بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Ini adalah ungkapan pertama dalam Alquran yang senantiasa muncul pada
setiap awal surah kecuali satu (surah Al-Taubah). Konon seluruh esensi
Quran terkandung dalam ungkapan ini. Kata 'dengan nama' mengindikasikan
sesuatu yang mustahil untuk disebutkan atau dideskripsikan, yakni Allah,
dan penciptaan ini seluruhnya 'dengan nama Allah'.
Sebutan 'Maha Pengasih' dan 'Maha Penyayang' berasal dari akar kata
bahasa Arab yang sama. 'Maha Pengasih' mengindikasikan kemurahan hati
dan belas kasih yang berlaku umum untuk semua makhluk tanpa ada
diskriminasi, sedangkan 'Maha Penyayang' mengindikasikan kemurahan hati
yang khusus diberikan kepada mereka yang menyerahkan diri kepada Wujud
Tunggal Yang Mahatinggi.
عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ
1. Tentang apakah mereka saling bertanya?
عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيمِ
2. Tentang berita yang besar.
الَّذِي هُمْ فِيهِ مُخْتَلِفُونَ
3. Yang dalam hal itu mereka berselisih.
Ini adalah surah Makkiyah yang awal. Pertanyaan dalam ayat pertama
ditujukan kepada mereka yang mengingkari kebenaran, yakni kaum kafirin
(orang-orang yang menutupi [kebenaran], yang tidak bersyukur). Kaum
kafirin adalah mereka yang tidak sanggup mengemban perintah suci atau
memahami kedalamannya, mereka yang tidak mau mengakui kebenaran makna
tauhid, dan menganggap kehidupan dunia ini adalah satu-satunya
kehidupan. Mereka percaya bahwa tidak akan ada lagi kehidupan setelah
itu, sehingga tentu saja mereka akan mengingkari 'peristiwa besar',
peristiwa menentukan yang paling akhir; Mereka menyangkal dan meragukan
kejadiannya.
Apa yang mendorong mereka untuk bertanya? 'Amma adalah singkatan dari
'an mâdzâ, yang artinya 'tentang apa?' Kemampuan mereka bertanya ini
merupakan fakta adanya tanda kehidupan pada mereka, dan dimana ada
kehidupan mesti juga ada kematian, sebab dalam eksistensi ini segala
sesuatu ada lawannya. Dengan menafakuri kenyataan ini, kita akan
mengetahui bahwa karena kehidupan dan kematian ada pada tingkat
kesadaran ini, maka mungkin saja ada kehidupan dalam bentuk lain pada
tingkat kesadaran lain, atau kehidupan setelah mati, yang akan dibuka
oleh Hari Kebangkitan. Oleh karena itu, sungguh berani mereka meragukan
kenyataan ini! Kenyataan absolut yang tak terbantahkan bahwa apa pun
yang berawal pasti akan berakhir. Kalau kita renungkan lagi, maka
jelaslah bahwa Dia Yang menciptakan makhluk ini juga dapat dengan mudah
menciptakan bayangannya.
Dalam gambaran total eksistensi, segala aspek halus kehidupan ini akan
menjadi aspek nyata di kehidupan mendatang, dan segala aspek kasar
kehidupan ini akan nampak hanya sebagai tambahan semata atau wujud yang
tidak berarti. Misalnya bentuk tubuh, yang penting sekali artinya dalam
kehidupan sekarang, hanya akan menjadi tambahan semata dalam kehidupan
mendatang. Kesangsian orang kafir ini terhadap adanya kehidupan akhirat
merupakan bukti nyata dari ketidakpastian dan kebingungan mereka. Di
lain pihak, orang beriman yakin sepenuhnya tentang tempat kediamannya
kelak.
Naba' artinya 'berita, kabar, informasi, maklumat', yakni berita tentang
akhir penciptaan. Mereka yang menyangkal pesan realitas ini,
sebagaimana dijelaskan secara gamblang dalam Alquran, bertanya-tanya
tentang hari akhir dan berasumsi bahwa akhir dari peijalanan hidup ini
akan menjadi akhir dari segala perjalanan hidup. Mereka mempersoalkannya
dan terjadi perselisihan di antara mereka sendiri karena mereka sama
sekali tidak tahu apa-apa tentang ciri-cirinya. Mereka mengira akan
dapat melepaskan diri dari kesengsaraan dan kekacauan hari kiamat dengan
cara bagaimana pun, dan tidak percaya bahwa pada hari itu keadilan
Allah pasti dan mutlak akan ditegakkan, sementara mereka akan membawa
buah dari perbuatannya.
Manusia mengira dapat mengatasi hukum yang mengatur eksistensi kehidupan
ini, dan dapat lari dari kenyataan bahwa ganjaran terakhir akan
diberikan sesuai dengan perbuatannya yang, sebaliknya, bergantung pada
niatnya. Kehidupan dia di tingkat kesadaran berikutnya didasarkan pada
perbuatan dan niatnya di tingkat kesadaran ini; ia akan diciptakan ulang
sesuai dengan komposisi perbuatan dan niatnya secara keseluruhan pada
saat meninggalkan kehidupan ini.
كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
4. Tidak, mereka akan segera mengetabui.
ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
5. Sekali-kali tidak, mereka akan segera mengetahui!
Kallâ(sekali-kali tidak) adalah omelan, suatu teguran positif kepada
orang-orang yang bertikai. Setiap orang akan mengalami akhir penciptaan
melalui kematiannya, dan kemudian juga akan mengalami akhir seluruh
penciptaan (kiamat) dan mengalami kebangkitan. Kematian seseorang adalah
kematian mikrokosmos. Pada saat mati tidak ada lagi sedikit pun
keraguan pada kaum yang ingkar tentang kebenaran berita tersebut, yakni
berita tentang peristiwa mahadahsyat yang merupakan akhir dari
eksistensi ini.
أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَادًا
6. Bukankah Kami jadikan bumi suatu hamparan yang luas.
وَالْجِبَالَ أَوْتَادًا
7. Dan gunung-gunung sebagai pasak?
Ayat 6 sampai 16 memiliki makna yang sama. Allah sedang menunjukkan
bukti dari kesempurnaan penciptaan dan sifat siklis dari penciptaan
tersebut. Bukankah bumi menjadi hamparan luas yang meringankan gerak
kita sehingga kita dapat mencari penghidupan, dan bukankah gunung-gunung
itu pasaknya? Secara geologis, gunung-gunung bagaikan pilar-pilar
terpendam yang merekatkan lapisan kerak bumi yang renggang sehingga aman
dan stabil.
وَخَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجًا
8. Dan Kami telah menciptakan kamu berpasang-pasangan.
Ayat ini mengungkapkan keberpasangan dari setiap jenis makhluk hidup,
laki-laki dan perempuan, dan kebertentangan setiap aspek penciptaan
lainnya, seperti baik dan buruk, sehat dan sakit, nafs (diri) yang
rendah dan nafs yang tinggi.
وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا
9. Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا
10. Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian penutup,
وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا
11. Dan Kami jadikan siang untuk mencari pengbidupan,
Akar kata kerja 'istirahat' dalam bahasa Arab adalah subât yang artinya
tidur di musim dingin, beristirahat, menghentikan kegiatan (sabata).
Kata benda yang bertalian adalah sabbat yang artinya Sabtu. Pada hari
ini kaum Yahudi tidak boleh mengerjakan urusan duniawi apa pun. Semua
aktivitas lahiriah dilarang agar manusia bisa mengisi ulang dirinya
secara batiniah. Tidur—suatu bentuk hibernasi atau kegelapan yang
singkat—sebenarnya dapat membangkitkan vitalitas karena dengan tidur
kesegaran fisik kita akan pulih kembali dan mencapai keseimbangkan diri
setelah menjalani berbagai kesulitan di siang hari. Saat malam tiba,
maka malam pun menyelubungi kita bagaikan sebuah jubah. Kata yang
digunakan di sini untuk 'penutup' adalah libâs, dari kata kerja labisa,
yang artinya 'mengenakan penutup atas sesuatu, menyelubungi, membajui
atau memasangkan pakaian'.
Penghidupan (ma'âsy) berasal dari kata 'âsya, yang artinya 'hidup'.
Ma’âsy juga berarti 'jalan hidup atau gaya hidup'. Siang hari adalah
waktu untuk melakukan aktivitas jasmaniah karena ada cahaya, dan
sebaliknya, bila tidak ada cahaya (yakni, malam hari), maka itulah
saatnya untuk melakukan aktivitas batiniah. Begitulah menurut hukum
kebalikan.
وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًا
12. Dan Kami membangun di atas kamu tujuh buah yang kokoh,
'Tujuh buah yang kokoh' di sini adalah tujuh langit. Syidâd adalah jamak
dari syadîd (kuat), dari akar kata syadda (kokoh, kuat, teguh, mantap,'
dan 'membebani'). Ini berarti bahwa langit-langit itu saling bertalian
dan terjalin secara kuat, disatukan oleh kekuatan-kekuatan tak kentara
yang berada di luar jangkauan penglihatan kita. Dari tujuh lapis
realitas fisik (langit) yang tinggi, kita hanya dapat melihat lapisan
langit yang berisi bintang-bintang.
Banâ artinya 'membangun, mendirikan, menegakkan, menyusun'.
Langit-langit disatukan dan dibangun oleh kekuatan dan kekuasaan yang
tidak nampak. Bagian fisik dari langit-langit itu tidaklah ada artinya
dibanding banyak sekali kekuatan gaib yang menjaga agar mereka tetap
seimbang selama berjalannya ekspansi.
وَجَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا
13. Dan Kami jadikan lampu yang menyala terik,
Ini adalah deskripsi tentang matahari yang seringkali diilustrasikan
sebagai sirâj wahhâj (lampu yang menyala terik). Wahhâj artinya 'menyala
terik, pijar, panas membara, berkobar-kobar, cemerlang'. Sifat matahari
adalah memancarkan cahaya, sedangkan sifat bulan adalah memantulkan
cahaya.
وَأَنزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا
14. Dan Kami turunkan dari awan air yang melimpah,
Kata yang digunakan di sini untuk awan (mu'shirât) berasal dari 'ashara,
yang artinya 'memeras, menekan ke luar'. 'Ashîr artinya 'air' (jus).
Mu'shirât adalah awan yang mengeluarkan air hujan yang turun melimpah
(tsajjâja).
لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَنَبَاتًا
15. Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu bijian-bijian dan tumbuh-tumbuhan,
وَجَنَّاتٍ أَلْفَافًا
16. Dan kebun-kebun yang lebat.
Turunnya hujan dan denyutan bumi menyebabkan terjadinya proses
pengadukkan, yang selanjutnya menyebabkan biji-bijian dan tanam-tanaman
baru bertumbuhan sehingga kebun-kebun pun tertutup dengan lebatnya
tanaman.
إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيقَاتًا
17. Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan.
Kemudian terjadilah perubahan yang tiba-tiba. Hari Keputusan (atau Hari
Pembalasan) adalah hari pemilahan dan pemisahan, hari kejelasan. Saat
itu segala sesuatu jelas-jelas dipisahkan secara adil lalu dimasukkan ke
tempatnya masing-masing, yang baik dengan yang baik dan yang buruk
dengan yang buruk. Pada hari ini tidak akan ada lagi ketidakpastian.
Kata yang diterjemahkan di sini sebagai 'keputusan' (fashl), berasal
dari akar kata kerja fashala yang artinya 'memisahkan, memencilkan,
membuat suatu keputusan tanpa ada keraguan sedikit pun'—tidak ada bidang
yang samar-samar (tidak jelas). Fashala juga berarti 'menyapih', karena
tindakan menyapih itu memisahkan seorang bayi dari sumber makanan
pertamanya, yakni ibunya. Kata Arab untuk 'patokan yang tegas' (fayshal)
berasal dari kata kerja yang sama (yakni fashala), dan juga berarti
'hakim' atau 'pedang pemisah'.
Ayat ini menyiratkan bahwa sekarang ini bukanlah hari kejelasan, tapi
lebih merupakan hari kebingungan dimana kita tidak tahu apakah sesuatu
itu benar atau salah, atau apakah kita sudah berada dalam keimanan yang
benar atau belum. Paling banter, ada semacam kearifan pada hari ini, dan
setidaknya ada upaya untuk membedakan dengan mengingat Allah. Tapi pada
hari itu, setelah kematian, tidak akan ada kebingungan lagi. Penghuni
neraka akan berada di dalam neraka, penghuni surga akan berada di dalam
surga, dan segala sesuatu akan nampak jelas dalam pandangan Pencipta
Yang Adil.
Waktu yang ditetapkan untuk peristiwa ini sudah pasti. Mîqât berasal
dari waqt yang artinya 'waktu yang sudah ditentukan dan pasti, suatu
batas waktu' atau 'saat pertemuan'. Kita semua akan bertemu pada hari
itu yang disebut Hari Pertemuan, saat setiap orang akan dikumpulkan
untuk menjalani perhitungan terakhir (dihisab).
يَوْمَ يُنفَخُ فِي الصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا
18. Hari ketika sangkakala ditiup kamu akan datang berkelompok-kelompok.
Ini berkenaan dengan Hari ketika malaikat Israfil meniup terompet cahaya
untuk mematikan semua cahaya kecuali satu-satunya Cahaya. Pada hari itu
tidak ada cara untuk melihat segala sesuatu kecuali melalui Cahaya
Allah yang sejati. Ketika suara sangkakala yang kedua diperdengarkan,
itulah pertanda Kebangkitan. Yang ada hanyalah Cahaya Sang Pencipta, dan
tidak ada yang mengintervensi. Bangsa-bangsa akan muncul dipenuhi
dengan suku-suku, keluarga-keluarga dan rumahtangga-rumahtangga. Mereka
akan datang secara bergelombang mengikuti irama, dan di dalam
kelompok-kelompok ini akan ada jiwa-jiwa yang memimpin mereka, yakni
para rasul dan nabi. Alquran mengatakan bahwa satu Hari itu menurut
perhitungan Allah sama dengan 50.000 tahun menurut perhitungan manusia.
Semakin dekat kepada Allah—Yang Tak Berbatas Waktu—semakin jelas
relativitas waktunya. Waktu yang sesaat bagi Allah akan terasa tiada
akhir bagi kita.
وَفُتِحَتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ أَبْوَابًا
19. Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu,
Kekuatan yang sekarang menyatukan langit-langit tidak akan ada lagi,
seolah-olah pintu keluar-masuk ke zona-zona lain telah diciptakan.
Ketika penataan ulang ini berlangsung, seluruh energi penciptaan akan
lepas melalui pintu-pintu tersebut. Lelangit tidak akan lagi menyatu
sebagai sebuah struktur tunggal, tapi akan mengikuti kecenderungan baru,
yang merupakan penghancurannya, dan akan kembali ke keadaannya semula,
yakni lenyap dalam kekuasaan Sang Pencipta. Selain tujuh lapis langit
yang kuat, akan ada beberapa saluran yang melalui saluran tersebut bisa
terlihat bahwa secara pelan-pelan segala sesuatu sedang bergerak mundur.
وَسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا
20. Dan gunung-gunung akan dijalankan sehingga bagaikan fatamorgana.
Gunung-gunung yang sekarang nampak laksana sosok-sosok yang kokoh, akan
lenyap sehingga nampak bagaikan fatamorgana. Terjemahan umum untuk sarâb
adalah 'fatamorgana'. Akar katanya adalah sariba yang berarti 'lambat
laun habis, lenyap di depan mata tanpa ketahuan'. Semakin dekat kita
bergerak ke arah fatamorgana, semakin jauh kelihatannya, dan selamanya
takkan pernah bisa ditangkap. Ini menunjukkan adanya tingkat kesadaran
lain di mana zat dan energi akan saling bertukar dan saling memberi.
Gunung-gunung tidak akan menjadi fatamorgana, tapi mereka akan berubah
bentuk dengan cara yang tidak bisa dipahami (rahasia), yakni mereka akan
lebur kembali menjadi wujud yang tak kentara, kembali menjadi bentuk
energi yang semakin halus, kembali ke ketiadaan yang merupakan asalnya.
Runtuhnya penciptaan merupakan pembalikan transformatif dari proses
penciptaan. Berawal dari ketiadaan kemudian muncullah bentuk-bentuk zat
yang paling halus (berupa gas), yang kemudian memadat dan menjadi cair.
Setelah mendingin dan mengeras, siklus air pun mulai. Kemudian muncullah
tanam-tanaman dan terjadi siklus penciptaan yang konstan, yang dapat
kita saksikan selama tempo hidup kita yang singkat ini. Namun kemudian
proses tersebut akan berbalik di mana setahap demi setahap penciptaan
kembali ke asalnya.
إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا
21. Sesungguhnya neraka jahanam bersembunyi mengintai.
Jahannam (neraka) adalah salah satu nama yang digunakan dalam Alquran
sebagai lawan dari jannah (surga). Kata ini dihubungkan dengan akar kata
jabuma (bermuka masam) dan jahm (suram, muram, merengut, murung). Kata
benda yang sekaitan adalah jahnîm, artinya 'lubang yang tak berujung
(berdasar)' dan di tempat seperti itu tidak ada kestabilan maupun
kedamaian. Sifat dasar manusia adalah mencari keamanan dan juga
kepastian. Sementara, ketidakpastian terburuk yang dapat dialami semua
orang adalah dijebloskan ke dalam lubang yang tak berujung itu dan
menggelepar-gelepar di sana tanpa daya selamanya.
Maksud dari sesuatu yang 'bersembunyi mengintai' itu menunjukkan adanya
proses penyergapan (mirshâd). Mirshâd berasal dari rashada, artinya
'mengawasi sesuatu dengan sungguh-sungguh', laksana seekor kucing yang
sedang mengawasi seekor tikus di lubang tikus. Dalam bahasa Arab modern,
mirshâd berarti 'teleskop'. Dengan menggunakan sebuah teleskop kita
dapat mengamati bintang dalam jangkauan ruang penglihatan kita. Jadi
lubang tak berujung ini, yang menimbulkan kesulitan tiada akhir kepada
kita, sebenarnya sedang mengintai kita, mengamati lansekap untuk
menangkap orang-orang yang termasuk dalam 'ruang penglihatan'-nya.
لِلْطَّاغِينَ مَآبًا
22. Tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas.
Setiap sistem mempunyai batas, dan kalau kita berjalan melampaui
batas-batas tersebut berarti kita melanggar. Itulah yang dimaksud dengan
thaghâ. Jika di dalam sistem tersebut kita melampaui batas-batasnya
maka kita akan hancur sehancur-hancurnya. Jahanam—ketakbertepian yang
abadi dan terakhir—adalah tempat kembali bagi orang-orang yang melanggar
(al-tâghîn). Berarti, mereka yang melampaui batas dalam kehidupan ini
sebenarnya sedang dalam perjalanan menuju tempat tinggal terakhir itu.
Dengan melakukan segala perbuatan dan niat yang salah mereka sudah
sedang bergerak ke dalam medan api (penderitaan) dan kekacauan.
Alquran mengartikan api terakhir sebagai nâr al-kubrâ (api besar, api
abadi). Kalau api besar itu adalah api terakhir, maka berarti nâr
al-shughrâ (api kecil) sudah dapat dirasakan di sini dan saat ini juga.
Api kecil adalah sesuatu yang kita rasakan dalam kehidupan ini yang
disebabkan oleh kejahilan dan kezaliman kita. Banyak ayat lain dalam
Alquran yang menyatakan bahwa barangsiapa melampaui batas maka ia sudah
berada dalam jahanam kecil di alam kehidupan ini. Mungkin saja ia tidak
menyadarinya, tapi yang jelas ia mengisi jahanam kecil itu dengan bahan
bakar berupa kemarahan, ketidakteguhan dan kebenciannya. Andaikan ia mau
secara serius merenungkan keadaannya, maka ia akan mengetahui apakah
dirinya sedang bergerak memasuki taman ataukah api. Ayat ini menyebutkan
'tempat kembali', seakan-akan para pelanggar berlindung di dalamnya (di
tempat kembali itu). Hal yang sama terjadi pada penghuni taman (surga).
Alquran memberitahukan bahwa ketika mereka mendapati dirinya berada di
dalam taman pada kehidupan mendatang, mereka akan berkata, 'kami selalu
ingat tempat ini!' Ini berarti mereka pernah mengalami berbagai aspek
suasana taman dalam kehidupan ini.
Kita mempersiapkan suasana atau kondisi yang akan meliputi kita di alam
kesadaran mendatang. Pada saat mati, kita akan memasuki dan menjalani
keadaan terakhir yang tak dapat diubah, dan keadaan tersebut diciptakan
oleh segala niat dan perbuatan kita sewaktu hidup. Karena itu, kehidupan
mendatang merupakan hasil yang kita peroleh, dan merupakan rangkaian
kesatuan dari keadaan terakhir kita dalam kehidupan ini.
لَابِثِينَ فِيهَا أَحْقَابًا
23. Tinggal di dalamnya selama-lamanya.
لَّا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا
24. Mereka tidak merasakan kesejukan dan minuman di dalamnya,
إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا
25. Selain air yang mendidih dan dingin yang melumpuhkan,
Orang-orang yang niat dan perbuatannya tidak padu, dan menjalani
kehidupannya dengan keterputusan dan amburadul, akhirnya akan memasuki
pergolakan yang sangat dahsyat, yakni suatu kondisi yang tidak
mendatangkan kedamaian maupun keterpusatan. Mereka akan tetap berada
dalam jahanam selama berabad-abad, karena alam kesadaran berikutnya
berada dalam zona abadi yang berlangsung selama-lamanya.
Di dalam neraka terjadi pergolakan yang mahadahsyat, di sana tidak ada
kehidupan maupun kematian. Neraka adalah lawan dari cinta dan
keterjalinan, kesatuan dan kepastian, yang tertanam dalam jiwa manusia.
Jika roh menjalani kehidupan yang kacau, maka wajar kalau ia akan menuju
tempat tinggal yang keadaan di dalamnya benar-benar mengerikan. Begitu
pula, roh yang hidup dalam keharmonisan maka wajar kalau ia memasuki
taman surga. Kehidupan sekarang dan kehidupan mendatang tidaklah
terputus, tapi membentuk suatu rangkaian kesatuan. Yang membedakan
hanyalah tingkat kesadaran dan kejelasan serta kesejatian pengalaman.
Hal ini dapat diilustrasikan dengan rasa takut orang yang terjaga dari
mimpi buruk yang mengerikan, atau, rasa senang dan puas orang yang
terjaga dari mimpi indah.
جَزَاءً وِفَاقًا
26. Pembalasan yang setimpal.
Ayat ini menyatakan hasil atau ganjaran yang pantas untuk kehidupan yang
tertutup dan ingkar. Jazâ artinya 'ganjaran atau balasan'. Hasil akhir
ini benar-benar sesuai dengan semua yang terjadi sebelumnya. Penciptaan
dan perintah Allah benar-benar selaras.
إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَابًا
27. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada perhitungan,
Mereka, secara individu atau kolektif sebagai bangsa-bangsa, tidak
mengharapkan adanya perhitungan (hisâb) terakhir ataupun reaksi terhadap
segala perbuatan mereka. Mereka pun tidak menyangka bahwa akhimya akan
menjumpai bayangan dari apa yang telah mereka sendiri ciptakan melalui
perbuatan dan pemikiran mereka.
وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا كِذَّابًا
28. Dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan pengingkaran yang keras.
Kadzaba artinya 'berbohong, menipu, atau memperdayakan'. Ini berarti
mereka telah mengingkari kebenaran yang temkir dalam diri mereka,
kebenaran bahwa Allah adalah Tuhan Yang Esa, bahwa tujuan dari
penciptaan adalah tauhid (keesaan), dan bahwa para nabi dan rasul yang
membawa kebenaran ini menunjukkan jalan menuju kehidupan yang selaras
dengan pola penciptaan yang teradu. Dengan mengingkari ini, berarti
mereka telah menipu diri mereka sendiri.
وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا
29. Dan Kami telah mencatat segala sesuatu dalam sebuah Kitab.
Segala sesuatu dalam kehidupan ini dihimpun di dalam sebuah Kitab
tunggal. Segala sesuatu adalah Kitab, dan Kitab itu mengandung segala
sesuatu. Segala sesuatu yang ada adalah saling berhubungan dan pada
akhirnya berakhir pada satu tempat, tidak ada yang terpisah. Yang
mengingkari kebenaran ini berarti telah melanggar dirinya sendiri, dan
pelanggaran ini pun tertulis dalam Kitab tersebut. Segala sesuatu telah
diperhitungkan dan tercakup dalam Kitab tentang kesejatian ini, Kitab
tentang manifestasi, Kitab yang komprehensif tentang qadhâ wa qadar
(takdir keputusan Tuhan). Alquran adalah manifestasi yang jelas dari
Kitab tersebut.
فَذُوقُوا فَلَن نَّزِيدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا
30. Maka rasakanlah! Karena Kami tidak akan menambah apa pun kepadamu selain azab.
'Maka rasakanlah!' artinya 'Sambungkanlah!' dalam arti pengalaman yang
utuh. Kita akan merasakan dan mengetahui sepenuhnya tentang niat kita.
Maka, barangsiapa menolak ia akan tertolak. Jika ia menyangkal bahwa
hanya ada satu keesaan, bahwa ia menjadi ada karena kerahiman dari
keesaan itu, bahwa melalui keesaan ia dipelihara, maka ia akan kembali
kepada keesaan tersebut dalam keadaan terpisah dan terserak. Jika ia
mengingkari fakta adanya para nabi dan rasul yang mempertegas kebenaran
[keesaan] ini dan meninggalkan pesan dalam bentuk Kitab, maka ia telah
terpedaya. Akibatnya, yang akan dialaminya di kehidupan akhirat kelak
hanyalah keadaan yang penuh pertentangan dan kekacauan. Sekarang ia buta
dan tidak mau menyadari kebutaannya, dan di alam kesadaran mendatang ia
akan tetap dalam kebutaan semata.
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا
31. Sesungguhnya, orang-orang yang bertakwa akan memperoleh keberhasilan,
Kaum muttaqîn senantiasa menjaga diri, dan sepenuhnya mengetahui
batas-batas yang ditetapkan. Mereka menjalani kehidupan ini seolah-olah
sedang berjalan lurus sepanjang tepi jurang yang terjal. Kehati-hatian
dan kesadarannya yang tinggi (taqwa) mencegah mereka dari melampaui
batas sehingga tidak mencelakakan diri mereka sendiri. Kualitas
kehati-hatian ini didorong oleh keyakinan yang didasarkan pada
pengetahuan, iman.
حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا
32. Disertai taman-taman dan kebun anggur,
وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا
33. Dan teman yang muda-muda dan sebaya umurnya,
Surah ini turun sesuai dengan tingkat pemahaman, tuntutan manusiawi, dan
berbagai pengharapan kita di dunia ini. Segala keinginan kita
disimbolkan dengan suasana yang sangat menyenangkan dari sebuah taman
subur yang penuh dengan bebuahan bergizi dan teman yang saling mengisi,
yang usianya sebaya dan menyenangkan. Kawâ'iba atrâbâ artinya
'gadis-gadis muda' atau 'teman sebaya', yang memiliki pemahaman yang
cocok.
وَكَأْسًا دِهَاقًا
34. Dan gelas yang penuh.
Penuh dan tidak pernah berkurang sedikit pun. Gelas-gelas mereka selalu
penuh, sehingga tidak ada tuntutan dan keinginan. Segala hasrat dan
harapan telah dinetralisir sepenuhnya.
لَّا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا كِذَّابًا
35. Di sana mereka tidak akan mendengar percakapan yang sia-sia dan dusta,
Laghw artinya 'percakapan yang sia-sia, omong kosong', atau 'tidak
berguna'. Akar kata kerjanya adalah laghâ yang berarti 'berbicara omong
kosong', dan dari kata itu muncul lughah yang artinya 'bahasa'. Bicara
akan menepis kesunyian. Dengan kemencolokannya, energi komunikasi bahasa
(berbicara) mampu menyisihkan keadaan sebelumnya, yakni, damainya
suasana sunyi. Kondisi yang digambarkan di sini adalah suasana taman
yang sangat luhur, kesadaran terhadap kedamaian yang paling agung dan
sentosa yang tidak akan terganggu ataupun berakhir.
جَزَاءً مِّن رَّبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا
36. Ganjaran dari Tuhanmu dan badiah yang sesuai dengan perhitungan.
Inilah ganjaran dan hasil yang setimpal. Rabb artinya 'Tuhan', Asma
Allah yang menyebabkan pengetahuan kita berkembang mencapai potensi
penuhnya dan menyadarkan kita bahwa dalam kehidupan ini kita akan
diganjar sesuai dengan perbuatan dan niat kita, dan dalam kehidupan
mendatang kita juga akan diciptakan kembali sesuai dengan perbuatan dan
niat kita. Proses aksi dan reaksi ini berlangsung dalam keseimbangan
yang sempurna, dan terjadi dengan ukuran yang tepat. Keseimbangan ini
begitu njlimet sehingga mencakup makna maupun bentuk. Misalnya,
perbuatan lahiriah di dunia ini bisa mendatangkan ganjaran pada tingkat
mental dan intelektual, atau niat yang baik bisa mendatangkan ganjaran
yang bersifat lahiriah.
رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الرحْمَنِ لَا يَمْلِكُونَ مِنْهُ خِطَابًا
37. Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya, Yang Maha Pemurah, mereka tak mampu berbicara dengan Dia.
Di sini Allah menyatakan Diri-Nya sebagai Tuhan langit dan bumi.
Pemelihara lelangit tentu mengetahui semua yang ada di langit dan di
bumi, dan ruang di antara keduanya. Ayat ini menegaskan ruang di antara
dua sistem yang berbeda dan menggarisbawahi kenyataan bahwa berbagai
subsistem fisik dan energi, yang tunduk pada hukum ukuran dan
keterprediksian, dipersatukan oleh aspek realitas lain yang tidak dapat
langsung dimengerti oleh kita. Yang memerintah alam duniawi seringkali
dapat dilihat dan dapat diukur. Yang memerintah entitas langit juga
layak dapat diukur oleh umat manusia karena dua sistem ini tidak
terpisah. Negeri yang tak berpenghuni manusia—ruang angkasa—yang
sifatnya bisa melepaskan kita ketika kita mengalihkan perhatian dari
fisika Newton ke mekanika kuantum, misalnya, berada dalam Ketuhanan yang
sama. Setelah mengkaji berbagai sistem, ternyata menurut ilmu fisika,
hukum dari satu sistem tidak dapat diterapkan pada semua sistem. Di
antara sistem-sistem ini ada ruang antara melalui mana mereka saling
berhadapan dan ruang antara tersebut tidak kita mengerti. Setiap modul
dapat dimengerti, tapi kesalingberhubungan di antara mereka tidak dapat
dimengerti. Fisika Newton dapat dimengerti, tapi hanya sampai batas
tertentu. Mekanika kuantum berlaku pada suatu zona di mana fisika Newton
tidak dapat dimengerti. Fisika subatomik berbeda dengan fisika Newton
maupun mekanika kuantum. Masing-masing ilmu memiliki hukum-hukumnya
sendiri. Dalam ruang antara, di antara lelangit dan bumi, ada juga
zona-zona yang tidak dapat dikenal, dan semuanya dipelihara oleh Tuhan.
Kata untuk 'berbicara' atau 'berkata' yang digunakan di sini adalah
khithâb yang berasal dari kbathaba, artinya 'menyampaikan khutbah umum'.
Ia juga berarti 'meminta uluran tangan seorang wanita dalam pemikahan'.
Khuthubah artinya 'pinangan, lamaran'. Semua kata turunan ini
menunjukkan komunikasi dan, dengan demikian, hubungan serta penyatuan.
Karena itu, pelanggar adalah mereka yang memutuskan hubungan dirinya
dengan penguasa realitas fisik dalam kehidupan ini; maka yang dapat
Mereka rasakan di kehidupan mendatang hanyalah keterputusan hubungan
yang lebih besar lagi.
يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا لَّا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْأَذِنَ لَهُ الرحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا
38. Hari ketika roh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf tidak ada
yang berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin oleh Tuhan Yang
Maha Pemurah, dan yang mengucapkan kata-kata yang benar.
Hari Pembalasan—saat segala amal tidak lagi berlaku—merupakan hari
diberlakukannya seperangkat hukum baru yang sudah ada sejak awal. Tubuh
kita merupakan sebuah sistem kompleks yang di dalamnya terjadi interaksi
yang halus di antara berbagai subsistem yang melibatkan energi kimiawi,
listrik, magnetis, mekanis dan fisika, juga kekuatan-kekuatan yang
lebih halus lagi, dan masing-masing tunduk pada hukumnya
sendiri-sendiri. Hukum yang berlaku di dunia akan datang—setelah
berakhirnya kehidupan ini—memiliki sifat lain. Sekarang ini kita
menjalani segala sesuatu dengan mengikuti arah waktu tertentu;
sedangkan, hancurnya penciptaan akan terjadi seakan-akan arah waktu
proses penciptaan diputar balik. Tapi yang dapat kita lakukan saat ini
hanyalah menganalisis secara cerdas dan teoritis tentang kehancuran itu,
karena pemahaman kita tentang itu sangat-sangat terbatas.
Dalam situasi demikian, kita diberitahu bahwa—sebagai
individu-individu—kita tidak akan lagi memiliki kemampuan untuk
beramal—kita akan bemar-benar sepenuhnya berada di bawah kendali dan
kekuasaan dominion baru. Babak akhir dari drama ini akan ditutup, dan
tibalah waktunya untuk mengevaluasi penampilan setiap pemain.
Kata yang diterjemahkan di sini sebagai roh, ruh, berasal dari akar kata
yang sama dengan râhah. Kata ini juga berkaitan dengan rîh, yang
berarti 'angin', mirwahah berarti 'kipas', dan istirwâh yang berarti
'pernapasan'.
Roh adalah unsur halus yang ditiupkan ke dalam diri kita dalam bentuk
nyawa, begitu kita menyebutnya. Roh keluar atas perintah Sang Pemelihara
dan merupakan wujud halus yang menutupi dirinya dengan tubuh, yang
memberinya kesadaran dan kesanggupan untuk bertentangan dan melakukan
bermacam-macam kemungkinan. Ketika roh lepas, maka mulailah proses
kematian di bumi, dengan meninggalkan tubuhnya.
Pada umumnya kita menerima kemampuan kita untuk beramal dan berbicara
sebagaimana adanya, tapi pada Hari Kebangkitan tidak akan terjadi campur
tangan amal atau pun lisan. Hanya Sang Maha Pengasih dan Mahasempurna
yang akan meliputi segala hal. Tidak akan ada lagi peluang bagi siapa
pun untuk melakukan perbuatan jahat. Pelanggaran hanya teijadi dalam
kehidupan dunia ini, dalam dimensi ini, dan di sepanjang arah waktu.
Satu-satunya pilihan kita di sini adalah mengakui kenyataan bahwa kita
tidak punya pilihan. Sama sekali tidak ada pilihan. Mengakui tidak ada
pilihan adalah suatu kearifan. Seandainya kita mengetahui apa tindakan
terbaik yang harus dilakukan dalam setiap situasi baru, maka pertanyaan
tentang pilihan tidak akan muncul, karena akan jelas apa yang mesti
dilakukan.
ذَلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ فَمَن شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ مَآبًا
39. Itulah Hari yang pasti terjadi—maka siapa yang menghendaki, hendaklah mencari perlindungan kepada Tuhannya.
Pada hari itu, dalam suasana serba baru, keadilan berjalan sempurna:
kepastian bahwa kebenaran (haqq) akan berlaku adalah mutlak. Keadilan
sejati juga meliputi eksistensi ini, tapi sebagai makhluk yang terbatas
kita sering tidak mengetahuinya karena kita tidak dapat memahami semua
hubungan timbal-balik di antara berbagai sistem penciptaan yang sangat
banyak sekali. Dari sudut pandang Wujud Mutlak tidak pemah ada sedikit
pun ketidakadilan. Allah berkata, 'Aku menciptakan mereka untuk api
neraka dan Aku tidak perduli.' Allah telah menciptakan segala sesuatu
dengan adil, bil-haqq. Hanya manusialah yang, karena kebodohannya,
merusak keseimbangan itu sehingga menciptakan ketidakadilan yang nyata.
Ungkapan 'Maka siapa yang menghendaki, hendaklah mencari perlindungan
kepada Tuhannya' menunjukkan bahwa Allah sedang berbicara kepada
orang-orang yang tidak menyadari kenyataan bahwa mereka dipelihara dan
disantuni oleh Tuhan. Oleh karena itu ungkapan tersebut merupakan
peringatan yang disampaikan kepada mereka yang sekarang berkeinginan
untuk menemukan jalan kembali ke Wujud Tunggal yang telah memberi mereka
kebebasan untuk menentang. Allah adalah 'tempat kembali yang
berulang-ulang'. Dia berulang-kali menerima kita kembali, laksana
seorang ayah yang penuh kasih dan menyadari bahwa anaknya suka melawan
sehingga akan pergi dan pergi lagi. Bilamana sang anak kembali pulang,
si ayah menyambutnya, dengan tetap sepenuhnya menyadari bahwa kelak
anaknya akan pergi lagi.
Sifat rendah manusia penuh dengan kecemasan yang tidak menyenangkan.
Tapi bagi orang yang percaya akan belas kasih Allah yang mutlak dan
berserah diri kepada-Nya, maka takkan ada kecemasan lagi karena ia
menerirna apa yang terjadi padanya sebagai hal terbaik baginya. Dari
penerimaan yang tulus ini muncullah kepastian.
Pada Hari Pengadilan, Hari Keputusan, semua keragu-an yang mengandung
pertanyaan akan lenyap. Siapa pun yang ingin kembali ke dalam keesaan,
yakni warisan sejati yang terkandung dalam hakikatnya, maka ia harus
menemukan jalan. Untuk menemukannya kita harus mengetahui semua hal yang
bukan jalan itu. Jalan menuju pengenalan Tuhan adalah melalui
pengenalan nafs, yakni, dengan mengetahui nafs yang rendah, nafs
binatang, nafs yang kuat, nafs yang ragu, nafs yang bertingkah atau
bersemangat, dan mengetahui gangguan yang disebabkan oleh semua aspek
diri yang rendah ini. Kalau sudah mengetahui semua ciri ini maka orang
yang berakal akan mampu menghindarinya dalam situasi yang akan datang,
dan segala aspek diri yang lebih tinggi akan secara spontan menjadi
terpelihara dan mulai berkuasa.
Diri yang aman dan senang, nafs tinggi yang disucikan, yang tenteram dan
damai dalam genggaman Tuhannya, dengan gembira memperkenankan Tuhan
untuk berbuat sekehendak-Nya terhadap sang diri dengari mengikuti
rancangan yang sempurna. Karena itu, jalan menuju Tuhan terietak pada
pengenalan dan penghindaran semua hal yang akan menyebabkan kita rugi
dan kacau. Dengan menghindari perkara yang jelas-jelas salah kita akan
secara otomatis bergerak ke arah yang benar.
إِنَّا أَنذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا
يَوْمَ يَنظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْيَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا
لَيْتَنِي كُنتُ تُرَابًا
40. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu tentang azab yang
dekat: Hari ketika manusia akan melihat apa yang telah dilakukannya, dan
orang kafir akan berkata: 'Oh, andaikan dahulu aku adalah debu!
Nabi Muhammad, semoga Allah melimpahkan kedamaian dan rahmat kepada
beliau, keluarga dan para sahabatnya yang benar (sudah biasa, apabila
disebut nama Nabi Muhammad kita memohonkan kedamaian dan rahmat Allah
untuk beliau, keluarga dan para sahabatnya yang saleh), memperingatkan
umat manusia akan batas-batas tempat berakhirnya ketenangan dan
berawalnya kerugian. Beliau mewanti-wanti pelanggaran terhadap ketetapan
yang sudah disepakati dan menegaskan bahwa ketetapan itu adil;
mengingkari dan menolak ketetapan ini berarti membuka diri terhadap
penderitaan yang entah apa akibatnya.
Makna yang paling dalam dari ayat ini adalah bahwa kita menimpakan
penderitaan atas diri kita sendiri di sini dan saat ini juga, namun kita
tidak menyadarinya karena kita senantiasa memberikan pembenaran
terhadap diri kita dengan segala macam alasan. Karena manusia memiliki
nafs yang meliputi semua hal yang mengandung dan mencerminkan makna
Rahmân (Maha Pengasih), dan juga makna syaithdn (setan), maka ia dapat
membenarkan setiap tindakan, mulia atau hina, baik atau buruk.
Pembenaran, sesungguhnya, mempakan cara untuk menghubungkan satu hal
dengan hal lain. la mencerminkan hasrat sejati kita terhadap tauhid yang
memang sudah ada menetap dalam diri kita, tapi sebenarnya merupakan
aspek pembenaran yang menyimpang. Siapa pun yang menyatukan niat dan
perbuatan, maka ia akan berada dalam keadaan beribadah. la bisa berada
pada altar Yang Mahatinggi, yang menghasilkan pengetahuan tentang Tuhan
Yang Maha-kuasa, atau pada altar yang rendah, yang menghasilkan khayalan
dan keputusasaan.
Sebagian dari kondisi atau suasana Hari Kebangkitan—ketika segala
sesuatu disingkapkan—bisa dirasakan sekarang oleh kita jika kita mau dan
sanggup menghentikan pikiran dan perbuatan kita dan mengadakan
introspeksi yang menyeluruh terhadap diri kita. Jika kita punya
keberanian untuk menghadapi segala niat kita dan secara jujur mengakui
tingkat kesucian kita, kita akan melihat sekilas apa arti hari
pembalasan ini dan kita akan memahami makna dari keseimbangan.
Pada Hari Pengadilan kita akan direkonstruksi ulang sesuai dengan niat
dan perbuatan kita di dunia ini. Jika kita ingin mengetahui kondisi hati
kita di kehidupan mendatang, maka yang perlu kita lakukan adalah
memeriksa kondisi hati kita di kehidupan ini. Jika kondisi hatinya
bersih, maka mmah kita di kehidupan mendatang akan dekat dengan Sumber
penciptaan yang bersih. Jika tidak, maka tempatnya akan berada pada
suatu tempat di sepan-jang spektrum, di ujung yang satu adalah api abadi
dan di ujung satunya lagi adalah taman-taman yang paling tinggi. Jika
kita secara total menjalani kehidupan sekarang ini, dengan senantiasa
menyadari dan memperhatikan diri kita, maka berarti kita sedang
menjalani Hari Kebangkitan itu sekarang.
'Dan orang-orang kafir akan berkata: Oh, andaikan dahulu aku adalah
debu!' Barangsiapa menyangkal masa lalu, terputus hubungannya dengan
masa lalu, dan secara tiba-tiba sadar telah menyia-nyiakan waktu dan
kehidupannya yang berharga, maka ia akan berharap seandainya dahulu
hanya menjadi debu saja, dan terlupakan. Sayangnya untuk manusia semacam
itu tidak ada yang terlupakan. Setiap orang, setiap roh, akan
benar-benar dihidupkan kembali dan menyadari sepenuhnya akan arti
penting dirinya. Dia tidak akan dapat bersembunyi laksana debu yang
sirna di padang pasir. Allah mengatakan bahwa bila seseorang mengerjakan
kebaikan sekecil apa pun, maka kebaikan itu akan muncul di hadapannya.
Tidak akan ada lagi ceruk untuk nafs menyelinap masuk; semua gang akan
dibuka. Itulah sebabnya jika seseorang sungguh-sungguh menghadapi
dirinya sendiri dalam kehidupan sekarang, maka tindakannya ini menjadi
Hari Pengadilan pribadinya. Inilah salah satu makna dari ucapan Nabi,
'Jika engkau mengenal dirimu, engkau mengenal Tuhanmu', karena urusan
Ketuhanan adalah mengungkapkan segala sesuatu secara terbuka dengan
segala cara.
Kita semua mencari keabadian pada segala sesuatu dalam kehidupan ini,
dalam hubungan dan pengetahuan, dan itulah sebabnya kita membedakan
antara pengetahuan yang benar dengan sekadar informasi. Informasi bisa
berubah, seperti ketika obat-obat baru dikembangkan untuk mengobati
penyakit tertentu. Namun pengetahuan yang benar tidak berubah. Ia
bersifat mutlak, dan karena alasan inilah maka kita semua mencarinya.
Pengetahuan yang mutlak adalah berita ini, al-naba`. Apa yang mereka
tanyakan? Berita apa yang mereka inginkan? Informasi atau berita lebih
tinggi apa lagi yang mereka harapkan selain dari berita kebenaran yang
menyatakan bahwa yang ada hanyalah Allah, dan dengan inayah-Nya kita
telah diciptakan. Bila kita berserah diri kepada Allah dan mengikuti
para rasul Allah, kita akan memasuki alam pengetahuan mutlak yang dicari
ini.[]