Terdapat sebagian orang yang sangat berlebihan dalam mengagungkan sahabat Nabi. Tidak puas dengan hadis shahih mereka berhujjah dengan hadis dhaif untuk memuliakan Sahabat Nabi. Mereka mengecam orang yang berani membicarakan sahabat. Mereka menuduh orang yang mengungkapkan kesalahan sahabat sebagai orang yang telah Mencela Sahabat Nabi. Dan menurut mereka Mencela Sahabat Nabi akan mendapat laknat Allah SWT. Berikut hadis yang dijadikan hujjah oleh mereka,
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من سب أصحابي فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين
Rasulullah SAW bersabda “Siapa yang mencaci SahabatKu maka dia akan dilaknat oleh Allah SWT, Malaikat-malaikatNya dan manusia seluruhnya”.
Hadis dengan matan di atas adalah riwayat Ibnu Abbas dalam Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 12/142 no 12709. Diriwayatkan juga oleh Anas bin Malik dalam Fadhail As Shahabah Ahmad bin Hanbal no 8 dengan tambahan lafaz “Allah tidak akan menerima amalannya baik wajib maupun sunnah”. Hadis riwayat Jabir dalam Musnad Abu Ya’la 4/133 no 2184. Hadis riwayat Ibnu Umar dalam Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 12/434 no 13588 dan Mu’jam Al Awsath 7/114 no 7015 dengan lafaz yang hanya menyebutkan laknat Allah SWT saja tanpa tambahan “Malaikat dan manusia seluruhnya”. Juga diriwayatkan Uwaim bin Sa’adah Al Anshari dalam Mustadrak Al Hakim 3/7732 no 6656 dan Mu’jam Al Awsath 1/144 no 456. Selain itu hadis ini juga diriwayatkan secara mursal oleh Atha’ bin Abi Rabah dalam Fadhail As Shahabah Ahmad bin Hanbal no 10 dan 11 dan dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1001.
Kedudukan Hadis.
Hadis ini adalah hadis dhaif. Dalam setiap sanad hadisnya terdapat perawi dhaif atau matruk kecuali hadis Atha’ yang berstatus mursal dan hadis mursal sangat jelas kedhaifannya.
Hadis riwayat Ibnu Abbas dalam Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 12/142 no 12709 di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Khirasy. Ia adalah perawi yang sangat dhaif . Biografinya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 5 no 341. Disebutkan bahwa ia telah dinyatakan dhaif oleh Abu Zar’ah, Abu Hatim, An Nasa’i dan Daruquthni. Al Bukhari berkata “munkar al hadis”. As Saji mengatakan bahwa ia dhaif dan memalsu hadis. Muhammad bin Ammar berkata bahwa ia pendusta. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/489 memberikan ia predikat dhaif. Jadi hadis Ibnu Abbas berstatus sangat dhaif karena dalam sanadnya terdapat perawi yang dhaif, pendusta dan pemalsu hadis.
Hadis Anas bin Malik dalam Fadhail As Shahabah Ahmad bin Hanbal no 8 terdapat dua orang perawi dhaif yaitu Ali bin Yazid Ash Shuda’i dan Abu Syaibah Al Jauhari. Ibnu Hajar menyebutkan biografi Ali bin Yazid dalam At Tahdzib juz 7 no 641, disebutkan bahwa ia dilemahkan oleh Abu Hatim yang berkata “tidak kuat dan munkar al hadis”. Ibnu Ady berkata “riwayat-riwayatnya tidak diikuti”. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/705 berkata “ada kelemahan padanya”. Pernyataan ini dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib no 4816 dimana Syaikh Syu’ain Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf menyatakan Ali bin Yazid dhaif. Abu Syaibah Al Jauhari adalah Yusuf bin Ibrahim At Tamimi, biografinya disebutkan Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 11 no 692 dan ia telah dinyatakan dhaif oleh Abu Hatim, Bukhari, Al Uqaili, Ibnu Hibban dan Ibnu Ady. Ibnu Hibban dalam Al Majruhin no 1233 mengatakan bahwa hadisnya dari Anas tidak halal diriwayatkan dan tidak bisa dijadikan hujjah. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/343 menyatakan ia dhaif. Jadi dalam hadis Anas terdapat dua orang perawi dhaif yang menunjukkan bahwa status hadisnya sangat dhaif.
Hadis Jabir dalam Musnad Abu Ya’la 4/133 no 2184 adalah hadis yang dhaif jiddan karena dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Fadhl bin Athiyah. Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 9 no 658 menyebutkan bahwa ia telah dinyatakan dhaif oleh banyak ulama diantaranya Ibnu Main, Ahmad bin Hanbal, Abu Hatim, Abu Zahrah, Ali bin Madini, Abu Dawud, Ibnu Ady dan lain-lain. An Nasa’i, Muslim, dan Daruquthni menyatakan ia matruk, ia dinyatakan sebagai pendusta oleh Ibnu Ma’in, Ahmad, Amru bin Ali, dan An Nasa’i. Shalih bin Muhammad menyebutnya “pemalsu hadis”. Ibnu Hibban mengatakan bahwa ia meriwayatkan hadis-hadis palsu. Al Bukhari memasukkannya dalam Ad Dhu’afa no 337. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/124 menyebutnya sebagai pendusta.
Hadis Ibnu Umar dalam Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 12/434 no 13588 dan Mu’jam Al Awsath 7/114 no 7015 adalah hadis yang dhaif. Dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Saif. Al Uqaili memasukkannya sebagai perawi dhaif dalam kitabnya Adh Dhu’afa 2/264 no 818 seraya berkata “hadisnya tidak terjaga dan dia majhul”. Adz Dzahabi memasukkannya dalam Mughni Ad Dhu’afa 1/341 no 3211 dan berkata “Abdullah bin Saif tidak dikenal”.
Hadis Uwaim bin Sa’adah Al Anshari dalam Mustadrak Al Hakim 3/7732 no 6656 dan Mu’jam Al Awsath 1/144 no 456 adalah hadis yang sangat dhaif karena di dalam sanadnya terdapat dua orang perawi majhul yaitu Abdurrahman bin Salim dan ayahnya yaitu Salim bin Utbah. Kedua perawi tersebut hanya dikenal melalui hadis ini saja. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/570 menyatakan bahwa Abdurrahman bin Salim majhul. Salim bin Utbah disebutkan dalam At Taqrib 1/336 dengan predikat “maqbul (diterima)”. Disini Ibnu Hajar telah keliru karena Salim bin Utbah hadisnya hanya diriwayatkan oleh satu orang yaitu anaknya Abdurrahman bin Salim, padahal Abdurrahman sendiri majhul. Selain itu Tidak ada satupun ulama yang memberikan predikat ta’dil pada Salim bin Utbah. Oleh karena itu Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir At Taqrib no 2182 menyatakan Salim bin Utbah majhul. Tentu saja hadis yang diriwayatkan oleh dua orang perawi majhul sudah pasti berstatus dhaif anehnya Al Hakim malah menshahihkan hadis ini dan disepakati juga oleh Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak. Pernyataan mereka jelas sekali keliru dan hanyalah sikap tasahul dalam menshahihkan hadis keutamaan sahabat padahal sanadnya sangat dhaif.
Hadis Atha’ bin Abi Rabah dalam Fadhail As Shahabah Ahmad bin Hanbal no 10 dan 11 dan dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1001 adalah hadis mursal, para perawinya tsiqat dan hasan tetapi hadis mursal sudah jelas berstatus dhaif.
Kekeliruan Syaikh Al Albani.
Syaikh Al Albani dalam Zilal Al Jannah Takhrij As Sunnah no 1001 menyatakan bahwa hadis Atha’ mursal shahih dan sanadnya hasan. Dalam Shahih Jami’ As Shaghir no 5111 Syaikh telah menghasankan hadis Ibnu Umar dan Shahih Jami’ As Shaghir no 6285 Syaikh telah menghasankan hadis Ibnu Abbas. Begitu pula dalam Silsilah Ahadis As Shahihah 5/446 no 2340 beliau menyatakan hadis ini hasan dengan mengumpulkan sanad-sanadnya. Pernyataan Beliau sungguh keliru, Dalam Silsilah Ahadits Ash Shahihah ketika mentakhrij hadis ini beliau membawakan hadis Ibnu Abbas, Hadis Anas dan Hadis Atha’ saja.
Hadis Ibnu Abbas berstatus dhaif jiddan karena diantara perawinya ada seorang yang dhaif, pendusta dan pemalsu hadis yaitu Abdullah bin Khirasy.
Hadis Anas berstatus dhaif jiddan karena terdapat dua orang perawi dhaif yaitu Ali bin Yazid dan Abu Syaibah Al Jauhari.
Hadis Atha’ walaupun para perawinya menurut Syaikh semuanya tsiqat tetap saja hadis tersebut mursal dan hadis mursal adalah hadis dhaif menurut kesepakatan para Ulama hadis.
Walaupun ketiga hadis ini dikumpulkan tetap tidak akan mungkin statusnya naik menjadi hasan karena cacat yang sangat parah pada setiap sanadnya. Oleh karena itu banyak ulama telah mencacatkan hadis ini diantaranya:
Al Uqaili memasukkan hadis ini riwayat Ibnu Umar dalam kitabnya Ad Dhu’afa 2/264 no 818.
Syaikh Washiullah bin Muhammad Abbas dalam tahqiqnya terhadap kitab Fadhail As Shahabah no 8 (hadis Anas), 10 dan 11(hadis Atha’) menyatakan bahwa hadis-hadis tersebut dhaif.
Syaikh Husain Salim Asad dalam tahqiqnya terhadap Musnad Abu Ya’la 4/133 no 2184 menyatakan bahwa hadis Jabir sanadnya rusak.
Bashar Awad Ma’ruf dalam tahqiqnya terhadap kitab Tarikh Baghdad 3/251 menyatakan hadis Ibnu Umar dhaif jiddan (sangat dhaif).
Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 4/438 no 5414 biografi Utbah bin Uwaim bin Sa’adah Al Anshari mengutip Al Bukhari dan Abu Hatim yang menyatakan bahwa hadis Uwaim di atas tidak shahih.
Kesimpulan:
Hadis di atas adalah hadis yang dhaif dan dengan mengumpulkan sanad-sanadnya maka didapati bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi-perawi yang dhaif, majhul, pendusta dan pemalsu hadis. Sanad terkuat hadis itu adalah hadis Atha’ bin Abi Rabah yang merupakan hadis mursal. Hadis mursal merupakan hadis yang dhaif dan kedudukannya tidak akan naik menjadi hasan oleh hadis-hadis yang sangat dhaif seperti hadis Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Jabir, Anas dan hadis Uwaim di atas.
Lantaran itu tidak heranlah jika Rasulullah SAWA sendiri menerangkan bahwa mayoritas sahabat akan berpaling ke belakang selepas kewafatannya. Rasulullah SAWA bersabda:”Ketika aku sedang berdiri, tiba-tiba datang sekumpulan orang yang aku kenali. Lalu seorang daripada kami keluar dan berkata : Marilah. Aku pun bertanya : Kemana? Maka dia menjawab: Ke neraka. Demi Allah! Apa kesalahan mereka. Dia menjawab: Mereka (sahabat) telah murtad selepas anda (meninggal) dan berpaling ke belakang. Dan aku melihat bahwa tidak terlepas daripada mereka melainkan sebilangan unta yang terpisah dari penggembalanya.”[al-Bukhari, Sahih, IV, hlm. 94-96; Muslim, Sahih, VII, hlm. 66 (Hadith al-Haudh).
Dan beliau bersabda lagi: “Aku mendahului kalian di Haudh. Siapa yang melalui di hadapanku akan meminumnya dan siapa yang telah meminumnya tidak akan dahaga selama-lamanya. Kelak segolongan orang yang aku kenali dan mereka pula mengenaliku akan dikemukakan di hadapanku. Kemudian mereka (sahabat) dipisahkan daripadaku. Di kala itu aku akan berkata: Mereka itu adalah para sahabatku (ashabi) Maka Allah swt berfirman : Sesungguhnya anda tidak mengetahui apa yang telah mereka lakukan (ahdathu) selepas anda. Maka aku akan berkata lagi: Nyahlah mereka yang telah mengubah (Sunnahku) selepas ketiadaanku.”[al-Bukhari, Sahih, IV, hlm. 94-99].
” Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur “. (QS. Ali Imran (3) : 144).
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah pernah Kami turunkan dari keterangan – keterangan dan petunjuk, setelah Kami terangkan dianya kepada manusia di dalam Kitab, mereka itu akan dilaknat oleh Allah dan merekapun akan dilaknat oleh orang-orang yang melaknat”. (Suroh Al-Baqarah ayat 159).
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mau percaya , dan mati , padahal mereka masih di dalam kufur. Mereka itu , atas mereka adalah laknat Allah dan Malaikat dan manusia sekaliannya. (Suroh Al-Baqarah ayat 161).
*****
Al Qur’an memang ada memuji sahabat, tetapi tidak ditujukan untuk semua sahabat tanpa terkecuali.
AL-QURAN YANG SUCI MEMUJI SAHABAT YANG BAIK DAN JUGA MENGUTUK SAHABAT YANG JAHAT.
Banyak ayat Al Qur’anul Karim yang memuji para sahabat dan banyak pula hadis shahih yang menunjukkan keutamaan para sahabat Nabi. Tetapi saya selalu mengedepankan objektifitas dalam penilaian terhadap sahabat Nabi. Tidak ada dalam aqidah saya bahwa sahabat itu bebas dari kesalahan bahkan terbukti dalam riwayat shahih sebagian sahabat melakukan kesalahan. Hal ini sebenarnya diakui juga oleh para nashibi hanya saja mereka bersikap seperti orang munafik. Mereka mengakui kalau sahabat bisa saja salah tetapi malah mencela orang yang menyatakan kesalahan sahabat.
Mengenai doktrin keadilan sahabat, jika dikatakan bahwa semua sahabat adil tanpa terkecuali maka hal ini keliru. Dalam salah satu tulisan, saya pernah mengisyaratkan bahwa keadilan sahabat yang saya yakini adalah tidak semua sahabat adil, para sahabat adil kecuali jika ditunjukkan dalil yang menjatuhkan keadilannya. Terdapat bukti shahih yang menunjukkan jatuhnya kedudukan sahabat tertentu, contohnya banyak ditulis dalam blog ini diantaranya:
- Mu’awiyah bin Abu Sufyan, sahabat Nabi yang dikatakan berdusta atas Allah SWT dan Rasul-Nya dan dikatakan bahwa ia mati tidak dalam keadaan islam.
- Samurah bin Jundub, Abu Ghadiyah Al Juhaniy, Walid bin Uqbah dan Umarah bin Uqbah yang dinyatakan sebagai ahli neraka.
- Mughirah bin Syu’bah yang mencaci Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis salaam] padahal jelas dalam hadis shahih tidak membenci Aliy kecuali orang munafik.
Dalam Al Qur’an, Ayat-ayat yang memuji sahabat tidak ditujukan untuk semua sahabat tanpa terkecuali karena diantara para sahabat di masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] terdapat orang munafik sebagaimana Al Qur’an telah menyatakan bahwa diantara penduduk Madinah yang bersama Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] terdapat orang-orang munafik yang hanya Allah SWT yang mengetahui siapa mereka.
Hadis Al Haudh juga menjadi bukti bahwa ayat Al Qur’an yang memuji sahabat tidak ditujukan untuk semua sahabat tanpa terkecuali. Hadis Al Haudh menunjukkan bahwa terdapat sebagian sahabat yang murtad sepeninggal Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan tentu saja di zaman Nabi [shallallahu ‘alaihi wassalam] mereka tidak diragukan adalah sahabat Nabi bahkan dalam sebagian riwayat, Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “mereka bagian dariku”. Para sahabat yang akhirnya murtad tersebut jelas tidak layak dimasukkan dalam ayat Al Qur’an yang memuji sahabat. Maka kesimpulannya ayat Al Qur’an yang memuji para sahabat tidak ditujukan untuk semua sahabat pada saat itu tanpa terkecuali.
Walaupun demikian saya tidak pernah menyatakan bahwa semua sahabat itu tidak adil, munafik, murtad atau tercela. Jelas jika ada yang menganggap demikian berarti ia telah mengalami kesesatan dalam berpikir dan mengambil kesimpulan. Saya hanya membantah klaim dari sebagian orang bahwa semua sahabat tanpa terkecuali adalah adil dan terpuji karena bukti shahih menunjukkan tidak semua sahabat seperti itu.
Ada sebagian orang yang sebenarnya memahami pandangan saya tetapi pikiran busuk mereka menganggap bahwa jika ada satu sahabat saja dicela maka itu akan merambat ke para sahabat lainnya. Dan sebagian orang lain yang kerdil akalnya menganggap bahwa mencela siapapun dari sahabat Nabi sama halnya dengan mendustakan Al Qur’anul Kariim. Orang-orang seperti ini tidak berhujjah dengan landasan shahih melainkan dibutakan oleh waham khayal mereka sendiri. Merekalah yang lebih pantas dikatakan mendustakan Al Qur’an dan Hadis shahih. Apakah pandangan saya tentang sahabat ini berasal dari Syi’ah?. Saya jawab tidak, karena landasan yang menjadi dasar saya adalah Al Qur’an dan Hadis shahih Ahlus Sunnah yang menjadi pegangan saya.
Tanya Jawab Dengan Wahabi.
Salafi: Adakah wajar bagi orang yang berkaliber seperti kamu, mengutuk sahabat nabi yang terhormat? Tidakkah terdapat fakta bahawa Allah telah mewahyukan beberapa ayat pada memuji sahabat nabi dan berikan berita gembira dengan penyampaiannya. Dan khalu’I-Mukminin Muawiya, yang pastinya sahabat yang terhormat, berhak pada pujian yang dikandongi oleh ayat tersebut. Tidakkah menghina para sahabat bersamaan dengan menghina Allah dan nabi?
Ustad Husain Ardilla: Mungkin kamu telah terlupa pada apa yang saya telah katakan dimalam yang lalu. Tiada siapa menafikan terdapat ayat yang diwahyukan pada memuji para sahabat. Tetapi jika kamu faham pengertian sahabat atau kawan, kamu akan mengakui bahawa ayat yang diwahyukan pada memuji sahabat bukanlah ditujukan secara umum. Kita tidak boleh menganggap bahawa kesemuanya adalah suci.
Tuan yang dihormati! Kamu tentu faham bahawa ‘sahabat’ secara lisan bererti ikatan dua insan. Maka ia boleh bererti tinggal bersama atau sebagaimana yang difahami secara umum, menolong atau memberikan bantuan kepada yang lain. Menurut bahasa Arab, al-Quran dan hadith, sahabat nabi merujuk kepada yang menghabiskan masa hidupnya bersama dengan nabi, sama ada dia muslim ataupun kafir. Maka interpretasi kamu bahawa semua para sahabat berhak syurga adalah salah. Itu bertentangan dengan minda yang sihat dan juga hadith.
Saya akan berikan lagi ayat al-Quran sebagai tambahan dan hadith sahih dari ulama sunni supaya kamu jangan tersalah faham mengenai perkataan ‘sahabat’. Perkataan ini telah digunakan untuk semua sahabat, sama ada mereka muslim ataupun kafir.
[1] Di dalam surah Najm [bintang], Allah berkata kepada yang kafir, ‘Sahabat kamu tidak membuat salah, dan tidak juga sesat.’ [53:2].
[2] Di dalam surah Saba [Sheba] Allah berkata, ‘Katakan, aku menyuruh kamu pada satu perkara, bahawa kamu bangun untuk Allah secara berpasangan atau sendirian, kemudian fikirkan; sahabat kamu tidak dirasuk.’ [34:46].
[3] Di dalam surah Kahf [Gua] Allah berkata, ‘dan berkata ia kepada sahabatnya sedang ia berselisih dengan dia: Saya punyai harta yang lebih dari kamu dan lebih ramai pengikut.. ‘ [18:34].
[4] di dalam surah yang sama, Allah berkata, ‘Sahabatnya berkata kepada dia sedang ia berselisih dengan dia: Adakah kamu percaya kepada Dia, yang menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setitik mani, kemudian Dia menjadikan kamu manusia yang sempurna.’ [18:37].
[5] Di dalam surah al-A’raf [tempat yang ditinggikan], Allah berkata, ‘Tidakkah mereka bayangkan bahawa sahabat mereka bukannya gila? Dia hanya sekadar memberi peringatan.’ [7:184].
