Pesan Rahbar

Siapakah ibu Imam Sajjad ( Imam Ali Zainal Abidin As)?

Written By Unknown on Sunday, 15 February 2015 | 16:49:00

 

Tanya: Apakah Shahrbanu putri Yazdgerd ketiga adalah ibu Imam Sajad as.? Apakah ia juga hadir dalam peristiwa Karbala? Apa benar Imam Husain as. meminta Shahrbanu untuk pergi ke Persia guna menyelamatkan diri dan makamnya kini berada di kota Tehran?

Jawab: Akhir-akhir ini memang banyak tulisan yang menukil cerita-cerita yang dikira benar. Misalnya disebutkan bahwa dalam beberapa buku sejarah tercatat bahwa di hari Asyura, Imam Husain as. memerintahkan Shahrbanu untuk pergi menuju negeri Persia. Lalu dengan menunggangi kuda beliau, Shaharbanu berangkat dan dengan izin Tuhan tak lama kemudian ia sampai di perbukitan Rey. Ia dimakamkan di sana di dekat makam Sayid Abdul Adzim Hasani.[1]

Disebutkan pula bahwa telah masyhur di kalangan masyarakat akan adanya suatu kain seperti penutup wajah di atas bukit itu. Dan yang menakjubkan, tidak ada satupun lelaki yang bisa mendekatinya. Seorang perempuan yang sedang mengandung bayi laki-laki pun juga tidak bisa mendekat.[2]

Juga masyhur di kalangan banyak orang bahwa ketika Shaharbanu sedang mendekati Rey, ia meminta pertolongan kepada Allah dengan menyebut kata Huw (yang artinya adalah Allah—pent.). Akan tetapi, ia salah bicara, ia tidak mengatakan Huw akan tetapi mengatakan Kuh (bahasa Parsi yang artinya adalah “gunung”—pent.) Akhirnya tiba-tiba ia ditelan gunung dan terkubur dalam perutnya.[3]

Mungkin sebagian orang menyadari dengan pasti bahwa pada peristiwa Asyura ibu Imam Sajjad as. tidak hadir waktu itu. Mungkin juga tidak perlu ada penjelasan panjang lebar bagi mereka tentang tidak hadirnya istri Imam Husain as. di hari Asyura. Akan tetapi di kalangan orang-orang awam terdapat banyak kekeliruan mengenai masalah ini; oleh karenanya kita akan membahasnya di sini.

Untuk membahas permasalahan ini, kita akan memberikan sedikit penjelasan sebelumnya memasukinya.

Ibu Imam Sajjad as.

Dengan merujuk sumber-sumber sejarah baik milik Syiah maupun Ahlu Sunnah, kita dapat memahami bahwa salah satu masalah yang mana ulama Syiah banyak berbeda pendapat tentangnya, adalah masalah siapa nama ibu Imam Sajjad as. Para ulama dengan merujuk pada sumber-sumber kepercayaan mereka menyebutkan berbagai nama yang kurang lebih sampai empat belas atau enam belas nama. Nama-nama tersebut adalah:
  1. Shahrbanu.
  2. Shahrbanuwiyah.
  3. Shaahzanan.
  4. Jahanshah.
  5. Sahzanan.
  6. Shahrnaz.
  7. Jahanbanuwiyeh.
  8. Khaulah.
  9. Barrah.
  10. Salafah.
  11. Ghazalah.
  12. Salamah.
  13. Harar.
  14. Maryam.
  15. Fathimah.
  16. Shahrban.
Dalam sumber-sumber sejarah Sunni ibu Imam Sajjad as. lebih dikenal dengan sebutan Salafah, Salamah, dan Ghazalah.[4] Tetapi di kalangan kaum Syiah, terutama yang disebut dalam kitab-kitab riwayat terkemuka, ibu Imam Sajjad as. lebih dikenal dengan sebutan Shahrbanu. Berdasarkan yang ditulis oleh sebagian peneliti,[5] untuk pertama kalinya nama ini disebut dalam kitab Habairud Darajat karya Muhammad bin Hasan Shafar Qumi (290 H.)[6] Lalu setelah itu, perawi terkenal Al Kulaini menuliskan riwayat tersebut dalam kitabnya Al Kafi.[7] Adapun sumber-sumber yang lain, jika mereka tidak menukil dari kedua kitab di atas, mungkin mereka menukil riwayat-riwayat yang dhaif (lemah) dan tanpa sanad yang baik.[8]

Dalam riwayat itu disebutkan:
“Ketika putri Yazdgerd dibawa ke hadapan Umar, para wanita perawan Madinah berdatangan untuk melihatnya. Ketika ia memasuki masjid, tempat itu diterangi dengan cahayanya. Umar menatapnya lalu perempuan itu menutupi wajahnya dan mengatakan beberapa patah kata dengan bahasa Parsi, “Oh, betapa kelam hari-hari Hormuz.” Tiba-tiba Umar berkata, “Perempuan ini mencaciku!” Imam Ali as. berkata kepadanya, “Tidak. Biarkan ia memilih salah seorang muslim di antara kita dan hitunglah saham ghanimah (harta rampasan perang)-nya.” Umar melakukan apa yang beliau minta. Tak lama kemudian perempuan itu meletakkan tangannya di atas kepala Imam Husain as. Imam Ali as. bertanya kepada perempuan tersebut, “Siapa namamu?” Ia menjawab, “Jahanshah.” Imam Ali as. kemudian berkata, “Namamu adalah Shahrbanuwiyah.”

Kemudian beliau berkata kepada Imam Husain as., “Akan lahir seorang manusia yang terbaik di antara semua penghuni bumi dari perempuan ini untukmu. Ia akan dikenal dengan sebutan Ibnul Khiyaratain, yakni anak dari dua darah terbaik pilihan Tuhan, yang pertama dari Bani Hasyim dan yang kedua dari Persia.”[9]
Riwayat ini perlu dibahas baik sanad maupun teks nya. Dari sisi sanad, riwayat ini diriwayatkan oeleh beberapa orang seperti Ibrahim bin Ishaq Ahmar[10] dan Amr bin Syimr yang mana mereka pernah disebut sebagai orang yang berlebihan dalam mencintai Ahlul Bait (Ghuluw) dan tidak pernah dipercaya oleh ahli Rijal (ilmu yang membahas kriteria-kriteria dan dapat dipercaya atau tidaknya seorang perawi hadis—pent.) kalangan Syiah.[11]

Adapun di sisi teks riwayatnya, kita dapat menemukan beberapa titik lemah di bawah ini:
  1. Ditawannya putri Yazdgerd diragukan kebenarannya dalam sejarah.
  2. Ditawannya perempuan tersebut dan dinikahkannya ia dengan Imam Husain as. di zaman Umar tidak masuk akal.
  3. Selain riwayat yang satu ini, tidak ada satupun riwayat yang lain yang menyebutkan bahwa Imam Sajjad as. memiliki julukan Ibnul Khiyaratain.
Bukankah ini hanya upaya orang-orang Iran saja yang ingin membanggakan dirinya karena dengan pengakuan itu maka artinya darah dinasti Sasanid telah bercapur dengan darah suci Ahlul Bait dalam tubuh Imam Sajjad as.?

Banyaknya pembahasan-pembahasan yang mengkritik riwayat yang seperti ini membuat kita benar-benar enggan menerima bahwa cerita tersebut nyata. Ini tak lain adalah cerita buatan para pencipta hadis-hadis palsu. Lebih baik kita tidak menyebut ibu Imam Sajjad as. dengan nama Shahrbanu.

Mengenai nasab ibu Imam Sajjad as. terdapat banyak perbedaan yang kita temukan dalam sumber-sumber sejarah. Sebagian sejarawan, seperti Ya’qubi (281 H.),[12] Muhammad bin Hasan Qumi (290 H.),[13] Kulaini (329 H.),[14] Muhammad bin Hasan Shafar Qumi (290 H.),[15] Syaikh Shaduq (381 H.)[16] dan Syaikh Mufid (413 H.)[17] menyebutkan bahwa ia memang putri Yazdgerd. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai siapa namanya.

Kepercayaan akan berakhirnya nasab ibu Imam Sajjad as. pada Yazdgerd telah mengakar di pikiran orang-orang awam saat ini sehingga tidak menyisakan tempat sedikitpun bagi berdirinya pendapat yang lain mengenai nasabnya.[18]

Selain pendapat di atas, dalam sumber-sumber sejarah baik terdahulu maupun yang baru-baru ini disebutkan bahwa ia berasal dari Sistan; ada yang menyebutkan Sind, Kabul, dan lain sebagainya. Kebanyakan sumber-sumber kita tidak menyebutkan di mana tempat ditawannya perempuan ini. Mereka hanya menyebutkan bahwa ia adalah Umul Walad, yakni seorang budak perempuan yang memiliki seorang anak.[19] Sebagian menyebut nama-nama pembesar Persia seperti Subhan, Sinjan, Nushjan atau Syirviye sebagai nama ayahnya.[20]

Dalam membahas nasabnya, bahkan kita tidak perlu memberikan penilaian apapun terhadap sanad riwayat-riwayat tersebut. Karena dengan jelas kita melihat tidak ada satupun sanad riwayat yang kuat. Bahkan kitab sejarah seperti Tarikh Thabari tidak menyebutkan referensi ketika masalah ini dibahas.

Maka kita hanya akan membahas teks riwayat ini saja. Kandungan teks riwayat ini memiliki beberapa kelemahan seperti:
  1. Salah satu kritik yang bisa kita utarakan untuk riwayat ini adalah berbeda-bedanya nama yang disebutkan untuk perempuan itu. Ada yang menyebut Harar, Shahrbanu, Salakhah dan Ghazalah. Hal ini mengindikasikan adanya usaha sebagian orang yang ingin membanggakan ke-Persia-annya dengan cara menghubung-hubungkan orang-orang Persia dengan para Imam lalu menganggap darah kerajaan Persia telah mengalir di darah para Imam Ahlul Bait as dengan pernikahan Imam Husain as. dan Shahrbanu.
  2. Kita dapat mengkritik riwayat-riwayat ini dengan melihat berbeda-bedanya waktu penawanan yang disebutkan. Karena sebagian riwayat menyebutkan bahwa penawanan tersebut adalah di masa kekhalifahan Umar dan ada yang menyebut di masa kekhalifahan Utsman. Sebagian yang lain seperti Syaikh Mufid menyebutkan bahwa kejadian tersebut adalah di masa kekhalifahan Imam Ali as.[21]
  3. Pada dasarnya kitab-kitab seperti Tarikh Thabari dan Al Kamil karya Ibnu Katsir ketika menyebutkan peperangan-peperangan Muslimin dengan orang-orang Persia hanya menceritakan kaburnya Yazdgerd ke berbagai kota Persia dan sama sekali tidak menyinggung ditawannya putrid Yazdgerd; padahal jika kejadian itu memang nyata, masalah tersebut lebih penting dari masalah-masalah lainnya. Titik ini menguatkan pandangan kita akan palsunya riwayat-riwayat tersebut.
  4. Sebagian penulis seperti Mas’udi, ketika menceritakan tentang anak-anak Yazdgerd ketiga ia menyebut nama-nama seperti Adrak, Shahin dan Mardavand, yang sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan nama-nama yang telah disebutkan untuk ibu Imam Sajjad as. Bahkan dalam tulisan-tulisannya sama sekali tidak disinggung mengenai ditawannya putrid Yazdgerd.[22]
  5. Sumber sejarah terpenting mengenai ibu Imam Sajjad as. adalah surat-surat khalifah Manshur kepada Muhammad bin Abdullah yang dikenal dengan Nafsuz Zakiyah. Nafsuz Zakiyah adalah seorang pemimpin pergerakan kebangkitan para Alawi Madinah di zaman kekhalifahan Manshur. Dalam salah satu surat Manshur, ia menentang Muhammad yang membanggakan nasabnya dengan menulis, “Setelah Rasulullah saw. tidak ada seorang yang lebih mulia nasabnya selain Ali bin Husain as. meskipun ia adalah anak Ummu Walad (budak wanita yang memiliki anak).”[23] Tidak ada yang menentang perkataan Manshur baik Muhammad sendiri atau selainnya. Jika seandainya ibu Imam Sajjad as. adalah anak Shahrbanu putri raja Persia, maka mereka pasti menentang dan berkata, “Tidak, Ali bin Husain as. adalah putra seorang putri raja Persia!”
Dengan demikian, kita sampai pada satu kesimpulan bahwa anggapan tentang Shahrbanu seorang putri raja Persia adalah ibu Imam Sajjad as. sama sekali tidak benar dan pasti riwayat yang menceritakan hal itu adalah riwayat buatan. Riwayat tersebut jelas bertentangan dengan riwayat-riwayat lain yang menyatakan bahwa ia adalah seorang budak perempuan. Para perawi sebelum akhir abad ketiga selalu meriwayatkan seperti demikian, yakni ia adalah budak perempuan dari Sind atau Kabul.[24]

Ibu Imam Sajjad as. tidak hadir di hari Asyura

Di sini kami musti menjelaskan bahwa hampir semua riwayat-riwayat kita menyatakan bahwa ibu Imam Sajjad as. meninggal dunia begitu ia melahirkan anaknya.[25]
Juga disebutkan pula bahwa salah satu budak perempuan Imam Ali as. diperintahkan untuk membesarkannya. Kebanyakan orang mengira perempuan tersebut adalah ibunya. Tak lama kemudian setelah ia dinikahkan dengan seorang lelaki, mereka baru mengerti bahwa ia bukanlah ibunya.[26]
Dengan demikian, jelas sekali bahwa ibu beliau tidak hadir dalam peristiwa Asyura.

Yang dikenal sebagai Makam Shaharbanu

Dengan penjelasan yang telah lalu dengan sendirinya pembahasan kita menjadi jelas. Dan juga berdasarkan penelitian berbagai peneliti sesungguhnya makam yang dikenal dengan Makam Shaharbanu di timur perbukitan Rey tidak ada kaitannya dengan ibu Imam Sajjad as. Bangunan terkenal di tempat itu adalah sebuah bangunan yang telah dibangun beberapa abad setelah masa hayat Imam Sajjad as. Terbukti dari penelitian yang telah dilakukan bahwa bangunan tersebut dibangun pada tahun 888 H. pada zaman pemerintahan Shafaiwiyah dan pernah direnovasi di zaman pemerintahan Qajariyah.[27]

Syaikh Shaduq yang kita kenal sebagai seorang alim asli Rey tidak pernah menyinggung sedikitpun tentang bangunan itu padahal ia bertahun-tahun lamanya tinggal di kampung halamannya. Ini juga meyakinkan kita bahwa bangunan tersebut belum ada pada abad keempat hijriyah.

Penulis-penulis ternama yang lain juga tidak pernah menyinggungya. Mereka hanya berbicara tentang Abdul Adzim Hasani yang dimakamkan disitu dan juga tokoh-tokoh besar yang lain.

Kemungkinan besar keberadaan Makam Shahrbanu disebabkan adanya seorang perempuan bertakwa yang pernah dimakamkan di bukit itu dan namanya adalah Shahrbanu. Lalu lambat laun kebanyakan masyarakat yang meyakini bahwa ibu Imam Sajjad as. adalah Shahrbanu mengira makam tersebut adalah makam Shahrbanu ibu sang Imam. Atau mungkin ada unsur kesengajaan yang membuat masyarakat meyakini makam tersebut adalah makam ibu Imam Sajjad as.[28]


Referensi:
[1] Mula Agha Darbandi, Iksirul Ibadat fi Asraris Syahadat, jilid 3, halaman 110.
[2] Ibid.
[3] Syahidi, Sayid Ja’far, Zendegani Ali ebn Husain.
[4] Eftekharzade, Mahmudreza, Syoubiye e nasionalisme Iran, halaman 305 yang menukil nama-nama di atas dari kitab Ansabul Asyraf milik Baladzari, Thabaqat milik Ibnu Sa’ad, Al Ma’arif milik Ibnu Qutaibah Dinawari, dan Al Kamil.
[5] Shahidi, Zendegani e Ali bin Al Husain, halaman 12.
[6] Biharul Anwar, jilid 46, halaman 9, hadis 20.
[7] Ushul Kafi, jilid 2, halaman 369.
[8] Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah hidup Shahrbanu, silahkan merujuk: Syoubiye e nasionalism e Iran, halaman 289-337.
[9] Dengan menggunakan terjemahan Sayid Jawad Mustafawi, Ushul Kafi, jilid 2, halaman 369.
[10] Ayatullah Khui, Mojam Rijalul Hadis, jilid 1, halaman 202 dan jilid 13, halaman 106.
[11] Ibid.
[12] Tarikh Ya’qubi, jilid 2, halaman 303.
[13] Tarikh e Qom, halaman 195.
[14] Ushul Kafi, jilid 2, halaman 369.
[15] Biharul Anwar, jilid 46, halaman 9.
[16] Uyunu Akhbarir Ridha, jilid 2, halaman 128.
[17] Al Irsyad, halaman 492.
[18] Zendeganie Ali bin Al Husain, halaman 12.
[19] Syuubiye, halaman 305.
[20] Haula Sayidah Shahrbanu, halaman 28.
[21] Syu’ubiye, halaman 324.
[22] Ibid.
[23] Al Kamil fi At Tarikh, jilid 2, halaman 570.
[24] Haula Sayidah Shahrbanu, halaman 28.
[25] Uyunu Akhbarir Ridha, jilid 2, halaman 128
[26] Biharul Anwar, jilid 26, halaman 8.
[27] Syuubiyah, halaman 326.
[28] Untuk memahami lebih dalam akan tidak mungkinnya Makam Sharbanu di Rey adalah makam ibu Imam Sajjad as., silahkan merujuk Bastan (karya Karimiyan) dan Daneshname e Iran va Islam, seputar Shahrbanu.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: