Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Urwah bin Zubair Fuqaha As Sab’ah. Show all posts
Showing posts with label Urwah bin Zubair Fuqaha As Sab’ah. Show all posts

Mengapa Syiah sujud di atas tanah?


Sujud, menurut syariat suci Islam, hanya pantas dan diperbolehkan jika untuk Allah Swt, tidak boleh seseorang untuk menempelkan dahinya ke tanah untuk selain Dia, dan ini merupakan pernyataan seluruh ulama Islam tanpa terkecuali.

Kalau pun ada perbedaan seputar masalah sujud, perbedaan itu tidak berhubungan dengan hal di atas, melainkan terbatas pada pandangan fikih Syi’ah Imamiyah yang hanya membol­ehkan sujud di atas dua hal:
  1. Bumi, seperti tanah, batu dan semacamnya.
  2. Sesuatu yang tumbuh dari bumi, dengan syarat bukan termasuk pakaian atau makanan.
Sedangkan menurut pandangan fikih Ahli Sunnah, hukumnya lebih luas. Ulama Ahli Sunnah membolehkan sujud bahkan di atas kain-kain tenunan dari bulu, kapas atau rambut. Hanya Mazhab Syafi’i yang mengatakan tidak boleh sujud di atas ujung serban, ujung pakaian atau lengan baju.[1]

Sekarang, marilah kita bersama memperhatikan hadis-hadis dari Nabi Muhammad Saw; baik sabda maupun perbuatan beliau, lalu kita cermati dengan baik pandangan manakah yang didukung oleh hadis-hadis tersebut. Terang saja Nabi Muhammad Saw, sebagaimana tersinyalir dalam Al-Qur’an, merupakan teladan bagi kita semua dan tidak ada seorang pun yang berhak mengutamakan pendapatnya atas sabda dan perbuatan beliau.

Penelitian terhadap hadis-hadis yang tercatat di dalam kitab-kitab Shohih atau Sunan membuktikan bahwa pada kesimpulannya, tempat sujud untuk dahi atau menurut istilah fukaha­ sesuatu yang diperbolehkan sujud di atasnya telah dijelaskan dalam tiga tahap:
Pada tahap awal, sujud disyariatkan hanya di atas bumi (tanah, batu dan semacamnya), sedangkan sujud di atas selain itu tidak diperbolehkan. Betapa pun para sahabat Nabi Saw mengeluhkan panasnya krikil di Masjid Nabi, beliau tidak mengubah hukum tersebut. Bahkan, bila ada seorang yang sujud di atas serbannya maka beliau menarik serban itu dari dahinya, dan seringkali beliau bersabda, ‘tarrib!’ artinya, kenakanlah mukamu dengan tanah.

Mengingat keharusan sujud di atas bumi (tanah, batu dan semacamnya), maka untuk menghindari panas para sahabat Nabi Saw menggenggam krikil-krikil itu di tangan supaya agak dingin, dan ketika bersujud maka mereka sujud di atasnya.

Pada tahap awal ini, hanya diperbolehkan sujud di atas bumi, itu pun dalam bentuknya yang alami.
Adapun pada tahap kedua, wahyu Ilahi memperluas subjek hukum berdasarkan maslahat di baliknya, sujud di atas tikar dan jerami pun disyariatkan, dan kita semua tahu bahwa tikar atau jerami itu terbuat dari tumbuh-tumbuhan, karena itu terjadilah perluasan dan kemudahan dalam hal sujud.

Selanjutnya, pada tahap ketiga apabila darurat dan terpaksa, seperti panas yang tak tertahankan, maka boleh hukumnya sujud di atas ujung serban atau semacamnya, adapun jika di luar darurat dan keterpaksaan maka mereka diperintahkan untuk menghindari sujud di atas selain bumi (tanah, batu atau sernacamnya) dan tumbuh-tumbuhan.

Itulah tiga tahap pensyariatan hukum yang berkaitan dengan tempat dahi bersujud.

Keterangan nabi mengenai filosofi sujud di atas bumi
Poin penting yang patut diperhatikan dalam hal ini bahwa Rasulullah Saw sendiri dalam sebuah hadis telah menjelaskan filosofi sujud di atas bumi (tanah, batu atau semacamnya). Terang sekali hadis itu menunjukkan dimensi pendidikan di balik sikap syariat yang bersikukuh agar sujud dilakukan di atas bumi.
Beliau bersabda, ‘Setiap kali di antara kalian ada yang shalat, rnaka hendaknya dia meletakkan dahi dan hidungnya di atas bumi (tanah, batu atau semacamnya), karena dengan demikian dia menunjukkan ketundukannya.’[2]

Suatu saat, Hisyam bin Hakam menanyakan filosofi sujud di atas bumi kepada Imam Ja’far Shadiq as, dan beliau menjawab, ‘Hal itu karena sujud adalah tunduk di hadapan Allah Swt, maka tidak seyogianya bagi seorang penyembah untuk sujud di atas makanan atau pakaian, dimana sembahan para penyembah dunia adalah makanan dan pakaian. Maka itu, tidak boleh sujud di atas sesuatu yang disembah oleh para penyembah dunia. Adapun sujud di atas bumi (tanah, batu dan semacamnya) merupakan sebaik-baik ketundukan di hadapan Allah Swt.’[3]

Mengingat bahwa sujud di atas bumi merupakan manivestasi yang sempuma dari penyembahan, maka Umar bin Abdulaziz bersujud hanya di atas tikar, bahkan dia menuangkan sedikit tanah di atas tikar untuk bisa sujud di atasnya.

Ibnu Hajar, di dalam komentarnya terhadap kitab Shohih Bukhari, mengatakan, ‘Umar bin Abdulaziz tidak cukup hanya dengan sujud di atas tikar, melainkan dia meletakkan tanah di atas tikar itu dan bersujud di atasnya.’[4]

Urwah bin Zubair pun tidak bersujud kecuali di atas bumi (tanah, batu atau sernacamnya).[5]
Masruq yang tergolong tabi’in ketika bepergian selalu membawa bata untuk dapat bersujud di atasnya ketika berada di kapal.[6]

Ibnu Abi Syaibah, syaikh Bukhari mengatakan, ‘Shalat di atas thonfasah (permadani) adalah sesuatu yang baru, sedangkan telah diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah Saw bahwa sesuatu yang paling buruk adalah sesuatu yang tidak punya latar belakang (tidak ada sebelumnya), dan sesuatu yang demikian itu adalah bid’ah.’[7]

Referensi:
[1] Syaikh Thusi, Al-Khilaf, jld. 1, hal. 357-358, masalah no. 112-113. Begitu pula referensi yang lain.
[2] Ibnu Atsir, Nihayah
[3] Majlisi, Bihar Al-Anwar, jld. 82, hal. 147, bab apa yang sah untuk sujud di atasnya.
[4] Ibnu Hajar, Fath Al-Bari, jld. 1, hal. 410; Syarh Al-Ahwadzi, jld. 1, hal. 271.
[5] Ibid.
[6] Muhammad bin Sa’ad, Al-Thobaqot Al-Kubro.jld. 6, hal. 79.
[7] Al-Mushonnaf, 2.

Jawaban Atas Urwah bin Zubair Fuqaha As Sab’ah Mencaci Sahabat Nabi SAW Adalah Hadiah Buat Pengikut Salafy


Siapa yang tidak mengenal Urwah bin Zubair? Seorang tabiin masyhur putra sahabat Nabi Zubair bin Awwam RA. Beliau termasuk salah seorang Fuqaha As Sab’ah yang terkenal dalam sejarah kaum muslimin. Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar RA, Bibinya adalah Aisyah RA dan ia adik kandung Abdullah bin Zubair RA. Urwah bin Zubair dikenal tsiqah dan banyak meriwayatkan hadis dari Aisyah RA. Hadis-hadisnya dijadikan hujjah dalam Kutub As Sittah [Bukhari, Muslim, Nasai, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Abu Dawud].
Sekarang apa jadinya jika Urwah bin Zubair ternyata mencaci sahabat Nabi. Mungkin ada yang tidak percaya, tetapi telah diriwayatkan dalam kabar shahih kalau Urwah bin Zubair pernah mencaci Hassan bin Tsabit RA seorang sahabat yang pernah membela Nabi SAW.

حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قالا حدثنا أبو أسامة عن هشام عن أبيه أن حسان بن ثابت كان ممن كثر على عائشة فسببته فقالت يا ابن أختي دعه فإنه كان ينافح عن رسول الله صلى الله عليه و سلم

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib yang keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam dari Ayahnya [Urwah] bahwa Hassan bin Tsabit termasuk orang yang berlebihan membicarakan Aisyah maka aku mencacinya. Aisyah berkata “wahai keponakanku, biarkan saja dia karena sesungguhnya dia pernah membela Rasulullah SAW”.[Shahih Muslim 4/1933 no 2487]

Mengapa Urwah mencaci Hassan bin Tsabit? Karena menurutnya Hassan bin Tsabit berlebih-lebihan dalam membicarakan atau mencela Aisyah. Peristiwa dimana Hassan membicarakan Aisyah adalah peristiwa yang berlangsung lama sebelumnya yaitu ketika Rasulullah SAW masih hidup [Urwah belum lahir]. Hassan bin Tsabit termasuk sahabat Nabi yang ikut menyebarkan berita bohong terhadap Aisyah [hadis Al Ifki].
Tetapi bukankah mencaci sahabat Nabi itu bid’ah. Bukankah mereka yang mencaci sahabat Nabi dinyatakan sesat dan rafidhah. Aneh bin ajaib tidak ada satupun ulama yang menuduh Urwah bin Zubair rafidhah, padahal ia terbukti mencaci sahabat Nabi. Silakan lihat kitab-kitab biografi perawi hadis, tidak ada ulama yang mengkritik atau mencacat Urwah karena telah mencaci sahabat Nabi, tidak ada ulama yang menuduhnya rafidhah walaupun terdapat riwayat shahih kalau ia mencaci sahabat. Padahal diantara para ulama itu ada yang tidak segan-segan mencacat perawi hanya karena perawi tersebut meriwayatkan hadis keutamaan Ahlul Bait. Terkadang mereka dengan mudahnya menuduh perawi tersebut sebagai rafidhah tanpa membawakan bukti riwayat shahih kalau perawi tersebut mencaci sahabat Nabi. Apakah jarh wat ta’dil itu terkesan subjektif? Entahlah, yang pasti jarh wat ta’dil memang susah untuk diverifikasi kebenarannya. Silakan lihat pendapat para ulama mengenai Urwah bin Zubair. Al Ajli berkata tentang Urwah bin Zubair

عروة بن الزبير بن العوام مدني تابعي ثقة كان رجلا صالحا لم يدخل في شيء من الفتن

Urwah bin Zubair bin Awwam tabiin madinah yang tsiqat, ia seorang yang shalih dan tidak pernah sedikitpun terkena fitnah [ Ma’rifat Ats Tsiqah no 1229 dan At Tahdzib juz 7 no 352]

ذكره بن سعد في الطبقة الثانية من أهل المدينة وقال كان ثقة كثير الحديث فقيها عالما ثبتا مأمونا

Disebutkan Ibnu Sa’ad dalam thabaqat kedua dari penduduk Madinah, dan ia berkata “seorang yang tsiqah banyak meriwayatkan hadis, faqih, alim, tsabit dan ma’mun”. [At Tahdzib juz 7 no 352]

عروة بن الزبير بن العوام بن خويلد الأسدي أبو عبد الله المدني ثقة فقيه مشهور

Urwah bin Zubair bin Awwam bin Khuwailid Al Asadi Abu Abdullah Al Madani dikenal tsiqat dan faqih. [At Taqrib Ibnu Hajar 1/671]
Urwah bin Zubair telah disepakati ketsiqahannya. Bahkan para ulama menilai dia seorang yang faqih dan luas ilmunya sehingga dikabarkan kalau sahabat Rasulullah pun sering bertanya kepadanya.

ابن أبي الزناد حدثني عبد الرحمن بن حميد بن عبد الرحمن قال دخلت مع أبي المسجد فرأيت الناس قد اجتمعوا على رجل فقال أبي انظر من هذا فنظرت فإذا هو عروة فأخبرته وتعجبت فقال يا بني لا تعجب لقد رأيت أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يسألونه

Ibnu Abi Zanad berkata telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Humaid bin Abdurrahman yang berkata “aku masuk bersama ayahku ke masjid maka aku melihat manusia sedang berkumpul kepada seseorang. Ayahku berkata “lihatlah siapa dia” maka aku mendekatinya dan ia adalah Urwah. Kemudian aku ceritakan dengan heran kepada ayahku. Ayahku terus berkata “jangan heran wahai anakku sungguh aku melihat sahabat-sahabat Rasulullah SAW bertanya kepadanya. [Siyar ‘Alam An Nubala  Adz Dzahabi 4/425]
Mari kita tanyakan kepada para pengikut salafiyun. Apakah kalian akan mengecam dan melaknat Urwah bin Zubair?. Bukankah kalian beranggapan siapa yang mencaci sahabat maka akan mendapat laknat Allah dan Rasulnya. Bersikaplah konsisten kalau kalian mampu. Jika tidak bisa maka diamlah dan jangan terlalu angkuh.
Kalau kalian berdalih Urwah dibolehkan mencaci Hassan bin Tsabit karena kesalahan Hassan yang menyebarkan berita bohong terhadap Aisyah, maka coba bandingkan dengan berbagai kesalahan sahabat yang pernah dimuat Disini:

1. Sahabat Nabi yang fasiq yaitu Walid bin Uqbah, Sahabat Nabi Yang Dikatakan Fasiq Dalam Al Qur’anul Karim
Allah SWT telah mengingatkan Umat Islam agar berhati-hati terhadap setiap kabar yang disampaikan oleh orang Fasik dan harus diteliti terlebih dahulu kebenarannya. Karena barangsiapa mengambil keputusan berdasarkan keterangan orang fasik tersebut dimana pada saat itu orang fasik tersebut telah berdusta atau keliru maka itu berarti telah mengikuti jalan kerusakan. Padahal Allah SWT telah melarang kita umat islam untuk mengikuti jalan kerusakan. Allah SWT berfirman dalam Surah Al Hujurat 6-8

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ  وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ  فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Dan ketahulilah olehmu bahwa diantaramu ada Rasulullah. Kalau Ia menuruti (kemauan)mu dalam beberapa urusan maka benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikanmu cinta pada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu benci pada kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus sebagai karunia dan nikmat dari Allah dan Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.
Banyak ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin Uqbah bin Abi Mu’ith yang diutus Rasulullah SAW untuk mengambil sedekah atau zakat dari bani Musthaliq. Walid bin Uqbah adalah orang fasik yang dimaksud dalam ayat di atas. Hal ini telah diriwayatkan dengan sanad yang jayyid dalam Musnad Ahmad 4/279

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا محمد بن سابق ثنا عيسى بن دينار ثنا أبي انه سمع الحرث بن ضرار الخزاعي قال  قدمت على رسول الله صلى الله عليه و سلم فدعاني إلى الإسلام فدخلت فيه وأقررت به فدعاني إلى الزكاة فأقررت بها وقلت يا رسول الله أرجع إلي قومي فأدعوهم إلى الإسلام وأداء الزكاة فمن استجاب لي جمعت زكاته فيرسل إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم رسولا لإبان كذا وكذا ليأتيك ما جمعت من الزكاة فلما جمع الحرث الزكاة ممن استجاب له وبلغ الإبان الذي أراد رسول الله صلى الله عليه و سلم ان يبعث إليه احتبس عليه الرسول فلم يأته فظن الحرث أنه قد حدث فيه سخطة من الله عز و جل ورسوله فدعا بسروات قومه فقال لهم إن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان وقت لي وقتا يرسل إلى رسوله ليقبض ما كان عندي من الزكاة وليس من رسول الله صلى الله عليه و سلم الخلف ولا أرى حبس رسوله الا من سخطة كانت فانطلقوا فنأتي رسول الله صلى الله عليه و سلم وبعث رسول الله صلى الله عليه و سلم الوليد بن عقبة إلى الحرث ليقبض ما كان عنده مما جمع من الزكاة فلما أن سار الوليد حتى بلغ بعض الطريق فرق فرجع فأتى رسول الله صلى الله عليه و سلم وقال يا رسول الله إن الحرث منعني الزكاة وأراد قتلي فضرب رسول الله صلى الله عليه و سلم البعث إلى الحرث فأقبل الحرث بأصحابه إذ استقبل البعث وفصل من المدينة لقيهم الحرث فقالوا هذا الحرث فلما غشيهم قال لهم إلى من بعثتم قالوا إليك قال ولم قالوا إن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان بعث إليك الوليد بن عقبة فزعم أنك منعته الزكاة وأردت قتله قال لا والذي بعث محمدا بالحق ما رأيته بتة ولا أتاني فلما دخل الحرث على رسول الله صلى الله عليه و سلم قال منعت الزكاة وأردت قتل رسولي قال لا والذي بعثك بالحق ما رأيته ولا أتاني وما أقبلت إلا حين احتبس علي رسول رسول الله صلى الله عليه و سلم خشيت أن تكون كانت سخطة من الله عز و جل ورسوله قال فنزلت الحجرات { يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين } إلى هذا المكان { فضلا من الله ونعمة والله عليم حكيم }

