Salah satu isu yang sering dilontarkan
penganut Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah adalah ulama Ahlus Sunnah
diantaranya Imam Bukhariy juga meriwayatkan dari perawi Syi’ah.
Dan jawaban dari sebagian Ahlus Sunnah
biasanya berupa bantahan yaitu Imam Bukhariy memang meriwayatkan dari
Syi’ah tetapi Syi’ah yang dimaksud bukan Syi’ah Rafidhah tetapi Syi’ah
dalam arti lebih mengutamakan Aliy bin Abi Thalib dari Utsman atau
sahabat lainnya, Syi’ah yang tetap memuliakan para sahabat bukan seperti
Syi’ah Rafidhah yang mencela para sahabat. Salah satu bantahan yang
dimaksud dapat para pembaca lihat disini.
Perhatikan Link Website Nashibi Sebagai Berikut:
===========================
Benarkah Imam Bukhari Mengambil Riwayat Dari Kaum Syiah?
Pertanyaan:
“Assalamualaikum
ustadz,ana mau nanya,syubhat mereka yang dilontarkan adalah mengapa imam bukhari
meriwayatkan hadist dari ulama syiah,padahal syiah menurut imam bukhari kafir. Mohon
jawaban dan nasihatnya ustad”.
Jawaban:
Perlu
diketahui bahwasanya syiah banyak tingkatannya. Ada diantara mereka yang hanya
mendahulukan Ali bin Abi Thalib dari pada Utsman radhiyallahu anhuma tanpa
mencela Abu Bakr dan Umar. Dan diantara
mereka ada yang mendahulukan Ali bin
Abi Thalib dari pada Abu Bakr dan Umar radhiyallahu anhum. Bahkan diantara
mereka ada yang mencela para sahabat radiyallahu anhum dan mengkafirkan mereka.
Maka perlu
diketahui,Imam Bukhari mustahil untuk mengambil riwayat orang-orang syiah
rafidhah yang mengkafirkan Abu Bakr dan Umar dan para sahabat lainnya. Karena
Imam Bukharipun mengkafirkan mereka. Beliau berkata:
مَا أُبَالِي صَلَّيْتُ
خَلْفَ الْجَهْمِيِّ والرَّافِضِيِّ أَمْ صَلَّيْتُ خَلْفَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى،
وَلَا يُسَلَّمُ عَلَيْهِمْ، وَلَا يُعَادُونَ، وَلَا يُنَاكَحُونَ، وَلَا يَشْهَدُونَ،
وَلَا تُؤْكَلُ ذَبَائِحُهُمْ
“Aku tidak
berpikir akan shalat dibelakang seorang jahmiyyah dan syiah rafidhah, atau aku
shalat dibelakang yahudi dan nashrani. Sesungguhnya mereka tidak ucapkan salam
kepadanya, tidak dijenguk ketika sakit, dan mereka tidak dinikahi dengan kaum
muslimin, dan mereka tidak boleh memberi kesaksian, dan sesembelihan mereka
tidak dimakan”. (Kholqu Af’al Al Ibad hal.33)
Akan tetapi
perlu diketahui juga, bahwasanya Imam Bukhari memang benar mengambil riwayat
dari syiah. Namun syiah yang hanya mendahulukan Ali bin Abi Thalib dari pada Utsman
bin Affan tanpa mencela atau mengkafirkan Abu Bakr dan Umar dan mereka tidak
berlepas diri dari keduanya, mereka menghormati Abu Bakr dan Umar serta para
sahabat lainnya.
Sehingga
tasyayyu’ (syiah) yang dikenal pada zaman para ulama mutaqaddimin dan diambil
riwayatnya adalah macam syiah yang seperti ini, tidak sampai mengkafirkan Abu
Bakr dan Umar bahkan mereka menghormati keduanya dan para sahabat lainnya.
Imam Ibnu Hajr
Al Asqalani rahimahullah berkata menjawab permasalahan ini:
فالتشيع في عرف المتقدمين
هو اعتقاد تفضيل علي على عثمان, وأن عليا كان مصيبا في حروبه وأن مخالفه مخطئ مع تقديم
الشيخين وتفضيلهما, وربما اعتقد بعضهم أن عليا أفضل الخلق بعد رسول الله -صلى الله
عليهآله وسلم-, وإذا كان معتقد ذلك ورعا دينا صادقا مجتهدا فلا ترد روايته بهذا, لا
سيما إن كان غير داعية, وأما التشيع في عرف المتأخرين فهو الرفض المحض فلا تقبل رواية
الرافضي الغالي ولا كرامة
“Maka tasyayyu’
(syiah) yang dikenal di kalangan para ulama mutaqaddimin adalah keyakinan untuk
mendahulukan Ali dari pada Utsman. Dan bahwasanya Ali lah yang benar dalam
peperangan dan orang yang menyelisihi Ali adalah orang yang salah akan tetapi
mereka tetap mendahulukan Abu Bakr dan Umar dan tetap memuliakan keduanya. Dan
bisa jadi sebagian mereka berkeyakinan bahwasanya Ali adalah makhluk yang
paling mulia setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dan jika
keyakinan ini ada pada dirinya dengan menjaga sikap wara’ dan agamanya dan dia
melakukannya karena kejujuran dan berijtihad maka riwayatnya tidaklah tertolak
karena hal tersebut, terlebih rawi tersebut bukanlah orang yang selalu menyeru
kepada keyakinannya. Dan adapun syiah yang dikenal pada zaman ulama muta’akhhirin
maka dia adalah rafidhah murni maka tidak diterima riwayat seorang syiah
rafidhah yang over dan tidak ada kemuliaan untuk mereka” (Tahdziib At Tahdziib
1/94)
Imam Adz
Dzahabi rahimahullah juga berkata:
البدعة على ضربين: فبدعة صغرى كغلو التشيع، أو كالتشيع بلا غلو
ولا تحرف، فهذا كثير في التابعين وتابعيهم مع الدين والورع والصدق فلو رد حديث هؤلاء
لذهب جملة من الآثار النبوية، وهذه مفسدة بينة ثم بدعة كبرى،
كالرفض الكامل والغلو فيه، والحط على أبي بكر وعمر رضي الله عنهما، والدعاء إلى
ذلك، فهذا النوع لا يحتج بهم ولا كرامة. وأيضاً فما أستحضر الآن في هذا الضرب رجلا
صادقا ولا مأمونا، بل الكذب شعارهم، والتقية والنفاق دثارهم، فكيف يقبل نقل من هذا
حاله! حاشا وكلا. فالشيعي الغالي في زمان السلف وعرفهم هو من تكلم في عثمان
والزبير وطلحة ومعاوية وطائفة ممن حارب عليا رضي الله عنه، وتعرض لسبهم. والغالي
في زماننا وعرفنا هو الذي يكفر هؤلاء السادة، ويتبرأ من الشيخين أيضاً، فهذا ضال
معثر
“Bid’ah ada 2 macam: Ada bid’ah kecil seperti bid’ahnya
sikap berlebihannya syiah atau seperti syiah yang tidak berlebihan
dan tidak merubah-rubah syariat. Maka ini banyak terjadi dari kalangan tabiin
maupun tabiut tabi’in akan tetapi mereka tetap menjaga agama mereka dan kewara’an
dan keikhlasan (kejujuran) mereka, seandainya hadits mereka ditolak maka
beberapa jumlah atsar (hadits) nabi akan hilang. Dan ini adalah mafsadah yang
jelas. Kemudian ada bid’ah yang besar, seperti rafidhah yang sempurna dan over
didalamnya. Dan merendahkan Abu Bakr dan Umar radiyallahu anhuma dan menyeru
kepada hal tersebut. Maka macam bid’ah seperti ini tidak perlu dijadikan hujjah
dan tidak ada kemuliaan untuknya. Dan aku juga tidak bisa menghadirkan contoh seseorang
yang jujur dan amanah dalam permasalahan ini, karena dusta ada lah syi’ar
mereka, dan taqiyyah dan kemunafikan adalah baju khas mereka, maka bagaimana
akan diterima penukilah dari orang yang seperti ini keadaannya! Sekali-kali
tidak. Maka syiah yang over di zaman orang-orang terdahulu adalah orang yang
membicarakan Utsman, Zubair, Thalhah, Mu’awiyah, dan sebuah kelompok yang
memerangi Ali rahiyallahu anhu, dan bisa jadi mereka juga mencela. Adapun syiah
yang over di zaman kita dan apa yang kita kenal dia adalah yang mencela mereka
selaku para pemimpin (Abu Bakr dkk) dan berlepas diri dari Abu Bakr dan Umar,
maka ini adalah kesesatan yang sangat buruk”. (Mizan Al I’tidal hal. 5-6)
Sehingga perlu
diketahui, kesyiahan orang yang membuat syubhat sangat berbeda dengan kesyiahan
para perawi di zaman para salaf yang diterima riwayatnya. Sehingga batillah
syubhat mereka dan sudah terbantahkan. Jadi, syiah bukanlah satu tingkatan dan
syiah yang diterima riwayatnya adalah syiah yang hanya mendahulukan Ali dari
pada Utsman namun mereka tetap menghormati Abu Bakr dan Umar dan para sahabat
lainnya bahkan mereka tetap menghormati mereka.
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol like pada halaman FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry
=======================================
Benarkah demikian?. Tentu saja cara
sederhana untuk membuktikan hal itu adalah tinggal menunjukkan adakah
perawi Bukhariy yang dikatakan Rafidhah atau dituduh Syiah yang mencela
sahabat Nabi. Akan diambil beberapa perawi Bukhariy sebagai contoh yaitu:
- ‘Abdul Malik bin A’yan Al Kuufiy.
- ‘Abbaad bin Ya’qub Ar Rawajiniy.
- Auf bin Abi Jamiilah Al Arabiy.
- Aliy bin Ja’d Al Baghdadiy.
‘Abdul Malik bin A’yan Al Kuufiy.
Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi dalam Taqrib At Tahdzib hal 621 no 4192 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy].
[perawi kutubus sittah] ‘Abdul Maaalik bin A’yaan Al Kuufiy maula bani Syaibaan, seorang Syi’ah yang shaduq, memiliki riwayat dalam Shahihain satu hadis sebagai mutaba’ah, ia termasuk thabaqat keenam.
Dari keterangan di atas maka ‘Abdul
Maalik bin A’yaan termasuk perawi Bukhariy dalam Shahih-nya. Adapun soal
hadisnya yang hanya satu sebagai mutaba’ah maka itu tidak menjadi soal
disini. Lantas Syi’ah seperti apakah dia? Apakah dia seorang rafidhah?.
Jawabannya ada pada apa yang disebutkan Al Uqailiy dalam kitabnya Adh
Dhu’afa Al Kabiir hal 792 no 990 [tahqiiq Hamdiy bin ‘Abdul Majiid].
Telah menceritakan kepada kami Bisyr
bin Muusa yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Humaidiy yang
berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan yang berkata telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin A’yan, seorang syi’ah ia di sisi kami rafidhah shaahib ra’yu.
Atsar di atas sanadnya shahih sampai
Sufyan dan ia adalah Ibnu Uyainah. Dalam atsar tersebut ia menyatakan
bahwa Abdul Malik bin A’yan seorang rafidhah:
- Bisyr bin Muusa seorang imam hafizh tsiqat [Siyar A’lam An Nubalaa’ Adz Dzahabiy 13/352 no 170].
- Al Humaidiy yaitu Abdullah bin Zubair bin Iisa seorang tsiqat hafizh faqih [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar hal 506 no 3340].
- Sufyan bin Uyainah seorang tsiqat hafizh faqiih imam hujjah [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar hal 395 no 2464].
‘Abbaad bin Ya’quub Al Asadiy.
Al Mizziy dalam Tahdzib Al Kamal 14/175
no 3104 [tahqiiq Basyaar Awwaad Ma’ruuf] menyebutkan salah satu biografi
perawi yang termasuk perawi Bukhariy.
[perawi Bukhariy, Tirmidzi dan Ibnu Majah] ‘Abbaad bin Ya’quub Al Asadiy Ar Rawaajiniy Abu Sa’iid Al Kuufiy, seorang Syi’ah.
Lantas Syiah yang bagaimanakah dia?.
Jawabannya bisa dilihat dari pernyataan Shalih bin Muhammad yang dinukil
oleh Al Mizziy dalam Tahdzib Al Kamal.
Aliy bin Muhammad Al Marwaziy berkata Shalih bin Muhammad ditanya tentang ‘Abbaad bin Ya’quub Ar Rawaajiniy, Maka ia berkata “ia telah mencaci Utsman”.
Ibnu Hibban dalam kitabnya Al Majruuhin
2/163 no 794 [tahqiiq Hamdiy bin ‘Abdul Majiid] menyatakan dengan jelas
bahwa ia rafidhah.
‘Abbaad bin Ya’qub Ar Rawaajiniy Abu
Sa’iid termasuk penduduk Kuufah, meriwayatkan dari Syariik, telah
meriwayatkan darinya guru-guru kami, wafat pada tahun 250 H di bulan
syawal, ia seorang Rafidhah yang mengajak ke paham rafadh, dan bersamaan dengan itu ia meriwayatkan hadis-hadis mungkar dari para perawi masyhur maka selayaknya ditinggalkan.
Bukhariy meriwayatkan darinya dan
memasukkannya dalam kitab Shahih-nya. Hal ini menunjukkan bahwa ia
adalah salah satu dari guru Imam Bukhariy. Bukhariy hanya meriwayatkan
satu hadis darinya dan itu pun sebagai mutaba’ah. Tidak jadi soal berapa
jumlah hadis yang diriwayatkan Bukhariy darinya, yang penting telah
dibuktikan bahwa ia termasuk perawi Bukhariy yang dikatakan rafidhah.
‘Auf bin Abi Jamiilah Al A’rabiy.
Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi Bukhariy dalam Taqrib At Tahdzib hal 757 no 5250 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy].
[perawi kutubus sittah] Auf bin Abi
Jamiilah [dengan fathah pada huruf jiim] Al A’rabiy, Al ‘Abdiy, Al
Bashriy, seorang yang tsiqat dituduh dengan faham qadariy dan tasyayyu’
termasuk thabaqat keenam wafat pada tahun 146 atau 147 H pada umur 86
tahun.
Bagaimanakah tuduhan tasyayyu’ yang
dimaksud?. Adz Dzahabiy menukil dalam kitabnya Mizan Al I’tidal 5/368 no
6536 [tahqiq Syaikh 'Aliy Al Mu'awwadh, Syaikh 'Adil Ahmad dan Ustadz
Dr 'Abdul Fattah].
Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshaariy
berkata aku melihat Dawud bin Abi Hind memukul Auf Al Arabiy dan
mengatakan “celaka engkau wahai qadariy”. Dan Bundaar berkata dan ia
membacakan kepada mereka hadis Auf “demi Allah sungguh Auf seorang
qadariy rafidhah syaithan”.
‘Aliy bin Ja’d Al Baghdadiy.
Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi Bukhariy dalam Taqrib At Tahdzib hal 691 no 4732 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy].
[perawi Bukhariy dan Abu Dawud] Aliy
bin Ja’d bin Ubaid Al Jauhariy, Al Baghdadiy seorang tsiqat tsabit
dituduh dengan tasyyayyu’, termasuk thabaqat kesembilan dari kalangan
sighar, wafat pada tahun 230 H.
Aliy bin Ja’d termasuk salah satu guru
Bukhariy, tidak ada yang menuduhnya rafidhah tetapi ia pernah menyatakan
Mu’awiyah mati tidak dalam agama islam. Dalam Masa’il Ahmad bin Hanbal
riwayat Ishaaq bin Ibrahim bin Haani’ An Naisaburiy 2/154 no 1866
[tahqiiq Zuhair Asy Syaawiisy], ia [Ishaaq] berkata:
Dan aku mendengar Abu ‘Abdullah
[Ahmad bin Hanbal], telah berkata kepadanya Dalluwaih “aku mendengar
Aliy bin Ja’d mengatakan demi Allah, Mu’awiyah mati tidak dalam agama
islam”.
Dalluwaih yang dimaksud adalah Ziyaad bin
Ayuub Abu Haasyim juga termasuk perawi Bukhariy, seorang yang tsiqat
hafizh [Taqrib At Tahdzib hal 343 no 2067].
Ulasan Singkat:
Fakta-fakta di atas adalah bukti yang
cukup untuk membatalkan pernyataan bahwa Bukhariy tidak mengambil hadis
dari perawi Rafidhah atau perawi Syi’ah yang mencela sahabat.
Yang kami sajikan disini hanyalah apa
yang tertera dan ternukil dalam kitab Rijal Ahlus Sunnah, kami sendiri
pada akhirnya [setelah mempelajari lebih dalam] memutuskan untuk tidak
mempermasalahkan hal ini. Pengalaman kami dalam menelaah kitab Rijal
menunjukkan bahwa perawi dengan mazhab menyimpang [di sisi ahlus sunnah]
seperti khawarij, syiah, qadariy, bahkan nashibiy tetap ada yang
dikatakan tsiqat atau shaduq sehingga mazhab-mazhab menyimpang tersebut
tidak otomatis menjadi hujjah yang membatalkan keadilan perawi.
Hal ini adalah fenomena yang sudah
dikenal dalam mazhab Ahlus Sunnah dan tidak ada yang bisa diperbuat
dengan itu, memang kalau dipikirkan secara kritis bisa saja
dipermasalahkan [sebagaimana kami dulu pernah mempermasalahkannya]
tetapi sekeras apapun dipikirkan tidak akan ada solusinya, tidak ada
gunanya berkutat pada masalah yang tidak ada solusinya. Lebih baik
menerima kenyataan bahwa memang begitulah adanya.
- Silakan dipikirkan berapa banyak hadis shahih Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mencela khawarij tetapi tetap saja dalam kitab Rijal ditemukan para perawi yang dikatakan khawarij tetapi tsiqat dan shaduq.
- Atau jika ada orang yang mau mengatakan bahwa mencela sahabat dapat menjatuhkan keadilan perawi maka ia akan terbentur dengan para perawi tsiqat dari golongan rafidhah yang mencela sahabat tertentu seperti Utsman dan dari golongan nashibiy yang mencela Aliy bin Abi Thalib.
- Bukankah ada hadis shahih bahwa tidak membenci Aliy kecuali munafik tetapi dalam kitab Rijal banyak perawi nashibiy yang tetap dinyatakan tsiqat.
Mungkin akan ada yang berpikir, bisa saja
perawi yang dikatakan atau dituduh bermazhab menyimpang [rafidhah,
nashibiy, qadariy, khawarij] tidak mesti memang benar seperti yang
dituduhkan. Jawabannya ya memang mungkin, tetapi apa gunanya
berandai-andai, kalau memang begitu maka silakan dipikirkan bagaimana
memastikan tuduhan tersebut benar atau keliru. Dalam kitab Rijal secara
umum hanya ternukil ucapan ulama yang menyatakan perawi tertentu sebagai
rafidhah, nashibiy, qadariy, khawarij tanpa membawakan bukti atau
hujjah. Perkara ini sama halnya dengan pernyataan tautsiq terhadap
perawi. Kita tidak memiliki cara untuk membuktikan benarkah ucapan ulama
bahwa perawi tertentu tsiqat atau shaduq atau dhaif. Yang bisa
dilakukan hanyalah menerimanya atau merajihkan atau mengkompromikan
perkataan berbagai ulama tentang perawi tersebut.
Lantas mengapa isu ini dibahas kembali
disini?. Isu ini menjadi penting ketika ada sebagian pihak yang
mengkafirkan orang-orang Syi’ah maka orang-orang Syi’ah melontarkan
syubhat bahwa dalam kitab Ahlus Sunnah termasuk kitab Bukhariy banyak
terdapat perawi Syi’ah. Kemudian pihak yang mengkafirkan itu membuat
bantahan yang mengandung syubhat pula bahwa perawi Syi’ah dalam kitab
Shahih bukanlah Rafidhah. Kami katakan bantahan ini mengandung syubhat
karena faktanya terdapat sebagian perawi syiah dalam kitab Shahih yang
ternyata dikatakan Rafidhah [contohnya sudah disebutkan di atas].