Dengan
memperhatikan cara wudhu Ahlusunnah, apa makna kata "ila" yang terdapat
pada ayat wudhu? Sehubungan dengan hal ini, lalu bagaimana wudhu yang
dipraktikkan Nabi Saw?
Pertanyaan:
Apa makna kata "ila" yang
terdapat pada ayat yang menjelaskan tentang wudhu, yaitu: "maka basuhlah
wajah-wajah dan tangan-tangan kalian hingga (ila) ke siku?" Apakah
mazhab Ahlusunnah mengartikan kata tersebut dengan "ke arah", karena itu
mereka membasuh tangan ke arah siku? Bagaimanakah perilaku Nabi Saw
terkait dengan masalah ini?
Jawaban Global:
Mengenai kata "ila"
yang terdapat pada ayat wudhu, sebenarnya hanyalah untuk menjelaskan
kadar dan batas-batas basuhan, bukan menjelaskan tentang tatacara
membasuh. Artinya bahwa ayat tersebut menjelaskan kadar dan batas tangan
yang mesti dibasuh dalam berwudhu hingga ke siku. Kata "ila" di sini bermakna ghayat (sampai, batas akhir) bagi anggota yang dibasuh, bukan ghayat basuhan.
Karena itu, ketika dikatakan "basuhlah tanganmu", mungkin akan terbesit
dalam benak bahwa apabila tangan itu dibasuh hanya sampai ke bagian
pergelangan tangan, maka hal itu sudah dianggap memadai. Untuk
menyangkal dugaan dan kesalahpahaman ini dikatakan: "basuhlah tanganmu hingga ke siku".
Karena itulah ulama Syi'ah mewajibkan –dalam berwudhu- membasuh kedua
tangan dari bagian atas ke bagian bawah. Mereka menilai bahwa perilaku
dan sunnah Rasulullah Saw yang telah dijelaskan oleh Ahlulbaitnya adalah
bukti dan dalil yang paling baik atas makna ini. Kaum Ahlusunnah juga
-sekalipun "ila" itu mereka artikan sebagai "ke arah", karena itu
mereka menilai bahwa dalam membasuh tangan itu lebih baik dari bagian
bawah ke arah atas, tetapi walaupun demikian mereka- mengatakan bahwa
seseorang itu boleh memilih antara membasuh tangannya dari bawah ke atas
atau sebaliknya. Namun mereka tidak memberikan kesimpulan bahwa kata "ila" itu menunjukkan kewajiban membasuh dari ujung jari-jari sampai siku.
Jawaban Detil
Ulama Syi'ah berkeyakinan bahwa dalam berwudhu diwajibkan membasuh kedua tangan dari atas ke arah bawah. Sementara kaum Ahlusunnah berpendapat bahwa manusia (mukallaf) bebas memilih antara membasuh kedua tangannya dari atas ke bawah atau sebaliknya. Tetapi disunatkan membasuhnya dari ujung jari-jari ke arah atas.[1] Fukaha Syi'ah mendasari pandangannya dengan sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa Rasululah Saw membasuh kedua tangannya dari atas ke bawah.[2] Dan berdasarkan riwayat sahih lainnya sebagai penafsiran yang disampaikan oleh para Imam makshum As atas ayat yang berkaitan dengan wudhu.[3] Riwayat tersebut berbunyi: "Kalian harus membasuh kedua tanganmu dari atas ke bawah"[4]
Adapun mengenai redaksi "ila" yang terdapat di dalam ayat Al-Qur'an, yaitu: "Wahai orang-orang yang beriman, ketika kamu ingin melakukan shalat, maka basuhkan wajahmu dan kedua tanganmu hingga bagian siku" (Qs. Al-Maidah [5]:6) dapat dikatakan bahwa ayat tersebut hanya menjelaskan batasan-batasan basuhan dan kadarnya, bukan menjelaskan tata cara membasuh. Dengan kata lain bahwa ayat tersebut menentukan batasan dan kadar tangan yang harus dibasuh dalam berwudhu itu hingga bagian siku.[5]
Untuk memperjelas maksud apa yang disebutkan di atas kami akan sampaikan contoh sebagai berikut. Misalnya ada seseorang berkata kepada pembantu masjid: "Uknus al-masjid min al-bâb ila al-mihrâb" (sapulah masjid dari pintu sampai ke mihrab). Dalam kalimat tersebut seseorang ingin menjelaskan kadar dan batasan yang harus di sapu. Dia tidak bermaksud mengatakan dari mana memulainya dan sampai dimana kesudahannya. Terlebih dalam ayat wudhu tersebut tidak terdapat kata "min" (dari). Dengan demikian bahwa kata "ila" yang terdapat pada ayat di atas itu tidak juga menunjukkan dianjurkannya (sunah) membasuh kedua tangan dari ujung jari-jari ke arah siku. Sebagai bukti terbaik atas maksud ayat tersebut adalah kebiasaan dan sunnah Rasulullah Saw yang telah dijelaskan oleh para Imam suci Ahlulbait As.[6]
Dengan demikiian bahwa makna kata "ila" adalah ghayat[7] (hingga), tetapi menunjukkan tangan yang dibasuh[8] dan bukan untuk cara membasuhnya.[9] Atau bermakna "min"[10] atau bermakna "ma'a"[11] sebagaimana pandangan Syaikh Thusi.[12][]
Rujuk Ahlus Sunnah:
[1]. .Al-Fiqhu 'ala al-madzâhibil khamsah, hal. 80, al-Fiqhu 'ala al-madzâhibil arba'ah, jilid 1, hal. 65 pada pembahasan jumlah sunat-sunat dan lain-lain; Shalat al-mukmin al-qahthani, jilid 1, hal. 41, 42.
[2]. Lihat kitab Wasâ'il as-Syi'ah, jilid 1, hal. 387 pada abwâbul wudhu, bab 15, bâbu kayfiyati al-wudhu wa jumlatin min ahkamihi.
[3]. Surat al-Maidah (5): 6.
[4]. Wasa'il as-Syi'ah, jilid 1, abwâbu al-wudhu, bab 19, h 1.
[5]. Kata "marâfiq" adalah bentuk plural dari kata "mirfaq" yang bermakna siku.
[6]. Untuk mengetahui lebih jauh lagi, silahkan rujuk kitab "Ali, Cera? Cera?" hal. 19-27 oleh: 'Athai Ishfahani.
[7]. Maknanya: ke, hingga.
[8]. Yakni bahwa batas tangan yang harus dibasuh adalah sampai siku.
[9]. Yakni bukan berarti basuhannya itu sampai siku sehingga menimbulkan dugaan bahwa tata cara membasuhnya itu harus ke arah siku.
[10]. Bermakna: dari.
[11]. Bermakna: beserta, bersama.
[12]. Wasâil as-Syi'ah, jilid 1, hal. 406.
Post a Comment
mohon gunakan email