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sabiq yang berkata telah menceritakan kepada kami Isa bin Dinar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ayahku bahwa ia pernah mendengar Al Harits bin Dhirar Al Khuza’i bercerita “Aku pernah datang menemui Rasulullah SAW , Beliau mengajakku masuk islam maka aku memeluk islam dan mengikrarkannya. Kemudian Beliau mengajakku mengeluarkan zakat, aku menunaikannya dan berkata “Ya Rasulullah aku akan pulang kepada kaumku dan akan kuajak mereka memeluk islam dan mengumpulkan zakat. Siapa saja yang mengikuti seruanku maka akan kuambil zakatnya dan kirimkanlah Utusan kepadaku Ya Rasulullah pada waktu begini dan begini untuk membawa zakat yang telah kukumpulkan itu. Setelah Al Harits mengumpulkan zakat dari kaumnya yang mengikutinya dan telah sampai masa datangnya utusan Rasulullah SAW ternyata utusan tersebut tertahan di jalan dan tidak  datang menemuinya. Al Harits mengira bahwa telah turun kemurkaan Allah dan RasulNya kepada dirinya. Ia pun mengumpulkan pembesar kaumnya dan berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW menetapkan waktu kepadaku dimana Beliau akan mengirim utusan untuk mengambil zakat yang aku kumpulkan, sungguh tidak pernah Rasulullah SAW menyalahi janji dan aku takut ini karena murka Allah. Oleh karena itu marilah kita pergi bersama-sama menemui Rasulullah. Adapun Rasulullah SAW telah mengutus Walid bin Uqbah menemui Al Harits untuk mengambil zakat yang dikumpulkannya. Ketika Walid berangkat di tengah perjalanan ia merasa takut dan kembali pulang lalu menemui Rasulullah SAW seraya berkata “Ya Rasulullah sesungguhnya Al Harits menolak memberikan zakat kepadaku bahkan ia bermaksud membunuhku”. Maka Rasulullah SAW mengirim utusan lain kepada Al Harits dan Al Harits berserta sahabatnya juga berangkat. Ketika utusan Rasul keluar kota Madinah dan bertemu Al Harits , mereka berkata “inilah Al Harits”. Al Harits menghampiri dan berkata “kepada siapa kalian diutus?”. Mereka menjawab “kepadamu”. “Untuk apa kalian diutus kepadaku?” Tanya Al Harits. Mereka menjawab “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Walid bin Uqbah kepadamu dan ia mengaku bahwa kau menolak membayar zakat bahkan mau membunuhnya”. Al Harits berkata “Tidak benar, demi Rabb yang telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, aku sama sekali tidak melihatnya dan tidak juga ia mendatangiku”. Setelah Al Harits menghadap Rasulullah SAW, Beliau bertanya “Apakah kau menolak membayar zakat dan hendak membunuh utusanKu?”. Ia menjawab “Tidak, demi Rabb yang telah mengutusMu dengan kebenaran, aku sama sekali tidak melihatnya dan tidak pula ia mendatangiku dan aku tidak datang kepadaMu melainkan ketika utusanMu tidak datang aku takut datangnya kemarahan Allah dan RasulNya. Pada saat itulah turun ayat Al Hujurat {Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.} sampai {sebagai karunia dan nikmat dari Allah dan Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.}
Kedudukan Hadis
Hadis ini memiliki sanad yang jayyid (baik). Al Hafiz As Suyuthi dalam Lubabun Nuqul Fi Asbabun Nuzul surah Al Hujurat ayat 6 berkata

أخرج أحمد وغيره بسند جيد عن الحرث بن ضرار الخزامي

Dikeluarkan oleh Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang jayyid dari Harits bin Dhirar Al Khuza’i.
Kemudian Al Hafiz Suyuthi menyebutkan riwayat tersebut setelah itu ia berkata

رجال إسناده تقات

Para perawi sanad ini tsiqat
Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 7/238 hadis no 11352 juga membawakan hadis ini dan mengatakan bahwa para perawi Ahmad tsiqat. Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir 7/370 ketika menafsirkan Al Hujurat ayat 6 telah membawakan hadis ini dan beliau menyatakan bahwa hadis ini hasan. Dalam Musnad Ahmad Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain hadis no 18371 disebutkan bahwa “sanadnya shahih”. Pentahqiq kitab Lubabun Nuqul Abdurrazaq Mahdi juga mengakui bahwa sanad hadis ini jayyid dalam keterangannya terhadap riwayat no 1014.
Jika kita melihat kitab-kitab biografi para perawi hadis maka dapat diketahui bahwaWalid bin Uqbah ini adalah seorang sahabat Nabi, Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/287 menyebutkan bahwa Walid bin Uqbah adalah sahabat Nabi. Padahal telah jelas disebutkan di atas bahwa Walid bin Uqbah adalah orang fasik yang dimaksud dalam Al Hujurat ayat 6. Dan dalam riwayat di atas kita lihat bahwa Walid bin Uqbah salah seorang sahabat Nabi telah berkata dusta kepada Rasulullah SAW. Apakah ini berarti seorang Sahabat Nabi bisa saja dikatakan fasik dan bisa saja ia berdusta kepada Rasulullah SAW?. Silakan direnungkan .....

2. Sahabat Nabi Ahli Badar Meminum Khamar yaitu Qudamah bin Mazh’un 
Sahabat Nabi adalah orang-orang yang mulia, apalagi mereka yang terdahulu dalam memeluk islam serta berjihad bersama Rasulullah SAW. Hanya saja keutamaan tersebut tidaklah membuat seorang Sahabat selalu benar. Sahabat Nabi SAW bisa saja melakukan kekeliruan yang bernada maksiat seperti Meminum Khamar sampai mabuk. Hal inilah yang dilakukan juga oleh beberapa sahabat Nabi SAW diantaranya seorang Ahli Badar yang bernama Qudamah bin Mazh’un.
Al Bukhari dalam Shahih Bukhari Kitab Al Maghazi hadis no 3709 meriwayatkan

حدثنا ‏ ‏أبو اليمان ‏ ‏أخبرنا ‏ ‏شعيب ‏ ‏عن ‏ ‏الزهري ‏ ‏قال أخبرني ‏ ‏عبد الله بن عامر بن ربيعة ‏وكان من أكبر ‏ ‏بني عدي ‏ ‏وكان أبوه شهد ‏ ‏بدرا ‏ ‏مع النبي ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏أن ‏ ‏عمر ‏ ‏استعمل ‏ ‏قدامة بن مظعون ‏ ‏على ‏ ‏البحرين ‏ ‏وكان شهد ‏ ‏بدرا ‏ ‏وهو خال ‏ ‏عبد الله بن عمر ‏ ‏وحفصة ‏ ‏رضي الله عنهم

Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman yang berkata telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Zuhri yang berkata telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Amir bin Rabi’ah dan dia seorang yang terhormat dari kalangan Bani Adiy, ayahnya pernah mengikuti perang Badar bersama Nabi SAW “ bahwa Umar menugaskan Qudamah bin Mazh’un sebagai Gubernur di Bahrain dan dia seorang yang mengikuti Perang Badar, paman Abdullah bin Umar RA dan Hafsah RA.
Kisah Qudamah bin Mazh’un meminum Khamar dan mabuk pada masa khalifah Umar telah disebutkan oleh riwayat yang shahih dalam Sunan Baihaqi 8/315 no 17293 dan Al Mushannaf Abdurrazaq 9/240 no 17076

عبد الرزاق عن معمر عن الزهري قال أخبرني عبد الله بن عامر بن ربيعة وكان أبوه شهد بدرا أن عمر بن الخطاب استعمل قدامة بن مظعون على البحرين وهو خال حفصة وعبد الله بن عمر فقدم الجارود سيد عبد القيس على عمر من البحرين فقال يا أمير المؤمنين إن قدامة شرب فسكر ولقد رأيت حدا من حدود الله حقا علي أن أرفعه إليك فقال عمر من يشهد معك قال أبو هريرة فدعا أبا هريرة فقال بم اشهد قال لم أره يشرب ولكني رأيته سكران فقال عمر لقد تنطعت في الشهادة قال ثم كتب إلى قدامة أن يقدم إليه من البحرين فقال الجارود لعمر أقم على هذا كتاب الله عز و جل فقال عمر أخصم أنت أم شهيد قال بل شهيد قال فقد أديت شهادتك قال فقد صمت الجارود حتى غدا على عمر فقال أقم على هذا حد الله فقال عمر ما أراك إلا خصما وما شهد معك إلا رجل فقال الجارود إني أنشدك الله فقال عمر لتمسكن لسانك أو لأسوءنك فقال الجارود أما والله ما ذاك بالحق أن شرب بن عمك وتسوءني فقال أبو هريرة إن كنت تشك في شهادتنا فأرسل إلى ابنة الوليد فسلها وهي امرأة قدامة فأرسل عمر إلى هند ابنة الوليد ينشدها فأقامت الشهادة على زوجها فقال عمر لقدامة إني حادك فقال لو شربت كما يقولون ما كان لكم أن تجلدوني فقال عمر لم قال قدامة قال الله تعالى ليس على الذين آمنوا وعملوا الصالحات جناح فيما طعموا إذا ما اتقوا وآمنوا الآية فقال عمر أخطأت التأويل إنك إذا اتقيت اجتنبت ما حرم الله عليك

Dari Abdurrazaq dari Ma’mar dari Zuhri yang berkata telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, ayahnya adalah seorang yang ikut perang Badar “Bahwa Umar bin Khattab menugaskan Qudamah bin Mazh’un sebagai Gubernur di Bahrain dan dia adalah paman Hafshah dan Abdullah bin Umar. Kemudian datanglah Jarud Sayyid Abdul Qais menghadap Umar dari Bahrain, ia berkata “Wahai Amirul mukminin Qudamah telah meminum khamar dan mabuk maka jatuhkanlah hukuman had kepadanya”. Umar berkata “siapa yang menjadi saksi bersamamu?”. Jarud menjawab “Abu Hurairah”. Maka dipanggillah Abu Hurairah dan Umar berkata “Adakah kamu menyaksikannya” Abu Hurairah berkata “Aku tidak melihatnya minum tetapi aku melihatnya mabuk”. Umar berkata ”kamu merubah kesaksian”. Kemudian Umar menulis surat kepada Qudamah untuk datang menemuinya. Ketika dia datang, Jarud berkata “jatuhkanlah hukuman (had) Allah kepadanya” Umar berkata “kamu memusuhinya atau seorang saksi”. Jarud menjawab “saksi” .Umar berkata “kamu telah memberikan kesaksian”. Kemudian Jarud memaksa Umar untuk melaksanakan had kepada Qudamah. Umar berkata “menurutku kamu memusuhinya, tidak ada yang menyaksikan bersamamu kecuali seorang”. Jarud berkata “Allah SWT menyaksikanmu”. Umar berkata “Jagalah lisanmu atau aku akan menyakitimu” Jarud berkata “Wahai Umar, itukah kebenaran, anak pamanmu meminum khamar dan kamu menyakitiku”. Abu Hurairah berkata “Wahai Umar jika kamu meragukan kesaksian kami maka pergilah bertanya  kepada anak perempuan Walid yaitu istri Qudamah. Maka Umar mendatangi Hind binti Walid dan meminta kesaksian. Kemudian dia memberi kesaksian. Maka Umar berkata kepada Qudamah “Aku akan menghukummu”. Qudamah berkata “jika memang aku meminum khamar maka kamu tidak berhak menghukumku”. Umar berkata “kenapa?”. Qudamah menjawab “karena Allah SWT berfirman “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan Amalan yang saleh kerana memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertaqwa dan beriman dan mengerjakan amalan-amaln yang saleh”(Al Maidah ayat 93). Umar berkata “takwilmu keliru, jika kamu bertakwa kepada Allah maka kamu pasti menjaukan diri dari apa yang diharamkan”…
Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap kitab Siyar A’lam An NubalaDzahabi 1/161 telah membawakan hadis ini dan berkata “semua perawinya terpercaya”. Ibnu Hajar juga membawakan hadis riwayat Abdurrazaq dan menyatakanhadis tersebut shahih dalam Fath Al Bari 13/141.
Qudamah bin Mazh’un tidak diragukan lagi seorang sahabat Nabi. Al Bukhari dalamTarikh Al Kabir juz 7 no 794 berkata

قدامة بن مظعون الجمحي القرشي له صحبة

Qudamah bin Mazh’un Al Jumahi Al Qurasy adalah seorang Sahabat Nabi SAW.
Selain Bukhari, biografinya sebagai seorang Sahabat Nabi SAW juga ditulis oleh Ibnu Atsir dalam Asad Al Ghabah 4/417, Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 3/1277, Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 5/423 no 7093, Adz Dzahabi dalam Tajrid Asma As Shahabah 2/13 no 134 dan As Siyar 1/161 dimana disebutkan kalau Qudamah bin Mazh’un adalah Sahabat Nabi yang tergolong Assabiqunal Awwalun (orang yang pertama-tama masuk islam) dan berjihad bersama Rasulullah SAW dalam perang Badar. Ibnu Hajar dalam Al Ishabah menyebutkan

قدامة بن مظعون بن حبيب بن وهب بن حذافة بن جمح القرشي الجمحي أخو عثمان يكنى أبا عمرو كان أحد السابقين الأولين هاجر الهجرتين وشهد بدرا

Qudamah bin Mazh’un bin Habib bin Wahab bin Huzafah bin Jumah Al Qurasy Al Jumahi saudara Utsman dengan kunniyah Abu Amr termasuk orang yang pertama-tama memeluk islam, melakukan hijrah dua kali dan mengikuti perang Badar.
Pembahasan ini bukanlah suatu celaan, hujatan atau merendahkan seorang Sahabat seperti Qudamah bin Mazh’un. Kami hanya menunjukkan bahwa bahkan seorang Sahabat yang terdahulu masuk islam, ikut hijrah dua kali dan seorang Ahli Badar juga bisa melakukan kesalahan yaitu Meminum Khamar di masa Khalifah Umar RA.

3. Sahabat Nabi yang mencaci Imam Ali yaitu Mughirah bin Syu’bah, Sahabat Nabi Yang Menghina Ahlul Bait
Sejarah mencatat bahwa diantara para Sahabat Nabi ternyata ada yang menghina Ahlul Bait Rasul SAW Ali bin Abi Thalib RA. Ada yang mengatakan bahwa hal ini sudah menjadi tradisi dan berawal pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Bahkan sebagian orang menyatakan bahwa tradisi ini justru merupakan perintah atau anjuran Muawiyah sendiri. Terlepas dari apa tujuan tradisi tersebut tetap saja tradisi itu telah menyalahi Ajaran islam. Bukankah Rasulullah SAW telah mengatakan bahwa siapa saja yang mencaci-maki Ali RA berarti sama saja dengan mencaci-maki Beliau SAW.
Salah satu sahabat Nabi SAW yang mencaci-maki Imam Ali AS adalah Mughirah bin Syu’bah.
عن زياد بن علاقة عن عمه أن المغيرة بن شعبة سب علي بن أبي طالب فقام إليه زيد بن أرقم فقال يا مغيرة ألم تعلم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن سب الأموات فلم تسب عليا وقد مات
Dari Ziyad bin Alaqah dari Pamannya bahwa Mughirah bin Syu’bah telah menghina Ali bin Abi Thalib kemudian Zaid bin Arqam berdiri dan berkata ”Hai Mughirah bukankah kamu tahu bahwa Rasulullah SAW melarang untuk menghina orang yang sudah mati jadi mengapa kamu menghina Ali setelah kematiannya”.
Hadis Riwayat Al Hakim dalam Mustadrak As Shahihain juz 1 hal 541 hadis no 1419, dimana beliau berkata
هذا حديث صحيح على شرط مسلم ولم يخرجاه
Hadis ini shahih sesuai persyaratan Imam Muslim tapi beliau tidak meriwayatkannya.
Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid juz 8 hal 145 hadis no 13028 juga telah meriwayatkan hadis ini dan berkata
رواه الطبراني بإسنادين ورجال أحد أسانيد الطبراني ثقات
Riwayat Thabrani dengan sanad-sanadnya dan salah satu sanadnya para Perawinya tsiqat.
Catatan Hadis
Thabrani meriwayatkan hadis ini dalam Mu’jam Al Kabir juz 5 hal 168 yaitu hadis no 4973, 4974 dan 4975. Hadis no 4973 dan 4975 di dalam sanadnya terdapat Abu Ayub Maula Bani Tsa’labah sebagaimana disebutkan dalam At Ta’jil Al Manfa’ah Ibnu Hajar juz 2 hal 411 no 1232 bahwa beliau adalah majhul.
Sedangkan hadis riwayat Thabrani no 4974 dan hadis riwayat Al Hakim dalam sanadnya tidak ada Abu Ayub tersebut. Hadis ini lah yang dinyatakan shahih oleh Al Hakim dan seperti yang dikatakan Al Haitsami para perawinya tsiqat.
Hadis yang di dalam sanadnya ada Abu Ayub yaitu perawi yang majhul hal ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 369 hadis no 19307 tahqiq Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Hadis ini sanadnya dhaif karena perawinya Abu Ayub adalah majhul tetapi hadis ini dikuatkan oleh riwayat Al Hakim dan Thabrani. Oleh karena itu Syaikh Syu’aib berkata mengenai hadis Abu Ayub ini
صحيح وهذا إسناد ضعيف
Shahih tetapi sanad hadis ini dhaif.

4. Sahabat Nabi yang menyakiti Ahlul Bait, Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait
Judul di atas tentu saja akan cukup mengejutkan bagi siapa saja yang belum mengetahui tentang riwayat ini. Hal ini termasuk salah satu hal yang dipermasalahkan dalam perdebatan yang biasa terjadi oleh kelompok Islam Sunni dan Syiah. Permasalahan ini jelas merupakan masalah yang pelik dan musykil dan tidak jarang ulama sunni yang menyatakan bahwa peristiwa ini tidak pernah terjadi dan riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah. Sebaliknya untuk menjawab anggapan ini Syiah menyatakan bahwa peristiwa ini benar terjadi dan terdapat riwayat-riwayat yang berkaitan dengan peristiwa tersebut dalam referensi Ahlus Sunnah.
Tulisan kali ini hanya ingin melihat dengan jelas apakah benar peristiwa ini benar-benar tercatat dalam sejarah atau hanyalah berita bohong belaka. Perlu dinyatakan sebelumnya bahwa tulisan ini tidak dibuat dengan tujuan untuk medeskriditkan pribadi atau kelompok tertentu melainkan hanya menyampaikan sesuatu apa adanya.
Riwayat-riwayat tentang Ancaman Pembakaran Rumah Sayyidah Fathimah Az Zahra as ternyata memang benar ada dalam kitab-kitab yang menjadi pegangan Ahlus Sunnah yaitu dalam Tarikh Al Umm Wa al Mulk karya Ibnu Jarir At Thabari, Al Mushannaf Ibnu Abi SyaibahAnsab Al Asyraf karya Al Baladzuri, Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi. Berikut adalah riwayat yang terdapat dalam Kitab Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan peristiwa itu dengan sanad.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Sehingga ketika Umar menerima kabar ini Ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai Putri Rasulullah SAW setelah Ayahmu tidak ada yang lebih aku cintai dibanding dirimu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah ini bersama mereka yang ada di dalamnya”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara  kepada mereka “tahukah kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal 432 riwayat no 37045).
Riwayat ini memiliki sanad yang shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim.
Sanad Riwayat Dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.
Ibnu Abi Syaibah
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Utsman Al Absi Al Kufi. Ia adalah seorang imam penghulu para hafidz, penulis banyak kitab sepertiMusnad,al Mushannaf dan Tafsir. Para ulama telah sepakat akan keagungan ilmu kejujuran dan hafalannya. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 490 Adz Dzahabi berkata”Ia termasuk yang sudah lewat jembatan pemeriksaan dan sangat terpercaya”. Ahmad bin Hanbal berkata ”Abu Bakar sangat jujur, ia lebih saya sukai disbanding Utsman saudaranya”. Al Khathib berkata “Abu Bakar rapi hafalannya dan hafidz”.
Muhammad bin Bisyr
Muhammad bin Bisyr adalah salah seorang dari perawi hadis dalam Kutub Al Sittah. Dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 9 hal 64, Thabaqat Ibnu Saad jilid 6 hal 394, Tarikh al Kabir jilid I hal 45, Al Jarh Wat Ta’dil jilid 7 hal 210, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 322 dan Al Kasyf jilid 3 hal 22 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Bisyr.
  • Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah”.
  • Yahya bin Main telah mentsiqahkannya
  • Al Ajuri berkata ”Ia paling kuat hafalannya diantara perawi kufah”
  • Utsman Ibnu Abi Syaibah berkata “Ia tsiqah dan kokoh”
  • Adz Dzahabi berkata ”Ia adalah Al Hafidz Al Imam dan kokoh”
  • An Nasai berkata “Ia tsiqah”.
Ubaidillah bin Umar
Keterangan tentang beliau disebutkan dalam Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 160-161, Siyar A’lam An Nubala jilid 6 hal 304, Tahdzib At Tahdzib jilid 7 hal 37, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 637, Ats Tsiqat jilid 3 hal 143,dan Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 5 hal 326.
  • Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah dan tsabit”
  • Yahya bin Ma’in berkata ”Ia tsiqah, hafidz yang disepakati”
  • Abu Hatim berkata ”Ia tsiqah”
  • Adz Dzahabi berkata ”Ia Imam yang merdu bacaan Al Qurannya”
  • An Nasai berkata ”Ia tsiqah dan kokoh”
  • Ibnu Manjawaih berkata ”Ia termasuk salah satu tuan penduduk Madinah dan suku Quraisy dalam keutamaan Ilmu,ibadah hafalan dan ketelitian”.
  • Abu Zar’ah berkata “Ia tsiqah”.
  • Abdullah bin Ahmad berkata ”Ubaidillah bin Umar termasuk orang yang terpercaya”.
Zaid bin Aslam 
Zaid bin Aslam adalah salah seorang perawi Kutub As Sittah. Keterangan tentang beliau terdapat dalam Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 3 hal 554, Tahdzib at Tahdzib jilid 3 hal 341, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 326, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 132-133, dan Siyar A’lam An Nubala jilid 5 hal 316.
  • Abu Hatim menyatakan Zaid tsiqah
  • Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah,ahli fiqh dan alim dalam tafsir Al Quran”
  • Imam Ahmad menyatakan beliau tsiqah
  • Ibnu Saad menyatakan “Ia tsiqah”
  • Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Al Imam, Al Hujjah dan Al Qudwah(teladan)
  • Abu Zara’ah menyatakan Ia tsiqah
  • Ibnu Kharrasy menyatakan beliau tsiqah
  • Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah” .
Aslam Al Adwi Al Umari
Aslam dikenal sebagai tabiin senior dan merupakan perawi Kutub As Sittah. Beliau termasuk yang telah disepakati ketsiqahannya. Keterangan tentang Beliau dapat dilihat di Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 88 dan Siyar A’lam An Nubala jilid 4 hal 98
  • Adz Dzahabi berkata “Ia seorang Faqih dan Imam”
  • Al Madani berkata “Ia seorang penduduk Madinah terpercaya dan Kibar At Tabi’in”
  • Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah”
  • Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah”
  • Abu Zara’ah berkata ”Ia tsiqah”
  • An Nawawi berkata ”Huffadz bersepakat menyatakan Aslam tsiqah”.
Jadi riwayat di atas yang menyatakan adanya Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait Sayyidah Fatimah Az Zahra AS telah diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah dan tidak berlebihan kalau ada yang menyatakan riwayat tersebut shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu sebenarnya keliru sekali kalau ada yang beranggapan bahwa Riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah apalagi kalau menyatakan ini adalah riwayat yang dibuat-buat oleh golongan Syiah.Just Syiahpobhia, hehehe .....

5. Sahabat Nabi yang berperilaku jahat dan kejam, Kekejaman Sahabat Nabi Yang Membunuh Anak Kecil
Apakah anda bisa membayangkan ada sahabat Nabi yang begitu kejam?. Ia membunuh banyak orang karena orang-orang tersebut adalah pengikut Imam Ali. Ia membunuh keluarga Rasul dan Sahabat Beliau SAW. Tidak hanya itu, ia bahkan tega membunuh kedua anak kecil dengan cara menyembelih mereka di hadapan Ibunya sehingga Sang Ibu menjadi gila. Sulit dipercaya ada seorang sahabat Nabi yang berperilaku seperti itu tetapi begitulah faktanya. Perbuatannya sungguh menakutkan banyak orang, tetapi berlalu seiringnya waktu fakta itu bergeser jauh menyepi tertutupi dogma-dogma “Kemuliaan seluruh Sahabat” sehingga para ulama masih menuliskan hadis-hadisnya dan memberikan predikat “Radiyallahuanhu” padanya. Yah mungkin di mata para ulama semua perbuatan jahatnya betapapun sejahat-jahatnya itu tidak merusak predikatnya sebagai sahabat Nabi.
Sahabat Nabi yang dimaksud adalah Busr bin Arthah Al Amiri. Disebutkan Ibnu Abdil Bar dalam Al Isti’ab 1/160

قال أبو الشيباني لما وجه معاوية بسر بن ارطاة الفهري لقتل شيعة علي رضى الله عنه

Abu Syaibani berkata “Muawiyah mengirim Busr bin Arthah Al Fahri untuk membunuh Syiah Ali RA”.
Al Qurthubi dalam At Tadzkirah hal 442 juga mengutip perkataan Abu Amru Syaibani

و ذكر أبو عمرو الشيباني قال لما وجه معاوية بشر بن أرطاة لقتل شيعة علي رضي الله عنه سار إلى أن أتى المدينة ، فقتل ابني عبيد الله بن العباس ، و فر أهل المدينة حتى دخلوا الحرة حرة بني سليم

Disebutkan Abu Amru Asy Syaibani yang berkata “Muawiyah mengirim Busr bin Arthah untuk membunuh Syiah Ali RA sampai ia tiba di Madinah, Ia membunuh kedua anak Ubaidillah bin Abbas. Penduduk Madinah ketakutan hingga melarikan diri ke perkampungan Bani Sulaim.

