Syiah Melecehkan Nabi? : Kedustaan Terhadap Syi’ah
Ada dua macam tipe pendusta, pertama
pendusta yang memang dari awal berniat dusta dan kedua pendusta yang
berdusta karena kebodohannya, mungkin saja ia tidak berniat dusta hanya
saja ia tidak tahu bagaimana cara berbicara atau berhujjah dengan benar
sehingga dari kebodohannya tersebut lahirlah kedustaan. Tipe seperti ini
mungkin dapat dilihat dari obrolan gosip ibu-ibu arisan atau anak-anak
muda mudi yang kurang kerjaan [seperti yang ada di sinetron-sinetron].
Ada salah seorang penulis yang tulisannya
tentang Syi’ah benar-benar menunjukkan kedustaan. Soal tipe yang mana
hakikat penulis tersebut hanya Allah SWT yang tahu. Kami disini akan
menunjukkan kedustaan dalam tulisannya yang menyatakan bahwa Syi’ah telah melecehkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Lihat Website Dedengkot wahabi Sebagai Berikut dibawah ini:
http://www.alamiry.net/2014/04/menaggapi-pernyataan-dedengkot-syiah.html
______________________________
Menaggapi Pernyataan Dedengkot Syiah Emilia Renita Az "Apakah Benar Syiah Tidak Melecehkan Nabi".
Dia berkata
dalam sebuah status Fb-nya yang dinyatakan sebagai sebuah cuplikan dari buku “Apakah
MUI sesat”:
“Menurut buku
panduan MUI, SYIAH Melecehkan dan mendustakan Nabi dan Rasul saw, benar kah ?
Tidak ada keterangan dari buku panduan yang menyebutkan pelecehan yang dilakukan
oleh Syiah pada Nabi. Syiah begitu memuliakan Nabi saw sehingga mereka dituduh
melakukan kultus individu. Syiah membela kehormatan Nabi saw dan keluarganya
yang suci, sehingga mereka dituduh sesat”. Lihat perkataan Emilia disini (https://www.facebook.com/emiliar.az/posts/617529945007227?stream_ref=10)
*****
Emilia Renita Az menambahkan 2 foto baru — bersama Emilia Az dan Nike Az.
Menurut buku panduan MUI, SYIAH Melecehkan dan mendustakan Nabi dan Rasul saw, benar kah?
" Tidak ada keterangan dari buku panduan yang menyebutkan pelecehan yang dilakukan oleh Syiah pada Nabi saw.
Syiah begitu memuliakan Nabi saw sehingga mereka dituduh melakukan kultus individu.
Syiah membela kehormatan Nabi saw dan keluarganya yang suci, sehingga mereka dituduh sesat.
Syiah mencintai Nabi saw begitu besar sehingga setiap kali disebut namanya, mereka menggemakan shalawat dan salam kepadanya.
Syiah merindukan Nabi saw begitu hangat sehingga airmata mereka berlinang ketika berziarah kepadanya; sehingga lantaran itu, mereka dituduh musyrik."
hiiks... Yaaa Rasulallaah, saksikanlah bagaimana kami diperlakukan hanya karena, kecintaan kami kepadaMu dan ahlulbaytMu..
(cuplikan Buku Emilia Renita Az, "Apakah MUI sesat? berdasarkan 10 kriteria aliran sesat" as known as "Inilah JalanKu yang Lurus" menggunakan 10 Kriteria Aliran Sesat ciptaan MUI )
" Tidak ada keterangan dari buku panduan yang menyebutkan pelecehan yang dilakukan oleh Syiah pada Nabi saw.
Syiah begitu memuliakan Nabi saw sehingga mereka dituduh melakukan kultus individu.
Syiah membela kehormatan Nabi saw dan keluarganya yang suci, sehingga mereka dituduh sesat.
Syiah mencintai Nabi saw begitu besar sehingga setiap kali disebut namanya, mereka menggemakan shalawat dan salam kepadanya.
Syiah merindukan Nabi saw begitu hangat sehingga airmata mereka berlinang ketika berziarah kepadanya; sehingga lantaran itu, mereka dituduh musyrik."
hiiks... Yaaa Rasulallaah, saksikanlah bagaimana kami diperlakukan hanya karena, kecintaan kami kepadaMu dan ahlulbaytMu..
(cuplikan Buku Emilia Renita Az, "Apakah MUI sesat? berdasarkan 10 kriteria aliran sesat" as known as "Inilah JalanKu yang Lurus" menggunakan 10 Kriteria Aliran Sesat ciptaan MUI )
Tanggapan kami:
Kalau memang
benar MUI tidak menulis keterangan dalam buku panduannya bahwasanya syiah melecehkan
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dalam buku panduannya, maka disini kami yang akan
menuliskan keterangan bahwasanya syiah dengan terang-terangan melecehkan
Rasulullah dalam kitab mereka sendiri. Ini kami tulis khususnya untuk Emilia
Renita sendiri dan umumnya untuk kaum syiah seluruhnya, dan untuk kaum muslimin
agar mewaspadai kesesatan dan kekufuran syiah la’natullah alaihim.
Bukti
bahwasanya syiah melecehkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
1- Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selalu
memainkan kedua payudaranya Fatimah dan mencium-ciumi payudaranya. Telah disebutkan
sebuah riwayat dalam kitab pegangan syiah “Bihar Al Anwar” yang mereka yakini riwayat ini dari Imam Al
Baqir:
أنه كان النبي (صلى
الله عليه وآله) لا ينام حتى يقبل عرض وجه فاطمة، يضع وجهه بين ثديي فاطمة ويدعو لها،
وفي رواية حتى يقبل عرض وجنة فاطمة أو بين ثدييها
“Bahwasanya
Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah tidur sampai mencium pipi fatimah,
dan sampai meletakkan wajahnya diantara kedua payudaranya Fatimah seraya
mendoakannya. Dan dalam sebuah riwayat sampai mencium-ciumi pipi Fatimah dan
menciumi sela-sela kedua payudaranya” Bihar Al Anwar 43/55
Lihatlah
bagaimana syiah berdusta kemudian melecehkan dan menghinakan nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Mungkinkah Rasulullah melakukan hal demikian ?? Mungkinkah
beliau menikmati payudara anaknnya sendiri dan mencium-ciuminya ?? Nas’alullah
al afiyah.. Beginilah syiah mencela Rasulullah.
2- Syiah meyakini dzakar (kemaluan) Rasulullah
wajib masuk neraka. Dan hal ini di katakan oleh ulama besar syiah di huzah yang
bernama “Ali Ghorwi”. Dan perkataan ini dinukilkan oleh salah satu ulama syiah
yang telah bertaubat bernama Husain Al Musawi. Ali Ghorwi berkata:
إن النبي صلى الله
عليه وآله لا بد أن يدخل فرجه النار، لأنه وطئ بعض المشركات
“Sesungguhnya kemaluan
Nabi shallallahu alaihi wa sallamharus masuk neraka, karena telah menyetubuhi
sebagian wanita musyrik” Kasyf Al Asrar hal. 21
3- Rasulullah takjub tatkala melihat seorang
wanita yang sedang mandi. Wanita ini bernama Zainab bintu jahsy. Tatkala itu
status Zainab masih sebagai istri Zaid bin Haritsah. Dalam buku-buku syiah, Ridha
alaihis salam berkata:
إن رسول الله صلى
الله عليه وآله قصد دار زيد بن حارثة بن شراجيل الكلبي في أمر أراده، فرأى امرأته تغتسل،
فقال لها: سبحان الذي خلقك
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
pergi menuju rumah Zaid bin Haritsah Al Kalbi karena suatu perkara yang diinginkannya.
Maka Nabi melihat istri Zaid sedang mandi lantas beliau bersabda: “Maha suci
Allah yang telah menciptakanmu” Bihar Al Anwar 11/83 dan Uyun Akhbar Ar Ridha
2/204.
Beginilah pelecehan
syiah terhadap agama islam, pertama: mereka melecehkan Allah, Malaikat, Al
Quran, Para sahabat, dan juga melecehkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan
alhamdlillah sudah sedikit kami jelaskan.
Maka kami
tidak ragu lagi jika syiah bukanlah agama Islam.
Penulis: Muhammad Abdurrahman Al Amiry
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol like pada halaman FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol like pada halaman FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry
__________________________________
Ada dua riwayat dan satu qaul ulama
Syi’ah yang ia jadikan bukti bahwa Syi’ah melecehkan Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam]. Ketiga bukti tersebut kedudukannya dhaif dan dusta di
sisi mazhab Syi’ah [atau berdasarkan kaidah keilmuan dalam mazhab
Syi’ah].
Bukti Pertama:
الباقر والصادق (عليهما السلام) أنه كان النبي (صلى الله عليه وآله) لا ينام حتى يقبل عرض وجه فاطمة، يضع وجهه بين ثديي فاطمة ويدعو لها، وفي رواية حتى يقبل عرض وجنة فاطمة أو بين ثدييها
Al Baaqir dan Ash Shaadiq [‘alaihimas
salaam] bahwasanya Nabi [shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi] tidaklah tidur
sampai mencium wajah Fathimah dan meletakkan wajahnya diantara kedua
dadanya Fathimah seraya mendoakannya, dan dalam riwayat [lain] hingga
Beliau mencium pipi Fathimah atau diantara dadanya [Bihar Al Anwar Al
Majlisiy 43/42].
Dalam kitab Bihar Al Anwar, Al Majlisiy
menukil riwayat tersebut tanpa sanad. Riwayat yang dinukil Al Majlisiy
di atas kedudukannya dhaif dalam standar Ilmu hadis Syi’ah karena tidak
memiliki sanad. Salah seorang ulama Syi’ah yaitu Syaikh Aliy Alu Muhsin
telah melemahkan riwayat ini:
الروايات المشار إليها روايات ضعيفة مرسلة ، ذكرها المجلسي في البحار من غير أسانيد
Riwayat yang menyebutkan hal itu
adalah riwayat dhaif mursal, Al Majlisiy menyebutkannya dalam Al Bihaar
tanpa sanad-sanad [Lillaah Walilhaqiiqah, Syaikh Aliy Alu Muhsin 1/172].
Jadi aneh sekali kalau ahlus sunnah
menuduh Syi’ah melecehkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
berdasarkan riwayat dhaif di sisi Syi’ah sendiri. Ada salah satu situs
Syi’ah yang membantah masalah ini kemudian ia menukil riwayat dari kitab
Ahlus Sunnah berikut:
رواه أبو بكر بن أبي شيبة ثنا عفان، ثنا عبد الوارث، ثنا حنظلة، عن أنس رضي اللّه عنه “أن امرأة أتت النبي صلى الله عليه وسلم فقالت يا رسول اللّه، امسح وجهي وادع اللّه لي قالت فمسح وجهها ودعا اللّه لها، قالت يا رسول اللّه، سفل يدك. فسفل يده على صدرها، فقالت يا رسول اللّه، سفل يدك. فأبى وباعدها هذا إسناد صحيح
Abu Bakar bin Abi Syaibah
meriwayatkan telah menceritakan kepada kami ‘Affaan yang berkata telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits yang berkata telah menceritakan
kepada kami Hanzhalah dari Anas [radiallahu ‘anhu] bahwa seorang wanita
datang kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka ia berkata “wahai
Rasulullah, usaplah wajahku dan doakanlah aku. Maka Beliau mengusap
wajahnya dan mendoakannya. [Wanita itu] berkata “wahai Rasulullah,
turunkanlah tanganmu”. Maka Beliau menurunkan tangannya hingga di dada
wanita itu. [Wanita itu] berkata “wahai Rasulullah, turunkanlah
tanganmu”. Maka Beliau menolak dan pergi darinya. Sanad hadis ini shahih
[Ittihaful Khairah Al Bushiriy 6/157 no 6219].
Pernyataan shahih Al Buushiriy diatas
perlu dinilai kembali karena Hanzhalah As Saduusiy dikatakan Yahya bin
Ma’in hadisnya tidak ada apa-apanya, Ahmad bin Hanbal berkata “ia
meriwayatkan dari Anas hadis-hadis mungkar”. Nasa’i berkata “dhaif” [Al
Kamil Ibnu Adiy 2/422]. Berdasarkan standar ilmu hadis ahlus sunnah
hadis tersebut dhaif tidak bisa dijadikan hujjah. Penshahihan ulama
ahlus sunnah juga harus ditimbang dengan kaidah ilmu oleh karena itu
pernyataan Al Buushiriy di atas tidak bisa dijadikan hujjah.
Sekarang coba siapapun pikirkan dengan
objektif apa bisa hanya dengan riwayat seperti ini lantas dikatakan
Ahlus Sunnah melecehkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Memang dalam riwayat yang dinukil Al Buushiriy disebutkan bahwa Nabi
[shallallahu 'alaihi wasallam] memegang dada seorang wanita tetapi
riwayat tersebut kedudukannya dhaif. Apakah hanya riwayat ahlus sunnah
saja yang harus ditimbang dengan kaidah ilmu Ahlus sunnah sedangkan
riwayat Syi’ah tidak perlu dan bisa dinukil seenaknya tanpa perlu
meneliti shahih tidaknya berdasarkan kaidah ilmu Syi’ah?. Betapa
menyedihkan orang yang seolah ingin menunjukkan kebesaran Ahlus sunnah
dengan cara merendahkan Syi’ah secara tidak ilmiah. Hakikatnya orang
tersebut hanya menunjukkan kedustaan yang lahir dari kebodohan.
Ada juga orang Syi’ah yang menafsirkan
bahwa riwayat dalam Bihar Al Anwar itu terjadi pada saat Fathimah
['alaihis salaam] masih kecil. Sebagaimana terdapat riwayat serupa dalam
kitab Ahlus sunnah. As Suyuthiy menukil dalam salah satu kitabnya
riwayat bahwa Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam] menghisap lidah
anaknya Fathimah ['alaihis salaam], As Suyuthiy berkata:
فقد جاء في حديث أنه كان يمص لسان فاطمة ولم يرو مثله في غيرها من بناته
Maka sungguh telah datang dalam hadis
bahwasanya Beliau [shallallahu 'alaihi wasallam] menghisap lidah
Fathimah, dan tidak diriwayatkan seperti ini dari anak-anak Beliau
[shallallahu 'alaihi wasallam] yang lain. [Asy Syama'il Asy Syariifah
Jalaludin As Suyuthiy 1/374].
Riwayat ini juga tidak memiliki sanad
yang lengkap dalam kitab As Suyuthiy tersebut dan kami juga belum
menemukan riwayat tersebut dengan sanad yang lengkap dalam kitab-kitab
hadis. Dalam pandangan kami penafsiran apapun yang bertujuan
membersihkan tuduhan-tuduhan yang buruk atas diri Nabi [shallallahu
'alaihi wasallam] dan Ahlul Bait adalah perkara yang baik dan sah-sah
saja. Walaupun hal pertama yang harus dibuktikan sebelum menafsirkan
suatu riwayat adalah keshahihan riwayat tersebut. Riwayat yang sudah
jelas kedhaifannya maka tidak perlu repot-repot untuk ditafsirkan begini
begitu karena pada dasarnya riwayat tersebut tidak bisa dijadikan
hujjah.
Bukti Kedua:
Penulis tersebut menyatakan bahwa Syi’ah
meyakini kemaluan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] masuk
neraka. Ia berhujjah dengan apa yang ditulis Husain Al Musawiy dalam
kitabnya Lillahi Tsumma Lil Taariikh, Husain Musawi berkata:
قال السيد علي غروي أحد أكبر العلماء في الحوزة: إن النبي صلى الله عليه وآله لا بد أن يدخل فرجه النار، لأنه وطئ بعض المشركات
Sayyid Aliy Gharawiy salah seorang
ulama besar di Hauzah berkata “sesungguhnya Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] seharusnya kemaluannya masuk kedalam neraka karena telah
menyetubuhi sebagian wanita musyrikin” [Lillahi Tsumma Lil Taariikh hal
24].
Husain Al Musawiy tidak menyebutkan dalam
kitab apa ia menukil perkataan ulama Syi’ah tersebut. Jika Husain Al
Musawiy mendengar langsung perkataan ulama Syi’ah Syaikh Aliy Gharawiy
tersebut maka itu hanya membuktikan bahwa ia berdusta. Husain Al Musawiy
berkata dalam kitab yang sama,
في زيارتي للهند التقيت السيد دلدار علي فأهداني نسخة من كتابه (أساس الأصول) جاء في (ص51) (إن الأحاديث المأثورة عن الأئمة مختلفة جداً لا يكاد يوجد حديث إلا وفي مقابله ما ينافيه، ولا يتفق خبر إلا وبإزائه ما يضاده) وهذا الذي دفع الجم الغفير إلى ترك مذهب الشيعة
Dalam kunjungan saya ke india, saya
bertemu dengan Sayyid Daldaar Ali, dia memperlihatkan kepada saya naskah
dari kitabnya yaitu Asaas Al Ushul. Disebutkan dalam halaman 51 “bahwa
hadis-hadis yang diriwayatkan dari para Imam sangat bertentangan. Tidak
ada satu hadispun kecuali ada hadis lain yang menafikannya, tidak ada
suatu khabar yang sesuai kecuali terdapat kabar yang menantangnya”.
Inilah yang menyebabkan sebagian besar manusia meninggalkan mahzab syiah
[Lillahi Tsumma Lil-Tarikh hal 134].
Sayyid Daldaar Aliy wafat tahun 1235 H
[Adz Dzari’ah 2/4, Syaikh Agha Bazrak Ath Thahraniy] dan Syaikh Mirza
Aliy Al Gharawiy lahir tahun 1334 H [Mu’jam Al Matbu’at An Najafiyah hal
130, Syaikh Muhammad Hadiy Al Aminiy]. Setelah Sayyid Daldaar Aliy
wafat baru 99 tahun kemudian lahir Syaikh Aliy Al Gharawiy. Apa mungkin
orang yang mengaku bertemu Sayyid Daldaar Aliy bisa mendengar langsung
dari Syaikh Aliy Al Gharawiy?. Silakan dipikirkan dengan objektif.
Dan kalau dikatakan bahwa Husain Al
Musawiy tidak mendengar langsung maka darimana ia menukil perkataan
Syaikh Aliy Al Gharawiy. Apalagi jika ternyata Husain Al Musawiy wafat
sebelum lahirnya Syaikh Aliy Al Gharawiy maka alangkah dustanya buku
tersebut. Jika disebut kesalahan naskah kitab maka itupun membuktikan
bahwa nukilan tersebut tidak bisa dijadikan hujjah. Jadi dari sisi
manapun nukilan tersebut hanyalah fitnah semata.
Mirzaa Aliy Al Gharawiy adalah seorang
yang dikenal dengan sebutan Syaikh bukan seorang Sayyid. Berdasarkan hal
ini Syaikh Aliy Alu Muhsin juga mengisyaratkan kedustaan nukilan Husain
Al Musawiy tersebut, Ia berkata:
وإذا كان الكاتب لا يدري أن الميرزا علي الغروي شيخ أو سيّد فكيف يوثق في نقله ويؤخذ بشهادته؟
Dan jika penulis tersebut [Husain Al
Musawiy] tidak mengetahui bahwa Miirza Aliy Al Gharawiy seorang Syaikh
atau seorang Sayyid maka bagaimana bisa dipercaya dalam nukilannya dan
diambil kesaksiannya? [Lillaah Walilhaqiiqah, Syaikh Aliy Alu Muhsin
1/112].
Bukti Ketiga:
Penulis tersebut membawakan bukti riwayat Syaikh Ash Shaduuq dalam kitab U’yun Akhbar Ar Ridha yaitu riwayat berikut:
قال الرضا عليه السلام: ان رسول الله (ص) قصد دار زيد بن حارثه بن شراحيل الكلبي فيأمر اراده فرأى امرأته تغتسل فقال لها: سبحان الذي خلقك
Ar Ridha [‘alaihis salaam] berkata
bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihiwasallam] pergi ke rumah Zaid bin
Haaritsah bin Syarahiil Al Kalbiy dalam urusan yang Beliau kehendaki,
kemudian Beliau melihat istrinya [Zaid] sedang mandi maka Beliau berkata
“Maha suci Allah yang telah menciptakanmu”…[U’yun Akhbar Ar Ridha,
Syaikh Ash Shaduq 2/180-181].
Riwayat ini secara detail kami sudah pernah membahasnya untuk membuktikan kedustaan salah satu pembenci Syi’ah yang sok ilmiah. Tulisan detail yang kami maksud dapat para pembaca lihat disini.
___________________________
Tafsir Ar Ridha Dari Syaikh Shaduq Penghinaan Terhadap Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?
Tafsir yang dimaksud
adalah tafsir terhadap salah satu ayat Al Qur’an yaitu Al Ahzab ayat 37
dimana diriwayatkan bahwa Imam Ali Ar Ridha [‘alaihis salaam]
menjelaskan suatu perkataan yang didalamnya terkandung penghinaan
terhadap Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Begitulah syubhat yang dilontarkan oleh sang pencela dalam salah satu tulisan di situsnya Lihat Website dedengkot Wahabi ( http://jaser-leonheart.blogspot.com/2012/06/tafsir-ar-ridho-asy-syekh-shoduq-adalah.html )
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata
kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu
(juga) telah member nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan
bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu
apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang
Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah
mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan
kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk
(menikahi) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak
angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi [QS Al Ahzab : 37].
.
قال الرضا عليه السلام: ان رسول الله (ص) قصد دار زيد بن حارثه بن شراحيل الكلبي فيأمر اراده فرأى امرأته تغتسل فقال لها: سبحان الذي خلقك
Ar Ridha [‘alaihis salaam] berkata
bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihiwasallam] pergi ke rumah Zaid bin
Haaritsah bin Syarahiil Al Kalbiy dalam urusan yang Beliau kehendaki, kemudian Beliau melihat istrinya [Zaid] sedang mandi maka Beliau berkata “Maha suci Allah yang telah menciptakanmu”…[U’yun Akhbar Ar Ridha, Syaikh Ash Shaduq 1/180-181].
Perkataan Imam Ali Ar Ridha [‘alaihis
salaam] di atas telah disebutkan oleh Syaikh Ash Shaduq dalam sebuah
riwayat yang panjang dalam kitabnya U’yun Akhbar Ar Ridha, sanad riwayat
sebagaimana disebutkan Syaikh Ash Shaduq adalah sebagai berikut:
حدثنا تميم بن عبد الله بن تميم القرشي رضي الله عنه قال: حدثني أبي عن حمدان بن سليمان النيسابوري عن علي بن محمد بن الجهم قالحضرت مجلس المأمون وعنده الرضا علي بن موسى عليهما السلام فقال له المأمون
Telah menceritakan kepada kami Tamiim
bin ‘Abdullah bin Tamiim Al Qurasyiy [radiallahu ‘anhu] yang berkata
telah menceritakan kepadaku ayahku dari Hamdaan bin Sulaiman An
Naisaburiy dari Aliy bin Muhammad bin Jahm yang berkata aku menghadiri
majelis Al Ma’mun dan disisinya ada Ar Ridhaa ‘Aliy bin Musa [‘alaihis
salaam], maka Al Ma’mun berkata kepadanya…[U’yun Akhbar Ar Ridha, Syaikh
Ash Shaduq 1/174]
Kedudukan riwayat tersebut berdasarkan ilmu Rijal Syi’ah adalah dhaif karena kedhaifan guru Ash Shaduq yaitu Tamim bin ‘Abdullah.
تميم بن عبد اللهابن تميم القرشي، الذي يروي عنه أبو جعفر محمد بن بابويه، ضعيف،ذكره ابن الغضائري
Tamiim bin ‘Abdullah bin Tamiim Al
Qurasyiy, yang telah meriwayatkan darinya Abu Ja’far Muhammad bin
Baabawaih, dhaif, disebutkannya oleh Ibnu Ghadhaa’iriy [Mu’jam Rijal Al
Hadits, Sayyid Al Khu’iy 4/285-286 no 1930].
تميم بن عبد الله بن تميم القرشي، الذي روى عنه أبو جعفر محمد بن بابويه، ضعيف
Tamiim bin ‘Abdullah bin Tamiim Al
Qurasyiy, telah meriwayatkan darinya Abu Ja’far Muhammad bin Baabawaih,
dhaif [Khulashah Al Aqwaal, Allamah Al Hilliy hal 329].
تميم بن عبد الله بن تميم القرشي الذي روى عنه أبو جعفر محمد بن بابويه (غض) ضعيف
Tamiim bin ‘Abdullah bin Tamiim Al
Qurasyiy, telah meriwayatkan darinya Abu Ja’far Muhammad bin Baabawaih,
[Ibnu Ghadha’iriy] dhaif [Rijal Ibnu Dawud hal 234 no 84].
Selain itu ayahnya Tamim bin ‘Abdullah
yaitu Abdullah bin Tamiim Al Qurasyiy tidak dikenal kredibilitasnya
dalam kitab Rijal Syi’ah atau muhmal. Syaikh Aliy Alu Muhsin berkata
mengenai riwayat di atas.
هذا الخبر ضعيف السند ، فإن من جملة رواته تميم بن عبد الله بن تميم القرشي، فإنه وإن كان من شيوخ الإجازة للصدوق رحمه الله ، وأكثر الصدوق من الترضي عنه، إلا أنه لم يثبت توثيقه في كتب الرجال، بل ضعفه ابن الغضائري والعلاَّمة الحلي وغيرهماومن رواته والد الراوي السابق، وهو مهمل في كتب الرجال
Kabar ini dhaif sanadnya, berasal
dari riwayat Tamiim bin ‘Abdullah bin Tamim Al Qurasyiy dan ia termasuk
dalam guru-guru ijazah Ash Shaduq [rahimahullah] dan Shaduq banyak
memberikan taradhi kepadanya kecuali bahwa ia tidak tsabit tawtsiq-nya
dalam kitab Rijal bahkan ia telah didhaifkan Ibnu Ghadhaa’iriy, Allamah
Al Hilliy dan selain mereka berdua, dan riwayatnya ini dari Ayahnya dan
ia seorang yang muhmal dalam kitab Rijal [Lillahil Haqiiqah, Sayyid Aliy
Alu Muhsin 1/105-106].
Ash Shaduq sendiri dalam kitabnya U’yun
Akhbar Ar Ridha setelah menuliskan riwayat tersebut, ia melemahkannya
dengan kata-kata berikut:
هذا الحديث غريب من طريق علي بن محمد بن الجهم مع نصبه وبغضه وعداوته لأهل البيت عليه السلام
Hadis ini gharib dari jalan Aliy bin
Muhammad bin Jahm bersamaan dengan kenashibiannya, kebenciannya dan
permusuhannya kepada ahlul bait [‘alaihis salaam] [U’yun Akhbar Ar
Ridha, Syaikh Ash Shaduq 2/182].
Maka sangat jelas kedhaifan riwayat yang
dinukil sang pencela tersebut. Pada hakikatnya ia hanya menyebarkan
syubhat seputar masalah ini dengan menukil riwayat dhaif di sisi Syi’ah
dan menjadikan riwayat tersebut sebagai dasar untuk mencela Syi’ah.
Seandainya seorang penuntut ilmu atau
pencari kebenaran memang bermental jujur dan bersikap objektif maka
perkara yang hampir sama juga ditemukan dalam kitab ahlus sunnah.
Terdapat riwayat-riwayat dhaif mungkar yang menceritakan soal Nabi
Muhammad [shallallahu ‘alaihiwasallam] dan Zainab binti Jahsy,
حدثني يونس قال : أخبرنا ابن وهب قال : قال ابن زيد : كان النبي – صلى الله عليه وسلم – قد زوج زيد بن حارثة زينب بنت جحش ، ابنة عمته ، فخرج رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يوما يريده وعلى الباب ستر من شعر ، فرفعت الريح الستر فانكشف ، وهي في حجرتها حاسرة ، فوقع إعجابها في قلب النبي – صلى الله عليه وسلم
Telah menceritakan kepadaku Yunus
yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang berkata
IbnuZaid berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah menikahkah
Zaid bin Haritsah dan Zainab binti Jahsy putri bibinya maka Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] suatu hari berada di depan pintu rumah
[Zaid] yang tertutup tirai, kemudian
bertiuplah angin mengangkat tirai tersebut sehingga nampaklah ia
[Zainab] dalam kamarnya dengan keadaan terbuka [kepala dan tangannya],
maka muncullah kekaguman dalam hati Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]…[Tafsir Ath Thabariy 19/116]
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ ، عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْزِلَ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ ، فَرَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَتَهُ زَيْنَبَ ، فَكَأَنَّهُ دَخَلَهُ لَا أَدْرِي مِنْ قَوْلِ حَمَّادٍ ، أَوْ فِي الْحَدِيثِ ، فَجَاءَ زَيْدٌ يَشْكُوهَا إِلَيْهِ ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ ، وَاتَّقِ اللَّهَ ” ، قَالَ : فَنَزَلَتْ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ إِلَى قَوْلِهِ زَوَّجْنَاكَهَا سورة الأحزاب آية 37 ، يَعْنِي زَيْنَبَ
Telah menceritakan kepada kami
Mu’ammal bin Ismaiil yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad
bin Zaid yang berkata telah menceritakan kepada kami Tsaabit dari Anas
yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dating ke
kediaman Zaid bin Haritsah maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melihat istrinya [Zaid] yaitu Zainab, seolah-olah ia [Zaid] telah menggaulinya,
[tidak tahu ini dari perkataan Hammad atau ada dalam hadis], maka
datang Zaid mengadukan istrinya, Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
berkata kepadanya “tahanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah ”
[perawi] berkata maka turunlah ayat dan “bertakwalah kepada Allah,
sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya sampai firmannya Kami nikahkan kamu dengan dia, surat Al
Ahzab ayat 37 yakni Zainab [Musnad Ahmad bin Hanbal no 12511].
Kedua riwayat di atas dhaif mungkar di sisi Ahlus sunnah. Riwayat Ath Thabariy sanadnya dhaif mu’dhal. Ibnu Zaid adalah Abdurrahman bin Zaid bin Aslam
seorang yang dhaif. Bukhariy telah mendhaifkan Abdurrahman bin Zaid bin
Aslam, An Nasa’iy berkata “dhaif”, Aliy bin Madiniy berkata “tidak ada
anak dari Zaid bin Aslam yang tsiqat”. Ahmad bin Hanbal mendhaifkannya
[Al Kamil IbnuAdiy 4/270]. Dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam tidak
menemui masa hidup Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka
riwayatnya terputus.
Riwayat Ahmad bin Hanbal dhaif karena Mu’ammal bin Ismaiil.
Ia telah dinyatakan tsiqat dan shaduq oleh sebagian ulama tetapi
bersamaan dengan itu ia juga telah disifatkan dengan banyak kesalahan
atau buruk hafalannya. Yahya bin Ma’in menyatakan ia tsiqat, Abu Hatim
berkata “shaduq, tegas dalam sunnah, banyak kesalahan dan ditulis
hadisnya” [Al Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim 8/374 no 1079]. Dan dalam
riwayat Ahmad di atas terdapat qarinah yang menunjukkan bahwa matan
tersebut berasal dari keburukan hafalannya dimana terdapat lafaz “tidak
tahu apakah ini berasal dari perkataan Hammad atau ada di dalam hadis”.
Kesimpulan :
Riwayat riwayat dhaif yang mengandung penghinaan terhadap Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam perkara ini terdapat dalam kitab
Syi’ah dan kitab Ahlus Sunnah maka tidak ada alasan untuk menjadikan
riwayat-riwayat di atas sebagai dasar mazhab yang satu untuk mencela
mazhab yang lain.
___________________________________
Adapun kali ini kami cukuplah membawakan perkataan Syaikh Ash Shaduuq sendiri mengenai riwayat tersebut, Syaikh Shaduuq berkata
هذا الحديث غريب من طريق علي بن محمد بن الجهم مع نصبه وبغضه وعداوته لأهل البيت عليه السلام
Hadis ini gharib dari jalan Aliy bin
Muhammad bin Jahm bersamaan dengan kenashibiannya, kebenciannya dan
permusuhannya kepada ahlul bait [‘alaihis salaam] [U’yun Akhbar Ar
Ridha, Syaikh Ash Shaduq 2/182].
Intinya riwayat tersebut dhaif
berdasarkan standar keilmuan mazhab Syi’ah bahkan riwayat dengan matan
yang hampir sama juga ditemukan dalam kitab mazhab ahlus sunnah dan
kedudukannya juga dhaif dengan standar keilmuan Ahlus sunnah.
Kesimpulan:
Berdasarkan pembahasan di atas maka
tuduhan Syi’ah melecehkan Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam] adalah
dusta. Bukti-bukti yang diajukan penulis menyedihkan itu tidak bernilai
hujjah. Dengan bukti-bukti dusta seperti inilah penulis menyedihkan
tersebut merendahkan mazhab Syi’ah dan menyatakan Syi’ah bukan bagian
dari Islam. Semoga Allah SWT menjaga kita semua dari kedustaan yang
seperti ini.