Pesan Rahbar

Home » , , , , , , , » Benarkah Imam Bukhariy Mengambil Hadis Dari Perawi Rafidhah?

Benarkah Imam Bukhariy Mengambil Hadis Dari Perawi Rafidhah?

Written By Unknown on Tuesday 9 September 2014 | 15:09:00


Salah satu isu yang sering dilontarkan penganut Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah adalah ulama Ahlus Sunnah diantaranya Imam Bukhariy juga meriwayatkan dari perawi Syi’ah.

Dan jawaban dari sebagian Ahlus Sunnah biasanya berupa bantahan yaitu Imam Bukhariy memang meriwayatkan dari Syi’ah tetapi Syi’ah yang dimaksud bukan Syi’ah Rafidhah tetapi Syi’ah dalam arti lebih mengutamakan Aliy bin Abi Thalib dari Utsman atau sahabat lainnya, Syi’ah yang tetap memuliakan para sahabat bukan seperti Syi’ah Rafidhah yang mencela para sahabat. Salah satu bantahan yang dimaksud dapat para pembaca lihat disini.  
 
Perhatikan Link Website Nashibi Sebagai Berikut:
===========================

Benarkah Imam Bukhari Mengambil Riwayat Dari Kaum Syiah?

Pertanyaan:
“Assalamualaikum ustadz,ana mau nanya,syubhat mereka yang dilontarkan adalah mengapa imam bukhari meriwayatkan hadist dari ulama syiah,padahal syiah menurut imam bukhari kafir. Mohon jawaban dan nasihatnya ustad”.
Jawaban:
Perlu diketahui bahwasanya syiah banyak tingkatannya. Ada diantara mereka yang hanya mendahulukan Ali bin Abi Thalib dari pada Utsman radhiyallahu anhuma tanpa mencela Abu Bakr dan Umar. Dan diantara
mereka ada yang mendahulukan Ali bin Abi Thalib dari pada Abu Bakr dan Umar radhiyallahu anhum. Bahkan diantara mereka ada yang mencela para sahabat radiyallahu anhum dan mengkafirkan mereka.
Maka perlu diketahui,Imam Bukhari mustahil untuk mengambil riwayat orang-orang syiah rafidhah yang mengkafirkan Abu Bakr dan Umar dan para sahabat lainnya. Karena Imam Bukharipun mengkafirkan mereka. Beliau berkata:
مَا أُبَالِي صَلَّيْتُ خَلْفَ الْجَهْمِيِّ والرَّافِضِيِّ أَمْ صَلَّيْتُ خَلْفَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، وَلَا يُسَلَّمُ عَلَيْهِمْ، وَلَا يُعَادُونَ، وَلَا يُنَاكَحُونَ، وَلَا يَشْهَدُونَ، وَلَا تُؤْكَلُ ذَبَائِحُهُمْ
“Aku tidak berpikir akan shalat dibelakang seorang jahmiyyah dan syiah rafidhah, atau aku shalat dibelakang yahudi dan nashrani. Sesungguhnya mereka tidak ucapkan salam kepadanya, tidak dijenguk ketika sakit, dan mereka tidak dinikahi dengan kaum muslimin, dan mereka tidak boleh memberi kesaksian, dan sesembelihan mereka tidak dimakan”. (Kholqu Af’al Al Ibad hal.33)
Akan tetapi perlu diketahui juga, bahwasanya Imam Bukhari memang benar mengambil riwayat dari syiah. Namun syiah yang hanya mendahulukan Ali bin Abi Thalib dari pada Utsman bin Affan tanpa mencela atau mengkafirkan Abu Bakr dan Umar dan mereka tidak berlepas diri dari keduanya, mereka menghormati Abu Bakr dan Umar serta para sahabat lainnya.
Sehingga tasyayyu’ (syiah) yang dikenal pada zaman para ulama mutaqaddimin dan diambil riwayatnya adalah macam syiah yang seperti ini, tidak sampai mengkafirkan Abu Bakr dan Umar bahkan mereka menghormati keduanya dan para sahabat lainnya.
Imam Ibnu Hajr Al Asqalani rahimahullah berkata menjawab permasalahan ini:
فالتشيع في عرف المتقدمين هو اعتقاد تفضيل علي على عثمان, وأن عليا كان مصيبا في حروبه وأن مخالفه مخطئ مع تقديم الشيخين وتفضيلهما, وربما اعتقد بعضهم أن عليا أفضل الخلق بعد رسول الله -صلى الله عليهآله وسلم-, وإذا كان معتقد ذلك ورعا دينا صادقا مجتهدا فلا ترد روايته بهذا, لا سيما إن كان غير داعية, وأما التشيع في عرف المتأخرين فهو الرفض المحض فلا تقبل رواية الرافضي الغالي ولا كرامة
“Maka tasyayyu’ (syiah) yang dikenal di kalangan para ulama mutaqaddimin adalah keyakinan untuk mendahulukan Ali dari pada Utsman. Dan bahwasanya Ali lah yang benar dalam peperangan dan orang yang menyelisihi Ali adalah orang yang salah akan tetapi mereka tetap mendahulukan Abu Bakr dan Umar dan tetap memuliakan keduanya. Dan bisa jadi sebagian mereka berkeyakinan bahwasanya Ali adalah makhluk yang paling mulia setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dan jika keyakinan ini ada pada dirinya dengan menjaga sikap wara’ dan agamanya dan dia melakukannya karena kejujuran dan berijtihad maka riwayatnya tidaklah tertolak karena hal tersebut, terlebih rawi tersebut bukanlah orang yang selalu menyeru kepada keyakinannya. Dan adapun syiah yang dikenal pada zaman ulama muta’akhhirin maka dia adalah rafidhah murni maka tidak diterima riwayat seorang syiah rafidhah yang over dan tidak ada kemuliaan untuk mereka” (Tahdziib At Tahdziib 1/94)
Imam Adz Dzahabi rahimahullah juga berkata:
البدعة على ضربين: فبدعة صغرى كغلو التشيع، أو كالتشيع بلا غلو ولا تحرف، فهذا كثير في التابعين وتابعيهم مع الدين والورع والصدق فلو رد حديث هؤلاء لذهب جملة من الآثار النبوية، وهذه مفسدة بينة ثم بدعة كبرى، كالرفض الكامل والغلو فيه، والحط على أبي بكر وعمر رضي الله عنهما، والدعاء إلى ذلك، فهذا النوع لا يحتج بهم ولا كرامة. وأيضاً فما أستحضر الآن في هذا الضرب رجلا صادقا ولا مأمونا، بل الكذب شعارهم، والتقية والنفاق دثارهم، فكيف يقبل نقل من هذا حاله! حاشا وكلا. فالشيعي الغالي في زمان السلف وعرفهم هو من تكلم في عثمان والزبير وطلحة ومعاوية وطائفة ممن حارب عليا رضي الله عنه، وتعرض لسبهم. والغالي في زماننا وعرفنا هو الذي يكفر هؤلاء السادة، ويتبرأ من الشيخين أيضاً، فهذا ضال معثر
                                                                                  
“Bid’ah ada 2 macam: Ada bid’ah kecil seperti bid’ahnya  sikap berlebihannya  syiah atau seperti syiah yang tidak berlebihan dan tidak merubah-rubah syariat. Maka ini banyak terjadi dari kalangan tabiin maupun tabiut tabi’in akan tetapi mereka tetap menjaga agama mereka dan kewara’an dan keikhlasan (kejujuran) mereka, seandainya hadits mereka ditolak maka beberapa jumlah atsar (hadits) nabi akan hilang. Dan ini adalah mafsadah yang jelas. Kemudian ada bid’ah yang besar, seperti rafidhah yang sempurna dan over didalamnya. Dan merendahkan Abu Bakr dan Umar radiyallahu anhuma dan menyeru kepada hal tersebut. Maka macam bid’ah seperti ini tidak perlu dijadikan hujjah dan tidak ada kemuliaan untuknya. Dan aku juga tidak bisa menghadirkan contoh seseorang yang jujur dan amanah dalam permasalahan ini, karena dusta ada lah syi’ar mereka, dan taqiyyah dan kemunafikan adalah baju khas mereka, maka bagaimana akan diterima penukilah dari orang yang seperti ini keadaannya! Sekali-kali tidak. Maka syiah yang over di zaman orang-orang terdahulu adalah orang yang membicarakan Utsman, Zubair, Thalhah, Mu’awiyah, dan sebuah kelompok yang memerangi Ali rahiyallahu anhu, dan bisa jadi mereka juga mencela. Adapun syiah yang over di zaman kita dan apa yang kita kenal dia adalah yang mencela mereka selaku para pemimpin (Abu Bakr dkk) dan berlepas diri dari Abu Bakr dan Umar, maka ini adalah kesesatan yang sangat buruk”. (Mizan Al I’tidal hal. 5-6)

Sehingga perlu diketahui, kesyiahan orang yang membuat syubhat sangat berbeda dengan kesyiahan para perawi di zaman para salaf yang diterima riwayatnya. Sehingga batillah syubhat mereka dan sudah terbantahkan. Jadi, syiah bukanlah satu tingkatan dan syiah yang diterima riwayatnya adalah syiah yang hanya mendahulukan Ali dari pada Utsman namun mereka tetap menghormati Abu Bakr dan Umar dan para sahabat lainnya bahkan mereka tetap menghormati mereka.


Artikel
alamiry.net (Kajian Al Amiry)


Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.


Ikuti status kami dengan menekan tombol like pada halaman FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry
 
======================================= 
Benarkah demikian?. Tentu saja cara sederhana untuk membuktikan hal itu adalah tinggal menunjukkan adakah perawi Bukhariy yang dikatakan Rafidhah atau dituduh Syiah yang mencela sahabat Nabi. Akan diambil beberapa perawi Bukhariy sebagai contoh yaitu:
  1. ‘Abdul Malik bin A’yan Al Kuufiy.
  2. ‘Abbaad bin Ya’qub Ar Rawajiniy.
  3. Auf bin Abi Jamiilah Al Arabiy.
  4. Aliy bin Ja’d Al Baghdadiy.

‘Abdul Malik bin A’yan Al Kuufiy.
Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi dalam Taqrib At Tahdzib hal 621 no 4192 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy].


[perawi kutubus sittah] ‘Abdul Maaalik bin A’yaan Al Kuufiy maula bani Syaibaan, seorang Syi’ah yang shaduq, memiliki riwayat dalam Shahihain satu hadis sebagai mutaba’ah, ia termasuk thabaqat keenam.

Dari keterangan di atas maka ‘Abdul Maalik bin A’yaan termasuk perawi Bukhariy dalam Shahih-nya. Adapun soal hadisnya yang hanya satu sebagai mutaba’ah maka itu tidak menjadi soal disini. Lantas Syi’ah seperti apakah dia? Apakah dia seorang rafidhah?. Jawabannya ada pada apa yang disebutkan Al Uqailiy dalam kitabnya Adh Dhu’afa Al Kabiir hal 792 no 990 [tahqiiq Hamdiy bin ‘Abdul Majiid].


Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Muusa yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Humaidiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin A’yan, seorang syi’ah ia di sisi kami rafidhah shaahib ra’yu.

Atsar di atas sanadnya shahih sampai Sufyan dan ia adalah Ibnu Uyainah. Dalam atsar tersebut ia menyatakan bahwa Abdul Malik bin A’yan seorang rafidhah:
  1. Bisyr bin Muusa seorang imam hafizh tsiqat [Siyar A’lam An Nubalaa’ Adz Dzahabiy 13/352 no 170].
  2. Al Humaidiy yaitu Abdullah bin Zubair bin Iisa seorang tsiqat hafizh faqih [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar hal 506 no 3340].
  3. Sufyan bin Uyainah seorang tsiqat hafizh faqiih imam hujjah [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar hal 395 no 2464].

‘Abbaad bin Ya’quub Al Asadiy.
Al Mizziy dalam Tahdzib Al Kamal 14/175 no 3104 [tahqiiq Basyaar Awwaad Ma’ruuf] menyebutkan salah satu biografi perawi yang termasuk perawi Bukhariy.


[perawi Bukhariy, Tirmidzi dan Ibnu Majah] ‘Abbaad bin Ya’quub Al Asadiy Ar Rawaajiniy Abu Sa’iid Al Kuufiy, seorang Syi’ah.

Lantas Syiah yang bagaimanakah dia?. Jawabannya bisa dilihat dari pernyataan Shalih bin Muhammad yang dinukil oleh Al Mizziy dalam Tahdzib Al Kamal.


Aliy bin Muhammad Al Marwaziy berkata Shalih bin Muhammad ditanya tentang ‘Abbaad bin Ya’quub Ar Rawaajiniy, Maka ia berkata “ia telah mencaci Utsman”.

Ibnu Hibban dalam kitabnya Al Majruuhin 2/163 no 794 [tahqiiq Hamdiy bin ‘Abdul Majiid] menyatakan dengan jelas bahwa ia rafidhah.


‘Abbaad bin Ya’qub Ar Rawaajiniy Abu Sa’iid termasuk penduduk Kuufah, meriwayatkan dari Syariik, telah meriwayatkan darinya guru-guru kami, wafat pada tahun 250 H di bulan syawal, ia seorang Rafidhah yang mengajak ke paham rafadh, dan bersamaan dengan itu ia meriwayatkan hadis-hadis mungkar dari para perawi masyhur maka selayaknya ditinggalkan.

Bukhariy meriwayatkan darinya dan memasukkannya dalam kitab Shahih-nya. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah salah satu dari guru Imam Bukhariy. Bukhariy hanya meriwayatkan satu hadis darinya dan itu pun sebagai mutaba’ah. Tidak jadi soal berapa jumlah hadis yang diriwayatkan Bukhariy darinya, yang penting telah dibuktikan bahwa ia termasuk perawi Bukhariy yang dikatakan rafidhah.

‘Auf bin Abi Jamiilah Al A’rabiy.
Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi Bukhariy dalam Taqrib At Tahdzib hal 757 no 5250 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy].


[perawi kutubus sittah] Auf bin Abi Jamiilah [dengan fathah pada huruf jiim] Al A’rabiy, Al ‘Abdiy, Al Bashriy, seorang yang tsiqat dituduh dengan faham qadariy dan tasyayyu’ termasuk thabaqat keenam wafat pada tahun 146 atau 147 H pada umur 86 tahun.

Bagaimanakah tuduhan tasyayyu’ yang dimaksud?. Adz Dzahabiy menukil dalam kitabnya Mizan Al I’tidal 5/368 no 6536 [tahqiq Syaikh 'Aliy Al Mu'awwadh, Syaikh 'Adil Ahmad dan Ustadz Dr 'Abdul Fattah].


Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshaariy berkata aku melihat Dawud bin Abi Hind memukul Auf Al Arabiy dan mengatakan “celaka engkau wahai qadariy”. Dan Bundaar berkata dan ia membacakan kepada mereka hadis Auf “demi Allah sungguh Auf seorang qadariy rafidhah syaithan”.

‘Aliy bin Ja’d Al Baghdadiy.
Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi Bukhariy dalam Taqrib At Tahdzib hal 691 no 4732 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy].


[perawi Bukhariy dan Abu Dawud] Aliy bin Ja’d bin Ubaid Al Jauhariy, Al Baghdadiy seorang tsiqat tsabit dituduh dengan tasyyayyu’, termasuk thabaqat kesembilan dari kalangan sighar, wafat pada tahun 230 H.

Aliy bin Ja’d termasuk salah satu guru Bukhariy, tidak ada yang menuduhnya rafidhah tetapi ia pernah menyatakan Mu’awiyah mati tidak dalam agama islam. Dalam Masa’il Ahmad bin Hanbal riwayat Ishaaq bin Ibrahim bin Haani’ An Naisaburiy 2/154 no 1866 [tahqiiq Zuhair Asy Syaawiisy], ia [Ishaaq] berkata:


Dan aku mendengar Abu ‘Abdullah [Ahmad bin Hanbal], telah berkata kepadanya Dalluwaih “aku mendengar Aliy bin Ja’d mengatakan demi Allah, Mu’awiyah mati tidak dalam agama islam”.

Dalluwaih yang dimaksud adalah Ziyaad bin Ayuub Abu Haasyim juga termasuk perawi Bukhariy, seorang yang tsiqat hafizh [Taqrib At Tahdzib hal 343 no 2067].

Ulasan Singkat:
Fakta-fakta di atas adalah bukti yang cukup untuk membatalkan pernyataan bahwa Bukhariy tidak mengambil hadis dari perawi Rafidhah atau perawi Syi’ah yang mencela sahabat.

Yang kami sajikan disini hanyalah apa yang tertera dan ternukil dalam kitab Rijal Ahlus Sunnah, kami sendiri pada akhirnya [setelah mempelajari lebih dalam] memutuskan untuk tidak mempermasalahkan hal ini. Pengalaman kami dalam menelaah kitab Rijal menunjukkan bahwa perawi dengan mazhab menyimpang [di sisi ahlus sunnah] seperti khawarij, syiah, qadariy, bahkan nashibiy tetap ada yang dikatakan tsiqat atau shaduq sehingga mazhab-mazhab menyimpang tersebut tidak otomatis menjadi hujjah yang membatalkan keadilan perawi.

Hal ini adalah fenomena yang sudah dikenal dalam mazhab Ahlus Sunnah dan tidak ada yang bisa diperbuat dengan itu, memang kalau dipikirkan secara kritis bisa saja dipermasalahkan [sebagaimana kami dulu pernah mempermasalahkannya] tetapi sekeras apapun dipikirkan tidak akan ada solusinya, tidak ada gunanya berkutat pada masalah yang tidak ada solusinya. Lebih baik menerima kenyataan bahwa memang begitulah adanya.
  1. Silakan dipikirkan berapa banyak hadis shahih Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mencela khawarij tetapi tetap saja dalam kitab Rijal ditemukan para perawi yang dikatakan khawarij tetapi tsiqat dan shaduq.
  2. Atau jika ada orang yang mau mengatakan bahwa mencela sahabat dapat menjatuhkan keadilan perawi maka ia akan terbentur dengan para perawi tsiqat dari golongan rafidhah yang mencela sahabat tertentu seperti Utsman dan dari golongan nashibiy yang mencela Aliy bin Abi Thalib.
  3. Bukankah ada hadis shahih bahwa tidak membenci Aliy kecuali munafik tetapi dalam kitab Rijal banyak perawi nashibiy yang tetap dinyatakan tsiqat.
Mungkin akan ada yang berpikir, bisa saja perawi yang dikatakan atau dituduh bermazhab menyimpang [rafidhah, nashibiy, qadariy, khawarij] tidak mesti memang benar seperti yang dituduhkan. Jawabannya ya memang mungkin, tetapi apa gunanya berandai-andai, kalau memang begitu maka silakan dipikirkan bagaimana memastikan tuduhan tersebut benar atau keliru. Dalam kitab Rijal secara umum hanya ternukil ucapan ulama yang menyatakan perawi tertentu sebagai rafidhah, nashibiy, qadariy, khawarij tanpa membawakan bukti atau hujjah. Perkara ini sama halnya dengan pernyataan tautsiq terhadap perawi. Kita tidak memiliki cara untuk membuktikan benarkah ucapan ulama bahwa perawi tertentu tsiqat atau shaduq atau dhaif. Yang bisa dilakukan hanyalah menerimanya atau merajihkan atau mengkompromikan perkataan berbagai ulama tentang perawi tersebut.

Lantas mengapa isu ini dibahas kembali disini?. Isu ini menjadi penting ketika ada sebagian pihak yang mengkafirkan orang-orang Syi’ah maka orang-orang Syi’ah melontarkan syubhat bahwa dalam kitab Ahlus Sunnah termasuk kitab Bukhariy banyak terdapat perawi Syi’ah. Kemudian pihak yang mengkafirkan itu membuat bantahan yang mengandung syubhat pula bahwa perawi Syi’ah dalam kitab Shahih bukanlah Rafidhah. Kami katakan bantahan ini mengandung syubhat karena faktanya terdapat sebagian perawi syiah dalam kitab Shahih yang ternyata dikatakan Rafidhah [contohnya sudah disebutkan di atas].
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: