Pesan Rahbar

Home » , , , » Puasa-Khusus Mengingatkan Kita sebagai Penerus dan Wakil Tuhan

Puasa-Khusus Mengingatkan Kita sebagai Penerus dan Wakil Tuhan

Written By Unknown on Sunday, 28 June 2015 | 04:40:00


Puasa dalam perspektif Irfan memiliki lingkaran yang lebih luas yang di samping terkait dengan badan juga mencakup jiwa dan pesuluk harus menjauhi apa-apa yang dilarang untuk didengar, dibicarakan, dan diperbuat.
 
Hujjatul Islam Bahram Delir, Ketua Bidang Irfan Lembaga Penelitian Budaya dan Pemikiran Islam, dalam wawancara dengan Shabestan yang di samping menegaskan tentang puasa-khusus, mengatakan bahwa puasa memiliki definisi fikih yakni menahan dari makan, minum, dan hal-hal lain dari azan subuh hingga azan magrib. Pada hakikatnya, ‘menahan’ ini terkait dengan badan jasmani.
Ia melanjutkan, “Sementara puasa dalam pandangan Irfan memiliki domain yang sangat luas yang di samping berhubungan dengan badan juga meliputi jiwa. Pesuluk harus meninggalkan apa-apa yang dilarang untuk didengar, dikatakan, dan dilakukan, namun hal ini tidak bermakna bahwa bohong, ghibah, dan ucapan yang tidak layak menurut fikih adalah bisa dikerjakan ketika berpuasa. Memang hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa, tetapi hal ini sangat berbeda jika dipandang dari sudut puasa jiwa dan batin.”
Tentang puasa-khusus atau puasa batin para arif, ia mengungkapkan, “Menahan ini bagi pesuluk tidak hanya dalam bulan Ramadan ini, melainkan penahanan ini secara perlahan-lahan dan bertahap akan berlaku pada bulan-bulan yang lain dan apa-apa yang berkaitan dengan pemikiran, hati, tafakkur, dan… akan menjadi focus perhatian. Di dalam puasa-khusus arif ini, puasa mencakup jasmani dan ruhani, mungkin saja puasa jasmaninya hanya di dalam bulan Ramadan saja, namun puasa ruhaninya terus berjalan sepanjang tahun.”
Untuk menjalani puasa-khusus ini terdapat dua jalan, ia mengatakan, “Jalan ini adalah jalan teoritis dan praktis. Irfan praktis mendukung Irfan teoritis dan ketika salik mencapai suatu pengetahuan bahwa doa dan kesalahan baginya seperti meminum racun maka mustahil ia melakukannya, karena itu ia tidak akan mendengar apa yang terlarang untuk didengar dan tidak melangkahkan kakinya di jalan yang terlarang, begitu pula tidak akan berpikir tentang apa-apa yang dilarang untuk dipikirkan. Semua ini adalah sifat-sifat yang mengakar bagi sang salik.”
“Jika Irfan teoritis tidak tercapai maka mustahil Irfan praktis bisa berjalan. Di jalan ini seribu tingkatanyang harus dilalui secara bertahap sedemikian sehingga mengakar di hati, jiwa, dan pikiran sang pesuluk. Dan jika Rasulullah saw berkata kepada seorang yang sedang berpuasa dalam kondisi mengghibah saudara seimannya bahwa engkau tidak berpuasa dan sedang memakan potongan-potongan daging mayat, maka itu adalah bentuk batin dari perbuatannya.”
“Begitu banyak persoalan lahiriah yang karena kita tidak mengetahui batinnya maka kita tidak berusaha untuk melaksanakan dan menghindarinya. Tidak seorang pun yang berakal akan rela memakan daging mayat, dalam kondisi demikian, apakah dia berani mengghibah atau berbohong yang merupakan kunci dari segala keburukan. Apakah orang yang berakal sehat akan mencari keburukan, bagaimana dengan para pesuluk?” tegasnya.
“Para pesuluk senantiasa berupaya melakukan apa-apa yang dicintai dan diridhai oleh kekasihnya (Tuhan) dan meninggalkan apa-apa yang tidak disenangi-Nya,” tandasnya.

(Shabestan/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: