Pesan Rahbar

Home » , , , , , » Zionis, Perampas Warisan Sejarah Sebuah Bangsa

Zionis, Perampas Warisan Sejarah Sebuah Bangsa

Written By Unknown on Sunday, 30 November 2014 | 20:48:00


Pemimpin rezim Zionis, Reuven Rivlin mengkritik pengesahan RUU oleh Knesset yang secara resmi menetapkan Israel sebagai "Negara Yahudi." Dia menyebut langkah itu tidak urgen. Berbicara dalam sebuah konferensi di pelabuhan selatan Eilat, Rivlin keberatan jika warga Arab yang tinggal di wilayah pendudukan Palestina disebut sebagai kelompok minoritas. Dia mengatakan, "Etnis Arab mencakup seperempat dari jumlah pelajar di Sekolah Dasar dan mereka membentuk seperlima masyarakat Zionis." Rivlin menambahkan RUU tersebut tidak akan memperkuat karakter "Negara Yahudi," tapi justru akan melemahkannya.

Rivlin kemudian menyinggung pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang selalu menekankan bahwa RUU tersebut untuk menggagalkan upaya masyarakat internasional yang ingin menghapus karakter "Negara Yahudi Israel." Rivlin mengklaim Palestina pendudukan sebagai negara masyarakat Yahudi dan orang-orang yang meragukan masalah itu jumlah mereka sedikit atau mereka pihak yang terkucil.

Berbeda dengan komentar Rivlin dan RUU "Negara Yahudi," struktur masyarakat Palestina senantiasa dibentuk oleh komunitas Muslim, Yahudi, dan Kristen. Akan tetapi, rezim Zionis – melalui berbagai metode tidak manusiawi – berusaha meloloskan program Yahudisasi di Palestina pendudukan. Selain mengusir warga non-Yahudi dari bumi syuhada, rezim Zionis juga mendistorsi fakta sejarah di kawasan. Buku-buku geografi dan sejarah di sekolah-sekolah di Palestina pendudukan membuktikan fakta itu, di mana kebohongan tentang penduduk asli Palestina, struktur masyarakatnya, dan agama mereka telah menggantikan fakta sejarah. Sebagai contoh, kurikulum sekolah mengklaim bahwa rakyat Palestina telah menjual rumah dan tanah mereka kepada Zionis.

Menurut sejumlah informasi, proses perusakan situs-situs kuno di bumi Palestina meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Statistik Dinas Warisan Budaya Palestina mencatat bahwa aktivitas pencurian dan perdagangan peninggalan kuno dan sejarah Palestina naik sejak tahun 2000 dan lebih dari 500 situs kuno telah dijarah. Zionis Israel adalah satu-satunya rezim yang tidak menangkap dan menginterogasi para penadah benda-benda tersebut dan berdasarkan undang-undang Israel, warga Zionis diizinkan untuk memboyong peninggalan-peninggalan kuno ke luar negeri tanpa diperiksa oleh polisi.

Jelas bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan undang-undang internasional tentang pelestarian peninggalan kuno dan UNESCO berkewajiban untuk mengambil sikap tegas terhadap fenomena itu.

Sekjen Liga Arab Nabil Elaraby baru-baru ini dalam sebuah seminar “Palestine in Arabic Documents” di Kairo, mengatakan bahwa Israel telah mencuri 80.000 buku dan manuskrip Palestina sejak 1948. Dia menyerukan upaya untuk mengembalikan arsip sejarah yang dijarah di wilayah Palestina. Menurut Elaraby, kekuatan kolonial mencoba untuk melenyapkan warisan Arab, tetapi Israel mengklaim buku dan dokumen "dikumpulkan" dari rumah-rumah yang ditinggalkan bertujuan untuk "dilestarikan dan dilindungi."

Nabil Elaraby menerangkan bahwa negara-negara Arab menghadapi tantangan serius di fase ini dan itu adalah meningkatnya upaya untuk melenyapkan sejarah dan warisan budaya Arab dan Islam. Menurut televisi Al Jazeera, Zionis telah menjarah lebih dari 30.000 buku dari Yerusalem dan 30.000 lainnya dari Haifa dan Jaffa. Yang jelas dan berdasarkan sejumlah dokumen, puluhan ribu buku dan manuskrip telah dicuri oleh Zionis dan dengan cara ini, mereka ingin melenyapkan sejarah dan budaya bangsa Palestina. Rakyat Palestina – dengan harapan dapat kembali ke tanah air mereka suatu hari nanti – tidak membawa barang-barang seperti buku bersama mereka, namun rezim pendudukan memasuki rumah-rumah mereka dan menjarah seluruh isinya.

Perpustakaan Universitas Pendidikan Bahasa Ibrani saja "mengoleksi" 30.000 buku, surat kabar, dan manuskrip kuno Palestina antara bulan Mei 1948 sampai Februari 1949. Berdasarkan laporan itu, situasi yang sama juga mendera kota-kota lain di Palestina pendudukan dan kebanyakan dokumen-dokumen sejarah sudah dimusnahkan atau dijarah. Seorang dosen di Universitas Ben Gurion, Doktor Gish Amit menemukan buku-buku dan manuskrip Palestina yang sudah dideklasifikasi di perpustakaan tersebut. Tentu saja, warga Palestina tahu harta benda mereka dicuri selama pendudukan, namun tidak satu pun percaya bahwa itu adalah sebuah konspirasi yang disusun sebelum masa pendudukan.

Seorang penulis dan aktivis politik Palestina, Ghada Karmi yang tinggal di Baitul Maqdis sampai tahun 1948, mengisahkan tentang perpustakaan pribadi ayahnya. Dia menuturkan, perpustakaan itu merupakan salah satu harta karun keluarga mereka dan nenek moyang mereka telah mewariskan sejarah Palestina selama bertahun-tahun. Ghada Karmi menambahkan, "Pada masa serangan Zionis, tragedi kemanusiaan dan pembantaian massal terjadi secara luas dan tidak ada orang yang berpikir untuk menyelamatkan buku-buku Palestina. Pada dasarnya, Zionis memiliki skenario agar rakyat Palestina tidak dapat mengklaim kepemilikan tanah air mereka di masa depan dan mereka tidak mengantongi dokumen untuk itu."

Sebuah film dokumenter yang diputar pada tahun 2013 telah menyita perhatian dari kebanyakan kritikus film di dunia. Judul film itu adalah "The Great Book Robbery," sebuah penjarahan besar-besaran dari peninggalan-peninggalan bersejarah Palestina oleh rezim Zionis Israel. Harian al-Akhbar cetakan Lebanon dalam sebuah laporannya terkait film itu menulis, "Film ini memperkenalkan para penjarah raksasa yang mencuri buku-buku milik warga Palestina dari perpustakaan-perpustakaan pribadi mereka dan melarang mereka untuk mempelajari buku-buku itu."

Dalam film "The Great Book Robbery" kita menyaksikan bahwa penjarahan itu dilakukan Zionis secara terorganisir dan terencana dari perpustakaan-perpustakaan pribadi warga Palestina. Militer Zionis melaksanakan program itu di bawah kerjasama Perpustakaan Nasional Israel. Perpustakaan ini merupakan sebuah lembaga Zionis yang dibangun pada tahun 1982 dan mengoleksi buku-buku yang dicuri dari warga Palestina. Dalam film dokumenter ini, Zionis berkata bahwa buku-buku tersebut merupakan pinjaman dan nanti akan dikembalikan kepada pemiliknya!! Tentu saja ketika pemiliknya kembali.

Sejarawan Israel, Ilan Pappe mengidentifikasi dua jenis perampokan buku sejak pendudukan Baitul Maqdis yaitu, individu yang bertindak sendiri dan membawa pulang buku-buku yang mereka jarah, dan penjarah kolektif atau formal yang bertindak atas nama rezim dan mencuri buku-buku warga Palestina untuk Perpustakaan Nasional Israel. Sebuah tim bersama militer Israel mencari dari rumah ke rumah di barat al-Quds dan membawa pulang buku-buku dengan berbagai tema sastra, hukum, tafsir al-Quran, sejarah, filsafat, dan buku-buku terjemahan.

Menurut Ilan Pappe, "Perampokan buku-buku itu merupakan sebuah aksi penjarahan terhadap warisan tertulis Palestina. Ini adalah bagian dari upaya yang disebut orientalisme, yang bertujuan mendistorsi sejarah Islam dan Arab serta merusak citra mereka dan menghapus Palestina dari sejarah."

Lalu, apakah UNESCO – yang sudah menerima keanggotaan Palestina – sudah berkontribusi untuk menyelamatkan warisan budaya dan sejarah Palestina? Atau penerimaan keanggotaan Palestina hanya sebuah aksi simbolis untuk menyelamatkan citra organisasi itu di dunia? Aksi kebungkaman UNESCO tampaknya mempertegas gerakan pencitraan tersebut dan instrumen-instrumen lembaga itu tidak berdaya dalam menghadapi konspirasi dan arogansi rezim Zionis di bumi Palestina. 

(IRIB Indonesia/RM)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: