau meninggalkan hal itu sejak menginjak remaja hingga wafatnya
melainkan sekali saja. Yakni ketika peristiwa mengharukan yang sebentar
lagi akan kami beritakan kepada Anda.
Dengan menunaikan shalat, Urwah memperolah ketenangan jiwa, kesejukan
pandangan dan surga di dunia. Beliau tunaikan sebagus mungkin, beliau
tekuni rukun-rukunnya secara sempurna dan beliau panjangkan shalatnya
sedapat mungkin.
Telah diriwayatkan bahwa beliau pernah melihat seseorang menunaikan
shalat secepat kilat. Setelah selesai, dipanggilnya orang tersebut dan
ditanya, “Wahai anak saudaraku, apakah engkau tidak memerlukan apa-apa
dari Rabb-mu Yang Maha Suci? Demi Allah, aku memohon kepada Rabb-ku
segala sesuatu sampai dalam urusan garam.”
Urwah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu adalah
seorang yang ringan tangan, longgar dan dermawan. Di antara bukti
kedermawanannya itu adalah manakala beliau memiliki sebidang kebun yang
luas di Madinah dengan air sumurnya yang tawar, pepohonan yang rindang
serta buahnya yang lebat. Beliau pasang pagar yang mengelilinginya untuk
menjaga kerusakannya dari binatang-binatang dan anak-anak yang usil.
Hingga tatkala buah telah masak dan membangkitkan selera bagi yang
memandangnya, dibukalah beberapa pintu sebagai jalan masuk bagi siapapun
yang menghendakinya.
Begitulah, orang-orang keluar masuk kebun Urwah sambil merasakan
lezatnya buah-buahan yang masak sepuas-puasnya dan membawa sesuai dengan
keinginannya. Setiap memasuki kebun, beliau mengulang-ulang firman
Allah:
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاء اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Dan
mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaa
allah, laa quwwata illaa billah (sungguh atas kehendak Allah semua ini
terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (QS. Al-Kahfi: 39)
Suatu masa di zaman khilafah al-Walid bin Abdul Malik, Allah berkehendak
menguji Urwah dengan suatu cobaan yang tak seorang pun mampu bertahan
dan tegar selain orang yang hatinya subur dengan keimanan dan penuh
dengan keyakinan.
Tatkala amirul mukminin mengundang Urwah untuk berziarah ke Damaskus.
Beliau mengabulkan undangan tersebut dan mengajak putra sulungnya.
Amirul Mukminin menyambutnya dengan gembira, memperlakukannya dengan
penuh hormat dan melayaninya dengan ramah.
Kemudian datanglah ketetapan dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala,
laksana angin kencang yang tak dikehendaki penumpang perahu. Putra
Urwah masuk ke kandang kuda untuk melihat kuda-kuda piaraan pilihan.
Tiba-tiba saja seekor kuda menyepaknya dengan keras hingga menyebabkan
kematiannya.
Belum lagi tangan seorang ayah ini bersih dari tanah penguburan
putranya, salah satu telapak kakinya terluka. Betisnya tiba-tiba
membengkak, penyakit semakin menjalar dengan cepatnya.
Kemudian bergegaslah Amirul Mukminin mendatangkan para tabib dari
seluruh negeri untuk mengobati tamunya dan memerintahkan mereka untuk
mengobati Urwah dengan cara apapun.
Namun para tabib itu sepakat untuk mengamputasi kaki Urwah sampai betis
sebelum penyakit menjalar ke seluruh tubuh yang dapat merenggut
nyawanya.
Jalan itu harus ditempuh. Tatkala ahli bedah telah datang dengan membawa
pisau untuk menyayat daging dan gergaji untuk memotong tulangnya, tabib
berkata kepada Urwah: “Sebaiknya kami memberikan minuman yang
memabukkan agar Anda tidak merasakan sakitnya diamputasi.” Akan tetapi
Urwah menolak, “Tidak perlu, aku tidak akan menggunakan yang haram demi
mendapat afiat(kesehatan).
Tabib berkata, “Kalau begitu kami akan membius Anda!” Beliau menjawab,
“Aku tidak mau diambil sebagian dari tubuhku tanpa kurasakan sakitnya
agar tidak hilang pahalanya di sisi AllahSubhanahu wa Ta’ala.”
Ketika operasi hendak dimulai, beberapa orang mendekati Urwah, lalu
beliau bertanya, “Apa yang hendak mereka lakukan?” Lalu dijawab, “Mereka
akan memegangi Anda, sebab bisa jadi Anda nanti merasa kesakitan lalu
menggerakan kaki dan itu bisa membahayakan Anda.” Beliau berkata,
“Cegahlah mereka, aku tidak membutuhkannya. Akan kubekali diriku dengan
dzikir dan tasbih.”
Mulailah tabib menyayat dagingnya dengan pisau dan tatkala mencapai
tulang, diambillah gergaji untuk memotongnya. Sementara itu Urwah tak
henti-hentinya mengucapkan, “Laa ilaaha Illallah Allahu Akbar,” sang
tabib terus melakukan tugasnya dan Urwah juga terus bertakbir hingga
selesai proses amputasi itu.
Setelah itu dituangkanlah minyak yang telah dipanaskan mendidih dan
dioleskan di betis Urwah bin Zubair untuk menghentikan perdarahan dan
menutup lukanya. Urwah pingsan untuk beberapa lama dant terhenti membaca
ayat-ayat Alquran di hari itu. Inilah satu-satunya hari di mana beliau
tidak bisa melakukan kebiasaan yang beliau jaga semenjak remajanya.
Ketika Urwah tersadar dari pingsannya, beliau meminta potongan kakinya.
Dibolak-baliknya sambil berkata, “Dia (Allah) yang membimbing aku untuk
membawamu di tengah malam ke masjid, Maha Mengetahui bahwa aku tak
pernah menggunakannya untuk hal-hal yang haram.”
Kemudian dibacanya syair Ma’an bin Aus:
Tak pernah kuingin tanganku menyentuh yang meragukanTidak juga kakiku membawaku kepada kejahatanTelinga dan pandangan mataku pun demikianTidak pula menuntun ke arahnya pandangan dan pikiranAku tahu, tiadalah aku ditimpa musibah dalam kehidupanMelainkan telah menimpa orang lain sebelumku.
Kejadian tersebut membuat Amirul Mukminin, al-Walid bin Abdul Malik
sangat terharu. Urwah telah kehilangan putranya, lalu sebelah kakinya.
Maka dia berusaha menghibur dan menyabarkan hati tamunya atas musibah
yang menimpanya tersebut.
Bersamaan dengan itu, di rumah khalifah datang satu rombongan Bani Abbas
yang salah seorang di antaranya buta matanya. Kemudian al-Walid
menanyakan sebab musabab kebutaannya. Dia menjawab, “Wahai Amirul
Mukminin, dulu tidak ada seorang pun di kalangan Bani Abbas yang lebih
kaya dalam harta dan anak dibanding saya. Saya tinggal bersama keluarga
di suatu lembah di tengah kaum saya. Mendadak muncullah air bah yang
langsung menelan habis seluruh harta dan keluarga saya. Yang tersisa
bagi saya hanyalah seekor onta yang lari dari saya. Maka saya taruh bayi
yang saya bawa di atas tanah lalu saya kejar onta tadi. Belum seberapa
juh, saya mendengar jerit tangis bayi itu. Saya menoleh dan ternyata
kepalanya telah berada di mulut serigala, dia telah memangsanya. Saya
kembali, tapi tak bisa berbuat apa-apa lagi karena bayi itu sudah habis
dilalapnya. Lalu serigala tersebut lari dengan kencangnya. Akhirnya saya
kembali mengejar onta liar tadi sampai dapat. Tapi begitu saya mendakat
dia menyepak dengan keras hingga hancur wajah saya dan buta kedua mata
saya. Demikianlah, saya dapati diri saya kehilangan semua harta dan
keluarga dalam sehari semalam saja dan hidup tanpa memiliki penglihatan.
Kemudian al-Walid berkata kepada pengawalnya, “Ajaklah orang ini menemui
tamu kita Urwah, lalu mintalah agar dia mengisahkan nasibnya agar
beliau tahu bahwa ternyata masih ada orang yang ditimpa musibah lebih
berat darinya.”
Tatkala beliau diantarkan pulang ke Madinah dan menjumpai keluarganya,
Urwah berkata sebelum ditanya, “Janganlah kalian risaukan apa yang
kalian lihat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
memberiku empat orang anak dan Dia berkehendak mengambil satu. Maka
masih tersisa tiga. Puji syukur bagi-Nya. Aku dikaruniai empat kekuatan
lalu hanya diambil satu, maka masih tersisa tiga. Puji syukur bagi-Nya.
Dia mengambil sedikit dariku dan masih banyak yang ditinggalkan-Nya
untukku. Bila Dia menguji sekali, kesehatan yang Dia karuniakan masih
lebih banyak dan lebih darinya.”
Demi melihat kedatangan dan keadaan imam dan gurunya, maka penduduk
Madinah segera datang berbondong-bondong ke rumahnya untuk menghibur.
Yang paling baik di antara ungkapan teman-teman Urwah adalah dari
Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah: “Bergembiralah wahai Abu Abdillah,
sebagian dari tubuhmu dan putramu telah mendahuluimu ke surga. Insya
Allah yang lain akan segera menyusul kemudian. Karena rahmat-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala meninggalkan
engkau untuk kami, sebab kami ini fakir dan memerlukan ilmu fiqih dan
pengetahuanmu. Semoga Allah memberikan manfaat bagimu dan juga kami.
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah wali bagi pahala untukmu dan Dia pula yang menjadim kebagusan hisab untukmu.”
Urwah bin Zubair menjadi menara hidayah bagi kaum muslimin. Menjadi
penunjuk jalan kemenangan dan menjadi da’i selama hidupnya. Perhatian
beliau yang paling besar adalah mendidik anak-anaknya secara khusus dan
generasi Islam secara umum. Beliau tidak suka menyia-nyiakan waktu dan
kesempatan untuk memberikan petunjuk dan selalu mencurahkan nasihat demi
kebaikan mereka.
Tak bosan-bosannya beliau memberikan motivasi kepada para putranya untuk
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Beliau berakata, “Wahai
putra-putriku, tuntutlah ilmu dan curahkan seluruh tenagamu untuknya.
Karena, kalaupun hari ini kalian menjadi kaum yang kerdil, kelak dengan
ilmu tersebut Allah menjadikan kalian sebagai pembesar kaum.” Lalu
beliau melanjutkan: “Sungguh menyedihkan, adakah di dunia ini yang lebih
buruk daripada seorang tua yang bodoh?”
Beliau anjurkan pula kepada mereka untuk memperbanyak sedekah, sedangkan sedekah adalah hadiah yang ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau berkata, “Wahai anak-anakku, janganlah kalian menghadiahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan apa yang kalian merasa malu menghadiahkannya kepada para pemimpin kalian, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mulia, Maha Pemurah dan lebih berhak didahulukan dan diutamakan.”
Beliau senantiasa mengajak orang-orang untuk memandang suatu masalah
dari sisi hakikatnya. Beliau berkata, “Wahai putra-putriku, jika engkau
melihat kebaikan pada seseorang maka akuilah itu baik, walaupun dalam
pandangan banyak orang dia adalah orang jahat. Sebab setiap perbuatan
baik itu pastilah ada kelanjutannya. Dan jika melihat pada seseorang
perbuatan jahat, maka hati-hatilah dalam bersikap walaupun dalam
pandangan orang-orang dia adalah orang yang baik. Sebab setiap perbuatan
ada kesinambungannya. Jadi camkanlah, kebaikan akan melahirkan kebaikan
setelahnya dan kejahatan menyebabkan timbulnya kejahatan berikutnya.”
Beliau juga mewasiatkan agar berlemah lembut, bertutur kata yang baik
dan berwajah ramah. Beliau berkata, “Wahai putra-putriku, tertulis di
dalam hikmah, “Jadikanlah tutur katamu indah dan wajahmu penuh senyum,
sebab hal itu lebih disukai orang daripada suatu pemberian.”
Jika beliau melihat seseorang condong pada kemewahan dan mengutamakan kenikmatan, diingatkannya betapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membiasakan diri untuk hidup sederhana.
Sebagai contoh adalah kisah yang diceritakan oleh Muhammad bin
al-Munkadir, “Aku bertemu dengan Urwah bin Zubair. Dia menggandeng
tanganku sambil berkata, “Wahai Abu Abdillah.” Aku jawab, “Labbaik.”
Urwah berkata, “Aku pernah menjumpai ibuku Aisyah, lalu beliau berkata,
‘Wahai anakku, demi Allah, ada kalanya selama 40 hari tak ada api
menyala di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk
lampu ataupun memasak.” Maka aku bertanya, “Bagaimana Anda berdua hidup
pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Dengan korma dan air.”
Urwah hidup hingga usia 71 tahun. Hidupnya penuh dengan kebajikan,
kebaktian, dan diliputi ketaqwaan. Ketika dirasa ajalnya sudah dekat dan
dia dalam keadaan berpuasa, keluarganya mendesak agar beliau mau makan,
tetapi beliau menolak keras karena ingin berbuka di sisi AllahSubhanahu wa Ta’ala dengan minuman dari telaga al-Kautsar yang dituangkan dalam gelas-gelas perak oleh para bidadari cantik di surga. ( source)
Penjelasan Kami disini kami Ulas secara tuntas sebagai berikut:
Urwah bin Zubair Fuqaha As Sab’ah Mencaci Sahabat Nabi SAW.
Siapa yang tidak mengenal Urwah bin
Zubair? Seorang tabiin masyhur putra sahabat Nabi Zubair bin Awwam RA.
Beliau termasuk salah seorang Fuqaha As Sab’ah yang terkenal dalam
sejarah kaum muslimin. Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar RA, Bibinya
adalah Aisyah RA dan ia adik kandung Abdullah bin Zubair RA. Urwah bin
Zubair dikenal tsiqah dan banyak meriwayatkan hadis dari Aisyah RA.
Hadis-hadisnya dijadikan hujjah dalam Kutub As Sittah [Bukhari, Muslim,
Nasai, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Abu Dawud].
Sekarang apa jadinya jika Urwah bin
Zubair ternyata mencaci sahabat Nabi. Mungkin ada yang tidak percaya,
tetapi telah diriwayatkan dalam kabar shahih kalau Urwah bin Zubair
pernah mencaci Hassan bin Tsabit RA seorang sahabat yang pernah membela
Nabi SAW.
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قالا حدثنا أبو أسامة عن هشام عن أبيه أن حسان بن ثابت كان ممن كثر على عائشة فسببته فقالت يا ابن أختي دعه فإنه كان ينافح عن رسول الله صلى الله عليه و سلم
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib yang keduanya berkata telah
menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam dari Ayahnya [Urwah]
bahwa Hassan bin Tsabit termasuk orang yang berlebihan membicarakan
Aisyah maka aku mencacinya. Aisyah berkata “wahai keponakanku, biarkan saja dia karena sesungguhnya dia pernah membela Rasulullah SAW”. [Shahih Muslim 4/1933 no 2487].
Mengapa Urwah mencaci Hassan bin Tsabit? Karena menurutnya Hassan bin Tsabit berlebih-lebihan dalam membicarakan atau mencela Aisyah. Peristiwa dimana Hassan membicarakan Aisyah adalah peristiwa yang berlangsung lama sebelumnya yaitu ketika Rasulullah SAW masih hidup [Urwah belum lahir]. Hassan bin Tsabit termasuk sahabat Nabi yang ikut menyebarkan berita bohong terhadap Aisyah [hadis Al Ifki].
Tetapi bukankah mencaci sahabat Nabi itu
bid’ah. Bukankah mereka yang mencaci sahabat Nabi dinyatakan sesat dan
rafidhah. Aneh bin ajaib tidak ada satupun ulama yang menuduh Urwah bin
Zubair rafidhah, padahal ia terbukti mencaci sahabat Nabi. Silakan lihat
kitab-kitab biografi perawi hadis, tidak ada ulama yang mengkritik atau
mencacat Urwah karena telah mencaci sahabat Nabi, tidak ada ulama yang
menuduhnya rafidhah walaupun terdapat riwayat shahih kalau ia mencaci
sahabat. Padahal diantara para ulama itu ada yang tidak segan-segan
mencacat perawi hanya karena perawi tersebut meriwayatkan hadis
keutamaan Ahlul Bait. Terkadang mereka dengan mudahnya menuduh perawi
tersebut sebagai rafidhah tanpa membawakan bukti riwayat shahih kalau
perawi tersebut mencaci sahabat Nabi. Apakah jarh wat ta’dil itu
terkesan subjektif? Entahlah, yang pasti jarh wat ta’dil memang susah
untuk diverifikasi kebenarannya. Silakan lihat pendapat para ulama
mengenai Urwah bin Zubair. Al Ajli berkata tentang Urwah bin Zubair
عروة بن الزبير بن العوام مدني تابعي ثقة كان رجلا صالحا لم يدخل في شيء من الفتن
Urwah bin Zubair bin Awwam tabiin madinah yang tsiqat, ia seorang yang shalih dan tidak pernah sedikitpun terkena fitnah [ Ma’rifat Ats Tsiqah no 1229 dan At Tahdzib juz 7 no 352].
ذكره بن سعد في الطبقة الثانية من أهل المدينة وقال كان ثقة كثير الحديث فقيها عالما ثبتا مأمونا
Disebutkan Ibnu Sa’ad dalam
thabaqat kedua dari penduduk Madinah, dan ia berkata “seorang yang
tsiqah banyak meriwayatkan hadis, faqih, alim, tsabit dan ma’mun”. [At Tahdzib juz 7 no 352].
عروة بن الزبير بن العوام بن خويلد الأسدي أبو عبد الله المدني ثقة فقيه مشهور
Urwah bin Zubair bin Awwam bin Khuwailid Al Asadi Abu Abdullah Al Madani dikenal tsiqat dan faqih. [At Taqrib Ibnu Hajar 1/671].
Urwah bin Zubair telah disepakati ketsiqahannya. Bahkan para ulama menilai dia seorang yang faqih dan luas ilmunya sehingga dikabarkan kalau sahabat Rasulullah pun sering bertanya kepadanya.
Urwah bin Zubair telah disepakati ketsiqahannya. Bahkan para ulama menilai dia seorang yang faqih dan luas ilmunya sehingga dikabarkan kalau sahabat Rasulullah pun sering bertanya kepadanya.
ابن أبي الزناد حدثني عبد الرحمن بن حميد بن عبد الرحمن قال دخلت مع أبي المسجد فرأيت الناس قد اجتمعوا على رجل فقال أبي انظر من هذا فنظرت فإذا هو عروة فأخبرته وتعجبت فقال يا بني لا تعجب لقد رأيت أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يسألونه
Ibnu Abi Zanad berkata telah
menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Humaid bin Abdurrahman yang
berkata “aku masuk bersama ayahku ke masjid maka aku melihat manusia
sedang berkumpul kepada seseorang. Ayahku berkata “lihatlah siapa dia”
maka aku mendekatinya dan ia adalah Urwah. Kemudian aku ceritakan dengan
heran kepada ayahku. Ayahku terus berkata “jangan heran wahai anakku
sungguh aku melihat sahabat-sahabat Rasulullah SAW bertanya kepadanya. [Siyar ‘Alam An Nubala Adz Dzahabi 4/425].
Mari kita tanyakan kepada para pengikut
salafiyun. Apakah kalian akan mengecam dan melaknat Urwah bin Zubair?.
Bukankah kalian beranggapan siapa yang mencaci sahabat maka akan
mendapat laknat Allah dan Rasulnya. Bersikaplah konsisten kalau kalian
mampu. Jika tidak bisa maka diamlah dan jangan terlalu angkuh.
Kalau kalian berdalih Urwah dibolehkan
mencaci Hassan bin Tsabit karena kesalahan Hassan yang menyebarkan
berita bohong terhadap Aisyah, maka coba bandingkan dengan berbagai
kesalahan sahabat yang pernah dimuat di blog ini.
*****
Sahabat Nabi yang fasiq yaitu Walid bin Uqbah.
Sahabat Nabi Yang Dikatakan Fasiq Dalam Al Qur’anul Karim.
Allah SWT telah mengingatkan Umat Islam
agar berhati-hati terhadap setiap kabar yang disampaikan oleh orang
Fasik dan harus diteliti terlebih dahulu kebenarannya. Karena
barangsiapa mengambil keputusan berdasarkan keterangan orang fasik
tersebut dimana pada saat itu orang fasik tersebut telah berdusta atau
keliru maka itu berarti telah mengikuti jalan kerusakan. Padahal Allah
SWT telah melarang kita umat islam untuk mengikuti jalan kerusakan.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al Hujurat 6-8:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman jika
datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu. Dan ketahulilah olehmu bahwa diantaramu ada Rasulullah.
Kalau Ia menuruti (kemauan)mu dalam beberapa urusan maka benar-benarlah
kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikanmu cinta pada
keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu
benci pada kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah
orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus sebagai karunia dan nikmat
dari Allah dan Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.
Banyak ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin Uqbah bin Abi Mu’ith yang diutus Rasulullah SAW untuk mengambil sedekah atau zakat dari bani Musthaliq. Walid bin Uqbah adalah orang fasik yang dimaksud dalam ayat di atas. Hal ini telah diriwayatkan dengan sanad yang jayyid dalam Musnad Ahmad 4/279:
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا محمد بن سابق ثنا عيسى بن دينار ثنا أبي انه سمع الحرث بن ضرار الخزاعي قال قدمت على رسول الله صلى الله عليه و سلم فدعاني إلى الإسلام فدخلت فيه وأقررت به فدعاني إلى الزكاة فأقررت بها وقلت يا رسول الله أرجع إلي قومي فأدعوهم إلى الإسلام وأداء الزكاة فمن استجاب لي جمعت زكاته فيرسل إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم رسولا لإبان كذا وكذا ليأتيك ما جمعت من الزكاة فلما جمع الحرث الزكاة ممن استجاب له وبلغ الإبان الذي أراد رسول الله صلى الله عليه و سلم ان يبعث إليه احتبس عليه الرسول فلم يأته فظن الحرث أنه قد حدث فيه سخطة من الله عز و جل ورسوله فدعا بسروات قومه فقال لهم إن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان وقت لي وقتا يرسل إلى رسوله ليقبض ما كان عندي من الزكاة وليس من رسول الله صلى الله عليه و سلم الخلف ولا أرى حبس رسوله الا من سخطة كانت فانطلقوا فنأتي رسول الله صلى الله عليه و سلم وبعث رسول الله صلى الله عليه و سلم الوليد بن عقبة إلى الحرث ليقبض ما كان عنده مما جمع من الزكاة فلما أن سار الوليد حتى بلغ بعض الطريق فرق فرجع فأتى رسول الله صلى الله عليه و سلم وقال يا رسول الله إن الحرث منعني الزكاة وأراد قتلي فضرب رسول الله صلى الله عليه و سلم البعث إلى الحرث فأقبل الحرث بأصحابه إذ استقبل البعث وفصل من المدينة لقيهم الحرث فقالوا هذا الحرث فلما غشيهم قال لهم إلى من بعثتم قالوا إليك قال ولم قالوا إن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان بعث إليك الوليد بن عقبة فزعم أنك منعته الزكاة وأردت قتله قال لا والذي بعث محمدا بالحق ما رأيته بتة ولا أتاني فلما دخل الحرث على رسول الله صلى الله عليه و سلم قال منعت الزكاة وأردت قتل رسولي قال لا والذي بعثك بالحق ما رأيته ولا أتاني وما أقبلت إلا حين احتبس علي رسول رسول الله صلى الله عليه و سلم خشيت أن تكون كانت سخطة من الله عز و جل ورسوله قال فنزلت الحجرات { يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين } إلى هذا المكان { فضلا من الله ونعمة والله عليم حكيم }
Telah menceritakan kepada kami
Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sabiq yang berkata telah
menceritakan kepada kami Isa bin Dinar yang berkata telah menceritakan
kepada kami Ayahku bahwa ia pernah mendengar Al Harits bin Dhirar Al
Khuza’i bercerita “Aku pernah datang menemui Rasulullah SAW , Beliau
mengajakku masuk islam maka aku memeluk islam dan mengikrarkannya.
Kemudian Beliau mengajakku mengeluarkan zakat, aku menunaikannya dan
berkata “Ya Rasulullah aku akan pulang kepada kaumku dan akan kuajak
mereka memeluk islam dan mengumpulkan zakat. Siapa saja yang mengikuti
seruanku maka akan kuambil zakatnya dan kirimkanlah Utusan kepadaku Ya
Rasulullah pada waktu begini dan begini untuk membawa zakat yang telah
kukumpulkan itu. Setelah Al Harits mengumpulkan zakat dari kaumnya yang
mengikutinya dan telah sampai masa datangnya utusan Rasulullah SAW
ternyata utusan tersebut tertahan di jalan dan tidak datang menemuinya.
Al Harits mengira bahwa telah turun kemurkaan Allah dan RasulNya kepada
dirinya. Ia pun mengumpulkan pembesar kaumnya dan berkata “Sesungguhnya
Rasulullah SAW menetapkan waktu kepadaku dimana Beliau akan mengirim
utusan untuk mengambil zakat yang aku kumpulkan, sungguh tidak pernah
Rasulullah SAW menyalahi janji dan aku takut ini karena murka Allah.
Oleh karena itu marilah kita pergi bersama-sama menemui Rasulullah. Adapun
Rasulullah SAW telah mengutus Walid bin Uqbah menemui Al Harits untuk
mengambil zakat yang dikumpulkannya. Ketika Walid berangkat di tengah
perjalanan ia merasa takut dan kembali pulang lalu menemui Rasulullah
SAW seraya berkata “Ya Rasulullah sesungguhnya Al Harits menolak
memberikan zakat kepadaku bahkan ia bermaksud membunuhku”. Maka
Rasulullah SAW mengirim utusan lain kepada Al Harits dan Al Harits
berserta sahabatnya juga berangkat. Ketika utusan Rasul keluar kota
Madinah dan bertemu Al Harits , mereka berkata “inilah Al Harits”. Al
Harits menghampiri dan berkata “kepada siapa kalian diutus?”. Mereka
menjawab “kepadamu”. “Untuk apa kalian diutus kepadaku?” Tanya Al
Harits. Mereka menjawab “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus
Walid bin Uqbah kepadamu dan ia mengaku bahwa kau menolak membayar zakat
bahkan mau membunuhnya”. Al Harits berkata “Tidak benar, demi Rabb yang
telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, aku sama sekali tidak
melihatnya dan tidak juga ia mendatangiku”. Setelah Al Harits menghadap Rasulullah SAW, Beliau bertanya “Apakah kau menolak membayar zakat dan hendak membunuh utusanKu?”. Ia
menjawab “Tidak, demi Rabb yang telah mengutusMu dengan kebenaran, aku
sama sekali tidak melihatnya dan tidak pula ia mendatangiku dan aku
tidak datang kepadaMu melainkan ketika utusanMu tidak datang aku takut
datangnya kemarahan Allah dan RasulNya. Pada saat itulah turun
ayat Al Hujurat {Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu
seorang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.} sampai
{sebagai karunia dan nikmat dari Allah dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha bijaksana}.
Kedudukan Hadis
Hadis ini memiliki sanad yang jayyid (baik). Al Hafiz As Suyuthi dalam Lubabun Nuqul Fi Asbabun Nuzul surah Al Hujurat ayat 6 berkata:
Hadis ini memiliki sanad yang jayyid (baik). Al Hafiz As Suyuthi dalam Lubabun Nuqul Fi Asbabun Nuzul surah Al Hujurat ayat 6 berkata:
أخرج أحمد وغيره بسند جيد عن الحرث بن ضرار الخزامي
Dikeluarkan oleh Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang jayyid dari Harits bin Dhirar Al Khuza’i.
Kemudian Al Hafiz Suyuthi menyebutkan riwayat tersebut setelah itu ia berkata:
رجال إسناده تقات
Para perawi sanad ini tsiqat.
Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 7/238 hadis no 11352 juga membawakan hadis ini dan mengatakan bahwa para perawi Ahmad tsiqat. Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir 7/370 ketika menafsirkan Al Hujurat ayat 6 telah membawakan hadis ini dan beliau menyatakan bahwa hadis ini hasan. Dalam Musnad Ahmad Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain hadis no 18371 disebutkan bahwa “sanadnya shahih”. Pentahqiq kitab Lubabun Nuqul Abdurrazaq Mahdi juga mengakui bahwa sanad hadis ini jayyid dalam keterangannya terhadap riwayat no 1014.
Jika kita melihat kitab-kitab biografi para perawi hadis maka dapat diketahui bahwa Walid bin Uqbah ini adalah seorang sahabat Nabi, Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/287 menyebutkan bahwa Walid bin Uqbah adalah sahabat Nabi. Padahal telah jelas disebutkan di atas bahwa Walid bin Uqbah adalah orang fasik yang dimaksud dalam Al Hujurat ayat 6. Dan dalam riwayat di atas kita lihat bahwa Walid bin Uqbah salah seorang sahabat Nabi telah berkata dusta kepada Rasulullah SAW. Apakah ini berarti seorang Sahabat Nabi bisa saja dikatakan fasik dan bisa saja ia berdusta kepada Rasulullah SAW?. Silakan direnungkan???
Salam Damai.
*****
Sahabat Nabi yang meminum Khamar yaitu Qudamah bin Mazh’un .
Sahabat Nabi Ahli Badar Meminum Khamar.
Sahabat Nabi adalah orang-orang yang
mulia, apalagi mereka yang terdahulu dalam memeluk islam serta berjihad
bersama Rasulullah SAW. Hanya saja keutamaan tersebut tidaklah membuat seorang Sahabat selalu benar. Sahabat Nabi SAW bisa saja melakukan kekeliruan yang bernada maksiat seperti Meminum Khamar sampai mabuk. Hal inilah yang dilakukan juga oleh beberapa sahabat Nabi SAW diantaranya seorang Ahli Badar yang bernama Qudamah bin Mazh’un.
حدثنا أبو اليمان أخبرنا شعيب عن الزهري قال أخبرني عبد الله بن عامر بن ربيعة وكان من أكبر بني عدي وكان أبوه شهد بدرا مع النبي صلى الله عليه وسلم أن عمر استعمل قدامة بن مظعون على البحرين وكان شهد بدرا وهو خال عبد الله بن عمر وحفصة رضي الله عنهم
Telah menceritakan kepada kami Abul
Yaman yang berkata telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Zuhri yang
berkata telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Amir bin Rabi’ah dan
dia seorang yang terhormat dari kalangan Bani Adiy, ayahnya pernah
mengikuti perang Badar bersama Nabi SAW “ bahwa Umar menugaskan Qudamah
bin Mazh’un sebagai Gubernur di Bahrain dan dia seorang yang mengikuti
Perang Badar, paman Abdullah bin Umar RA dan Hafsah RA.
Kisah Qudamah bin Mazh’un meminum Khamar dan mabuk pada masa khalifah Umar telah disebutkan oleh riwayat yang shahih dalam Sunan Baihaqi 8/315 no 17293 dan Al Mushannaf Abdurrazaq 9/240 no 17076:
عبد الرزاق عن معمر عن الزهري قال أخبرني عبد الله بن عامر بن ربيعة وكان أبوه شهد بدرا أن عمر بن الخطاب استعمل قدامة بن مظعون على البحرين وهو خال حفصة وعبد الله بن عمر فقدم الجارود سيد عبد القيس على عمر من البحرين فقال يا أمير المؤمنين إن قدامة شرب فسكر ولقد رأيت حدا من حدود الله حقا علي أن أرفعه إليك فقال عمر من يشهد معك قال أبو هريرة فدعا أبا هريرة فقال بم اشهد قال لم أره يشرب ولكني رأيته سكران فقال عمر لقد تنطعت في الشهادة قال ثم كتب إلى قدامة أن يقدم إليه من البحرين فقال الجارود لعمر أقم على هذا كتاب الله عز و جل فقال عمر أخصم أنت أم شهيد قال بل شهيد قال فقد أديت شهادتك قال فقد صمت الجارود حتى غدا على عمر فقال أقم على هذا حد الله فقال عمر ما أراك إلا خصما وما شهد معك إلا رجل فقال الجارود إني أنشدك الله فقال عمر لتمسكن لسانك أو لأسوءنك فقال الجارود أما والله ما ذاك بالحق أن شرب بن عمك وتسوءني فقال أبو هريرة إن كنت تشك في شهادتنا فأرسل إلى ابنة الوليد فسلها وهي امرأة قدامة فأرسل عمر إلى هند ابنة الوليد ينشدها فأقامت الشهادة على زوجها فقال عمر لقدامة إني حادك فقال لو شربت كما يقولون ما كان لكم أن تجلدوني فقال عمر لم قال قدامة قال الله تعالى ليس على الذين آمنوا وعملوا الصالحات جناح فيما طعموا إذا ما اتقوا وآمنوا الآية فقال عمر أخطأت التأويل إنك إذا اتقيت اجتنبت ما حرم الله عليك
Dari Abdurrazaq dari Ma’mar dari
Zuhri yang berkata telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Amir bin
Rabi’ah, ayahnya adalah seorang yang ikut perang Badar “Bahwa Umar bin
Khattab menugaskan Qudamah bin Mazh’un sebagai Gubernur di Bahrain dan
dia adalah paman Hafshah dan Abdullah bin Umar. Kemudian datanglah Jarud
Sayyid Abdul Qais menghadap Umar dari Bahrain, ia berkata “Wahai Amirul mukminin Qudamah telah meminum khamar dan mabuk maka
jatuhkanlah hukuman had kepadanya”. Umar berkata “siapa yang menjadi
saksi bersamamu?”. Jarud menjawab “Abu Hurairah”. Maka dipanggillah Abu
Hurairah dan Umar berkata “Adakah kamu menyaksikannya” Abu Hurairah
berkata “Aku tidak melihatnya minum tetapi aku melihatnya mabuk”. Umar
berkata ”kamu merubah kesaksian”. Kemudian Umar menulis surat kepada
Qudamah untuk datang menemuinya. Ketika dia datang, Jarud berkata
“jatuhkanlah hukuman (had) Allah kepadanya” Umar berkata “kamu
memusuhinya atau seorang saksi”. Jarud menjawab “saksi” .Umar berkata
“kamu telah memberikan kesaksian”. Kemudian Jarud memaksa Umar untuk
melaksanakan had kepada Qudamah. Umar berkata “menurutku kamu
memusuhinya, tidak ada yang menyaksikan bersamamu kecuali seorang”.
Jarud berkata “Allah SWT menyaksikanmu”. Umar berkata “Jagalah lisanmu
atau aku akan menyakitimu” Jarud berkata “Wahai Umar, itukah kebenaran,
anak pamanmu meminum khamar dan kamu menyakitiku”. Abu Hurairah berkata
“Wahai Umar jika kamu meragukan kesaksian kami maka pergilah bertanya
kepada anak perempuan Walid yaitu istri Qudamah. Maka Umar mendatangi
Hind binti Walid dan meminta kesaksian. Kemudian dia memberi kesaksian.
Maka Umar berkata kepada Qudamah “Aku akan menghukummu”. Qudamah berkata
“jika memang aku meminum khamar maka kamu tidak berhak menghukumku”.
Umar berkata “kenapa?”. Qudamah menjawab “karena Allah SWT berfirman
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan Amalan
yang saleh kerana memakan makanan yang telah mereka makan dahulu,
apabila mereka bertaqwa dan beriman dan mengerjakan amalan-amaln yang
saleh”(Al Maidah ayat 93). Umar berkata “takwilmu keliru, jika kamu
bertakwa kepada Allah maka kamu pasti menjaukan diri dari apa yang
diharamkan”…
Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap kitab Siyar A’lam An Nubala Dzahabi 1/161 telah membawakan hadis ini dan berkata “semua perawinya terpercaya”. Ibnu Hajar juga membawakan hadis riwayat Abdurrazaq dan menyatakan hadis tersebut shahih dalam Fath Al Bari 13/141.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap kitab Siyar A’lam An Nubala Dzahabi 1/161 telah membawakan hadis ini dan berkata “semua perawinya terpercaya”. Ibnu Hajar juga membawakan hadis riwayat Abdurrazaq dan menyatakan hadis tersebut shahih dalam Fath Al Bari 13/141.
قدامة بن مظعون الجمحي القرشي له صحبة
Qudamah bin Mazh’un Al Jumahi Al Qurasy adalah seorang Sahabat Nabi SAW.
Selain Bukhari, biografinya sebagai seorang Sahabat Nabi SAW juga ditulis oleh Ibnu Atsir dalam Asad Al Ghabah 4/417, Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 3/1277, Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 5/423 no 7093, Adz Dzahabi dalam Tajrid Asma As Shahabah 2/13 no 134 dan As Siyar 1/161 dimana disebutkan kalau Qudamah
bin Mazh’un adalah Sahabat Nabi yang tergolong Assabiqunal Awwalun
(orang yang pertama-tama masuk islam) dan berjihad bersama Rasulullah
SAW dalam perang Badar. Ibnu Hajar dalam Al Ishabah menyebutkan:
قدامة بن مظعون بن حبيب بن وهب بن حذافة بن جمح القرشي الجمحي أخو عثمان يكنى أبا عمرو كان أحد السابقين الأولين هاجر الهجرتين وشهد بدرا
Qudamah bin Mazh’un bin Habib bin
Wahab bin Huzafah bin Jumah Al Qurasy Al Jumahi saudara Utsman dengan
kunniyah Abu Amr termasuk orang yang pertama-tama memeluk islam,
melakukan hijrah dua kali dan mengikuti perang Badar.
Pembahasan ini bukanlah suatu celaan,
hujatan atau merendahkan seorang Sahabat seperti Qudamah bin Mazh’un.
Kami hanya menunjukkan bahwa bahkan seorang Sahabat yang terdahulu
masuk islam, ikut hijrah dua kali dan seorang Ahli Badar juga bisa
melakukan kesalahan yaitu Meminum Khamar di masa Khalifah Umar RA.
Salam Damai.
*****
Sahabat Nabi yang mencaci Imam Ali yaitu Mughirah bin Syu’bah.
Sahabat Nabi Yang Menghina Ahlul Bait.
Sejarah mencatat bahwa
diantara para Sahabat Nabi ternyata ada yang menghina Ahlul Bait Rasul
SAW Ali bin Abi Thalib RA. Ada yang mengatakan bahwa hal ini sudah
menjadi tradisi dan berawal pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu
Sufyan. Bahkan sebagian orang menyatakan bahwa tradisi ini justru
merupakan perintah atau anjuran Muawiyah sendiri. Terlepas
dari apa tujuan tradisi tersebut tetap saja tradisi itu telah menyalahi
Ajaran islam. Bukankah Rasulullah SAW telah mengatakan bahwa siapa saja
yang mencaci-maki Ali RA berarti sama saja dengan mencaci-maki Beliau
SAW.
Salah satu sahabat Nabi SAW yang mencaci-maki Imam Ali AS adalah Mughirah bin Syu’bah.
عن
زياد بن علاقة عن عمه أن المغيرة بن شعبة سب علي بن أبي طالب فقام إليه
زيد بن أرقم فقال يا مغيرة ألم تعلم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى
عن سب الأموات فلم تسب عليا وقد مات
Dari
Ziyad bin Alaqah dari Pamannya bahwa Mughirah bin Syu’bah telah
menghina Ali bin Abi Thalib kemudian Zaid bin Arqam berdiri dan berkata
”Hai Mughirah bukankah kamu tahu bahwa Rasulullah SAW melarang untuk
menghina orang yang sudah mati jadi mengapa kamu menghina Ali setelah
kematiannya”.
Hadis Riwayat Al Hakim dalam Mustadrak As Shahihain juz 1 hal 541 hadis no 1419, dimana beliau berkata:
هذا حديث صحيح على شرط مسلم ولم يخرجاه
Hadis ini shahih sesuai persyaratan Imam Muslim tapi beliau tidak meriwayatkannya.
Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid juz 8 hal 145 hadis no 13028 juga telah meriwayatkan hadis ini dan berkata:
رواه الطبراني بإسنادين ورجال أحد أسانيد الطبراني ثقات
Riwayat Thabrani dengan sanad-sanadnya dan salah satu sanadnya para Perawinya tsiqat.
Catatan Hadis.
Thabrani meriwayatkan hadis ini dalam Mu’jam Al Kabir
juz 5 hal 168 yaitu hadis no 4973, 4974 dan 4975. Hadis no 4973 dan
4975 di dalam sanadnya terdapat Abu Ayub Maula Bani Tsa’labah
sebagaimana disebutkan dalam At Ta’jil Al Manfa’ah Ibnu Hajar juz 2 hal 411 no 1232 bahwa beliau adalah majhul.
Sedangkan hadis riwayat
Thabrani no 4974 dan hadis riwayat Al Hakim dalam sanadnya tidak ada Abu
Ayub tersebut. Hadis ini lah yang dinyatakan shahih oleh Al Hakim dan
seperti yang dikatakan Al Haitsami para perawinya tsiqat.
Hadis yang di dalam sanadnya ada Abu Ayub yaitu perawi yang majhul hal ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad juz
4 hal 369 hadis no 19307 tahqiq Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Hadis ini
sanadnya dhaif karena perawinya Abu Ayub adalah majhul tetapi hadis ini
dikuatkan oleh riwayat Al Hakim dan Thabrani. Oleh karena itu Syaikh
Syu’aib berkata mengenai hadis Abu Ayub ini:
صحيح وهذا إسناد ضعيف
Shahih tetapi sanad hadis ini dhaif.
Salam Damai
Catatan :
- Sepertinya Menghina disini lebih ke arah caci maki
- Semoga ada tanggapan yang membangun :mrgreen:
*****
Sahabat Nabi yang menyakiti Ahlul Bait
Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait.
Judul di atas tentu saja akan cukup
mengejutkan bagi siapa saja yang belum mengetahui tentang riwayat ini.
Hal ini termasuk salah satu hal yang dipermasalahkan dalam perdebatan
yang biasa terjadi oleh kelompok Islam Sunni dan Syiah. Permasalahan ini
jelas merupakan masalah yang pelik dan musykil dan tidak jarang ulama
sunni yang menyatakan bahwa peristiwa ini tidak pernah terjadi dan
riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah. Sebaliknya untuk
menjawab anggapan ini Syiah menyatakan bahwa peristiwa ini benar terjadi
dan terdapat riwayat-riwayat yang berkaitan dengan peristiwa tersebut
dalam referensi Ahlus Sunnah.
Tulisan kali ini hanya ingin melihat
dengan jelas apakah benar peristiwa ini benar-benar tercatat dalam
sejarah atau hanyalah berita bohong belaka. Perlu dinyatakan sebelumnya
bahwa tulisan ini tidak dibuat dengan tujuan untuk medeskriditkan
pribadi atau kelompok tertentu melainkan hanya menyampaikan sesuatu apa
adanya.
Riwayat-riwayat tentang Ancaman
Pembakaran Rumah Sayyidah Fathimah Az Zahra as ternyata memang benar ada
dalam kitab-kitab yang menjadi pegangan Ahlus Sunnah yaitu dalam Tarikh Al Umm Wa al Mulk karya Ibnu Jarir At Thabari, Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Ansab Al Asyraf karya Al Baladzuri, Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi. Berikut adalah riwayat yang terdapat dalam Kitab Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan peristiwa itu dengan sanad
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar
telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang
berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah
kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah
Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Sehingga ketika
Umar menerima kabar ini Ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai
Putri Rasulullah SAW setelah Ayahmu tidak ada yang lebih aku cintai
dibanding dirimu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di
rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan
membakar rumah ini bersama mereka yang ada di dalamnya”. Ketika Umar
pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara kepada mereka “tahukah
kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini
jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi
pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan
tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar. (Al Mushannaf
Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal 432 riwayat no 37045).
Riwayat ini memiliki sanad yang shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim.
Sanad Riwayat Dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.
Sanad Riwayat Dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.
Ibnu Abi Syaibah.
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Utsman Al Absi Al Kufi. Ia adalah seorang imam penghulu para hafidz, penulis banyak kitab seperti Musnad,al Mushannaf dan Tafsir. Para ulama telah sepakat akan keagungan ilmu kejujuran dan hafalannya. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 490 Adz Dzahabi berkata ”Ia termasuk yang sudah lewat jembatan pemeriksaan dan sangat terpercaya”. Ahmad bin Hanbal berkata ”Abu Bakar sangat jujur, ia lebih saya sukai disbanding Utsman saudaranya”. Al Khathib berkata “Abu Bakar rapi hafalannya dan hafidz”.
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Utsman Al Absi Al Kufi. Ia adalah seorang imam penghulu para hafidz, penulis banyak kitab seperti Musnad,al Mushannaf dan Tafsir. Para ulama telah sepakat akan keagungan ilmu kejujuran dan hafalannya. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 490 Adz Dzahabi berkata ”Ia termasuk yang sudah lewat jembatan pemeriksaan dan sangat terpercaya”. Ahmad bin Hanbal berkata ”Abu Bakar sangat jujur, ia lebih saya sukai disbanding Utsman saudaranya”. Al Khathib berkata “Abu Bakar rapi hafalannya dan hafidz”.
Muhammad bin Bisyr.
Muhammad bin Bisyr adalah salah seorang dari perawi hadis dalam Kutub Al Sittah. Dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 9 hal 64, Thabaqat Ibnu Saad jilid 6 hal 394, Tarikh al Kabir jilid I hal 45, Al Jarh Wat Ta’dil jilid 7 hal 210, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 322 dan Al Kasyf jilid 3 hal 22 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Bisyr.
Muhammad bin Bisyr adalah salah seorang dari perawi hadis dalam Kutub Al Sittah. Dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 9 hal 64, Thabaqat Ibnu Saad jilid 6 hal 394, Tarikh al Kabir jilid I hal 45, Al Jarh Wat Ta’dil jilid 7 hal 210, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 322 dan Al Kasyf jilid 3 hal 22 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Bisyr.
- Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah”.
- Yahya bin Main telah mentsiqahkannya
- Al Ajuri berkata ”Ia paling kuat hafalannya diantara perawi kufah”
- Utsman Ibnu Abi Syaibah berkata “Ia tsiqah dan kokoh”
- Adz Dzahabi berkata ”Ia adalah Al Hafidz Al Imam dan kokoh”
- An Nasai berkata “Ia tsiqah”.
Ubaidillah bin Umar.
Keterangan tentang beliau disebutkan dalam Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 160-161, Siyar A’lam An Nubala jilid 6 hal 304, Tahdzib At Tahdzib jilid 7 hal 37, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 637, Ats Tsiqat jilid 3 hal 143,dan Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 5 hal 326.
Keterangan tentang beliau disebutkan dalam Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 160-161, Siyar A’lam An Nubala jilid 6 hal 304, Tahdzib At Tahdzib jilid 7 hal 37, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 637, Ats Tsiqat jilid 3 hal 143,dan Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 5 hal 326.
- Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah dan tsabit”
- Yahya bin Ma’in berkata ”Ia tsiqah, hafidz yang disepakati”
- Abu Hatim berkata ”Ia tsiqah”
- Adz Dzahabi berkata ”Ia Imam yang merdu bacaan Al Qurannya”
- An Nasai berkata ”Ia tsiqah dan kokoh”
- Ibnu Manjawaih berkata ”Ia termasuk salah satu tuan penduduk Madinah dan suku Quraisy dalam keutamaan Ilmu,ibadah hafalan dan ketelitian”.
- Abu Zar’ah berkata “Ia tsiqah”.
- Abdullah bin Ahmad berkata ”Ubaidillah bin Umar termasuk orang yang terpercaya”.
Zaid bin Aslam .
Zaid bin Aslam adalah salah seorang perawi Kutub As Sittah. Keterangan tentang beliau terdapat dalam Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 3 hal 554, Tahdzib at Tahdzib jilid 3 hal 341, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 326, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 132-133, dan Siyar A’lam An Nubala jilid 5 hal 316.
Zaid bin Aslam adalah salah seorang perawi Kutub As Sittah. Keterangan tentang beliau terdapat dalam Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 3 hal 554, Tahdzib at Tahdzib jilid 3 hal 341, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 326, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 132-133, dan Siyar A’lam An Nubala jilid 5 hal 316.
- Abu Hatim menyatakan Zaid tsiqah
- Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah,ahli fiqh dan alim dalam tafsir Al Quran”
- Imam Ahmad menyatakan beliau tsiqah
- Ibnu Saad menyatakan “Ia tsiqah”
- Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Al Imam, Al Hujjah dan Al Qudwah(teladan)
- Abu Zara’ah menyatakan Ia tsiqah
- Ibnu Kharrasy menyatakan beliau tsiqah
- Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah” .
Aslam Al Adwi Al Umari.
Aslam dikenal sebagai tabiin senior dan merupakan perawi Kutub As Sittah. Beliau termasuk yang telah disepakati ketsiqahannya. Keterangan tentang Beliau dapat dilihat di Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 88 dan Siyar A’lam An Nubala jilid 4 hal 98
Aslam dikenal sebagai tabiin senior dan merupakan perawi Kutub As Sittah. Beliau termasuk yang telah disepakati ketsiqahannya. Keterangan tentang Beliau dapat dilihat di Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 88 dan Siyar A’lam An Nubala jilid 4 hal 98
- Adz Dzahabi berkata “Ia seorang Faqih dan Imam”.
- Al Madani berkata “Ia seorang penduduk Madinah terpercaya dan Kibar At Tabi’in”.
- Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah”.
- Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah”.
- Abu Zara’ah berkata ”Ia tsiqah”.
- An Nawawi berkata ”Huffadz bersepakat menyatakan Aslam tsiqah”.
Jadi riwayat di atas yang menyatakan adanya Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait Sayyidah Fatimah Az Zahra AS telah diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah dan tidak berlebihan kalau ada yang menyatakan riwayat tersebut shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim.
Oleh karena itu sebenarnya keliru sekali kalau ada yang beranggapan
bahwa Riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah apalagi kalau
menyatakan ini adalah riwayat yang dibuat-buat oleh golongan Syiah. Just Syiahpobhia :mrgreen: .
Salam Damai
Catatan: Tulisan ini sudah lama saya
buat dan baru bisa ditampilkan terkait dengan peristiwa akhir-akhir ini
(kutipan diambil seperlunya saja). Semua kritik dan masukan untuk
tulisan ini dibuka seluas-luasnya dan semoa berkenan. Setidaknya saya
sudah menyampaikan dan mohon maaf jika penyampaian saya ini kurang berkenan :mrgreen:
*****
Sahabat Nabi yang berperilaku jahat dan kejam
Kekejaman Sahabat Nabi Yang Membunuh Anak Kecil.
Apakah anda bisa membayangkan ada sahabat Nabi yang begitu kejam?. Ia membunuh banyak orang karena orang-orang tersebut adalah pengikut Imam Ali. Ia membunuh keluarga Rasul dan Sahabat Beliau SAW. Tidak hanya itu, ia bahkan tega membunuh kedua anak kecil dengan cara menyembelih mereka di hadapan Ibunya sehingga Sang Ibu menjadi gila. Sulit dipercaya ada seorang sahabat Nabi yang berperilaku seperti itu tetapi begitulah faktanya. Perbuatannya sungguh menakutkan banyak orang, tetapi berlalu seiringnya waktu fakta itu bergeser jauh menyepi tertutupi dogma-dogma “Kemuliaan seluruh Sahabat” sehingga para ulama masih menuliskan hadis-hadisnya dan memberikan predikat “Radiyallahuanhu” padanya. Yah mungkin di mata para ulama semua perbuatan jahatnya betapapun sejahat-jahatnya itu tidak merusak predikatnya sebagai sahabat Nabi.
Apakah anda bisa membayangkan ada sahabat Nabi yang begitu kejam?. Ia membunuh banyak orang karena orang-orang tersebut adalah pengikut Imam Ali. Ia membunuh keluarga Rasul dan Sahabat Beliau SAW. Tidak hanya itu, ia bahkan tega membunuh kedua anak kecil dengan cara menyembelih mereka di hadapan Ibunya sehingga Sang Ibu menjadi gila. Sulit dipercaya ada seorang sahabat Nabi yang berperilaku seperti itu tetapi begitulah faktanya. Perbuatannya sungguh menakutkan banyak orang, tetapi berlalu seiringnya waktu fakta itu bergeser jauh menyepi tertutupi dogma-dogma “Kemuliaan seluruh Sahabat” sehingga para ulama masih menuliskan hadis-hadisnya dan memberikan predikat “Radiyallahuanhu” padanya. Yah mungkin di mata para ulama semua perbuatan jahatnya betapapun sejahat-jahatnya itu tidak merusak predikatnya sebagai sahabat Nabi.
Sahabat Nabi yang dimaksud adalah Busr bin Arthah Al Amiri. Disebutkan Ibnu Abdil Bar dalam Al Isti’ab 1/160.
قال أبو الشيباني لما وجه معاوية بسر بن ارطاة الفهري لقتل شيعة علي رضى الله عنه
Abu Syaibani berkata “Muawiyah mengirim Busr bin Arthah Al Fahri untuk membunuh Syiah Ali RA”.
Al Qurthubi dalam At Tadzkirah hal 442 juga mengutip perkataan Abu Amru Syaibani.
و ذكر أبو عمرو الشيباني قال لما وجه معاوية بشر بن أرطاة لقتل شيعة علي رضي الله عنه سار إلى أن أتى المدينة ، فقتل ابني عبيد الله بن العباس ، و فر أهل المدينة حتى دخلوا الحرة حرة بني سليم
Disebutkan Abu Amru Asy Syaibani yang
berkata “Muawiyah mengirim Busr bin Arthah untuk membunuh Syiah Ali RA
sampai ia tiba di Madinah, Ia membunuh kedua anak Ubaidillah bin Abbas.
Penduduk Madinah ketakutan hingga melarikan diri ke perkampungan Bani
Sulaim.
ذكر أبو عمرو الشيباني أغار بشر على همدان فقتل و سبى نساءهم ، فكن أول نساء سبين في الإسلام و قتل أحياء من بني سعد
Disebutkan oleh Abu Amru Asy Syaibani
bahwa Busr menyerang suku Hamdan membunuh mereka dan menawan para
wanita, itulah pertama kali wanita ditawan di dalam Islam dan Busr juga
membunuh orang-orang dari bani Sa’ad.
Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 1/159 dan Ibnu Atsir dalam Usdu Al Ghabah 1/269 menyebutkan:
نقله أهل الأخبار وأهل الحديث أيضا من ذبحه عبد الرحمن وقثم ابني عبيد الله بن العباس ابن عبد المطلب وهما صغيران بين يدي أمهما
Dinukil dari Ahlul Akhbar dan Ahlul hadis bahwa ia (Busr bin Arthah) menyembelih Abdurrahman dan Qutsam kedua anak Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang masih kecil di hadapan Ibunya.
Perbuatan Busr bin Arthah yang membunuh
kedua anak Ubaidillah yang masih kecil dengan memotong leher mereka di
depan mata Ibu mereka membuat sang Ibu menjadi gila. Kezaliman Busr bin
Arthah ini dikatakan oleh Al Qurthubi sama halnya dengan kezaliman
Ubaidillah bin Ziyad. Al Qurthubi berkata dalam At Tadzkirah hal 441 setelah menyebutkan kisah pembantaian Imam Husain dan keluarga Beliau oleh Ibnu Ziyad.
و مثل صنيع عبيد الله بن زياد صنع قبله بشر بن أرطأة العامري الذي هتك الإسلام ، و سفك الدم الحرام ، و أذاق الناس الموت الزؤام ، لم يدع لرسول الله صلى الله عليه و سلم الذمام ، فقتل أهل بيته الكرام و حكم في مفارقهم الحسام ، و عجل لهم الحمام ذبح ابني عبيد الله بن عباس بن عبد المطلب و هما صغيران بين يدي أمهما يمرحان ،و هما قثم و عبد الرحمن ، فوسوست أمهما و أصابها ضرب من الجان لم أشعله الثكل في قلبها من لهب النيران
Apa yang dilakukan Ubaidillah bin
Ziyad di atas telah dilakukan sebelumnya oleh Busr bin Arthah Al Amiri.
Ia telah menginjak kehormatan islam dengan menumpahkan darah orang-orang
islam dan membunuh mereka secara kejam tanpa mempedulikan sabda
Rasulullah SAW. Ia bahkan telah membunuh banyak Ahlul Bait Beliau SAW .
Dialah yang tega menyembelih kedua anak Ubaidillah bin Abbas bin Abdul
Muthalib yang masih kecil di hadapan ibu mereka yaitu Qutsam dan
Abdurrahman sehingga ibu mereka menjadi gila karena terpukul kehilangan
kedua anaknya dan karena sangat dendam kepada pembunuh mereka.
Disebutkan juga dalam At Tadzkirah Al Qurthubi hal 442.
قال أبو محمد عبد الحق بشر هذا يقال ولد في زمن رسول الله صلى الله عليه و سلم ، و كانت له أخبار سوء في جانب علي و أصحابه ، و هو الذي ذبح طفلين لعبيد الله بن العباس ، ففقدت أمهما عقلها و هامت على وجهها ، فدعا عليه علي رضي الله عنه أن يطيل الله عمره و يذهب عقله ، كان كذلك ، قال ابن دحية و لما ذبح الصغيرين و فقدت أمهما عقلهما كانت تقف في الموسم تشعر شعراً يبكي العيون و يهيج بلابل الأحزان و العيون
Abu Muhammad Abdul Haq berkata Busr
lahir di zaman Rasulullah SAW, ia memiliki cerita-cerita yang buruk
tentang Ali dan sahabat-sahabatnya. Dialah
yang telah menyembelih kedua anak Ubaidillah bin Abbas yang masih kecil
di depan mata ibu mereka sehingga Ibu mereka menjadi gila. Ali
RA pernah berdoa kepada Allah SWT agar ia (Busr) dipanjangkan umurnya
dan dihilangkan akalnya, dan begitulah yang terjadi padanya. Ibnu Dihyah
berkata “Setelah kedua anaknya disembelih di depan matanya sendiri sang
Ibu menjadi gila dan di tengah keramaian ia melantunkan syair yang
sangat memilukan hati dan membuat air mata berderai”.
Perbuatan Busr bin Arthah yang membunuh
kedua anak Ubaidillah yang masih kecil adalah sejarah yang telah dinukil
oleh para ulama dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Adz Dzahabi juga
menyebutkannya dalam biografi Busr bin Arthah dalam Tarikh Al Islam 5/369 dengan mengutip Ibnu Ishaq.
وقال ابن إسحاق قتل بسرعبد الرحمن، وقثم ولدي عبيد الله بن عباس باليمن
Ibnu Ishaq berkata “Busr telah membunuh Abdurrahman dan Qutsam kedua anak Ubaidillah bin Abbas di Yaman”.
Al Bukhari dalam Tarikh As Shaghir juz 1 no 343 juga menyebutkan bahwa Busr bin Arthah telah membunuh Abdurrahman dan Qutsam dan juga ayah mereka Ubaidillah bin Abbas. Padahal Ubaidillah bin Abbas RA adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW seperti yang disebutkan Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 4/396-397 no 5307 yang mengutip Ibnu Sa’ad.
Al Bukhari dalam Tarikh As Shaghir juz 1 no 343 juga menyebutkan bahwa Busr bin Arthah telah membunuh Abdurrahman dan Qutsam dan juga ayah mereka Ubaidillah bin Abbas. Padahal Ubaidillah bin Abbas RA adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW seperti yang disebutkan Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 4/396-397 no 5307 yang mengutip Ibnu Sa’ad.
وقال بن سعد رأى النبي صلى الله عليه وسلم وسمع منه
Ibnu Sa’ad berkata “ia melihat Nabi SAW dan mendengar hadis dari Beliau”.
Dalam At Tahdzib juz 7 no 41 Ibnu Hajar juga menyebutkan:
وقال بن حبان وابن عبد البر له صحبة
Ibnu Hibban dan Ibnu Abdil Bar berkata “ia seorang sahabat Nabi”.
Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/633 menyatakan bahwa Ubaidillah bin Abbas adalah sahabat Nabi. Begitu pula yang dikatakan Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 3556.
عبيد الله بن العباس الهاشمي أبو محمد له صحبة
Ubaidillah bin Abbas Al Hasyimi Abu Muhammad seorang sahabat Nabi.
Secara ringkas diantara perbuatan zalim Busr bin Arthah adalah:
Secara ringkas diantara perbuatan zalim Busr bin Arthah adalah:
- Membunuh banyak orang karena orang tesebut mengikuti Imam Ali.
- Membunuh kerabat dan sahabat Rasulullah SAW yaitu Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
- Menawan kaum wanita padahal hal itu dilarang oleh Rasulullah SAW.
- Menyembelih Abdurrahman dan Qutsam kedua anak Ubaidillah yang masih kecil di hadapan ibunya.
- Menyerang Madinah dan membuat ketakutan diantara para penduduk Madinah.
Benarkah orang seperti ini adalah sahabat Nabi?. Yah begitulah yang dikatakan para ulama. Ibnu Hajar dalam Al Ishabah no 1/289 no 642 berkata tentang Busr bin Arthah.
وقال الدارقطني له صحبة وقال بن يونس كان من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم شهد فتح مصر
Daruquthni berkata “dia seorang
sahabat Nabi”. Ibnu Yunus berkata “dia termasuk sahabat Rasulullah SAW
yang menyaksikan pembukaan Mesir”.
At Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi 1/36 no 24 menuliskan hadis yang dalam sanadnya ia berkata:
بسر بن أرطاة صاحب النبي صلى الله عليه و سلم
Busr bin Arthah sahabat Nabi SAW.
Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat juz 3 no 117 memasukkan Busr bin Abi Arthah sebagai seorang Sahabat Nabi SAW, menurut Ibnu Hibban nama yang benar adalah Busr bin Abi Arthah bukan Busr bin Arthah. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/125 menyatakan kalau Busr bin Arthah seorang Sahabat Nabi. Begitu pula Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 558 menyatakan hal yang sama dimana ia berkata:
بسر بن أرطاة أو بن أبي أرطاة العامري صحابي له حديثان عنه جنادة بن أبي أمية وأيوب بن ميسرة
Busr bin Arthah atau Ibnu Abi Arthah
Al Amiri seorang sahabat Nabi, memiliki hadis-hadis(dua hadis) dimana
telah meriwayatkan darinya Junadah bin Abi Umayyah dan Ayub bin
Maisarah.
Adz Dzahabi juga memasukkan nama Busr bin Abi Arthah dalam kitabnya Tajrid Asma’ As Shahabah juz 1 no 346. Abu Nu’aim dalam Ma’rifat As Shahabah
hadis no 1147, 1148 dan 1149 juga memasukkan nama Busr bin Arthah
sebagai sahabat. Ibnu Qani’ memasukkan nama Busr bin Arthah dalam
kitabnya Mu’jam As Shahabah no 82. Dalam Su’alat Al Ajri 2/219 no 1660 Abu Dawud menyebutkan bahwa Busr bin Abi Arthah termasuk mereka yang memeluk islam pada Fathul Makkah. Dalam Al Jarh Wat Ta’dil juz 2/422 no 1678 Abu Hatim menyatakan bahwa Busr bin Abi Arthah seorang sahabat Nabi SAW. Ahmad bin Hanbal telah memasukkan hadis-hadis Busr dalam kitab Musnadnya 4/181 dengan judul “Hadis Busr bin Arthah Radiallahuanhu”.
Hal ini menunjukkan kalau Imam Ahmad mengakui bahwa Busr seorang
sahabat Nabi. Oleh karena itu tidak ada keraguan bahwa ia seorang
sahabat Nabi.
Kezaliman Busr di atas sangat jelas
sekali sehingga Ibnu Ma’in mencela Busr bin Arthah walaupun ia
sebenarnya terbukti seorang sahabat Nabi. Hal ini dapat dilihat dalam Al Jarh Wat Ta’dil 2/423 dimana Ibnu Abi Hatim menyebutkan
العباس بن محمد الدوري قال سمعت يحيى بن معين قال بسر بن ابى ارطاة رجل سوء
Abbas bin Muhammad Ad Dawri berkata aku mendengar Yahya bin Ma’in berkata “Busr bin Abi Arthah seorang yang jahat”.
Untuk membungkam syubhat-syubhat seputar
status sahabat Busr bin Arthah, maka ada baiknya disebutkan hadis-hadis
Busr bin Arthah yang telah dishahihkan oleh para ulama. Hadis tersebut
adalah sebaik-baik bukti karena dalam hadis-hadisnya Busr bin Arthah menegaskan bahwa ia mendengar langsung hadis tersebut dari Rasulullah SAW.
عن جنادة بن أمية قال كنا مع بسر بن أرطاة في البحر فأتي بسارق يقال له مصدر قد سرق بختية ( الإبل الخراسانية ) فقال قد سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ” لاتقطع الأيدي في السفر ” ولولا ذلك لقطعته
Dari Junadah bin Abi Umayyah yang
berkata “Kami bersama Busr bin Arthah dalam perjalanan di laut.
Kemudian dibawalah seorang pencuri bernama Mashdar yang telah mencuri
kain Bukhtiyah. Maka Busr berkata “Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda “Tidak boleh dipotong tangan karena mencuri dalam perjalanan”. Kalau bukan karena hadis itu pasti sudah aku potong tangannya.
Hadis di atas diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud 2/546 no 4408, Sunan Tirmidzi 4/53 no 1450 (lafaz Tirmidzi adalah dalam perperangan) keduanya telah dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud dan Shahih Sunan Tirmidzi. dan Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain no 17558 (dinyatakan hasan) dan 17559 (dinyatakan shahih).
Diriwayatkan dalam Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain no 17560 dan telah dinyatakan shahih
حدثنا هيثم بن خارجة ثنا محمد بن أيوب بن ميسرة بن حلبس قال سمعت أبي يحدث عن بسر بن أرطاة القرشي يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يدعو اللهم أحسن عاقبتنا في الأمور كلها واجرنا من خزي الدنيا وعذاب الآخرة
Telah menceritakan kepada kami
Haitsam bin Kharijah yang berkata telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Ayub bin Maisarah bin Halbas yang berkata aku telah
mendengar dari ayahku yang menerima hadis dari Busr bin Arthah Al Qurasy yang berkata aku telah mendengar Rasulullah SAW berdoa
“Ya Allah jadikanlah akhir dari semua urusan kami menjadi baik dan
lindungilah kami dari kehinaan di dunia dan adzab di akhirat”.
Hadis ini disebutkan oleh Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 2 no 1912 dan diriwayatkan juga dalam Shahih Ibnu Hibban 3/229 no 949 dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth pentahqiq kitab Shahih Ibnu Hibban berkata “sanadnya hasan”. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 10/282 no 17390 menyebutkan bahwa selain Ahmad hadis ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani, beliau berkata:
Hadis ini disebutkan oleh Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 2 no 1912 dan diriwayatkan juga dalam Shahih Ibnu Hibban 3/229 no 949 dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth pentahqiq kitab Shahih Ibnu Hibban berkata “sanadnya hasan”. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 10/282 no 17390 menyebutkan bahwa selain Ahmad hadis ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani, beliau berkata:
ورجال أحمد وأحد أسانيد الطبراني ثقلت
Para perawi Ahmad dan perawi salah satu sanad Ath Thabrani adalah para perawi tsiqat.
Kedua hadis Busr bin Arthah di atas merupakan bukti paling kuat bahwa Busr pernah mendengar langsung hadis Rasulullah SAW yang berarti dia seorang sahabat Nabi.
Dan juga merupakan bukti bahwa kezaliman Busr yang begitu besar tidak
mencegah para ulama untuk tetap meriwayatkan dan menshahihkan hadisnya.
Sungguh sebuah anomali?.
*****
Sahabat Nabi yang membunuh Ammar bin Yasir .
Sahabat Nabi Yang Membunuh Ammar bin Yasir RA.
Bukankah mencela sahabat Nabi SAW itu tidak dibolehkan?. Benar, tidak hanya sahabat Nabi tetapi mencela sesama Muslim itu tidak dibolehkan. Apalagi membunuh, tentu tidak boleh lagi. Kenyataan pahit dalam sejarah Islam adalah para generasi awal umat ini yaitu para Sahabat ternyata mengalami perselisihan sampai ke taraf memerangi dan membunuh. Sangat tidak mungkin kalau sejarah seperti ini mau ditutup-tutupi atau dinyatakan seolah tidak ada apa-apa.
Bukankah mencela sahabat Nabi SAW itu tidak dibolehkan?. Benar, tidak hanya sahabat Nabi tetapi mencela sesama Muslim itu tidak dibolehkan. Apalagi membunuh, tentu tidak boleh lagi. Kenyataan pahit dalam sejarah Islam adalah para generasi awal umat ini yaitu para Sahabat ternyata mengalami perselisihan sampai ke taraf memerangi dan membunuh. Sangat tidak mungkin kalau sejarah seperti ini mau ditutup-tutupi atau dinyatakan seolah tidak ada apa-apa.
Sebagian pihak tidak senang kalau sejarah
seperti ini dibicarakan karena tidak ada gunanya membicarakan
perselisihan para Sahabat. Mereka menganggap bahwa semua sahabat
diridhai Allah SWT, semua sahabat tidak layak untuk dikritik atau dinyatakan salah karena itu berarti sudah mencela sahabat Nabi
dan hal ini jelas diharamkan menurut mereka. Jika sahabat melakukan
kesalahan maka itu berarti sahabat berijtihad dan sebagaimana ijtihad jika benar dapat dua pahala dan jika salah satu pahala.
Intinya pihak tersebut akan selalu memuliakan sahabat walau
bagaimanapun perilakunya. Sehingga jika orang sudah dicap sahabat maka
semua perilakunya berpahala. Duhai alangkah anehnya, apakah jika sahabat menghina Ahlul Bait, meminum khamar, dan murtad maka itu dikatakan ijtihad?. Alangkah
kacaunya orang yang mengatakan bahwa tindakan seperti itu berpahala
hanya karena yang melakukannya adalah seorang Sahabat Nabi. Silakan renungkan???
Kali ini kami akan mengajak para pembaca untuk kembali ke peristiwa bersejarah yaitu Perang Shiffin. Pada perang ini Imam Ali AS dan sahabat yang mengikuti Beliau berperang dengan Muawiyah dan sahabat yang mengikutinya. Di antara sahabat Nabi yang setia pada Imam Ali adalah Ammar bin Yasir RA. Beliau adalah Sahabat yang mulia dimana Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa Ammar akan dibunuh oleh kelompok pembangkang.
Sejarah membuktikan bahwa Ammar RA syahid dalam perang Shiffin. Hal ini
sudah cukup untuk membuktikan bahwa dalam Perang Shiffin Imam Ali berada dalam kebenaran dan Muawiyah serta pengikutnya merupakan kelompok pembangkang. Kematian Ammar RA mengundang kecemasan di kalangan pengikut Muawiyah sehingga untuk menenangkan pengikutnya Muawiyah memberikan ta’wilan yang batil bahwa Yang membunuh Ammar RA adalah orang yang membawanya ikut berperang. Dengan perkataan itu Muawiyah ingin melemparkan kesalahan kepada Imam Ali AS, sungguh perilaku yang bisa dibilang tidak terpuji.
Riwayat ini salah satunya disebutkan dalam Musnad Ahmad 2/161 no 6499.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو معاوية ثنا الأعمش عن عبد الرحمن بن زياد عن عبد الله بن الحرث قال اني لأسير مع معاوية في منصرفه من صفين بينه وبين عمرو بن العاص قال فقال عبد الله بن عمرو بن العاصي يا أبت ما سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لعمار ويحك يا بن سمية تقتلك الفئة الباغية قال فقال عمرو لمعاوية ألا تسمع ما يقول هذا فقال معاوية لا تزال تأتينا بهنة أنحن قتلناه إنما قتله الذين جاؤوا به
Telah menceritakan kepada kami
Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata
telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah yang berkata telah
menceritakan kepada kami ‘Amasy dari Abdurrahman bin Ziyad dari Abdullah
bin Harits yang berkata “Aku berjalan bersama Muawiyah sepulang dari
Shiffin dan juga bersama Amru bin Ash. Abdullah bin Amru bin Ash berkata
“wahai ayah tidakkah kau mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ammar “Kasihan engkau Ibnu Sumayyah, engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang”. Amru berkata kepada Muawiyah “Tidakkah engkau dengar perkataannya”. Muawiyah berkata “Ia selalu bermasalah bagi kita, apakah kita yang membunuh Ammar?. Sesungguhnya yang membunuhnya adalah orang yang membawanya”.
Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Syarh Musnad Ahmad tahqiqnya berkata tentang hadis ini “sanadnya shahih” . Begitu pula Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad tahqiq Beliau juga menyatakan hadis ini shahih. Siapa sebenarnya orang dalam kelompok Muawiyah yang membunuh Ammar bin Yasir RA?. Para ulama telah menyebutkan bahwa orang yang membunuh Ammar bin Yasir adalah Abu Ghadiyah Al Juhani dan tahukah anda siapa dia?. Para ulama menyebutnya sebagai Sahabat Nabi SAW.
Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Syarh Musnad Ahmad tahqiqnya berkata tentang hadis ini “sanadnya shahih” . Begitu pula Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad tahqiq Beliau juga menyatakan hadis ini shahih. Siapa sebenarnya orang dalam kelompok Muawiyah yang membunuh Ammar bin Yasir RA?. Para ulama telah menyebutkan bahwa orang yang membunuh Ammar bin Yasir adalah Abu Ghadiyah Al Juhani dan tahukah anda siapa dia?. Para ulama menyebutnya sebagai Sahabat Nabi SAW.
Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 7/311 no 10365 memuat biografi Abu Ghadiyah Al Juhani dan menyebutkan
وقال الدوري عن بن معين أبو الغادية الجهني قاتل عمار له صحبة
Ad Dawri berkata dari Ibnu Ma’in “Abu Ghadiyah Al Juhani orang yang membunuh Ammar dan dia seorang Sahabat Nabi”.
Al Bukhari berkata dalam Tarikh Al Kabir juz 8 no 3557.
أبو غادية الجهني سمع النبي صلى الله عليه وسلم
Abu Ghadiyah Al Juhani mendengar langsung dari Nabi SAW.
Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 4/1725 dan Ibnu Atsir dalam Usud Al Ghabah 5/534 juga mengatakan bahwa Abu Ghadiyah seorang sahabat Nabi yang membunuh Ammar bin Yasir RA. Adz Dzahabi dalam Tarikh Al Islam 4/135 menyebutkan biografi Abu Ghadiyah Al Juhani dan menyebutkan
Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 4/1725 dan Ibnu Atsir dalam Usud Al Ghabah 5/534 juga mengatakan bahwa Abu Ghadiyah seorang sahabat Nabi yang membunuh Ammar bin Yasir RA. Adz Dzahabi dalam Tarikh Al Islam 4/135 menyebutkan biografi Abu Ghadiyah Al Juhani dan menyebutkan
وقال الدار قطني وغيره هو قاتل عمار بن ياسر يوم صفين
Daruquthni dan yang lainnya berkata “Dia adalah orang yang membunuh Ammar bin Yasir pada perang Shiffin”.
Tahukah anda pahala apa yang akan didapat oleh orang yang membunuh Ammar?. Rasulullah SAW pernah bersabda:
قاتل عمار و سالبه في النار
Yang membunuh Ammar dan menjarah( harta)nya akan masuk neraka.
Hadis ini telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 2008 dan Shahih Jami’ As Shaghir no 4294. Jika memang para Ulama menyebut Abu Ghadiyah sebagai Sahabat Nabi SAW yang membunuh Ammar bin Yasir RA maka tidak salah untuk dikatakan bahwa perbuatan Abu Ghadiyah itu telah mengantarkannya ke neraka.
*****
Berbagai penyimpangan Muawiyah
Hadis Penyimpangan Muawiyah Dalam Shahih Muslim.
Apa yang terjadi dalam pemerintahan Muawiyah ternyata cukup mengundang banyak keluhan sebagian orang. Dimulai dari adanya tradisi mencela Imam Ali AS hingga
berbagai penyimpangan dalam agama. Tidak dipungkiri sebagian yang lain
malah menolak hal ini dan menganggap berita seperti itu palsu yang
ditujukan untuk mendiskreditkan Sahabat Nabi. Mereka tak henti-hentinya mengagungkan dan menulis kitab khusus tentang keutamaan Muawiyah. Terlepas dari siapa yang benar, telah diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Muawiyah melakukan penyimpangan dalam agama. Hadis tersebut terdapat dalam Shahih Muslim 3/1472 hadis no 1844 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi.
حدثنا زهير بن حرب وإسحاق بن إبراهيم ( قال إسحاق أخبرنا وقال زهير حدثنا جرير ) عن الأعمش عن زيد بن وهب عن عبدالرحمن بن عبد رب الكعبة قال دخلت المسجد فإذا عبدالله بن عمرو بن العاص جالس في ظل الكعبة والناس مجتمعون عليه فأتيتهم فجلست إليه فقال كنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم في سفر فنزلنا منزلا فمنا من يصلح خباءه ومنا من ينتضل ومنا من هو في جشره إذ نادى منادي رسول الله صلى الله عليه و سلم الصلاة جامعة فاجتمعنا إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ( إنه لم يكن نبي قبلي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم وإن أمتكم هذه جعل عافيتها في أولها وسيصيب آخرها بلاء وأمور تنكرونها وتجيء فتنة فيرقق بعضها بعضها وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه مهلكتي ثم تنكشف وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه هذه فمن أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر وليأت إلى الناس الي يحب أن يؤتى إليه ومن بايع إماما فأعطاه صفقة يده وثمرة قلبه فليطعه إن استطاع فإن جاء آخر ينازعه فاضربوا عنق الآخر ) فدنوت منه فقلت أنشدك الله آنت سمعت هذا من رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فأهوى إلى أذنيه وقلبه بيديه وقال سمعته أذناي ووعاه قلبي فقلت له هذا ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا بالباطل ونقتل أنفسنا والله يقول { يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما } [ 4 / النساء / 29 ] قال فسكت ساعة ثم قال أطعه في طاعة الله واعصه في معصية الله
Telah menceritakan kepada kami Zuhair
bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim (Ishaq berkata telah mengabarkan kepada
kami dan Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Jarir) dari
‘Amasy dari Zaid bin Wahb dari Abdurrahman bin Abdi Rabbi Al Ka’bah yang
berkata Aku pernah masuk ke sebuah masjid, kulihat Abdullah bin Amr’
bin Ash sedang duduk dalam naungan Ka’bah dan orang-orang berkumpul di
sekelilingnya. Lalu aku mendatangi mereka dan duduk disana, dia berkata
“Dahulu kami bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan kemudian kami
singgah di suatu tempat. Diantara kami ada yang memperbaiki tendanya,
menyiapkan panah dan menyiapkan makanan hewan tunggangannya. Ketika itu
seorang penyeru yang diperintahkan Rasulullah SAW menyerukan “Marilah
shalat berjama’ah”. Kami berkumpul menuju Rasulullah SAW dan Beliau
bersabda “Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumKu kecuali menjadi
kewajiban baginya untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang
diketahuinya serta memperingatkan mereka akan keburukan yang
diketahuinya bagi mereka. Sesungguhnya UmatKu ini adalah umat yang baik
permulaannya akan tetapi setelahnya akan datang banyak bencana dan
hal-hal yang diingkari. Akan datang suatu fitnah yang membuat sebagian
orang memperbudak yang lain. Akan datang suatu fitnah hingga seorang
mukmin berkata “inilah kehancuranku”. Kemudian fitnah tersebut hilang
dan datanglah fitnah yang lain hingga seorang mukmin berkata “inilah
dia, inilah dia”. Maka barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka
dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati dalam keadaan beriman
kepada Allah dan hari akhir serta memperlakukan manusia sebagaimana yang
ia suka untuk dirinya. Barangsiapa yang membai’at seorang Imam dan
setuju dengan sepenuh hati maka hendaklah ia mentaatinya semampunya.
Lalu jika yang lain hendak merebutnya maka bunuhlah ia”. Aku
mendekatinya seraya berkata “Demi Allah apakah engkau mendengar ini dari
Rasulullah SAW?. Maka dia (Abdullah bin Amr bin Ash) mengisyaratkan
dengan tangan pada kedua telinga dan hatinya sambil berkata “Aku
mendengar dengan kedua telingaku dan memahaminya dengan hatiku”. Aku
berkata kepadanya “Ini Anak pamanmu
Muawiyah dia memerintahkan kami untuk memakan harta diantara kami
secara bathil dan saling membunuh diantara kami”. Padahal Allah SWT berfirman “Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan cara yang bathil kecuali dengan perniagaan yang berlaku suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya
Allah Maha Penyayang terhadapmu”{An Nisa ayat 29}. Lalu dia diam sejenak dan berkata “Taatilah dia dalam ketaatan kepada Allah dan langgarlah ia dalam bermaksiat kepada Allah ”.
Hadis ini cukup untuk membuktikan bahwa pada masa pemerintahan Muawiyah memang terjadi berbagai penyimpangan diantaranya Muawiyah memerintah untuk memakan harta secara batil dan membunuh sebagian kaum Muslim. Walaupun begitu yang namanya penolakan akan selalu ada dan dalih selalu bisa dicari-cari.
Salam Damai
*****
Adakah penulis blog ini mengatakan
caci-maki terhadap sahabat tersebut? Tidak ada kata-kata cacian, penulis
blog ini hanya membawakan riwayat shahih tentang kesalahan sebagian
sahabat Nabi. Anehnya ternyata kalian pengikut salafy bersemangat sekali
menuduh blog ini [mencaci] bahkan menyebutnya Rafidhah tetapi terhadap
Urwah bin Zubair yang nyata-nyata mencaci sahabat Nabi, kalian diam
seribu bahasa. Mungkin sudah saatnya untuk memaklumi keterbatasan akal
pikiran kalian.
(Source)
Post a Comment
mohon gunakan email