[6] Di dalam surah An’am [ternakkan], Allah berkata, ‘Katakan: haruskan kita memanggil selain dari Allah, yang tidak memberi faedah kepada kami amhupun menganiaya kami, dan haruskan kami berpatah kebelakang setelah Allah membimbing kami, seperti mereka yang syaitan telah membuat mereka jatuh kebinggongan didunia. Dia mempunyai sahabat yang mengajak kepada jalan yang benar [berkata], ‘Marilah kepada kami’ Katakan sesungguhnya petunjuk Allah, adalah petunjuk yang benar, dan kita diarah supaya menyerah kepada tuhan alam ini.’ [6:71].
[7] Di dalam surah Yusuf, dia berkata, ‘[Yusuf berkata kepad dua orang sahabatnya yang kafir] Wahai sahabat aku di penjara berdua! Adakah banyak tuhan lebih baik dari Allah, yang satu, yang berkuasa?’ [12:39].
Ini adalah beberapa ayat yang saya telah sampaikan sebagai contoh. Adalah jelas bahawa perkataan ‘sahaba’, ‘sahib’ ‘musahib’ dan ‘ashab’ tidak mempunyai kaitan khusus kepada muslim. Ianya digunakan kepada muslim dan bukan muslim sama sahaja. Sebagaimana saya telah katakan, sesaorang yang mempunyai hubungan sosial dengan seorang yang lain dipanggil musahib atau ashab. Sahabat nabi dirujuk kepada mereka yang mempunyai hubungan sosial dengan diri baginda.
Sudah pasti diantara para sahabat nabi dan diantara mereka yang duduk-duduk dalam kumpulannya, terdapat segala jenis manusia, baik dan jahat, yang beriman dan juga hipokrit. Ayat yang diwahyukan pada memuji para sahabat tidak boleh dikatakan untuk mereka semua. Ianya hanya merujuk kepada sahabat yang baik. Adalah benar bahawa tidak ada nabi yang terdahulu mampunyai sahabat yang terkenal seperti yang ada kepada nabi kita. Sebagai contoh sahabat pada Badr, Uhud dan Hunain yang telah berdiri teguh dengan berlalunya dugaan masa. Mereka telah menolong nabi dan teguh dengan keputusan.
Tetapi diantara sahabatnya terdapat beberapa orang yang berperangai buruk, musuh kepada nabi dan ahli baytnya, manusia seperti Abdullah bin Ubayy, Abu Sifyan, Hakam bin As, Abu Huraira, Thalabi, Yazid bin Sufyan, Walid Bin Aqaba, Habib Bin Musailima, Samra Bin Jundab, Amr Bin As, Busr Bin Artat (seorang zalim yang hauskan darah manusia), Mughira Bin Sha’ba, Mu’awiya Bin Abi Sufyan, and Dhu’s-Sadiyya. Manusia ini, semasa hidup nabi dan juga setelah nabi wafat, telah memyebabkan bencana yang besar kepada manusia. Seorang yang seperti itu adalah Muawiya, yang nabi telah kutuk masa hidup baginda. Setelah wafatnya nabi, apabila Muawiya mempunyai peluang, dia bangun memberontak dengan nama mencari pembalasan terhadap pembunuhan Uthman dan telah menyebabkan pertumpahan darah yang banyak diantara muslim. Di dalam pembunuhan ini ramai dari sahabat nabi yang terhormat, seperti Ammar Yasir telah terbunuh syahid. Nabi sendiri telah meramalkan akan syahidnya. Saya telah sampaikan hadith mengenai kejadian itu.
AL-QURAN YANG SUCI MEMUJI SAHABAT YANG BAIK DAN JUGA MENGUTUK SAHABAT YANG JAHAT.
Terdapat banyak ayat dari al-Quran dan hadith yang memuji sahabat yang terkenal dan wara serta beriman. Dan terdapat juga banyak ayat dan hadith yang mengutuk para sahabat yang keji.
Salafi: Bagaimana kamu boleh mengatakan bahawa sahabat nabi menyebabkan kekacauan umum?
Ustad Husain Ardilla: Ini bukan sahaja kata-kata saya. Allah di dalam sura ahli Imran berkata: ‘Jika dia [Muhammad] mati atau terbunuh, adakah kamu akan berpaling semula?’ [3:144].
Selain dari itu dan ayat yang lain dari al-Quran, Ulama kamu, termasuk Bukhari, Muslim, Ibn Asakir, Yaqub Bin Sufyan, Ahmad Bin Hanbal, Abdu’l-Bar, dan lainnya telah merakamkan laporan dan hadith mengenai kutukan terhadap sebahagian sahabat. Saya akan merujuk hanya dua hadith. Bukhari menyatakan dari Sahl Ibn Sa’d dan Abdullah Ibn Mas’ud bahawa nabi Allah berkata, ‘Saya akan menunggu kamu dipancutan Kauthar. Apabila sekumpulan dari kamu telah sesat dari jalan saya. Saya akan berkata, ‘Wahai Allah! Mereka semua adalah sahabat saya!’ Kemudian jawapan dariNya akan sampai kepada saya, ‘Kamu tidak tahu apakah perubahan yang mereka telah adakan selepas kamu.’.
Dan lagi Imam Ahmad Bin Hanbal di dalam Musnad, Tabrani di dalam Kabir, dan Abu Nasr Sakhri di dalam Ibana menyampaikan dari Ibn Abbas bahawa nabi berkata, ‘Saya hendak menyelamatkan kamu dari siksaan neraka. Saya meminta kamu takutlah kepada neraka dan janganlah membuat perubahan pada agama Allah. Apabila saya mati dan berpisah dengan kamu, saya akan berada dipancutan Kauthar. Sesiapa yang sampai kepada saya disana selamat. Dan pada penghujung masa apabila saya dapati ramai dari manusia di dalam siksaan tuhan, saya akan berkata, ‘Wahai Allah! Ini adalah manusia dari ummah saya,’ Jawapannya akan sampai, ‘Sesungguhnya, mereka ini kebali kebelakang sesudah kamu.’ Menurut dari kenyataan Tabrani di dalam Kabir, jawapannya adalah, ’Kamu tidak tahu apakah perubahan yang mereka adakan selepas kamu. Mereka menerima agama mereka yang terdahulu.’.
ABU TALIB SEORANG YANG KUAT BERIMAN.
Kamu menekankan bahawa Muawiya dan Yazid adalah muslim walaupun banyak kesalahan mereka telah dirakamkan di dalam buku kamu. Sebahagian dari ulama sunni menulis sebuah buku mengenai kutukan terhadap mereka, tetapi kamu masih berkeras mengatakan bahawa mereka berhak dipuji dan bahawa Abu Talib yang beriman tulus kamu katakan kafir.
Memang dapat dilihat kata-kata begini adalah hasil dari kebencian terhadap Amirul-Mukminin Ali. Kamu cuba membantah hujah yang membuktikan kekafiran dan hipokritnya Muawiya dan Yazid. Dan bahkan kamu menolak kenyataan Abu Talib secara terbuka mengenai imannya kepada Allah dan nabi.
BUKTI TAMBAHAN TERHADAP IMAN ABU TALIB.
Bukankah ianya satu fakta bahawa ahli bayt nabi telah mengatakan bahawa Abu Talib adalah seorang yang beriman dan dia mati sebagai yang beriman? Tidakkah Asbagh Bin Nabuta, seorang yang dipercayai, telah menyampaikan dari Amirul-Mukminin bahawa dia berkata, ‘Saya bersumpah dengan Allah bahawa bapa saya, Abu Talib, datuk saya Abdul-Muttalib Hashim dan Abdul-Munaf tidak pernah menyembah berhala.’
Adakah wajar bahawa kamu menolak kenyataan Ali dan ahli bayt yang suci dan memberikan kepujian kepada kenyataan yang terkutuk Mughira, Amawis, Khariji, Nasibi dan musuh-musuh lain Amirul-mukminin.
JAFAR TAYYAR MEMELUK ISLAM ATAS ARAHAN BAPANYA.
Lebih-lebih lagi ramai ulama kamu, termasuk Ibn Abi’l-Hadid di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha telah menulis bahawa satu hari Abu Talib datang ke masjid dan melihat nabi sedang sembahyang. Ali sedang sembahyang pada sebelah kanan baginda. Abu Talib mengarahkan anaknya Jafar, yang bersama dengannya dan belum lagi memeluk islam, ‘berdirilah disebelah sepupu kamu dan lakukan sembahyang bersamanya’ Jafar pergi berdiri kesebelah kiri nabi dan mula bersembahyang. Pada ketika itu Abu Talib mengubah syair ini, ‘Sesungguhnya Ali dan Jafar adalah kekuatan saya dan penghibur di dalam kesusahan dan kekeciwaan.
Wahai Ali dan Jafar! Janganlah tinggalkan berdampingan dengan sepupu kamu dan anak saudara ku, tetapi bantulah dia. Saya bersumpah, saya tidak akan meninggalkan nabi. Bolehkah sesiapa meninggalkan kumpulan nabi yang begitu mulia?’
Maka itu adalah pandangan semua ulama kamu bahawa Jafar memeluk islam dan melakukan sembahyang dengan nabi adalah arahan dari Abu Talib.
NABI MENANGIS DENGAN KEMATIAN ABU TALIB DAN MENDOAKAN RAHMAT ALLAH PADANYA.
Ibn Abi’l-Hadid di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha dan Ibn Jauzi di dalam Tadhkirat-e-Khawasu’l-Umma mengatakan dari Tabaqat-e-Muhammad Ibn Sa’d, yang menyampaikan dari Waqidi dan Allama Seyyed Muhammad Bin Seyyed Rasul Barzanji di dalam Kitabu’l-Islam Fi’l-‘am-o-Aba’-e-Seyyedu’l-An’am, kenyataan dari Ibn Sa’d dan Ibn Asakir, yang menyampaikan dari punca yang sahih dari Muhammad Bin Ishaq bahawa Ali berkata, ‘Apabila Abu Talib meninggal dan saya memberitahu nabi Allah mengenainya, baginda menangis. Kemudian dia berkata kepada saya, ‘Pergi dan mandikan jasadnya di dalam persediaan untuk pengkebumian, balut dirinya dengan kafan dan kebumikan dia. Semoga Allah merahmatinya dan keampunan keatasnya!’
Adakah dibolehkan oleh islam untuk melakukan upacara pengkebumian kepada kafir? Adakah dibenarkan kepada kita untuk mengatakan bahawa nabi mendoakan kerahmatan Allah keatas orang kafir dan musyirik? Nabi tidak meninggalkan rumahnya untuk beberapa hari dan berterusan mendoakan untuk keamanan abadi Abu Talib.
KETERANGAN DARI SURAH AL-QURAN DAN HADITH, MUAWIYA DAN YAZID ADALAH TERKUTUK.
[1] Sila rujuk kepada ayat 60 Surah 17 Bani Israel. Pengulas dari ulama kamu, seperti Tha’labi, Imam Fakhru’d-din Razi, dan yang lainnya berkata bahawa nabi melihat di dalam mimpinya bahawa Bani Umayya, seperti monyet, naik dan turun dari mimbarnya. Kemudiannya Jibril membawa ayat yang suci ini, ‘Dan apabila Kami katakan kepada kamu: Sesungguhnya Tuhanmu meliputi manusia. Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang Kami tunjukkan kepada kamu melainkan sebagai percubaan untuk manusia dan pokok yang terkutuk di dalam al-Quran juga. Dan Kami menjadikan mereka ketakutan, tetapi ianya hanya menambahkan kepada kedurhakaan mereka.’’[17:60]
Allah maha besar telah memanggil Bani Umayya, yang pemimpinnya adalah Abu Sufyan dan Muawiya, ‘pokok terkutuk’ di dalam al-Quran. Muawiya, yang menjadi dahan yang kuat pada pokok ini, pastinya terkutuk.
[2] Lagi Allah maha besar berkata, ‘Tetapi jika kamu berkuasa, kamu pastinya membuat kerosakkan dibumi dan memutuskan perhubungan persaudaraan. Mereka itulah yang Allah telah kutuk maka Dia telah menjadikan dia pekak dan buta matanya.’ [47:22-23].
Di dalam ayat ini mereka yang melakukan kerosakkan dibumi dan memutuskan tali persaudaraan telah dikutuk oleh Allah. Siapakah yang lebih merosakan dari Muawiya, yang mana khalifanya adalah terkenal dengan amalan kezaliman. Selain itu dia telah memutuskan ikatan persaudaraan.
[3] Juga Allah berkata di dalam al-Quran, ‘Sesungguhnya mereka yang mengatakan perkara yang jahat mengenai Allah dan rasulNya, Allah telah mengutuk mereka di dalam dunia ini dan juga diakhirat, dan dia telah menyediakan untuknya siksaan yang menghinakan.’ [33:57].
Pastinya menyakitkan Amirul-Mukminin dan kedua cucu nabi Hasan dan Husain begitu juga Ammar-e-Yasir dan sahabat terkenal yang lain adalah umpama menyakitkan nabi sendiri juga. Oleh kerana Muawiya telah menyakiti manusia yang wara’ ini, dia, menurut dari ayat al-Quran yang jelas, pastinya terkutuk didunia ini dan juga diakhirat.
[4] Di dalam surah Mukminun Allah berkata, ‘Pada hari dimana alasan mereka tidak memberikan faedah kepada mereka yang keji dan untuk mereka adalah kutukan dan untuk mereka tempat tinggal yang jahat.’ [40:52].
[5] Di dalam surah Hud, Dia berkata, ‘Sekarang sesungguhnya kutukan Allah kepada mereka yang zalim.’ [11:18].
[6] Di dalam surah al-Araf [Tempat yang ditinggikan] Allah berkata, ‘Kemudian yang memanggil akan panggil kepada mereka bahawa kutukan Allah keatas mereka yang zalim.’ [7:44].
Begitu juga banyak ayat lain yang diwahyukan mengenai mereka yang zalim. Telah jelas, bagi setiap mereka yang zalim dikutuk. Saya tidak fikir ada diantara kamu yang akan menafikan kezaliman yang dilakukan oleh Muawiya. Maka jelaslah pada fakta bahawa dia adalah zalim, cukuplah pada menerima kutukkan dari Allah, dari segala bukti yang nyata kita juga boleh mengutuk mereka yang menerima kutukkan dari Allah.
[7] Di dalam surah an-Nisa Allah berkata, ‘Dan sesiapa yang membunuh orang beriman dengan sengaja, hukuman baginya adalah neraka; dia akan tinggal di dalamnya, dan Allah akan hantar siksaan kepadanya dan mengutuknya dan menyediakan untuknya siksaan yang amat pedih.’ [4:93].
PEMBUNUHAN TERHADAP ORANG BERIMAN YANG TERKENAL SEPERTI IMAM HASAN, AMMAR HAJAR BIN ADI MALIK ASHTAR DAN MUHAMMAD BIN ABI BAKR ATAS ARAHAN MUAWIYA..
Ayat al-Quran dengan jelas mengatakan bahawa jika sesaorang membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, dia berhak menerima kutukkan dan tempat tinggalnya adalah neraka. Tidakkah Muawiya bersekutu di dalam pembunuhan orang yang beriman? Tidakkah dia yang mengarahkan terhadap pembunuhan Hajar Ibn Adi dan tujuh orang sahabatnya? Tidakkah dia yang mengarahkan supaya Abdur-Rahman bin Hasan Al-Ghanzi ditanam hidup-hidup?
Ibn Asakir dan Yaqub Bin Sufyan di dalam buku sejarah mereka; Baihaqi di dalam Dala’il; Ibn Abdu’l-Bar di dalam Isti’ab; dan Ibn Athir di dalam Kamil telah mengatakan bahawa Hajar Bin Adi, salah seorang sahabat yang terkenal, dan bersama tujuh orang sahabatnya telah dibunuh dengan kejam oleh Muawiya. Kesalahan mereka, kerana enggan mengutuk Ali.
Imam Hasan adalah cucu nabi yang pertama. Tidakkah dia terjumlah di dalam Ashab-e-Kisa [mereka yang dibawah selimut]? Bukankah dia salah seorang dari ketua remaja disyurga dan yang beriman, yang mempunyai kedudukan tertinggi? Menurut dari kenyataan Mas’udi, Ibn Abdu’l-Bar, Abu’l-Faraj Ispahani, Tabaqa oleh Muhammad Bin Sa’d, Tadhkira oleh Sibt Ibn Jauzi, dan ulama sunni yang lain, Muawiya menghantar racun kepada Asma’ Ju’da dan menjanjkan kepada dia bahawa jika dia membunuh Hasan Ibn Ali, Muawiya akan memberi kepadanya 100 000 dirham dan akan mengahwinkannya dengan anaknya Yazid. Adakah kamu teragak-agak untuk memanggil Muawiya terkutuk? Tidakkah fakta yang sebenar, bahawa di dalam peperangan Siffin sahabat nabi yang agung Ammar Yasir, telah syahid atas arahan Muawiya? Kesemua ulama kamu mengatakan dengan satu kenyataan bahawa nabi telah berkata kepada Ammar Yasir, ‘Tidak beberapa lama lagi kamu akan dibunuh oleh sekumpulan penentang yang sesat.’
Adakah kamu masih ragu bahawa ribuan muslim beriman telah dibunuh oleh pegawai Muawiya? Tidakkah perwira yang gagah dan ikhlas telah diracun oleh arahan Muawiya? Bolehkan kamu nafikan bahawa pegawai tertinggi Muawiya, Amr bin As dan Muawiya bin Khadij, secara kejam mensyahidkan gabenor Imam Amirul-Mukminin, yang wara’ Muhammad bin Abi Bakr? Tidak puas dengan itu mereka masukkan badannya kedalam kulit keldai dan membakarnya. Jika saya hendak berikan kepada kamu secara khusus mereka yang beriman yang telah dibunuh oleh Muawiya dan pegawainya, ianya memerlukan bukan satu malam malah beberapa malam.
PEMBUNUHAN 30.000 ORANG YANG BERIMAN OLEH BUSR BIN ARTAT DENGAN ARAHAN MUAWIYA.
Kekejaman yang paling besar adalah Busr bin Artat telah membunuh ribuan orang yang beriman atas perintah Muawiya. Abu’l-Faraj Ispahani dan Allama Samhudi di dalam Ta’rikhu’l-Medina, Ibn Khallikan, Ibn Asakir dan Tabari di dalam sejarah mereka; Ibn Abi’l-Hadid di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha, jilid I, dan ramai lain dari ulama kamu telah menulis bahawa Muawiya mengarahkan Busr menyerang San’a dan Yaman dari Madina dan Makah. Dia berikan arahan yang sama kepada Zuhak bin Qais Al-Fahri dan yang lain. Abu’l-Faraj mengatakannya dengan perkataan ini, ‘Sesiapa sahaja dari sahabat dan shia Ali yang dijumpai hendaklah dibunuh, walaupun wanita dan kanak-kanak, jangan dibiarkan hidup.’ Dengan arahan yang tegas ini, mereka keluat dengan tenaga askar 3 000 orang dan menyerang Madina, San’a, Yaman, Ta’if dan Najran. Apabila mereka sampai ke Yaman, gabenornya, Ubaidullah Ibn Abbas telah keluar dari kota. Mereka memasukki rumahnya dan membunuh kedua-dua anaknya, Sulayman dan Dawud diatas pangkuan ibunya.
Ibn Abi’l-Hadid menulis di dalamSharh-e-Nahju’l-Balagha, jilid I, ms 121, bahawa di dalam serangan ini 30 000 telah terbunuh, tidak termasuk yang mati terbakar.
Adakah tuan-tuan masih ragu yang Muawiya berhak pada kutukan?
MUAWIYA MENGARAHKAN SUPAYA ALI DIKUTUK.
Diantara bukti yang jelas bahawa Muawiya adalah kafir dan berhak kutukkan adalah secara umum penolakkannya terhadap Amirul-Mukminin dan arahannya kepada manusia untuk membaca kutukkan terhadap Imam di dalam qunut [doa di dalam solat] mereka. Fakta ini telah disahkan oleh kita berdua shia dan sunni. Bahkan ahli sejarah bangsa lain telah merakamkan bahawa amalan yang hina itu telah diarahkan secara terbuka, dan ramai yang telah terbunuh kerana tidak menyebutkan kutukan tersebut. Amalan ini telah diberhentikan oleh khalifa Umayya, Umar bin Abdil-Aziz.
Mereka yang mengutuk adik nabi, suami Fatima, Amirul-Mukminin Ali Ibn Abi Talib, dan yang mengarahkan orang lain melakukan pastinya dikutuk. Fakta ini telah dirakamkan oleh semua ulama terkenal di dalam buku sahih mereka, Sebagai contoh Imam Ahmad Bin Hanbal di dalam Musnad, Imam Abu Abdu’r-Rahman Nisa’i di dalam Khasa’isu’l-Alawi, Imam Tha’labi dan Imam Fakhru’d-in Razi di dalam Tafsir (ulasan), Ibn Abi’l-Hadid di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha, Muhammad Bin Yusuf Ganji Shafi’i di dalam Kifayatu’t-Talib, Sibt Ibn Jauzi di dalam Tadhkira, Sulayman Balkhi Hanafi di dalam Yanabiu’l-Mawadda, Mir Seyyed Ali Hamadani di dalam Mawaddatu’l-Qurba, Dailami di dalam Firdaus, Muslim Bin Hajjaj di dalam Sahih, Muhammad Bin Talha Shafi’i di dalam Matalibu’s-Su’ul, Ibn Sabbagh Maliki di dalam Fusulu’l-Muhimma, Hakim di dalam Mustadrak, Khatib Khawarizmi di dalam Manaqib, Abraham Hamwaini di dalam Fara’id, Ibn Maghazili Shafi’i di dalam Manaqib, Imamu’l-haram di dalam Dhakha’iru’l-Uquba, Ibn Hajar di dalam Sawa’iq, dan ulama yang lainnya telah menyampaikan dengan sedikit perbezaan perkataan, mengatakan bahawa nabi telah berkata, ‘Sesiapa yang menghina Ali, sebenarnya menghina saya; yang menghina saya sebenarnya telah menghina Allah.’.
Dailami di dalam Firdaus, Sulayman Hanafi di dalam Yanabiu’l-Mawadda telah menyampaikan bahawa nabi telah berkata, ‘Sesiapa yang menyakiti Ali, sebenarnya telah menyakiti saya, dan kutukan Allah keatas mereka yang telah menyakiti saya.’ Ibn Hajar Makki di dalam Sawa’iq menyebut satu hadith mengenai akibat terhadap sesaorang yang mengutuk terhadap mana-mana dari keturunan nabi. Dia mengatakan bahawa nabi berkata, ‘Jika sesiapa mengutuk ahli bayt saya, semoga kutukkan Allah diatasnya.’
Dari itu Muawiya pastinya terkutuk. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibn Athir di dalam Kamil, Muawiya biasa mengutuk Ali, cucu-cucu nabi, Hasan dan Husain dan juga Abbas dan Malik Ashtar di dalam qunut solat harian.
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan di dalam Musnad dan beberapa punca bahawa nabi Allah berkata, ‘Jika sesiapa melukakan Ali dia akan dilayani sebagai yahudi atau kristian pada hari pengadilan.’ Pastinya kamu semua telah tahu bahawa adalah satu dari hukum islam bahawa memanggil Allah dan nabi dengan nama yang hina membawa kepada kafir.
Muhammad Bin Ganji Shafi’i di dalam Kifayatu’t-Talib, bahagian X, mengatakan bahawa satu ketika Abdullah Ibn Abbas and Sa’id Ibn Jabir melihat pada pinggir telaga zamzam sekumpulan orang Syria menghina Ali. Mereka pergi mendapatkannya dan berkata, ‘Siapa diantara kamu yang menghina nabi Allah?’ Orang Syria menjawa, ‘Tiada siapa diantara kami yang menghina nabi Allah.’ Kemudian mereka berkata, ‘Baik, siapa diantara kamu yang menghina Ali?’ Orang Syria berkata, ‘Ya, kami telah menghina Ali,’
Kemudian Abdullah dan Sa’id berkata, ‘Kamu harus menjadi saksi bahawa kami mendengat nabi berkata kepada Ali, ‘Sesiapa yang menghina kamu, sesungguhnya telah menghina saya; sesiapa yang menghina saya telah menghina Allah. Jika sesiapa yang menghina Allah, Dia akan menlontarkan mereka kedalam neraka.’
PARA SAHABAT NABI DITAHAP YANG BERBEZA PADA PEMAHAMAN.
Salafi: Adakah wajar bagi orang yang berkaliber seperti kamu, mengutuk sahabat nabi yang terhormat? Tidakkah terdapat fakta bahawa Allah telah mewahyukan beberapa ayat pada memuji sahabat nabi dan berikan berita gembira dengan penyampaiannya. Dan khalu’I-Mukminin Muawiya, yang pastinya sahabat yang terhormat, berhak pada pujian yang dikandongi oleh ayat tersebut. Tidakkah menghina para sahabat bersamaan dengan menghina Allah dan nabi?
Ustad Husain Ardilla: Mungkin kamu telah terlupa pada apa yang saya telah katakan dimalam yang lalu. Tiada siapa menafikan terdapat ayat yang diwahyukan pada memuji para sahabat. Tetapi jika kamu faham pengertian sahabat atau kawan, kamu akan mengakui bahawa ayat yang diwahyukan pada memuji sahabat bukanlah ditujukan secara umum. Kita tidak boleh menganggap bahawa kesemuanya adalah suci.
Tuan yang dihormati! Kamu tentu faham bahawa ‘sahabat’ secara lisan bererti ikatan dua insan. Maka ia boleh bererti tinggal bersama atau sebagaimana yang difahami secara umum, menolong atau memberikan bantuan kepada yang lain. Menurut bahasa Arab, al-Quran dan hadith, sahabat nabi merujuk kepada yang menghabiskan masa hidupnya bersama dengan nabi, sama ada dia muslim ataupun kafir. Maka interpretasi kamu bahawa semua para sahabat berhak syurga adalah salah. Itu bertentangan dengan minda yang sihat dan juga hadith.
AL QURAN menyatakan keutamaan sahabat secara
umum tetapi bukan berarti itu berlaku untuk seluruh sahabat, melainkan
untuk sahabat yang tidak berbalik arah setelah wafat Nabi SAW. Itulah
makna Qs. Ali Imran Ayat 144.
Nabi SAW menyebut Mu’awiyah cs sebagai kelompok pemberontak sesat !
Sabda Rasulullah SAW kepada Ammar: “Betapa kasihan Ammar, golongan pembangkang telah membunuhnya, padahal dia menyeru mereka kepada kebenaran (surga) sementara mereka menyeru kepada kesesatan (neraka)” (Hr. Bukhari, Muslim, At Tirmidzi dan Ahmad).
Padahal Allah SWT menyatakan : “Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal didalamnya dan Allah murka kepada, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya” (Qs. An Nisa ayat 93).
Juga sabda nya : “Anakku Hasan akan mendamaikan dua kelompok besar yang berselisih”. Dan sabdanya pada Abu Dzar bahwa ia akan mati sendirian dan terasing. Demikian pula dengan sabda nya : “Imam imam setelahku ada 12, semuanya dari Quraisy”.
Bukhari dalam shahih nya meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata : “Saya menjaga dari Rasul SAW dua kantong, satu kantong saya sebarkan dan satu kantong lagi saya simpan. Kalau kantong yang saya tutupi ini saya buka juga, niscaya saya akan dihabisi oleh orang kejam ini (Mu’awiyah)” (Hr.Bukhari juz 1 halaman 38).
Kalau memang dunia hadis sunni jujur dan tidak ada intimidasi dalam periwayatan hadis, niscaya Abu Hurairah tidak akan menyembunyikan hadis !
Sunni menutupi kesalahan kesalahan para Sahabat dengan menyalahkan tokoh fiksi Abdullah bin Saba’, menyembunyikan hadis dan membuat buat hadis palsu jaminan Surga kepada musuh musuh ahlulbait
Pasca wafat Nabi SAW, para sahabat banyak mengembangkan ijtihad dari hasil pemikirannya sendiri, walaupun itu harus merubah hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul sebelumnya !
UMAT KHiANATi Ali PASCA NABi SAW WAFAT
Qs. Al An’am ayat 65-67;Qs. 6:65. Katakanlah (Muhammad), “Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan berulang ulang tanda tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami (nya).
Qs. 6:66. Dan kaummu mendustakannya (azab) padahal (azab) itu benar adanya. Katakanlah (Muhammad), “Aku ini bukanlah penanggung jawab kamu”.
Qs. 6:67. Setiap berita (yang dibawa oleh Rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui
Dikutip dari “AL HiDAYAH ALQURAN TAFSiR PERKATA TAJWID KODE ANGKA PENERBIT KALiM” yang disahkan DEPAG, halaman 136 :
Asbabun Nuzul Qs.6 : 65-67 : Zaid bin Aslam mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat, “Setelah kepergianku, janganlah kalian kembali menjadi kafir dengan saling membunuh diantara kalian”. Mereka berkata, “Kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya engkau adalah Rasul Nya. “Sebagian yang lain berkata, “ini tidak akan pernah terjadi untuk selamanya, yaitu saling membunuh diantara kita, sementara kita semua adalah muslim.” Maka turunlah ketiga ayat ini (HR. Ibnu Abi Hatim).
Wahai para pembaca…
Qs. Asy Syu’ara; ayat 205-207;
Qs.26 : 205 : Maka bagaimana pendapatmu jika kepada mereka kami berikan kenikmatan hidup beberapa tahun,
Qs.26 : 206 : Kemudian datang kepada mereka azab yang diancamkan kepada mereka,
Qs.26 : 207 : Niscaya tidak berguna bagi mereka kenikmatan yang mereka rasakan
Dikutip dari “AL HiDAYAH ALQURAN TAFSiR PERKATA TAJWID KODE ANGKA PENERBIT KALiM” yang disahkan DEPAG, halaman 376 :
Asbabun Nuzul Qs.26 : 205-207 : Menurut Abu Jahdham, ketiga ayat ini diturunkan berkenaan dengan Rasulullah yang suatu ketika terlihat bingung dan gelisah. Para sahabat menanyakan hal itu. “Aku bermimpi, setelah aku wafat kelak, aku melihat musuhku yang ternyata adalah berasal dari umatku sendiri,” jawab Rasulullah (HR.ibnu Abi Hatim)
Wahai para pembaca…
Hadis dari sahabat Jarir bin ‘Abdillah Al Bajali dari Nabi SAW : “janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku, sebagian kalian menebas leher yang lain” (HR. Bukhari no. 7080 dan HR. Muslim no.65)
Hadis Nabi SAW : “Mencaci seorang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran” (Hr.Bukhari Muslim).
PERSAMAAN SAHABAT NABI SAW DAN SAHABAT MUSA AS.
Jika sesetengah (bukannya semua) sahabat Nabi Muhammad Saw
diterangkan oleh al-Quran sebagai orang yang lari dari medan perang
(Uhud dan Hunain), munafik, meninggalkan Nabi ketika khutbah Jumaat dan
sebagainya, maka bagaimanakah pula sikap sahabat/kaum Nabi Musa as.?
Al-Quran dalam Surah al-Maidah ayat 20-26 menjelaskan sikap mereka seperti berikut:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka (setelah kamu
diperhamba oleh Firaun dan orang-orangnya), dan diberikan-Nya kepadamu
apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara
umat-umat yang lain”.QS. al-Mai’dah (5) : 20.
Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina- Baitul Muqaddis) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. QS. al-Mai’dah (5) : 21.
Mereka berkata: “Wahai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan
memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar
daripadanya, pasti kami akan memasukinya.” QS.
al-Mai’dah (5) : 22.
.
Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada
Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka
dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya
niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu
bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. QS. al-Mai’dah (5) : 23.
Mereka berkata: “Wahai Musa, kami sekali-sekali tidak akan
memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu
pergilah kamu (berperang) bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”.QS. al-Mai’dah (5) : 24.
Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku
sendiri dan saudaraku (Nabi Harun). Sebab itu pisahkanlah antara kami
dengan orang-orang yang fasik itu”. QS. al-Mai’dah (5) : 25.
Allah berfirman: ” (Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka
akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka
janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik
itu.” QS. al-Mai’dah (5) : 26.
Kesimpulannya:
1. Sahabat Nabi Musa (Bani Israil) telah ingkar dengan arahan Nabi
Musa supaya memasuki tanah suci Palestin kerana takut berperang.
2. Mereka yang ingkar itu mengarahkan Nabi Musa agar berperang bersama Tuhan manakala mereka hanya menunggu sahaja.
3. Mereka disifatkan sebagai sahabat/kaum yang fasiq oleh al-Quran.
4. Akibat ingkar dengan arahan Nabi Musa mereka disesatkan oleh Allah swt selama 40 tahun di tengah padang pasir Tiih (sekarang terletak di wilayah Mesir).
Justeru itu, sahabat Nabi Musa yang ingkar dengan arahannya
bukanlah sahabat yang layak dijadikan contoh dan mereka bukalanlah
sahabat yang adil.
Al-Qur’an adalah seluruh kumpulan wahyu dari Tuhan, yang diturunkan
secara bertahap selama 22 tahun lebih pada berbagai situasi dan
peristiwa.AL QURAN menyatakan keutamaan sahabat secara umum tetapi bukan
berarti itu berlaku untuk seluruh sahabat, melainkan untuk sahabat yang
tidak berbalik arah setelah wafat Nabi SAW. Itulah makna Qs. Ali Imran
Ayat 144.
Pada situasi penting atau kapan pun Allah ingin memberikan wahyu kepada Muhammad, maka turunlah wahyu itu disampaikan oleh malaikat Jibril / Roh Qudus. Nabi Muhammad lalu menyampaikan kepada sahabatnya, bahwa ada wahyu dari Allah.
Memang ada ayat AL QURAN yang menyatakan keutamaan sahabat secara umum tetapi bukan berarti itu berlaku untuk seluruh sahabat, melainkan untuk sahabat yang tidak berbalik arah setelah wafat Nabi SAW. Itulah makna Qs. Ali Imran Ayat 144.
Qs. Ali Imran ayat 152 : “Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa’at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu[x] dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai.
[xx]. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka[xxx] untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema’afkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman””
x]. Yakni: urusan pelaksanaan perintah Nabi Muhammad s.a.w. karena beliau telah memerintahkan agar regu pemanah tetap bertahan pada tempat yang telah ditunjukkan oleh beliau dalam keadaan bagaimanapun.
xx]. Yakni: kemenangan dan harta rampasan.
xxx]. Maksudnya: kaum muslimin tidak berhasil mengalahkan mereka.
Ayat tersebut menceritakan Sebab-sebab kekalahan umat Islam dalam perang Uhud.
Tidak ada jaminan alumni perang badar dan alumni perang uhud di
ampuni hingga mereka wafat.. Mereka memang diampuni pada Perang Badar
dan Perang uhud TETAPi JiKA KEMUDiAN MEREKA MENENTANG LAGi NABi DAN
MURTAD TERHADAP WASiAT NABi MAKA TiDAK ADA JAMiNAN MEREKA TETAP DiAMPUNi.Perhatikan dengan detil ayat yang menyatakan ahlul uhud diampuni (qs. 3 :152) kata AMPUNAN dalam ayat tersebut “”Wa Laqad ‘Afaa ‘Ankum”” itu berbentuk fi’il madhi.
Ini bermakna pengampunan hanya berlaku untuk kesalahan mereka di PERANG UHUD saja, tidak berlaku untuk kesalahan sesudah itu.
Seandainya ampunan berlaku untuk selamanya maka ayat itu pasti menggunakan fi’il mudhari’ dengan kalimat WA Yu’FAA ‘ANKUM.
Satu kata atau satu huruf saja berbeda baik fi’il madhi maupun fi’il mudhari’ maka akan merubah maksud tafsir.
Bandingkan dengan :
Qs. Al Ahzab ayat 33 : “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sesuci sucinya ”.
Innama yuridullahu li yudzhiba ‘ankum adalah fi’il mudhari’ ( kata kerja yang berlaku dari masa pengucapan, masa kini dan masa yang akan datang )… Artinya ayat tathir menyatakan Ahlul Bait disucikan sejak SAAT iTU SAMPAi MEREKA WAFAT (jaminan syurga).
Kalau kalimat itu di jadikan fi’il madhi akan berbentuk innama aradallahu lidzahaba ‘ankum… Ternyata ayat tathir bukan fi’il madhi… Artinya ahlul kisa diampuni untuk selama selamanya.
Potensi OKNUM SAHABAT berbalik arah pasca wafat Nabi SAW diakui Al Quran dan Hadis ( misal : hadis haudh riwayat Bukhari Muslim ) … Ada kemungkinan mereka berbalik arah bila Nabi SAW wafat
Qs. Ali ‘Imran ayat 144 : “” Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[x]. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur””.
x]. Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. Rasul-rasul sebelumnya telah wafat. Ada yang wafat karena terbunuh ada pula yang karena sakit biasa. Karena itu Nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat seperti halnya rasul-rasul yang terdahulu itu. Di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh. Berita ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau Nabi Muhammad itu seorang Nabi tentulah dia tidak akan mati terbunuh.
Coba anda perhatikan ayat ayat pujian dan ridha Allah untuk PARA SAHABAT, tidak ada satupun ayat yang menyatakan pujian dan ridha Allah untuk semua sahabat… Tapi semua ayatnya menyatakan hanya sebahagian sahabat saja….
Itupun ada syarat nya yaitu mereka harus ihsan (baik) dan mereka harus ridha terhadap ketetapan Allah.. Bila ada sahabat yang tidak memenuhi syarat ini maka ia dikecualikan.
Jaminan SURGA hanya diberikan jika seseorang memenuhi syarat syarat seperti tidak mendurhakai Rasulullah setelah wafatnya.
Perhatikan Qs. 56. Qs. Al Waaqi’ah;
77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,
78. pada kitab yang terpelihara ( Lauhul Mahfuzh ),
79. tidak menyentuhnya kecuali orang – orang yang disucikan.
Jadi jelaslah yang disucikan adalah ahlul kisa dan para Imam Ahlul Bait.
Hanya syi’ah Imamiah lah yang menjadikan Imam Ali sebagai pemimpin dalam hal Imamah pasca wafat Nabi SAW !!!!!!!!!
Perhatikan Qs. 5. Qs. Al Maa’idah;
55. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat ketika mereka berada dalam keadaan ruku’.
56. Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.
Yang shalat sambil berzakat hanya khusus untuk Imam Ali, haram orang lain melakukan hal tersebut… Adapun lafaz jamak ( orang orang ) untuk menyebut pelaku tunggal merupakan hal biasa dalam Al Quran, contoh:
a. Qs. 63. Qs. Al Munaafiquun ayat 8.
Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.
FAKTANYA : Yang mengucapkan kalimat tersebut hanya satu orang yakni Abdullah Bin Ubay Bin Salul.
b. Allah berfirman : “ Dan orang orang Yahudi berkata : ‘Tangan Allah terbelenggu’ “
FAKTANYA : Yang berkata Cuma 1 yahudi ( tunggal ) yang berkata bahwa Allah kikir / pelit
Jadi jelaslah Syi’ah Imamiah adalah ahlusunnah yang sesungguhnya !!!
Kalau mengacu kpd Surat Al Imran 144 :”……….
apakah kalau engkau (Nabi saw) meninggal atau terbunuh kamu berbalik ke belakang (murtad/balik kepd nilai2 jahiliyyah)….” ternyata Al-Quran jauh2 hari sdh mengingatkan Nabi saw dan umat Islam akan adanya konspirasi sebagian sahabat yg tdk menginginkan Islam tegak diatas nilai2 jahiliyyah yg telah disingkirkan oleh Nabi saw.
Bahwa Umar telah menggagalkan wasiat Nabi saw adalah fakta/bukti yg mendukung pernyataan QS Ali Imran 144 tsb. Begitu pula peristiwa Saqifah dst.nya adalah fakta2 sejarah yg mengungkapkan adanya komplotan yg menggagalkan naiknya kepemimpinan ilahiyah (Washi nabi) menaiki panggung sejarah.
Kalau kita membaca bukunya Max Idomont, Jew, God and History, maka terbukti bahwa setiap misi nabi/rasul, disamping ada yg mendukung pasti ada sekelompok sahabatnya yg menggagalkan tercapainya misi yg diembannya. Contohnya Nabi Isa as setelah wafatnya dikhianati oleh para sahabatnya dan memalsukan kitab suci-Nya, tapi diberi label “asli”. Begitu juga misi yg diemban Nabi Muhammad saw tidak terlepas dari konspirasi para “sahabatnya”. Hanya saja Al-Quran-Nya masih tetap otentik, tetapi Sunnah Rasul-Nya (hadis) sdh diacak-acak bercampur dg yg palsu. Itulah makna ucapan Umar :”…..cukuplah Kitabullah di sisi kita….Dan hadis2 palsu dicampur dg yg asli yg juga diberi label asli atau “SAHIH”.
Fakta adanya hadis palsu yg melarang penulisan sunnah Rasul dan pembakaran hadis asli oleh Abu Bakar, Umar dan Usman yg diikuti oleh penguasa Umayyah d an Abbasiyah adalah fakta yg mendukung statement Ali Imran 144.
Masalahnya kita sering mengabaikan statement Ali Imran 144 ini dan menganggapnya hanya konstatasi Allah yg tdk ada buktinya dlm sejarah.
Tidak hanya Yahudi yg pandai memalsukan Kitab Suci dan mengatakan :”hadza min indillah”, org Arabpun tdk kalah brilyannya. Supaya Islamnya terlihat masih “asli” tetapi juga nilai2 jahiliyyahnya terakomodir, maka harus dilakukan kompromi antara nilai2 Islam dan nilai2 jahiliyyah, karena engga mungkin mereka mengawinkan kedua nilai yg saling bertolak belakang itu. Kira2 “deal”-nya : biarlah Al-Quran tdk diotak-atik tapi penafsiran/penjelasannya/rinciannya (sunnah Rasul/hadis) harus menurut gua (perhatikan rangkaian peristiwa2 Hari Kamis kelabu, Saqifah, Perang Shiffin/Tahkim, Karbala dst.) semuanya tdk memberi kesempatan sedikitpun kpd Ahlul Bait untuk melaksanakan misinya.
AL-QUR’AN BICARA TENTANG “SAHABAT”.
(1) ADA YANG MENINGGALKAN NABI KETIKA SEDANG KHOTBAH JUM’AT, HANYA UNTUK MELIHAT PERNIAGAAN DAN PERMAINAN.
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau
permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan
kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah
lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik
Pemberi rezeki. (Al Jumuah : 11).
(2) ADA YANG MENYAKITI NABIT DENGAN MEMBUAT GOSIP MURAHAN.
Di antara mereka ada yang menyakiti Nabi dan
mengatakan: “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah:
“Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah,
mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang
beriman di antara kamu”. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu,
bagi mereka azab yang pedih. (At Taubah : 61).
(3) ADA YANG BERSUMPAH PALSU.
Mereka bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa
mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka
telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah
Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka
tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya
telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka
bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling,
niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan
akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak
(pula) penolong di muka bumi. (At Taubah : 74).
(4) ADA YANG KIKIR DAN ENGGANG BERSEDEKAH
Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar
kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian
karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami
termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada
mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran).(At Taubah : 75-76).
(5) ADA YANG MENINGGIKAN SUARA DIHADAPAN NABI DAN BERKATA DENGAN SUARA KASAR (KERAS).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian
kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu,
sedangkan kamu tidak menyadari. (Al Hujuraat : 2).
(6) ADA YANG MENCAMPUR ADUKKAN KEBAIKAN DAN KEBURUKAN.
“Dan ada pula yang lain, yang mengakui dosa-dosa
mereka, mereka mencampuradukkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan
lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya
Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. At-Taubah: 102).
(7) ADA YANG BERPRASANGKA SEPERTI PRASANGKA JAHILIYA KEPADA ALLAH – KETIKA RASULULLAH MENYERUKAN UNTUK BERPERANG.
Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah
menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan
dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri
mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti
sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang
sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?”. Katakanlah:
“Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka
menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan
kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak
campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh
(dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu,
niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar
(juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk
menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada
dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.(Ali Imran : 154).
(8) ADA YANG MENGANGGAP JANJI ALLAH DAN RASULULLAH SEBAGAI TIPU DAYA
“Dan (ingatlah) ketika orang- orang munafik DAN orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata:” Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.” (QS. Al Ahzâb ;12).
(9) ADA YANG ENGGAN UNTUK IKUT DALAM BERPERANG
“Wahai orang-orang yang beriman! Bersiap siagalah
kamu dan majulah (ke medan pertempuran) secara berkelompok atau majulah
bersama-sama (serentak). Dan sesungguhnya di antara kamu pasti ada
orang yang sangat enggan (ke medan pertempuran). Lalu jika kamu ditimpa
musibah dia berkata, “Sungguh, Allah telah memberikan nikmat kepadaku,
karena aku tidak ikut berperang bersama mereka.”(Qs. An-Nisa’: 71-72).
(10) JIKA MEREKA IKUT PERANG, MALAH MEMBUAT KEKACAUAN DAN MELEMAHKAN”
Jika (mereka berangkat bersamamu), niscaya mereka
tidak akan menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat kekacauan,
dan mereka tentu bergegas maju kedepan di celah-celah barisanmu untuk
mengadakan kekacauan (dibarisanmu); sedang diantara kamu ada orang-orang
yang sangat suka mendengarkan (perkataan) mereka. Allah mengetahui
orang-orang yang dzalim.”(Qs. At-Taubah: 47).
(11) LARI DARI MEDAN PERANG.
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para
mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan
Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu),
maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun,
dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari
kebelakang dengan bercerai-berai.(At Taubah : 25).
(12) TIDAK MEMATUHI PERINTAH NABI, HANYA DEMI BEREBUT RAMPASAN PERANG
(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh
kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu
yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu
kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa
yang luput dari pada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Ali Imran : 153).
AKHIRNYA ALLAH TELAH MERUBAH HATI MEREKA DAN
MENJADIKAN MEREKA SEBAGAI ORANG MUNAFIK KARENA KALAKUAN DAN PERBUATAN
MEREKA YANG SEPERTI DIATAS.
Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati
mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah
memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan
juga karena mereka selalu berdusta. (At Taubah : 77).
Maka kami berpandangan bahwa wasiat tersebut adalah
hadis Tsaqalain yaitu perintah agar umat berpegang teguh pada Kitabullah
dan Itrah Ahlul Bait Rasul SAW.
Begitu beratnya wasiat ini hingga sekarang kita melihat ada orang-orang yang mengaku umatnya Rasulullah SAW tetapi menolak Ahlul Bait sebagai pedoman bagi umat islam. Kami menyebut mereka ini sebagai orang-orang yang terpengaruh dengan virus nashibi. Kami melihat mereka mengaku-ngaku mencintai Ahlul Bait tetapi aneh bin ajaib mereka menolak keutamaan Ahlul Bait sebagai pedoman umat islam, mereka membela bahkan menyanjung orang-orang yang menyakiti Ahlul bait dan mereka menuduh dusta kepada pengikut Syiah yang sangat mencintai Ahlul Bait. Tidak hanya itu mereka bahkan dengan mudah menuduh orang yang mencintai Ahlul Bait sebagai Syiah Rafidhah. Anehnya dengan sikap-sikap seperti itu mereka mengklaim [dengan tidak tahu malu] kalau merekalah yang benar-benar mencintai Ahlul Bait. Sungguh cinta yang aneh kalau tidak mau dikatakan penuh kepalsuan.
Termasuk perkara di Hari Kiamat yang wajib diimani dan dipercayai oleh setiap muslim adalah haudh. Haudh yang berarti telaga adalah salah bentuk penghargaan dan penghormatan dari Allah kepada hamba dan rasulNya yang mulia Muhammad saw. Sifat haudh ini sebagaimana yang tercantum di dalam hadits-hadits shahih dari beliau, luasnya sejauh perjalanan satu bulan, airnya lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, aromanya lebih harum daripada minyak wangi miski, cerek-cereknya sebanyak bintang-bintang di langit, airnya bersumber dari sungai Kautsar yang Allah berikan kepada Nabi saw di surga, siapa yang minum darinya seteguk, tidak akan haus selamanya.
Para ulama berbeda pendapat tentang tempatnya, sebagian dari mereka berpendapat bahwa ia di arashat Kiamat sebelum manusia melewati shirath, sebagian yang lain berpendapat bahwa ia setelah manusia melewati shirath.
Hadits-hadits tentang haudh.
Hadits-hadits tentang haudh mencapai derajat mutawatir, para ulama hadits menyatakannya demikian, yang meriwayatkan dari Rasulullah saw dalam perkara ini lebih dari lima puluh orang sahabat, Hafizh Ibnu Hajar telah menyebutkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya di dalam Fath al-Bari 11/468.
Dalam Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyah 1/277-278 ditulis, “Hadits-hadits yang tercantum dalam perkara haudh mencapai batasan mutawatir, sahabat yang meriwayatkan mencapai tiga puluh lebih, syaikh kami Syaikh Imaduddin Ibnu Katsir, semoga Allah merahmatinya, telah menyebutkan jalan-jalan periwayatannya secara terperinci di akhir tarikhnya yang besar yang bernama al-Bidayah wa an-Nihayah.”.
Sebagian dari hadits-hadits tersebut.
1- Dari Abdullah bin Amru berkata, Rasulullah saw bersabda, “Haudhku seluas perjalanan satu bulan, sudut-sudutnya sama –yakni panjang dan lebarnya sama-airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih harum dari minyak wangi miski, cerek-cereknya sebanyak bintang-bintang di langit, barangsiapa minum darinya maka dia tidak haus selamanya.” (Muttafaq alaihi).
2- Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya telagaku lebih jauh daripada jarak antara Ailah dengan Adn, airnya lebih putih dari salju, lebih manis dari madu, bejana-bejananya lebih banyak dari jumlah bintang di langit, sesungguhnya aku menghalangi manusia darinya seperti seorang laki-laki menghalangi unta orang-orang dari telaganya.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, engkau mengetahui kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Ya, kalian mempunyai tanda yang tidak dimiliki oleh umat mana pun, kalian datang kepadaku dengan tangan dan wajah berkilau bekas wudhu.”(HR. Muslim).
Orang-orang yang terhalang dari haudh.
Terdapat banyak hadits di dalamnya Rasulullah saw menjelaskan tentang orang-orang yang datang ke haudh tetapi mereka ditolak dan tidak dizinkan, hal itu karena semasa di dunia mereka melakukan sesuatu yang membuat mereka terhalangi untuk mencapai haudh.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:
1- Dari Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah saw bersabda, “Aku mendahului kalian ke haudh, ada beberapa orang dari kalian diangkat kepadaku, sehingga ketika aku mengulurkan tangan kepada mereka untuk memberi mereka minum, mereka terhalang dariku, maka aku berkata, ‘Ya Rabbi, sahabat-sahabatku,’ maka dikatakan, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat setelahmu?” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
2- Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang-orang yang menyertaiku akan datang ke haudh, ketika aku melihat mereka dan mereka diangkat kepadaku, mereka terhalang dariku, maka aku berkata, ‘Ya rabbi, ushaihabi, ushaihabi’ maka dikatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat setelahmu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadits-hadits senada berjumlah banyak, al-Qurthubi di dalam at-Tadzkirah hal. 306 berkata setelah memaparkan hadits-hadits tentang terhalanginya sebagian orang dari haudh Nabi saw, “Para ulama kita -semoga Allah merahmati mereka semua- berkata, siapa pun yang murtad dari agama Allah atau membuat sesuatu di dalamnya yang tidak Allah ridhai dan tidak izinkan maka dia termasuk orang-orang yang terusir dari haudh beliau, yang dijauhkan darinya, dan yang paling keras diusir adalah orang-orang yang menyelisihi jamaah kaum muslimin dan menyimpang dari jalan mereka seperti Khawarij dengan berbagai macam alirannya, Rawafidh dengan beragam kesesatannya dan Mu’tazilah dengan beragam hawa nafsunya, mereka semua adalah orang-orang yang mengganti. Begitu pula orang-orang zhalim yang berlebih-lebihan di dalam kezhaliman, menghapus kebenaran, membunuh pengikutnya dan menghinakan mereka, yang melakukan dosa-dosa besar secara terang-terangan dan kemaksiatan secara sembunyi-sembunyi, jamaah pengikut kesesatan, hawa nafsu dan bid’ah, (mereka semua akan terusir dari haudh).”.
Qs. Ali ‘Imran 144 : “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”
Rasulullah bersabda : “Ketika aku sedang berdiri, terlihat olehku sekelompok orang. Setelah aku kenali mereka, ada seorang di antara mereka keluar dan mengajak kawan-kawannya, ‘Ayo, mari’ Aku bertanya, ke mana? ia menjawab, ‘ke neraka,’ Lalu aku bertanya lagi, mengapa nasib mereka sampai demikian? Kemudian dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad sejak kau tinggalkan dan berbalik ke belakang (kepada kekafiran). Kemudian terlihat sekelompok lain lagi. Ketika aku kenali mereka, ada seorang di antara mereka keluar dan menyeru kawan-kawannya: ‘Ayo, mari’ Aku bertanya, ke mana? Ia menjawab: ‘Ke neraka’ Lalu aku bertanya lagi, mengapa mereka? dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu dan kembali ke belakang. Kulihat tidak ada yang selamat dan lolos kecuali beberapa orang saja yang jumlahnya cukup sedikit, seperti jumlah onta yang tersesat dari rombongannya.”[ Shahih Bukhari,8/150. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Musyaiyib dari banyak sahabat Nabi.].
يا أيها الناس ! إني قد تركت فيكم ما إن أخذتم به لن تضلوا , كتاب الله وعترتي أهل بيتي
Wahai manusia, sungguh aku tinggalkan bagi kalian apa yang jika kalian berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah dan Itrah-ku Ahlul Bait-ku [Silsilah Ahadits Ash Shahihah no 1761].Begitu beratnya wasiat ini hingga sekarang kita melihat ada orang-orang yang mengaku umatnya Rasulullah SAW tetapi menolak Ahlul Bait sebagai pedoman bagi umat islam. Kami menyebut mereka ini sebagai orang-orang yang terpengaruh dengan virus nashibi. Kami melihat mereka mengaku-ngaku mencintai Ahlul Bait tetapi aneh bin ajaib mereka menolak keutamaan Ahlul Bait sebagai pedoman umat islam, mereka membela bahkan menyanjung orang-orang yang menyakiti Ahlul bait dan mereka menuduh dusta kepada pengikut Syiah yang sangat mencintai Ahlul Bait. Tidak hanya itu mereka bahkan dengan mudah menuduh orang yang mencintai Ahlul Bait sebagai Syiah Rafidhah. Anehnya dengan sikap-sikap seperti itu mereka mengklaim [dengan tidak tahu malu] kalau merekalah yang benar-benar mencintai Ahlul Bait. Sungguh cinta yang aneh kalau tidak mau dikatakan penuh kepalsuan.
Termasuk perkara di Hari Kiamat yang wajib diimani dan dipercayai oleh setiap muslim adalah haudh. Haudh yang berarti telaga adalah salah bentuk penghargaan dan penghormatan dari Allah kepada hamba dan rasulNya yang mulia Muhammad saw. Sifat haudh ini sebagaimana yang tercantum di dalam hadits-hadits shahih dari beliau, luasnya sejauh perjalanan satu bulan, airnya lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, aromanya lebih harum daripada minyak wangi miski, cerek-cereknya sebanyak bintang-bintang di langit, airnya bersumber dari sungai Kautsar yang Allah berikan kepada Nabi saw di surga, siapa yang minum darinya seteguk, tidak akan haus selamanya.
Para ulama berbeda pendapat tentang tempatnya, sebagian dari mereka berpendapat bahwa ia di arashat Kiamat sebelum manusia melewati shirath, sebagian yang lain berpendapat bahwa ia setelah manusia melewati shirath.
Hadits-hadits tentang haudh.
Hadits-hadits tentang haudh mencapai derajat mutawatir, para ulama hadits menyatakannya demikian, yang meriwayatkan dari Rasulullah saw dalam perkara ini lebih dari lima puluh orang sahabat, Hafizh Ibnu Hajar telah menyebutkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya di dalam Fath al-Bari 11/468.
Dalam Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyah 1/277-278 ditulis, “Hadits-hadits yang tercantum dalam perkara haudh mencapai batasan mutawatir, sahabat yang meriwayatkan mencapai tiga puluh lebih, syaikh kami Syaikh Imaduddin Ibnu Katsir, semoga Allah merahmatinya, telah menyebutkan jalan-jalan periwayatannya secara terperinci di akhir tarikhnya yang besar yang bernama al-Bidayah wa an-Nihayah.”.
Sebagian dari hadits-hadits tersebut.
1- Dari Abdullah bin Amru berkata, Rasulullah saw bersabda, “Haudhku seluas perjalanan satu bulan, sudut-sudutnya sama –yakni panjang dan lebarnya sama-airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih harum dari minyak wangi miski, cerek-cereknya sebanyak bintang-bintang di langit, barangsiapa minum darinya maka dia tidak haus selamanya.” (Muttafaq alaihi).
2- Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya telagaku lebih jauh daripada jarak antara Ailah dengan Adn, airnya lebih putih dari salju, lebih manis dari madu, bejana-bejananya lebih banyak dari jumlah bintang di langit, sesungguhnya aku menghalangi manusia darinya seperti seorang laki-laki menghalangi unta orang-orang dari telaganya.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, engkau mengetahui kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Ya, kalian mempunyai tanda yang tidak dimiliki oleh umat mana pun, kalian datang kepadaku dengan tangan dan wajah berkilau bekas wudhu.”(HR. Muslim).
Orang-orang yang terhalang dari haudh.
Terdapat banyak hadits di dalamnya Rasulullah saw menjelaskan tentang orang-orang yang datang ke haudh tetapi mereka ditolak dan tidak dizinkan, hal itu karena semasa di dunia mereka melakukan sesuatu yang membuat mereka terhalangi untuk mencapai haudh.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:
1- Dari Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah saw bersabda, “Aku mendahului kalian ke haudh, ada beberapa orang dari kalian diangkat kepadaku, sehingga ketika aku mengulurkan tangan kepada mereka untuk memberi mereka minum, mereka terhalang dariku, maka aku berkata, ‘Ya Rabbi, sahabat-sahabatku,’ maka dikatakan, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat setelahmu?” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
2- Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang-orang yang menyertaiku akan datang ke haudh, ketika aku melihat mereka dan mereka diangkat kepadaku, mereka terhalang dariku, maka aku berkata, ‘Ya rabbi, ushaihabi, ushaihabi’ maka dikatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat setelahmu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadits-hadits senada berjumlah banyak, al-Qurthubi di dalam at-Tadzkirah hal. 306 berkata setelah memaparkan hadits-hadits tentang terhalanginya sebagian orang dari haudh Nabi saw, “Para ulama kita -semoga Allah merahmati mereka semua- berkata, siapa pun yang murtad dari agama Allah atau membuat sesuatu di dalamnya yang tidak Allah ridhai dan tidak izinkan maka dia termasuk orang-orang yang terusir dari haudh beliau, yang dijauhkan darinya, dan yang paling keras diusir adalah orang-orang yang menyelisihi jamaah kaum muslimin dan menyimpang dari jalan mereka seperti Khawarij dengan berbagai macam alirannya, Rawafidh dengan beragam kesesatannya dan Mu’tazilah dengan beragam hawa nafsunya, mereka semua adalah orang-orang yang mengganti. Begitu pula orang-orang zhalim yang berlebih-lebihan di dalam kezhaliman, menghapus kebenaran, membunuh pengikutnya dan menghinakan mereka, yang melakukan dosa-dosa besar secara terang-terangan dan kemaksiatan secara sembunyi-sembunyi, jamaah pengikut kesesatan, hawa nafsu dan bid’ah, (mereka semua akan terusir dari haudh).”.
Qs. Ali ‘Imran 144 : “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”
Rasulullah bersabda : “Ketika aku sedang berdiri, terlihat olehku sekelompok orang. Setelah aku kenali mereka, ada seorang di antara mereka keluar dan mengajak kawan-kawannya, ‘Ayo, mari’ Aku bertanya, ke mana? ia menjawab, ‘ke neraka,’ Lalu aku bertanya lagi, mengapa nasib mereka sampai demikian? Kemudian dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad sejak kau tinggalkan dan berbalik ke belakang (kepada kekafiran). Kemudian terlihat sekelompok lain lagi. Ketika aku kenali mereka, ada seorang di antara mereka keluar dan menyeru kawan-kawannya: ‘Ayo, mari’ Aku bertanya, ke mana? Ia menjawab: ‘Ke neraka’ Lalu aku bertanya lagi, mengapa mereka? dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu dan kembali ke belakang. Kulihat tidak ada yang selamat dan lolos kecuali beberapa orang saja yang jumlahnya cukup sedikit, seperti jumlah onta yang tersesat dari rombongannya.”[ Shahih Bukhari,8/150. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Musyaiyib dari banyak sahabat Nabi.].
Post a Comment
mohon gunakan email