ذكر أبو عمرو الشيباني أغار بشر على همدان فقتل و سبى نساءهم ، فكن أول نساء سبين في الإسلام و قتل أحياء من بني سعد

Disebutkan oleh Abu Amru Asy Syaibani bahwa Busr menyerang suku Hamdan membunuh mereka dan menawan para wanita, itulah pertama kali wanita ditawan di dalam Islam dan Busr juga membunuh orang-orang dari bani Sa’ad.
Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 1/159 dan Ibnu Atsir dalam Usdu Al Ghabah 1/269 menyebutkan

نقله أهل الأخبار وأهل الحديث أيضا من ذبحه عبد الرحمن وقثم ابني عبيد الله بن العباس ابن عبد المطلب وهما صغيران بين يدي أمهما

Dinukil dari Ahlul Akhbar dan Ahlul hadis bahwa ia (Busr bin Arthah) menyembelih Abdurrahman dan Qutsam kedua anak Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang masih kecil di hadapan Ibunya.
Perbuatan Busr bin Arthah yang membunuh kedua anak Ubaidillah yang masih kecil dengan memotong leher mereka di depan mata Ibu mereka membuat sang Ibu menjadi gila. Kezaliman Busr bin Arthah ini dikatakan oleh Al Qurthubi sama halnya dengan kezaliman Ubaidillah bin Ziyad. Al Qurthubi berkata dalam At Tadzkirah hal 441 setelah menyebutkan kisah pembantaian Imam Husain dan keluarga Beliau oleh Ibnu Ziyad

و مثل صنيع عبيد الله بن زياد صنع قبله بشر بن أرطأة العامري الذي هتك الإسلام ، و سفك الدم الحرام ، و أذاق الناس الموت الزؤام ، لم يدع لرسول الله صلى الله عليه و سلم الذمام ، فقتل أهل بيته الكرام و حكم في مفارقهم الحسام ، و عجل لهم الحمام ذبح ابني عبيد الله بن عباس بن عبد المطلب و هما صغيران بين يدي أمهما يمرحان ،و هما قثم و عبد الرحمن ، فوسوست أمهما و أصابها ضرب من الجان لم أشعله الثكل في قلبها من لهب النيران

Apa yang dilakukan Ubaidillah bin Ziyad di atas telah dilakukan sebelumnya oleh Busr bin Arthah Al Amiri. Ia telah menginjak kehormatan islam dengan menumpahkan darah orang-orang islam dan membunuh mereka secara kejam tanpa mempedulikan sabda Rasulullah SAW. Ia bahkan telah membunuh banyak Ahlul Bait Beliau SAW . Dialah yang tega menyembelih kedua anak Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang masih kecil di hadapan ibu mereka yaitu Qutsam dan Abdurrahman sehingga ibu mereka menjadi gila karena terpukul kehilangan kedua anaknya dan karena sangat dendam kepada pembunuh mereka.
Disebutkan juga dalam At Tadzkirah Al Qurthubi hal 442

قال أبو محمد عبد الحق  بشر هذا يقال ولد في زمن رسول الله صلى الله عليه و سلم ، و كانت له أخبار سوء في جانب علي و أصحابه ، و هو الذي ذبح طفلين لعبيد الله بن العباس ، ففقدت أمهما عقلها و هامت على وجهها ، فدعا عليه علي رضي الله عنه أن يطيل الله عمره و يذهب عقله ، كان كذلك ، قال ابن دحية  و لما ذبح الصغيرين و فقدت أمهما عقلهما كانت تقف في الموسم تشعر شعراً يبكي العيون و يهيج بلابل الأحزان و العيون

Abu Muhammad Abdul Haq berkata Busr lahir di zaman Rasulullah SAW, ia memiliki cerita-cerita yang buruk tentang Ali dan sahabat-sahabatnya. Dialah yang telah menyembelih kedua anak Ubaidillah bin Abbas yang masih kecil di depan mata ibu mereka sehingga Ibu mereka menjadi gila. Ali RA pernah berdoa kepada Allah SWT agar ia (Busr) dipanjangkan umurnya dan dihilangkan akalnya, dan begitulah yang terjadi padanya. Ibnu Dihyah berkata “Setelah kedua anaknya disembelih di depan matanya sendiri sang Ibu menjadi gila dan di tengah keramaian ia melantunkan syair yang sangat memilukan hati dan membuat air mata berderai”.
Perbuatan Busr bin Arthah yang membunuh kedua anak Ubaidillah yang masih kecil adalah sejarah yang telah dinukil oleh para ulama dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Adz Dzahabi juga menyebutkannya dalam biografi Busr bin Arthah dalam Tarikh Al Islam 5/369 dengan mengutip Ibnu Ishaq

وقال ابن إسحاق قتل بسرعبد الرحمن، وقثم ولدي عبيد الله بن عباس باليمن

Ibnu Ishaq berkata “Busr telah membunuh Abdurrahman dan Qutsam kedua anak Ubaidillah bin Abbas di Yaman”.
Al Bukhari dalam Tarikh As Shaghir juz 1 no 343 juga menyebutkan bahwa Busr bin Arthah telah membunuh Abdurrahman dan Qutsam dan juga ayah mereka Ubaidillah bin Abbas. Padahal Ubaidillah bin Abbas RA adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW seperti yang disebutkan Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 4/396-397 no 5307 yang mengutip Ibnu Sa’ad

وقال بن سعد رأى النبي صلى الله عليه وسلم وسمع منه

Ibnu Sa’ad berkata “ia melihat Nabi SAW dan mendengar hadis dari Beliau”.
Dalam At Tahdzib juz 7 no 41 Ibnu Hajar juga menyebutkan

وقال بن حبان وابن عبد البر له صحبة

Ibnu Hibban dan Ibnu Abdil Bar berkata “ia seorang sahabat Nabi”.
Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/633 menyatakan bahwa Ubaidillah bin Abbas adalah sahabat Nabi. Begitu pula yang dikatakan Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 3556

عبيد الله بن العباس الهاشمي أبو محمد له صحبة

Ubaidillah bin Abbas Al Hasyimi Abu Muhammad seorang sahabat Nabi
Secara ringkas diantara perbuatan zalim Busr bin Arthah adalah
  • Membunuh banyak orang karena orang tesebut mengikuti Imam Ali
  • Membunuh kerabat dan sahabat Rasulullah SAW  yaitu Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib
  • Menawan kaum wanita padahal hal itu dilarang oleh Rasulullah SAW
  • Menyembelih Abdurrahman dan Qutsam kedua anak Ubaidillah yang masih kecil di hadapan ibunya
  • Menyerang Madinah dan membuat ketakutan diantara para penduduk Madinah
Benarkah orang seperti ini adalah sahabat Nabi?. Yah begitulah yang dikatakan para ulama. Ibnu Hajar dalam Al Ishabah no 1/289 no 642 berkata tentang Busr bin Arthah

وقال الدارقطني له صحبة وقال بن يونس كان من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم شهد فتح مصر

Daruquthni berkata “dia seorang sahabat Nabi”. Ibnu Yunus berkata “dia termasuk sahabat Rasulullah SAW yang menyaksikan pembukaan Mesir”.
At Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi 1/36 no 24 menuliskan hadis yang dalam sanadnya ia berkata

بسر بن أرطاة صاحب النبي صلى الله عليه و سلم

Busr bin Arthah sahabat Nabi SAW
Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat juz 3 no 117 memasukkan Busr bin Abi Arthah sebagai seorang Sahabat Nabi SAW, menurut Ibnu Hibban nama yang benar adalah Busr bin Abi Arthah bukan Busr bin Arthah. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/125 menyatakan kalau Busr bin Arthah seorang Sahabat Nabi. Begitu pula Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 558 menyatakan hal yang sama dimana ia berkata

بسر بن أرطاة أو بن أبي أرطاة العامري صحابي له حديثان عنه جنادة بن أبي أمية وأيوب بن ميسرة

Busr bin Arthah atau Ibnu Abi Arthah Al Amiri seorang sahabat Nabi, memiliki hadis-hadis(dua hadis) dimana telah meriwayatkan darinya Junadah bin Abi Umayyah dan Ayub bin Maisarah.
Adz Dzahabi juga memasukkan nama Busr bin Abi Arthah dalam kitabnya Tajrid Asma’ As Shahabah juz 1 no 346. Abu Nu’aim dalam Ma’rifat As Shahabah  hadis no 1147, 1148 dan 1149 juga memasukkan nama Busr bin Arthah sebagai sahabat. Ibnu Qani’ memasukkan nama Busr bin Arthah dalam kitabnya Mu’jam As Shahabahno 82. Dalam Su’alat Al Ajri 2/219 no 1660 Abu Dawud menyebutkan bahwa Busr bin Abi Arthah termasuk mereka yang memeluk islam pada Fathul Makkah. Dalam Al Jarh Wat Ta’dil juz 2/422 no 1678 Abu Hatim menyatakan bahwa Busr bin Abi Arthah seorang sahabat Nabi SAW. Ahmad bin Hanbal telah memasukkan hadis-hadis Busr dalam kitab Musnadnya 4/181 dengan judul “Hadis Busr bin Arthah Radiallahuanhu”. Hal ini menunjukkan kalau Imam Ahmad mengakui bahwa Busr seorang sahabat Nabi. Oleh karena itu tidak ada keraguan bahwa ia seorang sahabat Nabi.
Kezaliman Busr di atas sangat jelas sekali sehingga Ibnu Ma’in mencela Busr bin Arthah walaupun ia sebenarnya terbukti seorang sahabat Nabi. Hal ini dapat dilihat dalam Al Jarh Wat Ta’dil 2/423 dimana Ibnu Abi Hatim menyebutkan

العباس بن محمد الدوري قال سمعت يحيى بن معين قال بسر بن ابى ارطاة رجل سوء

Abbas bin Muhammad Ad Dawri berkata aku mendengar Yahya bin Ma’in berkata “Busr bin Abi Arthah seorang yang jahat”.
Untuk membungkam syubhat-syubhat seputar status sahabat Busr bin Arthah, maka ada baiknya disebutkan hadis-hadis Busr bin Arthah yang telah dishahihkan oleh para ulama. Hadis tersebut adalah sebaik-baik bukti karena dalam hadis-hadisnyaBusr bin Arthah menegaskan bahwa ia mendengar langsung hadis tersebut dari Rasulullah SAW.

عن جنادة بن أمية قال كنا مع بسر بن أرطاة في البحر فأتي بسارق يقال له مصدر قد سرق بختية ( الإبل الخراسانية ) فقال قد سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ” لاتقطع الأيدي في السفر ” ولولا ذلك لقطعته

Dari Junadah bin Abi Umayyah yang berkata “Kami bersama Busr bin Arthah dalam perjalanan di laut. Kemudian dibawalah seorang pencuri bernama Mashdar yang telah mencuri kain Bukhtiyah. Maka Busr berkata “Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda “Tidak boleh dipotong tangan karena mencuri dalam perjalanan”. Kalau bukan karena hadis itu pasti sudah aku potong tangannya.
Hadis di atas diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud 2/546 no 4408, Sunan Tirmidzi4/53 no 1450 (lafaz Tirmidzi adalah dalam perperangan) keduanya telah dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud dan Shahih Sunan Tirmidzi. dan Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain no 17558(dinyatakan hasan) dan 17559 (dinyatakan shahih).
Diriwayatkan dalam Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain no 17560 dan telah dinyatakan shahih

حدثنا هيثم بن خارجة ثنا محمد بن أيوب بن ميسرة بن حلبس قال سمعت أبي يحدث عن بسر بن أرطاة القرشي يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يدعو اللهم أحسن عاقبتنا في الأمور كلها واجرنا من خزي الدنيا وعذاب الآخرة

Telah menceritakan kepada kami Haitsam bin Kharijah yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ayub bin Maisarah bin Halbas yang berkata aku telah mendengar dari ayahku yang menerima hadis dari Busr bin Arthah Al Qurasy yang berkata aku telah mendengar Rasulullah SAW berdoa “Ya Allah jadikanlah akhir dari semua urusan kami menjadi baik dan lindungilah kami dari kehinaan di dunia dan adzab di akhirat”.
Hadis ini disebutkan oleh Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 2 no 1912 dan diriwayatkan juga dalam Shahih Ibnu Hibban 3/229 no 949 dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth pentahqiq kitab Shahih Ibnu Hibban berkata “sanadnya hasan”. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 10/282 no 17390 menyebutkan bahwa selain Ahmad hadis ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani, beliau berkata

ورجال أحمد وأحد أسانيد الطبراني ثقلت

Para perawi Ahmad dan perawi salah satu sanad Ath Thabrani adalah para perawi tsiqat.
Kedua hadis Busr bin Arthah di atas merupakan bukti paling kuat bahwa Busr pernah mendengar langsung hadis Rasulullah SAW yang berarti dia seorang sahabat Nabi. Dan juga merupakan bukti bahwa kezaliman Busr yang begitu besar tidak mencegah para ulama untuk tetap meriwayatkan dan menshahihkan hadisnya. Sungguh sebuah anomali?.

6. Sahabat Nabi yang membunuh Ammar bin Yasir RA
Bukankah mencela sahabat Nabi SAW itu tidak dibolehkan?. Benar, tidak hanya sahabat Nabi tetapi mencela sesama Muslim itu tidak dibolehkan. Apalagi membunuh, tentu tidak boleh lagi. Kenyataan pahit dalam sejarah Islam adalah para generasi awal umat ini yaitu para Sahabat ternyata mengalami perselisihan sampai ke taraf memerangi dan membunuh. Sangat tidak mungkin kalau sejarah seperti ini mau ditutup-tutupi atau dinyatakan seolah tidak ada apa-apa.
Sebagian pihak tidak senang kalau sejarah seperti ini dibicarakan karena tidak ada gunanya membicarakan perselisihan para Sahabat. Mereka menganggap bahwa semua sahabat diridhai Allah SWT, semua sahabat tidak layak untuk dikritik atau dinyatakan salah karena itu berarti sudah mencela sahabat Nabi dan hal ini jelas diharamkan menurut mereka. Jika sahabat melakukan kesalahan maka itu berarti sahabat berijtihad dan sebagaimana ijtihad jika benar dapat dua pahala dan jika salah satu pahala. Intinya pihak tersebut akan selalu memuliakan sahabat walau bagaimanapun perilakunya. Sehingga jika orang sudah dicap sahabat maka semua perilakunya berpahala. Duhai alangkah anehnya, apakah jika sahabat menghina Ahlul Bait, meminum khamar, dan murtad maka itu dikatakan ijtihad?. Alangkah kacaunya orang yang mengatakan bahwa tindakan seperti itu berpahala hanya karena yang melakukannya adalah seorang Sahabat Nabi. Silakan renungkan
Kali ini kami akan mengajak para pembaca untuk kembali ke peristiwa bersejarah yaitu Perang Shiffin. Pada perang ini Imam Ali AS dan sahabat yang mengikuti Beliau berperang dengan Muawiyah dan sahabat yang mengikutinya. Di antara sahabat Nabi yang setia pada Imam Ali adalah Ammar bin Yasir RA. Beliau adalah Sahabat yang mulia dimana Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa Ammar akan dibunuh oleh kelompok pembangkang. Sejarah membuktikan bahwa Ammar RA syahid dalam perang Shiffin. Hal ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa dalam Perang Shiffin Imam Ali berada dalam kebenaran dan Muawiyah serta pengikutnya merupakan kelompok pembangkang. Kematian Ammar RA mengundang kecemasan di kalangan pengikut Muawiyah sehingga untuk menenangkan pengikutnya Muawiyah memberikan ta’wilan yang batil bahwa Yang membunuh Ammar RA adalah orang yang membawanya ikut berperang. Dengan perkataan itu Muawiyah ingin melemparkan kesalahan kepada Imam Ali AS, sungguh perilaku yang bisa dibilang tidak terpuji.
Riwayat ini salah satunya disebutkan dalam Musnad Ahmad 2/161 no 6499

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو معاوية ثنا الأعمش عن عبد الرحمن بن زياد عن عبد الله بن الحرث قال اني لأسير مع معاوية في منصرفه من صفين بينه وبين عمرو بن العاص قال فقال عبد الله بن عمرو بن العاصي يا أبت ما سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لعمار ويحك يا بن سمية تقتلك الفئة الباغية قال فقال عمرو لمعاوية ألا تسمع ما يقول هذا فقال معاوية لا تزال تأتينا بهنة أنحن قتلناه إنما قتله الذين جاؤوا به

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Amasy dari Abdurrahman bin Ziyad dari Abdullah bin Harits yang berkata “Aku berjalan bersama Muawiyah sepulang dari Shiffin dan juga bersama Amru bin Ash. Abdullah bin Amru bin Ash berkata “wahai ayah tidakkah kau mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ammar “Kasihan engkau Ibnu Sumayyah, engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang”. Amru berkata kepada Muawiyah “Tidakkah engkau dengar perkataannya”. Muawiyah berkata “Ia selalu bermasalah bagi kita, apakah kita yang membunuh Ammar?. Sesungguhnya yang membunuhnya adalah orang yang membawanya”. 
Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Syarh Musnad Ahmad tahqiqnya berkata tentang hadis ini “sanadnya shahih” . Begitu pula Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad tahqiq Beliau juga menyatakan hadis ini shahih. Siapa sebenarnya orang dalam kelompok Muawiyah yang membunuh Ammar bin Yasir RA?. Para ulama telah menyebutkan bahwa orang yang membunuh Ammar bin Yasir adalah Abu Ghadiyah Al Juhani dan tahukah anda siapa dia?. Para ulama menyebutnya sebagai Sahabat Nabi SAW.
Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 7/311 no 10365 memuat biografi Abu Ghadiyah Al Juhani dan menyebutkan

وقال الدوري عن بن معين أبو الغادية الجهني قاتل عمار له صحبة

Ad Dawri berkata dari Ibnu Ma’in “Abu Ghadiyah Al Juhani orang yang membunuh Ammar dan dia seorang Sahabat Nabi”.
Al Bukhari berkata dalam Tarikh Al Kabir juz 8 no 3557

أبو غادية الجهني سمع النبي صلى الله عليه وسلم

Abu Ghadiyah Al Juhani mendengar langsung dari Nabi SAW.
Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 4/1725 dan Ibnu Atsir dalam Usud Al Ghabah 5/534 juga mengatakan bahwa Abu Ghadiyah seorang sahabat Nabi yang membunuh Ammar bin Yasir RA. Adz Dzahabi dalam Tarikh Al Islam 4/135 menyebutkan biografi Abu Ghadiyah Al Juhani dan menyebutkan

وقال الدار قطني وغيره هو قاتل عمار بن ياسر يوم صفين

Daruquthni dan yang lainnya berkata “Dia adalah orang yang membunuh Ammar bin Yasir pada perang Shiffin.
Tahukah anda pahala apa yang akan didapat oleh orang yang membunuh Ammar?. Rasulullah SAW pernah bersabda

قاتل عمار و سالبه في النار

Yang membunuh Ammar dan menjarah( harta)nya akan masuk neraka
Hadis ini telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 2008 dan Shahih Jami’ As Shaghir no 4294. Jika memang para Ulama menyebut Abu Ghadiyah sebagai Sahabat Nabi SAW yang membunuh Ammar bin Yasir RA maka tidak salah untuk dikatakan bahwa perbuatan Abu Ghadiyah itu telah mengantarkannya ke neraka.

7. Berbagai penyimpangan Muawiyah, Hadis Penyimpangan Muawiyah Dalam Shahih Muslim
Apa yang terjadi dalam pemerintahan Muawiyah ternyata cukup mengundang banyak keluhan sebagian orang. Dimulai dari adanya tradisi mencela Imam Ali AS hingga berbagai penyimpangan dalam agama. Tidak dipungkiri sebagian yang lain malah menolak hal ini dan menganggap berita seperti itu palsu yang ditujukan untuk  mendiskreditkan Sahabat Nabi. Mereka tak henti-hentinya mengagungkan dan menulis kitab khusus tentang keutamaan Muawiyah. Terlepas dari siapa yang benar, telah diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Muawiyah melakukan penyimpangan dalam agama. Hadis tersebut terdapat dalam Shahih Muslim 3/1472 hadis no 1844 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi.

حدثنا زهير بن حرب وإسحاق بن إبراهيم ( قال إسحاق أخبرنا وقال زهير حدثنا جرير ) عن الأعمش عن زيد بن وهب عن عبدالرحمن بن عبد رب الكعبة قال دخلت المسجد فإذا عبدالله بن عمرو بن العاص جالس في ظل الكعبة والناس مجتمعون عليه فأتيتهم فجلست إليه فقال كنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم في سفر فنزلنا منزلا فمنا من يصلح خباءه ومنا من ينتضل ومنا من هو في جشره إذ نادى منادي رسول الله صلى الله عليه و سلم الصلاة جامعة فاجتمعنا إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ( إنه لم يكن نبي قبلي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم وإن أمتكم هذه جعل عافيتها في أولها وسيصيب آخرها بلاء وأمور تنكرونها وتجيء فتنة فيرقق بعضها بعضها وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه مهلكتي ثم تنكشف وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه هذه فمن أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر وليأت إلى الناس الي يحب أن يؤتى إليه ومن بايع إماما فأعطاه صفقة يده وثمرة قلبه فليطعه إن استطاع فإن جاء آخر ينازعه فاضربوا عنق الآخر ) فدنوت منه فقلت أنشدك الله آنت سمعت هذا من رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فأهوى إلى أذنيه وقلبه بيديه وقال سمعته أذناي ووعاه قلبي فقلت له هذا ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا بالباطل ونقتل أنفسنا والله يقول { يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما } [ 4 / النساء / 29 ] قال فسكت ساعة ثم قال أطعه في طاعة الله واعصه في معصية الله

Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim (Ishaq berkata telah mengabarkan kepada kami dan Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Jarir) dari ‘Amasy dari Zaid bin Wahb dari Abdurrahman bin Abdi Rabbi Al Ka’bah yang berkata Aku pernah masuk ke sebuah masjid, kulihat Abdullah bin Amr’ bin Ash sedang duduk dalam naungan Ka’bah dan orang-orang berkumpul di sekelilingnya. Lalu aku mendatangi mereka dan duduk disana, dia berkata “Dahulu kami bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan kemudian kami singgah di suatu tempat. Diantara kami ada yang memperbaiki tendanya, menyiapkan panah dan menyiapkan makanan hewan tunggangannya. Ketika itu seorang penyeru yang diperintahkan Rasulullah SAW menyerukan “Marilah shalat berjama’ah”. Kami berkumpul menuju Rasulullah SAW dan Beliau bersabda “Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumKu kecuali menjadi kewajiban baginya untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang diketahuinya serta memperingatkan mereka akan keburukan yang diketahuinya bagi mereka. Sesungguhnya UmatKu ini adalah umat yang baik permulaannya akan tetapi setelahnya akan datang banyak bencana dan hal-hal yang diingkari. Akan datang suatu fitnah yang membuat sebagian orang memperbudak yang lain. Akan datang suatu fitnah hingga seorang mukmin berkata “inilah kehancuranku”. Kemudian fitnah tersebut hilang dan datanglah fitnah yang lain hingga seorang mukmin berkata “inilah dia, inilah dia”. Maka barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir serta memperlakukan manusia sebagaimana yang ia suka untuk dirinya. Barangsiapa yang membai’at seorang Imam dan setuju dengan sepenuh hati maka hendaklah ia mentaatinya semampunya. Lalu jika yang lain hendak merebutnya maka bunuhlah ia”. Aku mendekatinya seraya berkata “Demi Allah apakah engkau mendengar ini dari Rasulullah SAW?. Maka dia (Abdullah bin Amr bin Ash) mengisyaratkan dengan tangan pada kedua telinga dan hatinya sambil berkata “Aku mendengar dengan kedua telingaku dan memahaminya dengan hatiku”. Aku berkata kepadanya “Ini Anak pamanmu Muawiyah dia memerintahkan kami untuk memakan harta diantara kami secara bathil dan saling membunuh diantara kami”. Padahal Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil kecuali dengan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu”{An Nisa ayat 29}. Lalu dia diam sejenak dan berkata “Taatilah dia dalam ketaatan kepada Allah dan langgarlah ia dalam bermaksiat kepada Allah ”.
Hadis ini cukup untuk membuktikan bahwa pada masa pemerintahan Muawiyah memang terjadi berbagai penyimpangan diantaranya Muawiyah memerintah untuk memakan harta secara batil dan membunuh sebagian kaum Muslim. Walaupun begitu yang namanya penolakan akan selalu ada dan dalih selalu bisa dicari-cari.
*****
Adakah penulis blog ini mengatakan caci-maki terhadap sahabat tersebut? Tidak ada kata-kata cacian, penulis blog ini hanya membawakan riwayat shahih tentang kesalahan sebagian sahabat Nabi. Anehnya ternyata kalian pengikut salafy bersemangat sekali menuduh blog ini [mencaci] bahkan menyebutnya Rafidhah tetapi terhadap Urwah bin Zubair yang nyata-nyata mencaci sahabat Nabi, kalian diam seribu bahasa. Mungkin sudah saatnya untuk memaklumi keterbatasan akal pikiran kalian.

Terkait Berita: