Pesan Rahbar

Home » , , , , » Parasitisme Takfiri Suriah: Ketika Pion Saling Terkam

Parasitisme Takfiri Suriah: Ketika Pion Saling Terkam

Written By Unknown on Saturday, 15 November 2014 | 19:27:00

Ketua ISIS di Baghdad

Akibat parasitisme akut itu maka tak heran bila di antara berbagai faksi yang menganut ideologi Wahabi Takfiri kerapkali terjadi saling klaim baiat, saling caplok imarah (wilayah kekuasaan), saling kafir, saling tuding pengkhianatan dan akhirnya saling bunuh untuk mempertahankan watak kejumudan dan parasitismenya sendiri.

Parasitisme adalah fenomena makhluk yang hidupnya bergantung dengan menghisap sumber hidup makhluk lain. Inilah yang persisnya menimpa pelbagai milisi salafi wahhabi takfiri yang “berjihad” di Suriah. Lebih tepatnya antara Al-Daulah Al-Islamiyyah fi Al-Iraq wa Al-Syam (DAIIS) pimpinan Abu Bakr Baghdadi (ABB) dan berbagai milisi salafi takfiri lain di bawah payung Jabhah Al-Nusra (JN) pimpinan Abu Muhammad Julani (AMJ) dan Al-Jabhah Al-Islamiyyah (JI) pimpinan Zahran Allousy. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ideologi salafi wahabi takfiri ini dengan mudah membuhuh anak-anaknya sendiri sebelum mampu berkembang biak?

Ada banyak jawaban. Tapi gampangnya begini: Ideologi takfiri yang bersifat jumud dan anti adaptasi ini sejak dalam konsep sesungguhnya sudah mati, karena salah satu ciri hidup adalah berubah dan beradaptasi. Kejumudan, seperti kita ketahui, adalah sifat benda mati. Sifatnya mirip dengan sifat senjata apapun: tidak berkehendak, memilih, dan berikhtiar sendiri. Maka itu, ideologi ini hanya dapat berfungsi jika dan hanya jika ada elit pengendali di luar dirinya. Jika elit itu terancam, maka ideologi ini akan dilepaskan untuk membuat fitnah, kekacuan atau kehancuran massal demi menyelamatkannya atau setidaknya menepis energi perubahan yang datang menghunjam tuannya. Dari sinilah kita bisa memahami mengapa beberapa kekuatan yang kita kenal sebagai sekuler bahkan mungkin anti agama begitu dekat dengan ideologi macam ini.

Lebih jauh, meski tampak sebagai makhluk hidup, para penganut ideologi ini sebenarnya sudah kehilangan ciri utama kehidupan manusia: kemampuan untuk berpikir dan berubah. Parahnya, otak yang menjadi pengendali seluruh sistem saraf dalam dirinya juga digenggam oleh kekuatan dari luar dirinya. Tak ayal bila mereka sebenarnya telah berubah menjadi senjata pemusnah massal yang dikendalikan dari jarak jauh, siap melumat apa saja, meledakkan apa pun, semata-mata demi menyelamatkan pengendalinya nun jauh di tempat lain.

Tapi, apa bukti bahwa kelompok-kelompok semacam ini tak lebih dari senjata pemusnah yang dikendalikan elit lain atau produk operasi intelijen yang licik? Jawabannya banyak. Tapi indikator sederhananya yang tampak adalah berikut ini: nyaris semua pimpinan tertinggi kelompok takfiri wahabi itu adalah orang-orang yang tidak dikenal oleh lingkungannya. Tampang amir mereka seperti Baghdadi dan Julani malah sama sekali tidak pernah terlihat oleh khalayak. Ini seharusnya pertanda yang mencurigakan manusia yang berakal. Bagaimana mungkin gerakan keagamaan yang menuntut baiat dan ketaatan mutlak dipimpin oleh orang-orang yang tidak dikenal oleh umatnya, bahkan oleh lingkungan terdekatnya sendiri? Bukankah ada ijmak jumhur ulama Islam yang melarang baiat pada pemimpin yang tidak dikenal? Bukankah asal-usul imam atau amir, menurut jumhur ulama, tidak boleh berasal dari turunan anak haram misalnya? Lalu, mengapa mereka yang tidak dikenal itu dapat dengan mudah memimpin gerakan-gerakan ekstremis takfiri itu? Jawaban sederhananya begini: visi, misi, desain, strategi, struktur, logistik dan taktik gerakan-gerakan tersebut memang datang dari dalam ruang gelap sebuah operasi intelijen yang canggih.

Lebih anehnya lagi, hampir seluruh unsur pimpinan gerakan itu, di mana pun mereka timbul dan tumbuh, berasal dari luar lingkungan sekitar. Mereka ibarat benalu yang menghisap sumber hidup sekitarnya, memunculkan berbagai kontradiksi, gesekan dan ketegangan di lingkungan hidupnya. Karakteristiknya bertolak belakang dengan semua gerakan perlawanan lain. Gerakan perlawanan seperti Hizbullah, misalnya, merupakan gerakan yang tumbuh dalam mileu yang secara ideologis dan sosial-politik memang mendukungnya. Segenap unsur pimpinannya juga tumbuh dari bawah, dikenali dan dihormati sekelilingnya. Ideologi, strategi, taktik dan logistik Hizbullah pun mengalami mutualisme simbiosis dengan sekelilingnya, sehingga segenap tahap dan pencapaiannya merupakan refleksi dari situasi alam sekitarnya.

Sebaliknya, gerakan-gerakan wahabi salafi takfiri ini semuanya tumbuh secara abnormal dalam situasi pertentangan yang akut, sedemikian rupa sehingga wajar bila akhirnya berujung pada kanibalisme sebagai hasil puncak dari proses parasitisme yang menakjubkan itu. Jika keamanan yang menjadi dalih utama segala rupa ketersembunyian dan kerahasian mereka, maka tantangan serupa sebenarnya dihadapi oleh seluruh gerakan pembebasan dan perlawanan lain seperti Hizbullah yang sejak puluhan tahun dicap sebagai organisasi teroris internasional di berbagai belahan dunia. Akibat parasitisme akut itu maka tak heran bila di antara berbagai faksi yang menganut ideologi Wahabi Takfiri kerapkali terjadi saling klaim baiat, saling caplok imarah (wilayah kekuasaan), saling kafir, saling tuding pengkhianatan dan akhirnya saling bunuh untuk mempertahankan watak kejumudan dan parasitismenya sendiri.

Akar Dendam
Marilah kita telusuri latarbelakang pertikaian antara DAIIS pimpinan ABB dan JN pimpinan AMJ menurut pemilik akun twitter @wikibaghdady yang agaknya merupakan mantan anggota DAIIS yang membelot ke JN. Menurut @wikibaghdady, ABB adalah orang yang tidak dikenal. Namanya sekonyong-konyong muncul pasca tewasnya Abu Umar Baghdadi, pemimpin Al-Daulah Al-Islamiyyah fi AL-Iraq (Negara Islam Irak sebelum kemudian berubah menjadi DAIIS berarti Negara Islam Irak dan Suriah) yang tewas tahun 2010. Orang yang pertama memunculkan nama ABB adalah seorang mantan kolonel militer Irak era Saddam bernama Hajji Bakr. Fase baru DAIIS dimulai oleh duet ABB dan Hajji Bakr. Kolonel Bakr yang semula tak berjenggot dan menyebabkan banyak pihak terganggu, menurut @wikibaghdady, sontak mengubah penampilan dan gayanya. Dalam organisasi ini, anggota tak boleh menyelidiki pimpinan, "lantaran penyelidikan berarti keraguan, dan keraguan dapat memecah barisan, yang dapat berujung dengan hukuman mati.”

Medan Jihad di Suriah
Saat krisis Suriah meletup, sejumlah anggota DAIIS mulai menengok ke Suriah. Kolonel Bakr khawatir pasukannya bakal meninggalkan Irak menuju Suriah dan meruntuhkan DAIIS dari dalam. Maka itu, Kolonel Bakr menyarankan ABB melarang siapapun pergi ke Suriah dan yang menentang akan ditindak sebagai pembelot. Alasannya bahwa situasi belum jelas dan perlu waktu untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di bumi Syam.

Pada saat yang sama, Kolonel Bakr mengusulkan ide pembentukan batalion yang terdiri dari prajurit non-Irak untuk pergi ke Suriah di bawah komando warga Suriah. Tujuannya agar tak ada perwira Irak yang dapat bergabung dengan fron Suriah tanpa persetujuan pimpinan DAIIS lebih dulu dan menjamin tidak adanya alasan bagi mereka yang ingin keluar dari barisan. Dalam usulan itu, batalion Suriah itu nantinya dapat merekrut militan asing non-Irak.

Dari sinilah lantas Jabhah An-Nusrah (JN) terbentuk di bawah komando Abu Muhammad Julani (AMJ). JN pun kemudian kesohor ke seantero dunia, menjadi bintang baru kelomok takfiri dunia dan menarik simpati “jihadis" dari kawasan Teluk, Afrika Utara, Yaman, Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan bahkan Eropa. (Catatan: salah seorang ustad dan dai pop di Indonesia berinisial BN pun mengikuti akun twitter JN @JbhatALnusra).

Kolonel Hajji Bakr dan ABB merasa khawatir dengan melesatnya popularitas JN dan AMJ, dan dalam jangka menengah hal ini dapat mereduksi kekuatan DAIIS di Irak yang tetap menjadi salah satu prioritas jihad yang tak mungkin diabaikan. Karena itu, keduanya bertekad untuk meminta JN dan AMJ menyatakan secara terbuka keharusan seluruh anggota baru JN berbaiat kepada ABB dan siap berjihad di bawah struktur DAIIS. Hajji Bakr usul ke ABB untuk menyuruh AMJ menyatakan dalam rekaman suara bahwa JN secara resmi di bawah kepemimpinan DAIIS dan ABB. AMJ berjanji untuk segera memikirkan saran itu. Berbulan-bulan kemudian AMJ tak juga memberikan pengumuman itu hingga ABB memberinya peringatan. AMJ kembali mengulang janjinya untuk memikirkan saran itu dan bermusyawarah dengan para “mujahidin” dan ulama di sekelilingnya. Akhirnya AMJ mengirim surat jawaban buat ABB yang menjelaskan bahwa pengumuman seperti itu bertentangan dengan kemaslahatan “revolusi”, bersandar pada pendapat dewan syura JN.

ABB dan Kolonel Bakr naik pitam, apalagi surat itu datang justru setelah Amerika Serikat memasukkan JN dalam daftar organisasi teroris dan menjadikan AMJ sebagai orang paling dicari di Suriah. Dalam pikiran kedua petinggi DAIIS itu, popularitas JN di tingkat nasional, regional dan internasional bakal menggusur DAIIS sebagai organisasi payung dan menjadikannya suatu saat sebagai pesaing utama DAIIS di kawasan--sesuatu yang tak bisa diterima ABB yang merasa mengeram AMJ sekian lama di Irak, mendidik, melatih dan membesarkannya di medan jihad Irak.

Secara politik, langkah AMJ sebenarnya cukup pragmatis. Tapi kemarahan dan kekhawatiran ABB dan Hajji Bakr jauh lebih besar dari jaminan-jaminan yang diberikan AMJ, sehingga memaksa para petinggi DAIIS mengambil inisiatif menggabungkan JN dengan DAIIS. Dalam sebuah pertemuan di Turki, ABB meminta AMJ untuk melakukan operasi militer atas pimpinan Tentara Bebas Suriah (Free Syrian Army atau yang biasa disingkat dengan FSA), dengan dalih "menghabisi potensi agen-agen AS yang sebelum membesar di Suriah." Dewan syura JN bertemu dan memutuskan secara bulat menolak perintah ABB tersebut. ABB dan Sang Kolonel menganggapnya sebagai pembangkangan yang tegas. ABB mengirim surat kecaman keras kepada AMJ dan memberinya dua opsi: kembali taat atau JN dibubarkan dan diganti dengan organ yang sama sekali baru. Mereka menanti jawaban AMJ yang tak pernah datang. Bahkan, saat mereka mengutus seseorang untuk menemui AMJ, utusan itupun tak ditemuinya.

ABB kian merasakan ancaman dari AMJ yang berubah sebagai aktor yang tidak dapat dikendalikan. ABB lantas mengirim sejumlah komandan DAIIS dari Irak untuk menemui sejumlah perwira JN, membujuk mereka dengan impian negara Islam yang merentang dari Irak sampai Suriah, di bawah satu kepemimpinan tunggal. Sebagian dari mereka akhirnya terbujuk, terutama mereka yang datang dari faksi muhajirin (yang datang dari negara-negara asing). Orang-orang itupun lalu dibuang ke terungku oleh pimpinan JN dengan dalih menyebarkan takfir dan penyesatan terhadap sesama Muslim.

Melihat situasi yang terjadi, ABB pun mengambil langkah berani mengumumkan penyatuan JN dengan DAIIS. Dewan pimpinan DAIIS menyetujui agar ABB pergi ke Suriah dan mengumumkan merger di sana, demi menciptakan momentum baru bagi DAIIS. Amir DAIIS itu pun bertemu dengan sejumlah petinggi JN untuk meyakinkan mereka bahwa pengumuman merger itu tak lain hanyalah untuk menyatukan barisan mujahidin sambil memanggil AMJ untuk datang dalam acara pengumuman tersebut. AMJ menolak hadir dengan alasan keamanan, sehingga ABB memintanya menerbitkan pernyataan atas namanya, dalam rangka menjaga persatuan barisan mujahid, mengumumkan pembubaran JN dan penggabungannya dengan entitas baru bernama DAIIS (Negara Islam Irak dan Suriah). AMJ menentang keras ide itu dan menganggapnya sebagai kesalahan besar, yang akan mengoyak popularitas JN di tengah rakyat Suriah dan dunia Islam.

Pada saat ini, Kolonel Bakr menyarankan agar ABB menyatakan pembubaran JN atas namanya sendiri, tanpa mengisolasi AMJ, dengan harapan dia bakal kembali dalam barisan. Para petinggi DAIIS dan sejumlah pimpinan JN menyepakati tanggal pengumunan, supaya mereka bersiap menyatakan baiat pada ABB dalam kehadirannya di Suriah. ABB memanfaatkan kenyataan bahwa AMJ senantiasa bersembunyi dari para komandan dan syaikh utama yang bergabung dengan NJ.

Pasca pengumunan penggabungan itu, JN pecah dalam tiga kelompok. Pertama ikut dengan ABB, kedua memilih AMJ, yang ketiga bersikap netral. Dari sinilah awal saling lempar tuduhan memecah barisan jihad di kalangan umat Islam. Dalam keadaan kacau ini muncul mantan perwira militer Saudi bernama Bandar al-Syaalan yang menjadi penghubung antara ABB dan beberapa petinggi JN yang lantas bergabung dengan DAIIS. Kolonel Bakr dan ABB percaya bahwa AMJ tidak akan tinggal diam dan mempersiapkan pernyataan sikap terbuka atas situasi yang terjadi.

Sang Kolonel mulai main kayu dan menyarankan ABB membentuk satuan keamanan dengan dua tugas utama. Pertama, mengambil alih seluruh gudang senjata JN dan menembak mati siapa saja yang menolak penyerahan senjata. Cara ini akan melucuti loyalis AMJ dari amunisi dan persenjataan, sehingga akhirnya terpaksa meninggalkan JN untuk bergabung dengan DAIIS. Tugas kedua ialah untk menghabisi AMJ dan lingkaran dekatnya melalui sejumlah bom yang dipasang dalam mobil mereka. Keadaan ini memaksa AMJ meminta bantuan Pemimpin al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri, untuk memecahkan persoalan dan menjaga jaringannya dari kehancuran. Zawahiri mengundang sejumlah tokoh dari Yaman dan Saudi untuk menengahi perselisihan kedua pihak tersebut, tapi ABB selalu menghindar bertemu dengan mereka. Situasi makin memburuk saat ancaman konstan terus diarahkan kepada AMJ, yang menyatakan terang-terangan menolak pembubaran JN dan meletakkan keputusan di tangan Zawahiri.

Pernyataan Zawahiri yang meminta masing-masing tetap bertahan di posisinya menambah perseteruan antara ABB dan AMJ. Amir DAIIS menolak solusi Zawahiri, yang diperkuat oleh dukungan mutlak Sang Kolonel dan ulama Saudi bernama Abu Bakr al-Qahtani. Untuk memperkuat posisi DAIIS, Qahtani meminta Bandar bin Syaalan sebagai perwakilan di Arab Saudi dan penghubung dengan kelompok inti salafi di Teluk untuk mendukung ABB. Syaalan mulai menghimpun para pendukung ABB. Berita gembira yang pertama ialah keberhasilannya meyakinkan Nasser al-Thaqil, seorang mufti Saudi, yang menyatakan bahwa dia telah menemui ABB beberapa kali saat membantunya di Irak. Syaalani meluaskan aktivitasnya di Bahrain, bertemu dengan Turki Binali, yang berminat mendukung gagasan ABB dalam DAIIS. Utusan Saudi itu terus mengukuhkan usahanya dan membentuk dewan Syariah yang khusus mendukung DAIIS. Syaalan juga aktif menarik donor dan mengkoordinasikan mobilisasi pasukan dari seluruh dunia, selain bertanggungjawab urusan media dan pendukung teguh DAIIS.

Parasitisme Takfiri : Belati di Leher al-Qaeda.


Puak-puak takfiri yang tertipu ini sekarang sudah dapat merayakan upacara saling bunuh di antara mereka dengan melontarkan tuduhan bahwa musuh-musuh yang berasal dari kalangan mereka sendiri itu adalah syabiha rafidhah Syiah Nusairiyya bla-bla-bla yang pro rezim Assad.
 
Dunia Takfiri Penuh Intrik Versi @wikibaghdadi

Mari kita lanjutkan sebentar saja kisah perseteruan Al-Daulah Al-Islamiyyah fi Al-Iraq wa Al-Syam (DAIIS) dan Jabhah Al-Nusrah (JN) seperti yang dituturkan oleh pemilik akun @wikibaghdady. Menurut @wikibaghdady, perseteruan antara kedua faksi utama yang membawahi puluhan faksi takfiri lain tersebut sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Dimulai dengan adu dalil, adu legitimasi, adu ancam, adu saraf dan berakhir dengan adu gorok leher. Latarbelakang perseteruan berdarah antara banteng ketaton DAIIS dan kebo giras JN secara sederhana menguak karakteristik ideologis faksi-faksi wahabi salafi takfiri itu, yakni ideologi kekacauan yang tidak mungkin dapat hidup tanpa menghisap nutrisi dari segala yang di sekitarnya.
Setelah semua upaya mediasi gagal, takdir pertumpahan darah antara saudara kandung DAIIS (ISIS) dan JN pun terjadi. Keretakan serius bermula manakala dua komandan laskar Chechnya bernama Omar al-Syisyani dan Salahuddin al-Syisyani bertemu dengan dua militan Saudi bernama Abu Azzam al-Najdi dan Abdul-Wahhab al-Saqoub. Tergiur iming-iming rekan-rekan takfiri Saudi tersebut, dua komandan laskar Chechnya itu akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Abu Bakr Baghdadi (ABB) yang menjadi amir DAIIS berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh sejumlah ulama.

Tapi Omar al-Syisyani tidak mendapat persetujuan sejumlah perwira senior dalam laskar Chechnya. Omar lalu menyatakan tak bisa melanjutkan kesepakatan sebelumnya kepada sejawatnya, Salahuddin. Katanya, jiwanya bakal melayang bila dia benar-benar melepas baiat dari ABB. Pada saat yang sama, Omar menyatakan kepada Kolonel Hajji Bakr bahwa bila dia dipaksa membaiat ABB, maka setengah dari laskarnya yang terdiri atas 1.650 pasukan yang berbendera Jaisy Al-Muhajirin akan membelot. Hajji Bakr tak peduli dengan ancaman itu dan memaksa Omar berbaiat. Lalu dia menyatakan kepada Salahuddin jika dia dan para pendukungnya berpaling dari DAIIS, maka mereka semua akan dinyatakan sebagai “khawarij” yang akan dikenai hukuman mati.

Di tengah tekanan, Omar menyatakan baiat kepada ABB, diiringi oleh lepasnya Salahuddin dari barisan DAIIS bersama 800 kombatan. Terkejut dengan besarnya jumlah laskar yang membelot, Hajji Bakr cepat-cepat memberi peringatan kepada Salahuddin agar bungkam soal pembelotan tersebut atau terancam fatwa mati. Omar menurut tapi dia tetap ingin menyebut laskarnya sebagai Jaisy Al-Muhajirin. 

(Catatan: Televisi Al-Manar dan sejumlah media Timur Tengah pernah mempublikasikan ratusan nama orang asing yang bergabung dengan Jaisy Al-Muhajirin, termasuk puluhan warga Indonesia). 

Untuk mengurangi bobot pembelotan itu, Hajji Bakr meminta sejumlah rekannya seperti Abu Bakr al-Qahtani, Utsman Nazeh, dan seorang warga Irak bernama Abu Ali al-Anbari untuk membesar-besarkan aksi baiat Omar al-Syisyani kepada DAIIS. Pada saat yang bersamaan, sang kolonel meminta mereka mengancam para komandan yang membelot dan sejumlah ulama yang berfatwa mengabsahkan pembelotan itu agar berdiam diri. Jika tidak, mereka semua akan dikenai hukuman mati.

Tapi, propaganda faksi ABB tampaknya gagal meredam dampak hengkangnya 800 prajurit sekaligus. Terlebih ketika beberapa saat setelahnya gelombang pembelotan kepada Salahudiin terus meningkat. ABB, Hajji Bakr, dan Abu Ali al-Anbari mencoba menahan gelombang itu dengan membeslah seluruh paspor asing dan menanam mata-mata untuk memantau gelagat pembelotan. Selain upaya-upaya taktis tadi, pimpinan DAIIS juga mengintensifkan propaganda mimbar dan masjid dalam rangka menjelaskan dosa pengkhianatan dan bahwa mereka kelak akan terbakar abadi di neraka.

Dari Negara Islam menuju Khilafah.

Senyampang keretakan berangsur meluas, berbagai laporan sampai ke telinga para petinggi DAIIS tentang rencana pembentukan blok militer dengan nama Al-Jabhah Al-Islamiyyah (JI). Untuk mengantisipasi blok tandingan itu, pimpinan DAIIS berusaha untuk menanamkan mata-mata di berbagai brigade yang paling ditakuti di Suriah. Hajji Bakr paling berhasrat menyusupi dan menggembosi Harakah Ahrar Al-Syam (HAS), lantaran dia mengendus bahwa HAS adalah tantangan terbesar bagi proyek ekspansionis DAIIS. Untuk itu, Bakr memasang beberapa spion dalam HAS. Upaya Bakr berbuah manis saat komandan batalion HAS membelot ke DAIIS. Pada gilirannya, komandan itu memasok informasi tentang titik-titik kekuatan dan kelemahan HAS serta keseriusan rencana penggabungan HAS dengan sejumlah faksi militer di bawah nama JI.

Untuk menangkis ancaman serius itu, Bakr mengajukan dua usulan pada pimpinan DAIIS. Pertama, kampanye media untuk mendiskreditkan pembentukan blok itu dan melabelinya sebagai kelompok yang bekerja sama dengan rezim Assad seperti gerakan Al-Shahawat di Irak. Dan kedua, melakukan propaganda tentang rencana DAIIS menuju pembentukan khilafah. Ide terakhir ini kemudian digaungkan oleh tokoh senior bernama Firas Al-Absi yang menjabat sebagai gubernur negara Islam di Suriah. Tak lama berselang, Firas terbunuh setelah mengibarkan bendera al-Qaeda di area perbatasan Turki-Suriah yang dikuasai oleh Brigade Al-Farouq dan HAS. Adiknya, Amr al-Absi, menyimpan dendam kesumat terhadap brigade-brigade Tentara Bebas Suriah (Free Syrian Army) yang diyakininya bertanggungjawab atas kematian kakaknya.  Amr lalu mengambil alih tugas Firas dalam Dewan Syura DAIIS dan terlibat lebih dalam mengumpulkan pasukan. 

Hasilnya, dari 180 sebelum kematian kakaknya kini dia membawahi 540 jihadis. Amr juga kian gencar menggelorakan cita-cita kekhalifahan Islam di bawah kepemimpinan ABB dengan, antara lain, mengirim utusan ke Saudi untuk bertemu sejumlah ulama senior seperti Sulayman al-Alwan, Abdul Aziz al-Tarifi, Abdul-Rahman al-Barrak, dan Abdullah al-Ghunayman.

Puncaknya, tatkala JI benar-benar dideklarasikan sebagai blok jihad Suriah yang mewadahi HAS, Jaisy Al-Islam, Shuqur al-Syam, dan Liwaa al-Tawhid, Amr al-Absi merasakan sebuah ancaman nyata. Kontan dia mengusulkan kepada ABB sebagai Amir DAIIS untuk meningkatkan status DAIIS sebagai negara (daulah) menjadi khilafah. Dia pun langsung mengusung agenda besar pengangkatan ABB sebagai khalifah umat di Afghanistan, Chechnya, Yaman, Libya, Tunisia, Maroko, Aljazair, dan Sinai (Mesir). Tapi sebelum menerima mentah-mentah usulan bandang tersebut, ABB meminta pendapat pimpinan al-Qaeda di Yaman, Nasser al-Wahishi, yang segera menolaknya dengan tegas. Dia juga meminta pendapat pimpinan al-Qaedah di Afghanistan, yang juga menyepaknya. Demikian pula reaksi pimpinan al-Qaedah di Maroko. Meski demikian, ABB menerima sejumlah rekaman video baiat dari para jihadi di Sinai, Tunisia, dan Libya yang terus meluncur kian dalam ke jurang perang saudara. Dan memang begitulah adanya, gagasan besar itu terkubur bersamaan dengan para sponsor mereka.

Berkat kerja keras mendukung DAIIS dan kesetiaannya pada ABB, Amr Al-Absi berhasi merenggut jabatan penting dalam peta persaingan internal takfiri: Gubernur DAIIS di Aleppo yang langsung diangkat oleh Sang Amir. Pengangkatannya itulah yang kemudian membuatnya langsung berhadapan dengan Liwaa al-Tawhid, sebuah kekuatan bandang yang terdiri atas 20.000 pasukan, sekitar lima kali lebih besar dari DAIIS. Absi merasa bahwa Liwaa al-Tawhid adalah rintangan terbesar bagi cita-cita kekhalifahannya, terutama karena komandannya, Abdul Qadir Saleh, terbilang sangat populer. Tak bisa tidak Absi bertekad menghabisi Saleh sesudah divonis sebagai komprador dan murtad. Absi juga menyatakan niatnya kepada ABB secara umum tanpa menguraikan rinciannya. Tak berapa lama, dia mengumumkan bahwa Saleh telah terbunuh. Seolah belum puas, dia mengajukan daftar sejumlah tokoh dari JI dan Tentara Bebas Suriah yang harus dibunuh, dengan alasan untuk mempreteli potensi kemunculan gerakan Al-Shahawat model Irak yang bekerjasama dengan rezim.

Berbagai peristiwa tadi akhirnya mencapai klimaknya pada nasib yang tak dapat ditolak bagi kalangan penganut ideologi takfiri: perayaan saling mengkafirkan, membunuh, dan membantai secara berjamaah. Kematian misterius Kolonel Hajji Bakr seolah menjadi tabuhan terakhir genderang perang saudara sekandung itu. ABB bersikukuh menyangkal kematian kolonelnya, hingga terdedah sebagai fakta yang tak mungkin lagi disembunyikan. Menghadapi kepanikan itu, ABB memerintahkan Absi untuk membunuh seluruh tawanan DAIIS sebelum menarik seluruh kombatannya dari pusat kota menuju pinggiran Aleppo. Rangkaian peristiwa selanjutnya membuat ABB berpikir serius untuk kembali ke Irak, mengingat nasibnya sebagai amir sudah kian tidak menentu.

Untuk menggantikan posisi Hajji Bakr, pimpinan DAIIS memungut beberapa komandan baru di samping Al-Anbari yang cukup lama berperan sebagai orang dalam ABB. Mereka adalah Abu Ayman al-Iraqi, anggota klan Bidour dari Iraq selatan, Utsman Nazeh, warga negara Saudi yang bertindak sebagai pelobi donatur di Teluk, dan terakhir namun yang paling gahar adalah Abu Yahya al-Iraqi. Orang yang disebut terakhir ini dikenal pendiam, misterius, penuh perhitungan dan paling dipercaya ABB untuk menggantikan posisi Sang Kolonel. 

Akhirul Kalam.

Seperti sudah kita ketahui bersama meski dicoba-tutup-erat oleh media takfiri seperti arrahmah.com, voa-islam.com, nahimunkar.com, dan lain-lain, perang berdarah di antara sesama jenis takfiri mulai berlangsung sengit pada 4 Januari silam. Sejak hari itu hingga kini, menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), tidak kurang dari 1800 nyawa melayang.  Sampai hari ini, pertempuran brutal di antara DAIIS di satu sisi dan JI dibantu oleh JN di sisi lain terus meluas dan mengeras. Sejauh ini tampaknya DAIIS bergerak lebih militan dan cekatan di lapangan dalam menghadapi musuh-musuhnya yang kian tidak berdaya. Kekuatan DAIIS sebenarnya didukung oleh pengalaman panjangnya bergerilya di Irak, akumulasi berbagai eksperimen dalam perang kota, kepakaran militer yang berasal dari sekian banyak eks tentara dan perwira militer Saddam, serta kesiap-siagaan untuk menggunakan bom bunuh diri lebih daripada faksi-faksi lawannya.

Terbukti, meskipun terlebih dahulu digempur dalam suatu serangan mendadak oleh seterunya di Aleppo, DAIIS kini pelan-pelan tapi pasti berhasil merebut kembali pangkalan-pangkalan yang lepas dari genggamannya. Seperti telah disebutkan, keterlibatan eks militer Irak era Saddam dalam struktur dan kader DAIIS, ditambah berjubelnya sumber daya manusia dari para gerilyawan Chechnya yang dikenal jago perang, DAIIS tak bisa dipungkiri merupakan organisasi tempur yang cukup sakti. Selain itu, DAIIS juga memiliki jaringan pendukung, suplai logistik dan aliran dana yang lebih stabil dan luas dibandingkan seteru-seterunya. Sejauh ini, DAIIS telah berhasil sepenuhnya menguasai wilayah Riqqah yang berbatasan dengan Irak yang dijadikan sebagai paru-paru untuk menyalurkan pasokan logistik. Meski begitu, serangan militer Irak atas basis DAIIS di wilayah Anbar dua pekan terakhir bakal memperlemah moral dan memecah konsentrasi kekuatannya di Suriah.

(Catatan: PM Nuri Maliki telah memutuskan memerangi DAIIS dan turunannya di wilayah Anbar yang didukung penuh seluruh anggota Dewan Keamanan PBB dan sejumlah negara regional. Aksi ini mau tidak mau akan mematahkan tulang punggung DAIIS dan simpatisan Al-Qaedah lain di wilayah Irak dan Suriah yang sering hilir mudik lintas negara untuk bersembunyi dan melakukan teror-lari di berbagai wilayah kedua negara tersebut. Sejumlah sumber media Timur Tengah menyebutkan bahwa Irak dan Suriah telah menjalin koordinasi intelijen dan keamanan untuk memutus jalur logistik DAIIS).

Upaya Saudi untuk mengkambinghitamkan DAIIS sebagai biang aksi teror selama lebih dari 2 tahun di Suriah dan menampilkan seteru-seterunya sebagai kawanan revolusioner yang beraliran moderat lebih jauh dapat memperlemah posisi DAIIS di kawasan. Meski tidak bertujuan mengguncang Irak dan Suriah, kesalahan strategis Saudi memperkuat blok JI dan JN untuk mengalahkan DAIIS yang secara nyata merupakan organisasi teror paling kuat dalam jangka menengah dan panjang dapat memperlemah jaringan teror ini secara keseluruhan. Dukungan Saudi pada seteru DAIIS praktis akan membuat dua kubu itu cukup berimbang untuk dapat saling menghabisi dalam sebuah zero sum game di Suriah, di saat yang sama mereka terus tergerus di Irak. Bukan tidak mungkin perangkap ini dibuat sejumlah pihak intelijen Barat yang selama ini mengendalikan jaringan teror tersebut, agar tidak mengganggu pekarangan mereka sendiri. 

Apalagi, secara ideologis, kedua pihak yang berperang itu sama-sama merasa paling mewakili  Allah di muka bumi sebagai pembawa panji kebenaran mutlak yang datang langsung dari-Nya. Bagi mereka, kebenaran itu tunggal, setunggal Allah itu sendiri. Walaupun agaknya mereka keberatan disebut sebagai kaum panteis yang percaya bahwa Allah manunggal dengan manusia, tapi sikap dan kelakuan mereka sebenarnya praktis mengungkapkan keyakinan itu secara blak-blakan dan lebih psikopatik dari kaum panteis itu sendiri. Mereka merasa demikian dekat dengan Allah hingga mereka percaya bahwa Kebenaran Allah itu sudah bersatu dalam diri mereka, bukan sekadar manusia atau hamba biasa yang tiap saat meminta diberi petunjuk jalan yang lurus sebagaimana umumnya Muslim memahami Ihdinash-shiratal-mustaqim.

Ya, lantaran jalan pikir yang tidak mengenal kompromi politik, di mana sekelompok manusia yang merasa punya kekurangan duduk mencari titik temu berbagai kepentingan mereka demi kemaslahatan bersama. Bagi kaum takfiri, kepentingan itu terlalu duniawi sehingga mereka selalu disibukkan oleh hal-hal yang tidak penting dalam benak orang yang waras; kerusakan dan kebinasaan pihak lain yang tidak sepaham adalah kebaikan tertinggi yang dapat mereka capai. Inilah sekelompok manusia yang, sebagaimana pernah kita jelaskan pada tulisan “Absurditas Takfiri,” tidak meyakini sebab-akibat, tidak percaya akal manusia sebagai karunia Ilahi, tidak mengenal bahasa, dan tidak bisa melihat titik-titik tengah dalam garis hidup ini sekaligus gagal menangkap gradasi yang menampung beragam warna. Singkatnya, inilah ajaran agama yang anti agama, ideologi yang kontra ideologi, dan logika yang sama sekali tidak logis serta mustahil dipahami kecuali dengan membekap pemahaman dan menukar-guling kegilaan dengan kewarasan.

Demikianlah, perang muspra di antara takfiri ini boleh jadi berakhir dengan dua kemungkinan: berhenti secara absurd seperti ia bermula secara absurd atau berlanjut terus secara absurd seperti ia bermula secara absurd. Toh, para penganut ideologi ini selalu bisa mencari ilusi atau dalil palsu ihwal dalil-dalil “jihad” dalam kitab-kitab fantastik mereka. Dengan mudah mereka bisa mengumbar omong kosong konspirasi untuk menjelaskan kebrutalan mereka. Puak-puak takfiri yang tertipu ini sekarang sudah dapat merayakan upacara saling bunuh di antara mereka dengan melontarkan tuduhan bahwa musuh-musuh yang berasal dari kalangan mereka sendiri itu adalah syabiha rafidhah Syiah Nusairiyya bla-bla-bla yang pro rezim Assad. 

Sebagai sesama manusia, tentu kita semua kasihan dan bersimpati pada apa yang terjadi pada penganut mazhab wahabi salafi takfiri ini. Tapi, sebagai orang berakal yang dikarunia daya analisis dan kritis, kita dapat dengan mudah menyimpukan kesudahan berdarah-darah ini pada mereka berdasarkan kausalitas yang sederhana: penganjur ideologi kekerasan, kebencian dan keranjingan perang itu suatu saat di suatu tempat juga akan termakan dengan ideologinya sendiri.

Allah yang Maha Adil telah menciptakan alam ini dengan hukum yang juga adil dan sempurna. Jika ada orang yang suka bermain api, meskipun dia rajin shalat malam hingga berjidat hitam legam dan istiqamah berpuasa Senin-Kamis hingga pucat pasi, suatu saat dia akan terpercik api itu juga atau bahkan terbakar gosong olehnya. Demikian pula orang yang setiap saat dan di semua tempat mengumbar kebencian dan kekerasan, jangan menyalahkan Allah jika berdasarkan hukum sebab-akibat suatu saat mereka akan terkurung dalam labirin kebencian dan kekerasan yang demikian mereka puja itu.



Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: