Pesan Rahbar

Home » , , , , , » Kisah Kepedihan Dan Para Syuhada Agung Karbala

Kisah Kepedihan Dan Para Syuhada Agung Karbala

Written By Unknown on Saturday 25 October 2014 | 20:12:00



Para Syuhada Agung Karbala.

As salaamu 'alal Hussain wa 'ala 'Ali ibnil Hussain
wa 'ala Awlaadil Hussain wa 'ala Ashaabil Hussain..


Jawara Jawara Karbala akan saya coba turunkan bertahap, dimulai dari Para Syuhada Bany Hasyim yang berjumlah 18 Orang.

Imam Sajjad As Berkata : "Tiada yang menyamai Para Syuhada Bany Hasyim di muka bumi ini"

lalu berlanjut pada para Sahabat Imam Suci.

baru kepada para Pribadi Agung yang tidak terukir namanya karena mengharapkan syurga atas keikhlasannya pada Imam semata.

Para Syuhada Agung Bany Hasyim.

1. Imam Hussain Bin Ali bin Abi Thalib As.

Imam Husein As menyandang banyak, seperti ar-Rasyid, al-Wafi, az-Zaki, Beliau As dilahirkan di Madinah pada tanggal 3 Sya'ban tahun ke-3 H (Tarikh Ibn Asakir, Maqatil Ath-Thalibiyyin, Usdul-Ghabah dan Majma' az-Zawa'id), atau pada tahun ke-4 H (Al-Isti'ab dan Al-Kafi).

Ketika mendengar bahwa putrinya, Sayyidah Fathimah telah melahirkan bayi yang dinanti-nanti itu, Rasulullah, sebagaimana disebutkan dalam I'lam Al-Wara, segera bergegas ke rumah menantunya, Ali as. Sesampainya di sana, Beliau meminta Asma binti Umays, wanita yang mengabdikan dirinya sebagai pembantu Fathimah, untuk menyerahkannya. Nabi pun menggendongnya lalu membungkusnya dengan sepotong kain putih lalu mendekapnya, kemudian mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri bayi yang berpendar-pendar itu.

Tiba-tiba raut wajah manusia teragung itu menampakkan kesedihan dan matanya melinangkan air bening. Ketika ditanya sebabnya oleh Asma', beliau menjawab: "Hai Asma', ia akan dibunuh oleh gerombolan pembangkang setelah wafatku. Allah tidak akan memberikan syafaatku kepada mereka."

2. Ali Akbar Bin Hussain.

Ali Akbar bin Al-Husain as, dengan julukan Abul Hasan, Seorang pemuda mulia dan gagah berani dari keturunan Abu Thalib. Ibunya bernama Laila binti Abi Murrah (Qurrah) bin 'Urwah ('Amr) bin Mas'ud bin Mughits (Ma'bad) Al-Tsaqafi. Ibu Laila bernama Maimunah binti Abu Sufyan bin Harb. Saat itu beliau berumur 27 tahun. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau ( Ali Akbar ) telah menikah dengan seorang wanita bekas budak. Beliaulah orang pertama dari Bani Hasyim yang terbunuh dalam peristiwa Karbala oleh tusukan pedang Murrah bin Munqidz bin Nu'man Al-'Abdi, pada saat membela dan membentengi ayahnya dari serangan musuh. Para sahabat setia Imam Husein as.. segera mengejar Murrah dan menghabisinya dengan sabetan pedang mereka. Menurut riwayat, beliau lahir pada masa khilafah Utsman bin Affan. Para ahli sejarah menyebutnya Akbar untuk membedakannya dari adik beliau Ali Zainal Abidin dan Ali Ashghar.

Imam Al Husein As berkata mengenai Putranya Ali Akbar : " Ya ALLAH.. saksikanlah aku mengirim kepada kaum itu orang yang paling mirip dengan NabiMu dari sisi rupa, akhlak dan tutur katanya. . Dialah obat kerinduan kami kepada Nabi-Mu. Dengan memandanginya kami dapat mengobati kerinduan itu " {maqtal Khawarizmi}

[Al-Bidayah wa Al-Nihayah 8 hal. 185, Al-A'lam 4 hal. 277]

3a. Ali Asghar Bin Hussain.

Ibunya bernama Rubab binti Imruul Qais bin 'Adi bin Aus. Bayi tersebut Syahid di bunuh secara Keji oleh Harmalah bin Kahil seorang Musuh ALLAH dengan cara di panah. Usianya saat itu masih 6 Bulan, Namun tidak menyurutkan Manusia berhati Iblis menaruh Iba pada seorang Bayi dan dengan Keji memanahnya dengan Busur beracun..

3b. Abdullah Radhi bin Al Hussein.

Dia adalah Abdullah bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, dari ibu yang bernama Ummu Ishak binti Thalhah. Riwayat mengatakan bahwa Abdullah Radhi syahid dibunuh saat Imam Suci As selesai mengumandangkan Adzan dan Iqomah di telinga suci bayi tersebut

>> Masih diperlukan pengkajian mendalam mengenai Nama keduanya, karena Simpang siur saksi yang melaporkan belum diperoleh kesatuan keterangan ada berapa bayi di Karbala, Namun semua sepakat bahwa Putra Putra kecil suci Imam Husein As Semua Syahid di Karbala, kecuali Imam Sajjad As yang saat itu sedang sakit keras.

4. Abu Fadhl Abbas Bin Ali - Al Qomar Bany Hasyim - Pemegang Panji Karbala.

Abul Fadhl Abbas bin Ali bin Abi Thalib, ibunya bernama Ummul Banin binti Hizam bin Khalid bin Rabi'ah bin Wahid Al-'Amiri. Abbas adalah anak Imam Ali yang pertama dari Ummul Banin. Beliau adalah seorang pemuda tampan yang gemar menunggang kuda gemuk dan besar, sedang kedua kakinya menggeser di tanah. Abbas. juga dikenal dengan sebutan Qamaru Bani Hasyim ( Purnama Bani Hasyim ). Dalam tragedi Karbala beliau mendapat tugas. sebagai pemberi air minum. Sewaktu beliau gugur, panji Al-Husain as. ada di tangannya. Beliau merupakan orang terakhir yang gugur dari saudara-saudara kandungnya. Pembunuhnya adalah Zaid bin Raqqad Al-Janbi dan Hakim bin Thufail Al-Tha'i Al-Nabsi. Kedua orang ini mendapatkan luka kutukan di tubuh masing-masing.

5. Abdullah Bin Ali.

Abdullah bin Ali bin Abi Thalib, ibu beliau bernama Ummul Banin binti Hizam. Pada saat terbunuh usia beliau 25 tahun. Kakaknya bekata kepadanya, "Majulah ke depanku, supaya aku dapat mengawasimu! .." Beliau dibunuh oleh Hani bin Tsubait Al-Hadhrami. Pendapat lain mengatakan bahwa pembunuhnya adalah Khauli bin Yazid Al-Ashbahi dengan panahnya yang dilanjutkan dengan tebasan pedang seorang dari Bani Tamim.

6. Jafar Bin Ali.

Ja'far bin Ali bin Abi Thalib as., ibunya bernama Ummul Banin. Usianya ketika terbunuh sembilan belas tahun. Pembunuhnya adalah Khauli bin Yazid Al-Ashbahi. Pendapat lain menyebutkan Hani bin Tsubait Al-Hadhrami.

7. Usman Bin Ali

Utsman bin Ali bin Abi Thalib, ibunya bernama Ummul Banin binti Hizam. Ketika terbunuh usianya 21 tahun. Khauli bin Yazid Al-Ashbahi melemparnya dengan panah hingga melemah. Lalu seorang dari Bani Abban bin Darim menebas kepalanya. Utsman inilah yang dalam riwayat disebutkan bahwa Imam Ali as. berkata, "Anak ini kuberi nama Utsman, nama saudaraku Utsman bin Madh'un. Dalam riwayat lainnya, Hubairah bin Murim mengatakan, "Ketika kami sedang duduk bersama Imam Ali as., Imam Ali As memanggil anaknya yang bernama Utsman lalu berkata, "Aku tidak memberinya nama Utsman si khalifah, tetapi nama saudaraku Utsman bin Madh'un."

8. Abu Bakar Bin Ali.

Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib, ibunya bernama Laila Darimariyah. Ketika terbunuh usianya belum genap 20 tahun. Pembunuhnya bernama Fudhail Al-Azdi

9. Abu Bakar Bin Hasan Bin Ali.

Abu Bakar bin Hasan Bin Ali adalah Seorang pemuda tertua putra Imam Hasan As yang saat di karbala usia beliau masih 16 Tahun.

10. Qasim Bin Hasan Bin Ali.

Jika Kalian tidak mengenalku, Akulah Putra al Hasan, Cucu Nabi terpilih dan terpercaya, Inilah Husein tidak ubahnya tawanan terpenjara, Diantara orang orang yang tidak ALLAH turunkan Rahmat kepadanya.

Al Qosim bin Hasan Bin Ali bin Abithalib adalah pemuda tampan yang usianya saat itu masih 13 saat membela pamannya al Husein As di padang Karbala.

11. Abdullah Bin Hassan.

Abdullah bin Hasan bin Ali bin abi Thalib adalah pemuda yang baru berusia 13 tahun, Ia Syahid dalam pangkuan Paman Beliau Al Husein As setelah Orang Munafiq membunuhnya secara keji.

12. Aun bin Abdullah Bin Jafar.
13. Muhammad Bin Abdullah bin Jafar.
14. Abdullah Bin Muslim Bin Aqil.
15. Mohammad bin Muslim.
16. Mohammad Bin Said bin Aqil.
17. Abdul Rahman Bin Aqil.
18. Jafar Bin Aqil.

Ketujuh Belas Jasad Mulia ini sekarang terbaring mengelilingi Imam Husein As di Karbala.

Para Syuhada Agung Karbala - Ashaabil Hussein


Sebagian Syuhada Karbala dari kalangan Sahabat Setia Imam Husein As. Diantaranya :

1. Muslim bin 'Ausajah Al-Asadi


Muslim bin 'Ausajah Al-Asadi, salah seorang jawara Arab pada masa awal Islam. Beliau adalah orang pertama dari sahabat setia Al-Husain as. yang syahid, setelah mereka yang gugur terlebih dahulu dalam serangan pertama. Beliau termasuk sahabat yang pernah berjumpa dengan Rasulullah saw. Beliaulah yang mangambil baiat untuk Imam Husein as. di Kufah. Muslim bin Aqil mengangkatnya sebagai komandan seperempat jumlah orang Bani Midzhaj dan Bani Asad dalam perjuangannya yang singkat. Ketika hadir di Karbala, beliau telah berusia lanjut.. Beliau termasuk tokoh penting di kota Kufah. Syabats bin Rab'i menyampaikan rasa sedihnya atas terbunuhnya beliau.

2. Abdur Rahman bin Abdi Rabbih Al-Anshari

Abdur Rahman bin Abdi Rabbih Al-Anshari dari Bani Salim bin Khazraj. Amirul Mukminin Ali as. adalah guru yang mengajarinya Al-Quran. Beliau termasuk salah seorang yang mengambil baiat untuk Al-Husain as. di Kufah. Tampaknya, beliau adalah seorang bangsawan dan tokoh terkemuka.

3. Hurr bin Yazid Al-Riyahi

Hurr bin Yazid Al-Riyahi, komandan pasukan Ubaidillah bin Ziyad yang membelot dan terpanggil membela Al Husein As. Setelah sebelumnya ia menghadang gerak Imam Husein dan rombongannya yang sedang menuju Kufah dan menggiring mereka menghadap Ibnu Ziyad.

Namun sikap hormatnya kepada keluarga Rasul dan kebesaran jiwanya telah membuat dia terbangun dari tidur yang hampir membuatnya celaka. Hurr sadar bahwa dia berada di tengah pasukan yang berniat membantai Al-Husein dan keluarganya. Jika tetap bersama pasukan ini berarti dia akan mencatatkan namanya dalam daftar orang-orang terlaknat sepanjang masa. Hurr melihat dirinya berada di persimpangan jalan. Dia harus memilih, mati tercincang-cincang dengan imbalan surga atau selamat dan kembali ke keluarga dengan membawa cela dan janji akan siksa neraka. Hurr memilih surga meski harus melewati pembantaian sadis pasukan Ibnu Ziyad.

Dengan langkah mantap Hurr memacu kudanya ke arah perkemahan Imam Husein a.s. Semua mata memandang mungkinkah Hurr komandan yang pemberani itu akan menjadi orang pertama yang menyerang Imam Husein? Namun semua tercengang kala menyaksikan Hurr bersimbuh di hadapan putra Fatimah dan meminta maaf atas kesalahannya. Sebagai penebus kesalahannya, Hurr bangkit dan dengan gagah berani mencabik-cabik barisan musuh. Hurr gugur sebagai syahid dengan menghadiahkan darahnya untuk Islam. Imam Husein memuji kepahlawanan Hurr dan mengatakan, “Engkau benar-benar orang yang bebas, seperti nama yang diberikan ibumu kepadamu. Engkau bebas di dunia dan akhirat.”

4. Muslim bin Ausajah

Muslim bin Ausajah termasuk kelompok orang-orang tua yang berada di dalam rombongan Imam Husein. Muslim adalah sahabat Nabi yang keberanian dan kepahlawanannya di berbagai medan perang dipuji banyak orang. Ketika Imam Husein mengumumkan rencananya untuk bangkit melawan pemerintahan Yazid, Muslim bin Ausajah mendapat tugas mengumpulkan dana, membeli senjata, dan mengambil baiat warga Kufah. Di padang Karbala, ketuaan Muslim sama sekali tidak menghalangi kelincahan geraknya. Satu-persatu orang-orang yang berada di hadapannya terjungkal. Akhirnya pasukan Ibnu Ziyad mengambil insiatif untuk menghujaninya dengan batu. Muslim tersungkur bersimbah darah. Sebelum melepas nyawa, dia memandang sahabatnya, Habib bin Madhahir dan berpesan untuk tidak meninggalkan Imam Husein.

5. Habib bin Madhahir

Di Karbala, Habib bin Madhahir mungkin yang paling tua diantara para sahabat Imam Husein. Meski tua, Habib adalah pecinta sejati Ahlul Bait. Kehadirannya di tengah rombongan keluarga Nabi memberikan semangat tersendiri. Di malam tanggal sepuluh Muharram, atau malam pembantaian, wajah Habib terlihat berseri-seri. Tak jarang dia melempar senyum kepada anggota rombongan yang lain. Ada yang mempertanyakan mengapa dia tersenyum di malam yang mencekam ini? Habib menjawab, “Ini adalah saat yang paling indah dan menyenangkan. Sebab tak lama lagi, kita akan berjumpa yang Tuhan.”

Di bawah terik mentari Karbala, Habib berlaga di tengah medan. Usia lanjut tidak menghalangi kelincahannya memainkan pedang. Habib sempat melantunkan bait-bait syair yang menunjukkan keberanian dan kesetiannya kepada Nabi dan kebenaran risalah Nabi. Jumlah pasukan dan kelengkapan militer yang ada di pihak musuh tidak membuatnya gentar. Sebab baginya, kemenangan bukan hanya kemenangan lahiriyah. Kematian di jalan Allah adalah kemenangan besar yang didambakan para pecinta seperti Habib. Ayunan pedang tepat mengenai kepala putra Madhahir dan membuatnya terjungkal. Darah segar membahasi janggutnya yang putih. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Habib sempat melempar senyum ke arah Al-Husein yang memberinya kata selamat menjumpai surga. Habib gugur setelah melagakan kepahlawanan dan kesetiaan.

6. Nafi’ bin Hilal

Nafi’ bin Hilal, adalah pahlawan Karbala yang dikenal sebagai perawi hadis, qari, dan sahabat
dekat Imam Ali a.s. Kesetiaannya kepada Ahlul Bait telah ia tunjukkan dalam perang Jamal, Siffin, dan Nahrawan dalam membela Imam Ali a.s., ayah Imam Husain. Di Karbala, bersama Abul Fadhl Abbas dan lima puluh orang sahabat Imam Husein, Nafi’ memporak-porandakan barisan musuh untuk sampai ke sungai Furat. Setelah melalui pertempuran sengit, pasukan Imam Husein berhasil mengambil air dan mengirimnya ke perkemahan. Sahabat setia Al-Husien ini dikenal sebagai pemanah mahir. Setelah berhasil membunuh 12 orang dan melukai beberapa orang lainnya, Nafi’ bin Hilal gugur sebagai syahid.

6. Burair bin Khudhair

Burair bin Khudhair dikenal sebagai orang ahli ibadah dan zuhud. Warga Kufah amat menghormati Burair dan menyebutnya sebagai guru besar Al-Qur’an. Ketinggian iman Burair tampak di malam Asyura. Burair yang biasanya jarang bergurau, malam itu menggoda Abdurrahman Al-Anshari, salah seorang sahabat Imam Husein. Kepadanya Abdurrahman berkata, “Wahai Burair, malam ini tidak sewajarnya engkau bergurau.” Burair menjawab, “Sahabatku, tahukah engkau bahwa sejak muda aku tidak gemar bercanda. Tapi malam ini aku sangat bahagia. Sebab jarak antara kita dan surga hanya beberapa saat. Kita hanya perlu sejenak menari-narikan pedang untuk menyambut pedang-pedang musuh mencabik-cabik tubuh kita, lalu terbang ke surga.” Burair gugur syahid dan namanya abadi. Dia telah mengajarkan kesetiaan kepada agama dan kecintaan kepada Allah, Rasul dan Ahlul Bait.

7. Sa'id bin Abdullah

Ia Syahid setelah menjadi tameng Imam Husein As, kecintaannya pada Imam membuat ia merelakan Tubuhnya. tak kurang ada 13 anak panah bersarang di tubuhnya demi melindungi Cucu Nabi saat Imam Suci As sedang Shalat.

8. Zuhair bin Qaim


Zuhair bin Qaim syahid seraya melantunkan puisi 'Akulah Zuhair putra Qain, Maju membela al Husein dengan pedang, karena al Husein salah seorang cucu dari keluarga suci, bertakwa dan kebanggan manusia, Yaitu Rasulullah yang tidak ada keraguan didalamnya, karena itu aku sabetkan pedang kepadamu tidak ada cela akan hal itu'

9. Anas bin Harits Kahili

Anas bin Harits Kahili adalah salah seorang sahabat Nabi Saww, ia menjadi saksi bahwa Nabi Saww bersabda : "Sesungguhnya al Husein akan dibunuh di tanah bernama Karbala, siapa saja yang menyaksikannya ia harus menolongnya" [al ishabah 1/69]

10. Hajjaj bin Masruq

Ia adalah seorang Muadzin Imam Husein As.

11. Abdullah bin Taqthir
12. Abu Tsamamah Haidari
13. Wahab al Tsalabiyah
14. Abis bi Syubaib Syakiri
15. Abdullah Ghiffari
16. Abdurahman Ghiffari

17 . 'Amr bin Khalid Al-Shaidawi
Ia berkata Al-Husain as "Wahai putra Rasulullah, nyawaku kujadikan tebusan jiwamu. Aku ingin segera menyusul kawan-kawanku dan tidak ingin mati setelah anda. Sebab jika hal itu terjadi, berarti aku akan menyaksikan anda dibantai seorang diri di depan mata keluargamu."

Al-Husain as. menjawab, "Majulah! Kami akan segera menyusulmu."

Ia pun maju bertempur sampai akhirnya gugur

18. Handhalah bin Sa'ad Al-Syabami

Handhalah bin Sa'ad Al-Syabami datang dan berdiri di depan Al-Husain as. untuk melindungi beliau dari serangan anak-panah, pedang dan tombak musuh dengan wajah dan dadanya, sambil berseru,

"Hai kalian semua, aku khawatir nasib kalian akan berakhir seperti musuh-musuh Allah, seperti kaum Nabi Nuh, Tsamud dan lainnya. Allah tidak pernah menzalimi hamba-hamba-Nya.

Wahai kaumku, aku mencemaskan keadaan kalian di hari kiamat kelak.Hari di mana kalian akan kebingungan dan melarikan diri, padahal tak ada yang dapat melindungi kalian dari kemurkaan Allah. Wahai kaumku, jangan kalian bunuh Al-Husain, karena hal itu dapat menjadi penyebab kalian dibinasakan oleh Allah dengan azab-Nya. Sungguh merugi orang yang membuat kedustaan."

Lalu ia berpaling menghadap Al-Husain as. dan berkata, "Bolehkah aku segera pergi menghadap Tuhan kita dan menyusul kawan-kawan yang lain?"

Beliau menjawab, "Pergilah ke tempat yang paling baik untukmu dari dunia seisinya! Pergilah menuju kerajaan Allah yang abadi!"

Ia maju dan berperang degan gagah berani. Dengan penuh kesabaran ia hadapi segala derita yang menimpanya hingga akhirnya ia jatuh tersungkur dan gugur sebagai syahid.

19. Suwaid bin Umar bin Abi Al-Mutha'

Ia adalah orang terhormat yang gemar salat, maju bertempur bak singa liar. Segala kepedihan dan keperihan ia hadapi dengan penuh ketabahan, hingga akhirnya jatuh di antara korban peperangan tak berimbang ini dengan berluimuran darah dari luka ynag ia alami. Tak ada lagi gerakan yang terlihat dari tubuhnya. Sampai kemudian ia mendengar suara orang-orang yang mengatakan bahwa Al-Husain as. terbunuh. Dengan menahan rasa sakit yang teramat sangat, ia keluarkan pisau dari selah-selah sepatunya dan bangkit bertarung kembali hingga terbunuh.

**
Dan masih ada lagi nama nama sahabat setia Imam Husein As lainnya.
~ Sebagian dinukil dari swaramuslim.net

Para Syuhada Agung Karbala - Mujahidin Karbala

Beberapa Nama dalam lembar ini adalah Para Pribadi Agung yang telah menggadaikan Jiwanya di jalan ALLAH dengan menebus diri membela Cucu Kinasih Rasulillah Saww.

Mereka telah meneguk cawan Ridhwanullahi 'alaihi dan Namanya terukir di Langit sebagai Syuhada Abadi.


1. Sa'id Bin Harits.

Ia adalah pembantu Imam Ali As yang sebelumnya bertugas mengumpulkan Dzakat

2. Nasr bin Abi Nizar.

Salah seorang pembantu Imam Ali As yang mencintai ISLAM

3. Harits bin Nabhan.

Pembantu Sayyidina Hamzah yang Syahid membela Al Husein As dalam fase pertama penyerangan yang dilancarkan Pasukan Umar bin Saad (LA)

4. Jun bin Hawi Nauba.

Seorang Pembantu Imam Husein As yang berkulit hitam yang dalam pada syahadahnya ia berujar pada Imam Suci " Ya Cucu Nabi, Kulitku memang hitam namun izinkan aku maju membela Kehormatan Keluarga Nabi"

Kepadanya Al-Husain as. berkata, "Engkau tidak terikat baiat denganku. Demi keselamatanmu, engkau ikut bersama kami. Karena itu, jangan kau tempuh jalan yang kami pilih."

Jaun menjawab, "Wahai putra Rasulullah, di saat senang aku selalu makan dari hidanganmu. Apakah kini dengan adanya kesulitan yang anda hadapi, aku lantas berdiam diri? Demi Alah, bau badanku ini busuk. Jalur keturunankupun hina. Dan kulitku hitam. Biarkan aku mencium bau surga sehingga bauku menjadi harum, silsilah kuturunanku menjadi mulia dan kulitku menjadi putih. Demi Allah tak akan kutinggalkan anda sampai darahku yang hitam ini bercampur dengan darah kalian."

Perawi berkata : 10 Hari setelah Syahidnya, dikarbala Tubuhnya menebarkan harum kesturi

5. Aslam bin Amr al Turki.

Ia mereguk cawan syahadah seraya melantun bait syair :'Lautan Bergolak dengan tikaman tombak dan sabetan pedangku, Udara dipenuhi Busur panahku, Ketika pedang di tanganku berkilau, hati orang hasud robek terkoyak'

**

Dan beberapa Nama Syuhada lainnya yang Kira kira jumlah mereka sekitar 90 orang, dalam riwayat lain 80 orang. Mereka adalah para pribadi Mulia yang telah menjual Jiwa dan Raganya dijalan KeridhoanNya membela kehormatan Nabi Saww..

Salam atas Mereka yang Namanya terukir di Langit.

Kepedihan Ali bin Husain As Sajjad As.


Kondisi Imam Ali bin Husain As
Imam Ali bin Husain As atau Ali al Awsath adalah salah seorang putera Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib As yang ikut dalam kafilah kematian karbala. Kala itu usia beliau menginjak 23 tahun. Beliau as sedang sakit keras pada saat itu, sehingga harus ditandu untuk mengikuti ayahnya. Beliau tak mampu untuk duduk maupun berdiri, hanya bisa tergeletak dan berjuang melawan pedihnya penyakit pada saat itu. Dan dengan kehendak dan Kuasa ALLAH AWJ pula beliau selamat dari pembunuhan. Kepedihan as Sajjad sangat mendalam atas musibah yang menimpa keluarganya di padang karbala, serta musibah atas perilaku umat datuknya. Beliau menyaksikan dengan mata kepala sendiri atas kekejian dan kekejaman para manusia berhati Iblis, beliau mencium sendiri bau anyir darah yang membasahi bumi karbala. beliau melihat sendiri tenda-tenda wanita yang dibakar musuh serta jeritan mereka yang dianiaya. Dipaksa diambil antingnya hingga berdarah, diarak berkeliling kota layaknya tontonan, bahkan ada yang mau diperkosa. Beliau mengalami itu semua dan melihat dengan jelas secara langsung. Sehingga sepanjang hidupnya setelah itu tragedi karbala menyisakan kepedihan mendalam, yang selalu teringat dan terkenang. Bahkan untuk sesuap nasi pun tak sanggup beliau telan. Apalagi segelas air bila mengingat kejadian tersebut.


Adiknya Al Asghar menangis

Bagaimana beliau tidak bersedih dan merasa malu untuk meminum air, sementara dikala itu adiknya al ashghar yang masih berusia 6 bulan harus meminum darahnya sendiri. Adiknya yang masih mungil, badannya masih lemah, tidak mampu menahan kehausan dan lapar, harus berpuasa berhari-hari karena dipaksa oleh lawan-lawannya. Bagaimana tidak bersedih kala mendengar jeritan adik kecilnya yang kehausan selama berhari-hari, sehingga tenggorokannya kering. Sementara tidak ada asi maupun air yang sanggup diberikan oleh sanak kerabatnya. Bagaimana beliau tidak bersedih melihat adiknya yang mungil ditahan dari minum, sementara beliau mendengar sendiri gemercik sungai furat yang bahkan anjing dan babi pun bebas untuk meminumnya. Kesedihan apa yang sanggup digambarkan bila melihat adiknya sendiri harus meraung-raung menangis sehingga suaranya habis tanpa ia sanggup untuk membantunya. Apalagi ketika beliau melihat sendiri ayahnya yang sampai harus memohon belas kasihan pada musuhnya, berusaha memancing hati para musuhnya yang sudah mati dengan adiknya yang masih kecil. Bukannya hati mereka terpanggil untuk memberikan setitik air pada adiknya. Justru panah yang mereka berikan tepat pada tenggorokan sang adik. Bagaimana seorang kakak mampu menghadapi kondisi tersebut, dimana ia sendiri hanya bisa duduk terbaring melawan penyakit yang menimpanya. Betapa sedihnya beliau sebagaimana ayahnya al Husain sedih saat sang adik menegang, menggeliat dan meregang nya di dalam pelukan sang ayah. Sehingga langit dan bumi pun berebut untuk menyimpan darah sang adik kecil tak berdosa itu, darah dari keluarga mulia sang utusan. Darah dari al Musthofa Saww

Kakaknya (Ali Akbar) yang mirip Rasul tega dihabisi

Bagaimana mungkin kita bisa menggambarkan kepedihan yang diderita oleh beliau ketika itu. Saat kakaknya sendiri Ali al Akbar harus bertarung sendirian menghadapi ribuan musuhnya. Kakak yang paling mirip dengan Rasulullah dalam rupa maupun tindak tanduknya. Kakak yang dengannya orang-orang melepaskan rindu ketika mereka merindukan kebaikan Rasulullah. Kakak yang selalu tersenyum santun menyambut kedatangan beliau. Kakak yang selalu taat dan tunduk pada ayahnya. Kakak yang selalu mengasihi saudara-saudara dan adiknya. Kakak yang selalu baik hati dan siap membantu orang lain.

Kesedihan mendalam beliau alami ketika mengingat kembaran Rasul itu harus berperang dengan umat yang mengaku pengikut Rasul. Umat yang sehari-hari mengumandangkan nama-nama Rasul di setiap ”sholat”nya. Umat yang selalu mendengungkan sebagai pecinta Rasul, umat yang mengaku meneladani Rasul, umat yang mengklaim sebagai pewaris sah rasul. Umat yang mengaku sebagai pelanjur risalah Rasul dan kenabian. Tetapi di kala itu mereka malah membunuh dan membantai anak cucu dan keluarga Rasul yang disucikan. Tiada kata yang sanggup menggambarkan kepedihan beliau saat itu. Seakan-akan beliau melihat Rasulullah sendiri sedang dikurung oleh ribuan musuh, di cabik-cabik oleh pedang-pedang terlaknat, serta dihujani dengan tombak dan anak panah. Seakan-akan beliau melihat Rasulullah sendirian tanpa pembela, ditengah serigala yang mengaku sebagai ummatnya. Musibah dahsyat apa yang harus beliau tanggung ketika mendengar ucapan terakhir orang yang paling mirip rasulullah mengucapkan dengan menyayat hati Alaika minnis salam pada ayahnya. Di saat akhir hayatnya kepada ayahnya al Husain. Inna lillah wa inna ilaihi Rojiun.

Jeritan Suci Ayahnya Al Husein As


Kedukaan dikala ayahnya memanggil-manggil umatnya dan berusaha menyadarkan mereka tetapi tidak ada yang bergeming. Derita yang harus beliau tanggung ketika tak mampu menyahuti panggilan sang ayah dan imam beliau : ”Man Anshoori Illalah ?”.

Kedukaan saat ayahnya sampai menjadi buta mendengar jeritan al Akbar, sehingga harus dituntun al Abbas. Kedukaan saat Ayahnya menjerit-jerit : ”Dimana engkau akbar, teruslah berteriak, aku tak mampu melihat engkau?”.

Wahai hati mampukah engkau menggambarkan ketidak berdayaan seorang Anak ketika mendengar ”jeritan” ayahnya menyayat hati saat kepalanya harus dipisahkan dari badannya.... Ketika mendengar jeritan ayahnya : ”Wa Muhammadah, Wa Aliyah, Wa Hasanah, Wa Ja’farah, Wa Hamzatah, Wa Aqilah..................

Keinginan syahadah

Menjadi syahid adalah cita-cita mukminin sejati. Apalagi syahid di dalam pangkuan maulanya. Demikian pula dengan keinginan beliau menjadi syahid disaat itu. Yang kemenakan kecilnya saja mampu merasakan nikmatnya syahid dengan mengatakannya sebagai lebih manis dari madu. Bagaimana kita mampu menggambarkan perasaan as Sajjad, ketika satu-persatu sahabat dan saudaranya merengguk nikmatnya madu syahadah, sementara beliau harus tergeletak lemah tak berdaya. Tidakkah kita merasakan keinginan kuat menggapai syahadah, di kala pentas syahadah sudah digelar, sementara setiap orang telah memperoleh bagian syahadah yang dimimpikannya. Sementara beliau sendiri harus menunggu lagi beberapa lama. Tidakkah kita merasakan ”kecemburuan” beliau ketika melihat orang-orang diberi nikmat syahadah, ditempatkan di surga tertinggi, di dekat para anbiya, syuhada, shiddiqin dan shalihin. Serta melihat para sahabat beliau di jamu oleh Rasulullah, Amiril mukminin dengan tangannya sendiri. Dituangkan air dari telaga al kautsar dengan tangan-tangan suci mereka. Dan ditempatkan di tempat terdekat mereka. Bagaimana kita harus menggambarkan keadaan seseorang yang harus sejenak menunggu untuk menjadi seperti mereka. Sementara yang lain sudah menggapainya?

Pembangkangan 11 Anak nabi Yaqub

Tatkala Nabi Yusuf dibuang oleh saudara-saudaranya ke sumur, Nabi Yaqub menjadi sedih, dan
matanya menjadi putih dan buta. Nabi Yaqub mengetahui bahwa Yusuf masih hidup, dan kelak akan berjumpa kembali. Tetapi tetap saja kesedihan merasukinya. Kerinduan dengan Yusuf membuatnya menjadi buta. Itu adalah kondisi nabi Yaqub. Penderitaan As Sajjad lebih dari sekedar penderitaan Yaqub. Ketika Yaqub hanya ditinggal oleh seorang anaknya saja, Beliau harus ditinggal oleh seluruh sahabat, kerabatnya bahkan ayah dan maulanya sendiri. Ketika mata Yaqub menjadi putih saat ditinggal sementara oleh Yusuf, bagaimana dengan as Sajjad? Tidakkah beliau lebih hebat lagi. Beliau tidak hanya ditinggal sesaat untuk kemudian berharap bisa bertemu kembali, tetapi beliau ditinggal sebantangkara, dengan tanpa seorangpun mampu menjadi pelipur laranya. Sementara Yaqub masih memiliki bunyamin dan isteri-isterinya. Mata Yaqub menjadi putih dan bersedih akibat persekongkolan jahat para putra-putranya yang lain, yang mencelakakan dan mengasingkan Yusuf. Bagaimana sang Zainal Abidin tidak bersedih, yang bersekongkol tidak hanya 11 orang (seperti anak-anak Yaqub) tetapi seluruh penduduk kufah, yang jumlahnya ribuan orang. Bagaimana beliau tidak bersedih atas apa yang akan menimpa ribuan orang kufah tersebut. Sementara anak-anak Yaqub masih sempat bertaubat dan meminta ampun kepada Tuhannya. Tetap saja mata Yaqub menjadi buta dan memutih karena kesedihannya.


Penghinaan bibi, pelecehan saudari

Kesedihan bagaimana yang mungkin dapat menggambarkan kondisi beliau. Dikala bibinya dirampas hijabnya yang selama ini terus dijunjung tinggi oleh beliau. Sementara beliau tergolek lemah dengan keinginan besar membantu, tetapi apa daya.... Beliau juga harus melihat telinga saudarinya terkoyak hancur demi anting-anting usang yang menghias saudarinya... Beliau harus mendengar jerit ketakutan kala melihat tenda-tenda mereka dibakar dan diporak porandakan. Beliau menyaksikan sendiri bagaimana para serigala berebut putri-putri suci nabi untuk dijadikan sebagai budak dan pelacur. Bagaimana hati tidak hancur ketika kaki-kaki suci para wanita-wanita suci harus dirantai bak hewan hewan yang digiring menuju tempat penyembelihan.

Wahai duka nestapa. Bilamana engkau mampu menggambarkan kondisi sang Abidin ketika ribuan orang melempari mereka dengan makanan, sayuran dan buah-buahan busuk laksana seorang gila yang diarak-arak berkeliling kota. Sementara mereka adalah bidadari-bidadari Nabi. Kesedihan apa yang mampu engkau gambarkan atas keadaan as Sajjad menyaksikan itu semua, sementara beliau sendiri dipaksa dan tak mampu untuk membela mereka, sebagai satu-satunya lelaki yang masih hidup yang tersisa dari kafilah duka tersebut. Apa yang dapat engkau bayangkan atas kesedihan mendalam as Sajjad ketika harus dipaksa meninggalkan jasad ayahnya, saudaranya, kerabatnya, sahabatnya, dan semuanya tanpa dimandikan, tanpa dikebumikan, tanpa dikafani, tanpa disholati, tanpa dihormati, untuk berpamitan terakhir pun tidak mungkin, bahkan dengan anggota-anggota badan yang terpisah dari tubuh-tubuhnya. Terkoyak-koyak tak terurus, bak sampah yang setiap orang jijik untuk melewatinya.

Duka apa yang dapat menggambarkan seperti duka Sang Abidin, ketika kepala-kepala maulanya, saudaranya, kerabat dan sahabat-sahabatnya harus ditendang-tendang, dipukul-pukul, di ayun-ayun bagaikan bola. Diputar-putar, diarak diatas tombak-tombak duka. Sementara kepala-kepala itulah yang selalu menempel ditanah melakukan sujud. Bibir-bibir itulah yang selalu mengalunkan ayat-ayat suci Tuhan. Bibir itu pula yang selalu mengulas senyum dan menebarkan salam. Serta bibir dan leher itu pulalah yang selalu dicium dan dijaga oleh Rasul al Musthofa.



Kota Nabi Suci Yang dinodai

Duka semakin bertambah-tambah. Ulah penguasa semakin menjadi-jadi. Menghancurkan segala apa yang telah dibangun dan dirintis oleh datuknya. Kekacauan dan kerusakan yang ditebarkan oleh orang yang mengaku sebagai pengikut datuknya. Kebiadaban yang diterorkan oleh orang yang mengaku mengikuti agama datuknya. Kebejatan yang disebarkan oleh orang yang mengaku sholat seperti sholatnya datuknya.

Keluarga Nabi telah dihancurkan, menyisakan puing-puing derita. Tetapi seakan tidak cukup dengan itu semua, kota Nabi pun turut menjadi sasaran mereka. Makkah diserbu, ka’bah dihancurkan dengan ribuan batu.

Madinah diserbu, dihancurkan, dan dibakar oleh umat yang mengaku sebagai umat yang kotanya mereka bakar. Bagaimana as Sajjad tidak merintih kala melihat ribuan gadis menjadi korban kebiadaban tentara terlaknat itu. Di depan mata beliau sendiri, sementara beliau ditahan tanpa mampu memberikan bantuan. Bagaimana beliau tidak berduka dikala ribuan bayi lahir tanpa ayah akibat kebinatangan pasukan laknat. Apa yang dapat beliau sampaikan untuk menghibur hati para wanita tersebut. Kehancuran yang ditorehkan oleh pasukan terlaknat yang dipimpin oleh orang yang terlaknat yang selalu membekas hingga akhir hayat mereka. Malu dan derita tak mungkin terbayangkan. Apalagi yang ditanggung oleh maula Ali Zainal Abidin....
Salam alaika ya maulay....


Kesedihan Ruhullah Isa As, Rasulullah Saww, Imam Ali As.
Para Nabi dan Rasul- Rasul terdahulu selalu bersedih dan berbela sungkawa atas duka dan penderitaan yang akan dialami oleh al Husain beserta keluarganya dikala memasuki bulan Muharram.

Ruhullah Isa As tersedu-sedu ketika sampai di Nainawa, dan membayangkan apa yang akan ditanggung oleh al Husain, sehingga pengikutnya ikut menangis meski tak mengerti sebabnya. Rasul pun menangis tatkala bayi mungil al Husain dilahirkan, bukannya kegembiraan yang ditunjukkan. Tangisan duka pertama atas al Husain adalah saat kelahiran beliau. Rasul Saww selalu menciumi leher mungil beliau dan memperingati kaumnya akan perlakuan atas cucunya ini. Rasul selalu berduka atas al Husain, begitu juga Amirul mukminin yang tersedu sedan saat tiba di karbala. Inilah tanah duka dan bencana....

Meski kejadian tersebut belum terjadi, mereka semua merasa berduka atas kabar yang telah disampaikan oleh langit.

Bagaimana mungkin kita dapat menggambarkan duka yang harus ditanggung oleh As Sajjad.... Beliau harus mengalami semuanya itu.. melihatnya sendiri... mendengarnya sendiri... mencium segalanya sendiri secara langsung. Dengan mata beliau sendiri melihat banjir darah di nainawa, dengan telinga beliau sendiri beliau mendengar semua jeritan dan sayatan para kerabat dan sahabatnya, dengan hidung beliau sendiri beliau harus mencium bau amis keluarganya yang bercampur dengan debu – debu dan diinjak-injak oleh kuda-kuda terlaknat. Dengan hati beliau sendiri beliau harus merasakan duka dan jeritan para wanita ahlulbait tatkala Kuda putih al Husain harus kembali ke tenda sendiri, tanpa penunggang, dan dihujani panah........

Perilaku masyarakat

Yang lebih menyedihkan bagi beliau tentunya adalah perilaku masyarakat saat itu. Masyarakat sudah tak perduli lagi dengan kebaikan. Tak menghiraukan peringatan tentang penderitaan abadi. Tenggelam dalam Bid'ah. Tak malu hidup didalam kehinaan, penindasan dan teror dari penguasa. Meski darah-darah mereka telah ditumpahkan. Meski harta-harta mereka diambil, meski wanita-wanita mereka dilecehkan, meski anak-anak mereka dirusak moralnya. Mereka tetap takut, ciut nyalinya atas tindakan represif penguasa.

Mungkin, penduduk kufah saat itu adalah seperti kita saat ini. Dikala imam Husain belum datang kepada mereka, mereka saling berikrar, berbaiat, mengikat janji dan mengundang Imam Husain agar segera muncul dan hadir memimpin mereka dalam melawan penindasan saat itu. Tetapi, ketika sedikit ujian datang, saat Muslim bin Aqil ditindak penguasa dengan mengenaskan, nyali mereka menjadi ciut, patah arang, bahkan berbalik menjadi antek-antek penguasa. Sebelumnya ribuan surat mereka ajukan pada al Husain, dikala lain ribuan tombak panah dan pedang mereka hunuskan kepada al Husain.

Dikala sebelumnya mereka mengelu-elukan kedatangan al Husain, dikala lain mereka mengolok-olok al Husain dan menghinakan keluarganya bak domba dan yontonan. Di kala sebelumnya mereka berdoa demi kemunculan al Husain dan menjadi pemimpin mereka atas penindasan, di kala lain mereka bersumpah serapah atas al Husain, mengoyak tubuhnya, mencincang jasadnya, merebut pakainnya, menghacurkan tangannya demi sepotong cincin, menarik sorbannya, menelantarkan jasadnya, menendangi kepalanya, mengarak keluarganya. Memperkosa umatnya. Mengangkangi haknya. Dan semua puncak kebejatan yang tak terlukiskan.

Tidak mudah menjadi pengikut al Husain As dan al Qaim AFS. Dikala lapang sangat mudah mengaku menjadi pengikut, belum tentu nanti disaat ujian telah datang.

Semoga Allah membantu kita di dalam perjuangan ini....

Assalamu alal Husain, Aali bin Husain, Awlaadil Husain, Ashaabil Husain.

Balasan Atas Para pembantai Imam Husein As.

Ditengah kerumunan Pesta pembakaran Kemah Karbala, Umar Bin Saad (LA) berteriak dengan lantang, "Siapa yang mau menjadi sukarelawan untuk menginjak-injak jasad Al-Husain dengan kaki kudanya ?"

segera sepuluh orang maju menyatakan kesediaan mereka. Mereka adalah:

Ishaq bin Haubah yang juga merampas baju Al-Husain.
Akhnas bin Mirtsad.
Hakim bin Thufail Al-Sabi'i
'Amr bin Shabih Al-Shaidawi
Raja' bin Munqidz Al-'Abdi
Salim bin Khaitsamah Al-Ja'fi
Shaleh bin Wahb Al-Ja'fi
Wahidh bin Ghanim
Hani bin Tsubait Al-Hadhrami
Usaid bin Malik

Kesepuluh Manusia Durjana itu maju dan menginjak-injak jasad Al-Husain as. dengan kaki kuda mereka hingga dada dan punggung Cucu Nabi Saww itu hancur.. (Ya Husseinna..…Ya Husseinna..…Ya Syahidda....)

Diselingi Gelak Tawa dan Tanpa Rasa Takut mereka terus melakukan perbuatan kejinya..

Hingga ketika mereka sampai di Kuffah Kesepuluh Manusia Hina itu datang menghadap Ubaidillah bin Ziyad. Usaid bin Malik, salah seorang dari mereka, berkata:

Kamilah yang menghancurkan dada dan punggungnya

Dengan kuda yang lincah dan bertali kekang kuat

Kepada mereka Ibnu Ziyad bertanya, "Siapakah kalian?"

Dengan bangga mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang menginjak-injak jasad Al-Husain dengan kuda kami. Kami telah berhasil melumatkan punggung dan dadanya."

Ubaidillah bin Ziyad sangat puas mendengar jawaban itu. Ia lalu memerintahkan untuk memberi mereka sedikit hadiah.

Seorang Tabi'in Abu Umar Al-Zahid berkata, "Setelah kami teliti, ternyata kesepuluh orang tersebut adalah anak hasil zina."

Manusia Manusia Hina yang telah melakukan kekejian pada Cucu Kinasih Nabi al Husein As pun di akhir hayatnya diperlakukan secara sama oleh Mukhtar yang mengobarkan pembalasan pada Kaum durjan, hingga akhirnya Mukhtar berhasil menangkap mereka semua. Setelah mengikat mereka dengan rantai besi, ia memerintahkan pasukan berkudanya untuk menginjak-injak dan melumatkan punggung mereka. Mereka semua tewas dengan cara demikian.

Atha' bin Abi Rabbah, seorang tabi'in juga berkata: Aku pernah bertemu dengan seorang buta yang ikut menyaksikan pembantaian terhadap Al-Husain as. Kepadanya aku bertanya perihal penyebab kebutaannya.

Dia menjawab, "Aku menyaksikan pembantaian itu dari dekat. Bahkan aku termasuk salah satu dari kesepuluh orang tersebut. Hanya saja aku tidak ikut andil memukul atau melempar sesuatu kepada Al-Husain. Setelah beliau terbunuh, aku pulang ke rumahku, lalu melaksanakan salat Isya' dan kemudian tidur. Tiba-tiba aku melihat ada seorang yang datang kepadaku dan mengatakan, "Jawablah pertanyaan Rasulullah !"

Kukatakan, "Ada apa sehingga aku mesti pergi menemui beliau ?"

Tanpa menjawab, ia memegangku dengan erat dan menyeretku. Aku melihat Nabi saw. duduk di padang sahara. Kegelisahan tampak jelas pada raut wajahnya. Beliau bertopang dagu pada kedua tangannya. Sebuah senjata kecil ada di tangan beliau. Di sebelah Rasulullah saw., kulihat ada seorang malaikat yang berdiri tegak dengan menghunus pedang yang terbuat dari api. Sembilan orang temanku telah lebih dahulu tewas di tangannya. Setiap ia memukulkan pedangnya, api segera tersembur darinya dan memanggang tubuh mereka.

Aku mendekat ke tempat beliau berada dan bersimpuh di hadapannya. Aku sapa beliau, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah." Tak kudengar jawaban beliau. Lama beliau berdiam diri. Kemudian sambil mengangkat wajahnya, beliau bersabda, "Hai musuh Allah, kau telah menginjak-injak kehormatanku, membantai keluargaku dan tidak mengindahkan hakku sama sekali. Bukankah demikian ?"

Jawabku, "Ya Rasulullah, demi Allah, aku tidak ikut andil dalam memukulkan pedang, menusukkan tombak atau melemparkan anak panah sama sekali."

"Benar," jawab beliau. "Tapi bukankah kau telah ikut dalam menambah jumlah mereka ? Mendekatlah kemari !"

Aku mendekat. Beliau menunjukkan kepadaku sebuah bejana yang dipenuhi darah seraya bersabda, "Ini adalah darah cucu kesayanganku Al-Husain."

Lalu beliau memoles mataku dengan darah itu. Ketika terjaga dari tidurku, mataku menjadi buta sampai sekarang."

Balasan Akhirat Lebih Pedih..!!


Diriwayatkan dari Imam Ja'far As Shadiq as dari Ayahnya dari kakek kakeknya yang suci dari Baginda Rasulillah Saww yang bersabda :

"Di hari kiamat kelak, Allah akan membangunkan sebuah kubah yang terbuat dari cahaya untuk Fatimah. Lalu Al-Husain akan datang dengan kepala di tangannya. Saat menyaksikan hal itu, Fatimah menjerit histeris hingga tak ada satupun malaikat maupun nabi kecuali ikut larut dalam tangisan menyertainya. Maka Allah menampakkannya di depan Fatimah dalam sebaik-baik rupa. Kemudian Al-Husain as. menyerang para pembunuhnya tanpa kepala. Setelah itu Allah menghadapkan kepadaku semua orang yang ikut andil dalam membantai dan mencincangnya untuk kubunuh semuanya. Lalu mereka dihidupkan kembali untuk dibunuh oleh Amirul Mukminin Ali. Setelah itu mereka dibangkitkan lagi. Kini giliran Al-Hasan membantai mereka. Mereka hidup lagi. Al-Husain membunuh mereka semua. Kemudian mereka dihidupkan lagi. Lalu satu persatu keturunanku membunuh mereka semua. Saat itulah, kemarahan dan dendam yang lama terpendam tersalurkan dan semua derita dapat dilupakan."

Kemudian Imam Ja'far Shadiq as. berkata, "Semoga Allah merahmati syiah kita. Demi Allah, mereka adalah orang-orang Mukmin sejati. Mereka ikut menyertai kita dalam musibah dengan kesedihan dan derita mereka yang berkepanjangan."

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Di hari kimat kelak, Fatimah datang diiringi oleh sekelompok wanita. Terdengar suara yang mempersilahkannya untuk masuk surga. Ia menolak dan berkata, "Aku tidak akan masuk sebelum tahu apa yang diperbuat umat terhadap anakku."

Terdengar suara, "Lihatlah ke tengah-tenah padang Mahsyar !" Fatimah as. melihat Al-Husain as. berdiri tegak tanpa kepala. Ia menjerit histeris menyaksikan keadaan anaknya. Akupun ikut menjerit mendengar jeritannya. Demikian juga para malaikat."

Dalam riwayat lain disebutkan: Fatimah meratap dan mengatakan, "Oh anakku! Oh buah hatiku!" Beliau meneruskan, Saat itulah Allah murka karena kemarahan Fatimah, lalu memerintahkan agar mereka semua dimasukkan ke dalam neraka yang disebut Habhab yang telah dinyalakan seribu tahun lamanya hingga berwarna hitam. Tak ada jalan bagi kesenangan untuk masuk ke dalamnya dan tak ada jalan bagi kesusahan untuk keluar darinya. Datang perintah dari Tuhan kepadanya, "Santaplah para pembunuh Al-Husain!" Neraka itupun segera melahap habis mereka. Setelah mereka berada di dalamnya, ia menggelegar diiringi oleh teriakan dan jeritan mereka.

Mereka lantas berseru, "Tuhan, mengapa Engkau menyiksa kami sebelum para penyembah berhala ?"

Datang jawaban dari Allah yang mengatakan, "Orang yang tahu tidak seperti orang yang tidak mengetahui."

Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Syaikh Ibnu Babuwaih dalam kitab 'Iqabu Al-A'mal.

Ibunda Imam Mahdi As di Karbala.

Pada hari kelabu tanggal 10 Muharram yang disebut hari Asyura itu, sesuai rencana Imam Husain as dan istrinya, Hazrat Sahr Banu, Dzuljanah sempat menunaikan tugasnya melarikan Shar Banu ke suatu tempat. Dalam sejarah dikisahkan sebagai berikut:





Tatkala Dzuljanah kembali ke perkemahan tanpa tuan yang telah menungganginya, seorang wanita yang mengenakan hijab tertentu turut mendekati Dzuljanah lalu menciuminya sambil meratap dan memeras air mata kesedihan. Wanita itu adalah Sahr Banu as, satu-satunya wanita non-Arab diantara wanita keluarga Imam Husain as yang mengerumuni Dzuljanah yang sudah penuh luka itu. Dia adalah puteri raja Persia yang telah mendapat anugerah Allah untuk menikah dengan cucu Rasul, Imam Husain as, dan setia kepadanya hingga akhir hayatnya sehingga dia tergolong wanita paling mulia. Tentang jati dirinya, ibu para imam suci sesudah Imam Husain ini berkisah sendiri sebagai berikut:

"Di suatu malam aku pernah bermimpi berjumpa dengan Khatamul Anbiya Muhammad Al Musthofa Saww. Beliau singgah di beranda istanaku yang megah. Beliau bersabda kepadaku: 'Hai puteri raja Persia, aku telah menjodohkan kamu dengan puteraku, Husain.' Rasul kemudian pergi meninggalkan istana. Setelah itu aku didatangi oleh seorang wanita mulia, Fatimah Azzahra as yang diiringi oleh para bidadari. Beliau memelukku sambil berkata: 'Kamu adalah calon isteri puteraku. Kamu adalah menantuku. Ketahuilah bahwa tak lama lagi umat Islam akan menaklukkan (kerajaan)-mu sehingga kamu akan menjadi tawanan. Tetapi janganlah kamu risau, karena di Madinah kamu akan berjumpa dengan (calon) suamimu.'"

Benar, tak lama setelah itu terjadilah perang besar antara pasukan Islam dan pasukan imperium Persia. Prajurit Islam berhasil menaklukkan kerajaan besar ini.

Sang raja[1] melarikan diri, sementara sebagian dari keluarga istana, termasuk puteri-puteri raja, tertangkap dan menjadi tawanan. Mereka diboyong ke Madinah. Kedatangan puteri sang raja mengundang perhatian warga Madinah sehingga mereka datang berbondong-bondong untuk menyaksikannya. Saat itu, di dalam masjid khalifah Umar menyakan dimana puteri-puteri raja itu. Orang-orang lantas menunjukkan mereka. Rupanya, satu diantara mereka nampak sangat anggun dan seperti bercahaya. Umar meminta puteri anggun supaya memperlihatkan wajahnya yang tersembunyi di balik cadar. Namun, puteri ketakutan dan menolak.

Diperlakukan seperti itu, Umar sebagai khalifah tersinggung berat sehingga dia memerintahkan supaya tawanan yang satu ini dihukum mati. Untungnya, diantara hadirin terdapat Imam Ali bin Abi Thalib as. Sepupu Rasul ini bangkit menentang perintah eksekusi itu.

"Dosa apa puteri sehingga kamu akan mengeksekusinya?", tanya Imam Ali as.

"Orang ajam (non Arab) ini telah menghinaku." Jawab Umar.

Imam Ali as berkata: "Dia membenci kakeknya, Khusru, dan dia tidaklah seperti para pengeran sehingga kamu pantas memperlakukannya demikian. Bebaskanlah puteri-puteri ini agar mereka bisa mendapatkan jodohnya diantara para pemuda kita."

Ide Imam Ali ini kemudian dipenuhi sehingga didatangkanlah para pemuda Muslim Madinah di aula masjid. Imam Ali as meminta kepada puteri-puteri bangsawan itu untuk bangkit dan memilih jodoh yang dikehendakinya diantara para pemuda itu.

Dalam kitab AlKharaij Arrawandi dikisahkan bahwa saat itu puteri raja Persia yang paling anggun itu bangkit dan menatap satu persatu barisan pemuda yang menyatakan siap untuk menikah dengan puteri-puteri raja itu. Sampai pada giliran pemuda Husain bin Ali as, tatapan mata gadis bernama Jahan Syah itu terhenti dan tak berpijak ke arah lain. Setelah merasa yakin dengan pemuda putera Azzahra as itu, dia berkata: "Jika aku memang diberi pilihan, maka aku akan memilih pemuda ini."

Setelah dipilih gadis itu, Imam Husain as yang saat itu berusia 18 tahun memintanya supaya nama Jahan Syah diganti dengan nama Syahrbanu.[2] Imam Ali as kemudian meminta Imam Husain supaya segera membawa menantunya itu pulang. Beliau juga memberitahu Imam Husain bahwa perkawinan ini akan segera dianugerahi dengan kelahiran seorang putera yang sangat agung dan mulia. Putera itu tak lain adalah Ali Zainal Abidin Assajjad as. Putera yang berusia 23 tahun saat ayahandanya dibantai di padang Karbala pada hari Asyura, dan dia sendiri dalam keadaan sakit parah dan ditangisi oleh ibundanya.

Menjelang detik-detik perpisahan dengan suaminya, Imam Husain as, Sahr Banu bersimpuh dengan beliau. "Wahai putera Rasul."‌ Ucap Shar Banu. "Demi ibundamu Fatimah Azzahra, pikirkanlah nasibku nanti, karena di sini aku akulah orang yang paling asing. Selama ini aku bernaung di bawahmu dan dengan ini aku menjadi mulia. Namun, katakanlah apa yang aku lakukan nanti setelah kepergianmu? Aku bukanlah orang Arab ('ajam), dan engkau sendiri tahu besarnya permusuhan antara Arab dan 'ajam."‌

Sambil berlinang air mata, Imam Husain as menjawab: "Janganlah cemas, sebab Allah yang telah mengantarkanmu dari negeri 'ajam ke negeri Arab mampu mengembalikanmu ke negerimu lagi. Nantikanlah nanti sepeninggalku; Dzuljanah akan datang ke perkemahan. Naikilah Dzuljanah dan pergilah dari sini, dan ketahuilah pasukan musuh tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadapmu."‌

Diriwayatkan bahwa ketika Dzuljanah kembali dalam keadaan tak bertuan, Shar Banu ikut menyambutnya dengan ratap tangis hingga kemudian mengendarainya untuk pergi ke negeri asalnya. Sebelum pergi, beliau sempat ditegur oleh Hazrat Zainab.

"Hai menantu Fatimah Azzahra, gerangan yang sedang engkau pikirkan? Adakah engkau akan menambah berat beban kesedihan kami dengan kepergianmu?"‌ Ujar Hazrat Zainab.




"Aku harus pergi sesuai perintah suamiku, Husain."‌ Jawab Sahr Banu kepada adik iparnya itu.

Kepergian Hazrat Sahr Banu menuju negeri Persia itu dilepas dengan derai tangis orang-orang yang ditinggalkannya. Saat Dzuljanah sudah siap mengantarkan perjalanan jauh itu, Assajjad As berkata lirih kepada ibundanya:

"Ibunda, bersabarlah hingga aku ucapkan salam perpisahan denganmu."‌[3]

Assajad As berusaha bangkit, namun tenaganya yang tersisa tak mendukungnya untuk berbuat itu sehingga sang ibu mendekati sendiri anaknya. Sambil memeluknya erat-erat beliau berucap: "Aku harus pergi dari sini sesuai perintah ayahmu. Aku telah menitipkanmu kepada bibimu, Zainab, karena aku tahu dia lebih penyayang daripada aku."‌

Ibunda Assajjad akhirnya pergi dibawa oleh Dzuljanah. Beberapa orang pasukan musuh sempat melihat bayangannya dari kejauhan saat beliau bergerak pergi seorang diri. Mereka berusaha mengejarnya, namun mereka terpaksa kembali lagi setelah kecepatan kuda Dzuljanah tak terkejar oleh kuda-kuda pasukan musuh.

Dalam perjalanan, Hazrat Sahr Banu sempat berpapasan dengan kafilah yang sedang bergerak menuju Kufah. Orang-orang kafilah berhenti saat menyaksikan seorang wanita bercadar sendirian mengendarai kuda yang penuh luka. Seorang lelaki yang mengetuai kafilah mencegat beliau dan bertanya: "Hai siapa kamu? Mengapa kamu menempuh perjalanan seorang diri di tengah sahara?"

Suara lelaki itu dikenal oleh Sahr Banu. Pria itu ternyata adik beliau dan setelah saling menyadari, beliau balik bertanya: "Adikku, hendak kemanakah kamu?"

Pria itu menjawab: "Aku hendak menemui suamimu. Karena dia telah menuliskan surat kepadaku dan menyatakan bahwa beliau akan berperang dengan sekelompok musuh, dan sekarang aku datang bersama teman-temanku untuk membantunya."‌

Sahr Banu menjawab: "Tak usah kamu pergi. Kembalilah karena Husain sudah terbunuh dalam keadaan kehausan, dan inilah kudanya sekarang aku kendarai."

Berita ini mengejutkan sang adik yang segera jatuh tersimpuh ke pasir. Sahr Banu kemudian melanjutkan perjalanan ke arah tujuan sebagaimana mereka juga melanjutkan perjalanan ke arah tujuan mereka, setidaknya untuk menyaksikan bagaimana nasib keluarga Imam Husain as.

Dengan bantuan dan perlindungan dari Allah, janda Imam Husain as berdarah bangsawan Persia itu akhirnya tiba di bumi leluhurnya. Beliau menetap di kota Rey dan meninggal di sana. Jasad suci beliau dikebumikan di sebuah gunung di pinggiran kota Teheran. Lokasi makamnya selalu disesaki para peziarah hingga kini.

----------------------------
[1] Raja itu adalah Yazdgard III. Disebutkan bahwa saat terjadi perang Qadisiah yang menewaskan lima puluh ribu pasukan Persia, Raja Yazdgard terpaksa melarikan diri. Sebelum melarikan diri dia sempat berdiri di beranda istana sambil berseru: "Selamat tinggal beranda! Ketahuilah bahwa aku akan kembali kepadamu, atau kalau bukan aku, maka yang kembali adalah seorang pria dari keturunanku." Sulaiman Addailami pernah bertanya kepada Imam Jakfar Asshadiq as tentang siapa yang dimaksud oleh Raja Persia itu. Imam Asshadiq as menjawab: "Dia adalah Al-Qaim, yaitu salah seorang puteraku dari generasi keenam, dan dia juga termasuk keturunan Yazdgard III. (Kitab Malahim hal.149 menukil dari Ibnu Shar Asyub dalam bab Imamah; Setara-e Dirakhsyan juz 1 hal. 230)

[2] Arba'in Husaini hal.130

[3] Jami' Annurain hal.228

[Dinukil dari Abatasya Judul Asli Hijrahnya Hazrat Sahr Banu, di sesuaikan dengan nuansa, tata letak dan alur bahasa blog Radhi]
.

Al Husein As Dihati Kami.

Ketika kita memasuki bulan Muharram yang berdarah, kita diingatkan kembali tentang tragedi historis yang mengharukan umat manusia sepanjang sejarah. Nilai-nilai kemanusiaan dipasung dan nafsu-nafsu serakah diobral. Kebenaran ditinggalkan dan kebatilan dinobatkan. Pada peristiwa itu, kita saksikan bagaimana kebenaran dan keadilan dengan para pendukungnya tidak berdaya dihadapan kebatilan dan kepongahan. Mayoritas Manusia, waktu itu, enggan menyambut suara lirih dari penegak keadilan “Adakah penolong yang akan menolongku?“. Mereka dicekam ketakutan yang luar biasa sehingga mereka tidak mempunyai keberanian untuk mengatakan, “ Aku , Ya Husain ! “.

Keberanian telah diwariskan oleh al-Husain as. dan keluarga Nabi serta para sahabat setianya dan direkam oleh sejarah Karbala’ untuk umat manusia. Keberanian merupakan sifat akhlaki yang tinggi dan terpuji sebagai buah buah dari keimanan yang dalam. Al-Husain as. salah satu manusia suci yang berada pada puncak keimanan yang sangat tinggi telah mengorbankan apa yang ada, termasuk nyawanya, demi tegaknya kebenaran dan keadilan.

Lebih dari itu, al-Husain lahir dan dibesarkan di tengah keluarga pemberani, Bani Hasyim. Keluarga yang telah melahirkan Abdul Muththalib; tokoh Quraisy yang paling berwibawa dan disegani oleh bangsa Arab, demikian pula Abu Thalib dan Hamzah ; singa padang pasir yang pantang mundur dalam perang. Dan yang sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian al Husain as. adalah kakek, ayahanda dan ibundanya; Rasulullah, Imam Ali dan Sayyidah Fathimah as.

Imam Husain as. Kesayangan Sang Kakek.

Beliau dilahirkan pada tanggal 3, atau menurut sebagian riwayat, tanggal 5 di bulan Sya’ban tahun keempat hijriyah. Setahun setelah kelahiran kakaknya, Imam al Hasan as. Kelahirannya merupakan anugerah Ilahi yang besar dan berarti bagi Rasulullah Saww. Begitu lahir sang kakek segera mengumandangkan adzan di telinga kanannya dan melafadzkan iqamah di telinga kirinya, dan memasukan lidahnya melalui mulutnya yang mungil.

Asma binti U’mais bercerita, bahwa setahun setelah az-Zahra as. melahirkan al-Hasan as. Beliau melahirkan seorang bayi, lalu datang kepadanya Rasulullah saww. dan berkata, “ Hai Asma’ bawalah kemari anakku “, lalu aku serahkannya kepada beliau. Beliau nampak senang dengannya. Beliau membacakan adzan di telinga kanannya dan iaqamah di telinga kirinya, kemudian beliau memangkunya di pangkuannya sambil menangis. Aku bertanya, “ Ayah dan ibuku tebusanmu, Ya Rasulullah. Mengapa Anda menangis ? “. “ Aku menangis karena musibah yang akan menimpanya setelahku. Ia akan dibunuh oleh kelompok yang dzalim. Mudah-mudahan Allah tidak memberikan kepada mereka syafaatku “.

Asma’ melanjutkan, “Lalu Rasulullah saww. berkata kepada Ali as.“ Apakah kamu sudah menamainya, Ya Abal Hasan ? “. “Aku tidak akan mendahuluimu dalam menamainya. (Sebenarnya) aku berkeinginan memberi nama Harb “. Jawab Ali as. Nabi berkata, “ Berilah ia nama Husain “. ( Sirah al Aimmah Itsnai ‘Asyar karya Hasyim Ma’ruf al Hasani).

Pada hari ketujuh dari kelahiran al-Husain as, Rasulullah Saww. mengadakan aqiqah dengan menyembelih seekor domba dan bersedekah dengan perak seberat timbangan rambut al-Husain as. Hal sama beliau telah lakukan pula terhadap al Hasan as.

Bayi al-Husain as. menjadi anak kecil yang sangat lucu dan menarik. Para sahabat setiap melihatnya teringat kepada kakeknya. Mereka menyaksikan begitu sayang dan cintanya Rasulullah saww. kepada al Husain as.

Ibnu Abbas meriwayatkan, “ Suatu hari kami bersama Nabi Saww., tiba-tiba datang Fathimah as. menangis. Nabi saww. bertanya, “ Ayahmu tebusanmu. Gerangan apa yang membuatmu menangis ?”. Fathimah menjawab, “ Sesungguhnya al Hasan dan al-Husain keluar dan sekarang aku tidak mengetahui di mana mereka tidur malam ini “. Nabi berkata, “ Janganlah menangis. Sesungguhnya Pencipta mereka lebih sayang kepada mereka dari pada aku dan kamu “, lalu beliau mengangkat kedua tangannya seraya berdoa, “ Ya Allah, jagalah dan selamatkan mereka “.

Kemudian Jibril turun dan berkata, “Ya Muhammad, jangan sedih. Sesungguhnya mereka sedang tidur di kebun Bani Najjar. Allah telah mengutus malaikat untuk menjaga mereka “. Rasulullah Saww. dengan beberapa sahabatnya pergi mendatangi kebun Bani Najjar. Ternyata al-Hasan dan al-Husain tengah tidur saling berpelukan. Beliau segera menciumi mereka sehingga mereka bangun dari tidur. Kemudian beliau membawa al-Hasan di pundak kanannya dan al-Husain di pundak kirinya. Di tengah jalan Abu Bakar datang dan berkata, “ Ya Rasulullah, berikan kepadaku salah satu dari kedua anak itu untu aku bawa ? “. Rasulullah saww. bersabda, “ Sebaik-baiknya kendaraan-kendaraan mereka dan sebaik-baiknya pengendara adalah mereka dan ayah mereka lebih baik dari mereka “.

Setelah itu, Rasulullah pergi ke masjid dan berdiri di hadapan para sahabat, “ Ma’asyiral Muslimin, Maukuh aku tunjukkan kepada kalian sebaik-baiknya kakek dan nenek manusia ? “. “ Tentu, Ya Rasulullah “.

Beliau meneruskan, “ al-Hasan dan al-Husain. Kakek mereka adalah utusan Allah dan penutup para Nabi, dan nenek mereka adalah Khadijah binti Khuwailid, penghulu wanita surga…” ( Dakhair al ‘Uqba hal 130).

Mencium, memeluk, mengngendong dan mengangkat menjadi aktivitas yang biasa Rasulullah Saww. lakukan terhadap al Hasan as. maupun al Husain as.

Pernah Abdullah bin Syadad meriwayatkan dari ayahnya, “Rasulullah Saww. keluar untuk melakukan salah satu sholat I’sya’ain (mahghrib dan i’sya ). Beliau membawa Hasan as atau Husain as. Beliau maju kedepan dan meletakkan cucunya di bawah. Kemudian beliau takbir untuk sholat dan lalu sujud. Beliau memanjangkan sujud. Lalu aku mengangkat kepalaku, ternyata cucu beliau tengah menaiki punggung Rasulullah Saww. yang sedang sujud. Aku kembali sujud. Setelah beliau menyeleasikan sholatnya. Orang-orang berkata, “ Ya Rasulullah, Anda tadi sujud dalam sholat begitu lama sampai-sampai kami mengira terjadi sesuatu atau Anda mendapat wahyu “. Beliau menjawab, “ Itu semua tidak terjadi. Tetapi tadi anakku menaikiku, aku tidak ingin mempercepat(mengganggunya) sampai dia menyelesaikan hajatnya “. (Shahih al-Nasa’i jilid 1 hal 171)

Abu Hurairah meriwayatkan, “Adalah Rasulullah Saww. menjulurkan lidahnya kepada al-Husain as. sehingga al-Husain as. melihat lidahnya yang merah, maka ia pun girang dan senang. Uyaynah berkata , “ Tidakkah aku melihat beliau melakukan itu dengan itu ?. Demi Allah Aku punya seorang anak dan aku belum pernah menciumnya sama sekali “. Lalu Nabi saww. bersabda, “ Barangsiapa tidak menyayangi maka tidak disayangi “. (Dakhair al ‘Uqba hal 126).

Begitu dekat hubungan emosinal dan batin Rasulullah Saww. dengan al-Husain sampai-sampai tangisannya melukai hati Rasulullah Saww. Dari Yazid bin Abu Ziyad. “ Pernah Rasulullah Saww. keluar dari rumah Aisyah. Beliau melewati rumah Fathimah as. dan mendengar Husain menangis, beliau berkata, “Tidak kamu tahu bahwa tangisannya mengangangguku (melukaiku) ? “. ( al Haitsami dalam Majma’nya juz 9 hal 201).

Masih banyak lagi riwayat-riwayat yang meceritakan begitu indahnya hubungan emosianal Rasulullah Saww. dengan cucundanya yang tercinta, al-Husain as. Sebagai penutup riwayat hidup Imam al Husain as. pada masa kakeknya, kami kutip satu riwayat yang populer. Dari Ya’la bin Murrah, Rasulullah Saww. bersabda, “ Husain dariku dan aku dari Husain. Allah mencintai orang yang mencintai Husain. Husain adalah cucu dari beberapa cucu “. ( Shahih Turmuzi juz 2 hal 307).

Imam Husain as. Setelah Kakeknya.
Masa-masa indah yang dialami Imam Husein as. bersama kakeknya berlalu dengan cepat selama tujuh tahun. Beliau berpulang ke rahmatullah untuk selamanya. Kerpergian Rasulullah Saww. pertanda dimulainya babak kehidupan Imam Husein yang baru. Kehidupan yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Kehidupan yang penuh dengan kegetiran, hasutan, kebencian dan permusuhan antara sesama umat kakeknya.

Sang kakek telah pergi ke alam baqa’. Jasad beliau masih hangat, tangisan putrinya, Fathimah Zahra as. atas kepergiannya masih terisak-isak, jeritan cucu-cucunya masih lirih, hati Imam Ali as. masih dirundung duka yang dalam, demikian pula hati para sahabat setia beliau. Disaat langit menangis dan bumi berduka, sejumlah sahabat Nabi Saww. Tengah bersitegang dan mengencangkan urat leher dan sebagian telah menghunuskan pedang hanya sekedar memperebutkan posisi khilafah, yang mereka anggap sebagai jabatan duniawi yang menjanjikan. Mereka tidak sadar bahwa khilafah adalah amanat Ilahiah yang amat berat.

Itulah permulaan kegetiran yang dirasakan Imam Husein yang masih kecil. Kemudian kebencian demi kebencian dan tekanan demi tekanan yang dialami ibundanya, Fathimah as, ikut dirasakan olehnya juga sampai beliaupun mengetahui bagaimana kekesalan ibundanya terhadap sejumlah anak didik kakeknya.

Imam Husein as. hidup bersama ibundanya setelah kepergian kakeknya hanya enam bulan ( menurut riwayat yang populer). Setelah itu sang ibu yang berduka dan terluka tidak sabar untuk segera menyusul kakeknya ke alam baqa’.

Menjelang wafatnya, Sang ibu berkata kepada Asma’, “Tuangkan air untukku“. Beliau mandi dengan air itu, kemudian menyuruh Asma’ untuk mengambilkan baju-bajunya yang baru dan hanuth (kapur barus yang diusapkan pada anggota sujud mayat) milik ayahandanya, Rasulullah Saww. Fathimah berkata,“ Keluarlah kamu dan tunggu aku sebentar. Aku ingin bermunajat dengan Tuhanku. Kemudian panggillah aku, jika aku menjawab, (maka aku masih ada), jika aku tidak menjawab maka ketahuilah bahwa aku telah menyusul ayahku “.

Setelah itu Asma’ menyadari bahwa Fathimah as. telah tiada. Ia keluar dan berjumpa al Hasan dan al Husain. Mereka bertanya, “Mana ibu kami ?”. Asma diam tidak menjawab. Mereka masuk ke dalam rumah, mereka mendaptakan ibuny tidur terlentang. Al-Husain as. menggerak-gerakkan kaki ibunya, tetapi ibunya telah tiada. Melihat itu, al-Hasan as. segera menciumi ibunya seraya berkata, “ Ibu, berbicaralh denganku sebelum ruhku berpisah dengan badanku “. Al-Husain as. menciumi kaki ibunya sambil berkata, “ Ya Ummah, aku anakmu al-Husain. Berbicaralah denganku sebelum jantungku berhenti, maka aku mati …“ (Bait al Ahzan hal 150-152).

Sangat sedikit sejarah mencatat kehidupan Imam Husain as. pada masa khilafah Abu Bakar, karena masa khilafah sangat singkat yaitu dua tahun dan waktu itu Imam Husein masih kecil, berusia dari tujuh tahun sampai sembilan tahun. Sedangkan pada masa khilafah Umar usia Imam Husain as. mulai beranjak remaja sehingga terdapat beberapa catatan sejarah tentang kehidupannya pada masa itu.

Imam Husein as. berkata, “Aku pernah mendatangi Umar sementara dia sedang khutbah di atas mimbar dan kaum muslimin berada di sekelilingnya. Aku melangkahi mereka dan naik mimbar. Aku berkata kepadanya, “Turun dari mimbar ayahku dan pergilah ke mimbar ayahmu “. Umar tersenyum dan berkata, “Ayahku tidak mempunyai mimbar dan benar ini adalah mimbar ayahmu“. Kemudian Umar mendudukan aku di sampingnya. Setelah ia turun dari mimbar, ia mengajakku ke rumahnya dan bertanya kepadaku, “Siapa yang mengajarimu itu?“. Aku menjawab, “ Demi Allah, tiada satupun yang mengajariku “. (Sirah al Aimmah Itsnai Asyar, Sayyid Hasyim Ma’ruf al-Hasani)

Pada masa khilafah Umar terdapat dua peperangan yang besar; perang melawan Persia dan Romawi. Dalam kedua perang ini, Imam Husain as. tidak ikut serta, karena usianya yang masih remaja sekali.

Sedangkan pada masa khilafah Usman bin Affan, Imam Husain as. pernah ikut serta perang ke Afrika dan beberapa daerah di Persia. Menurut sebagian riwayat bahwa Imam Husain as. bersama kakaknya, Imam Hasan as. menjaga pintu rumah Usman ketika dikepung oleh para pemberontak sampai mereka berdua terinjak-terinjak.

Dan pada masa khilafah ayahandanya, Imam Husain as. terlibat banyak dalam sosial, politik dan perang. Pada masa ini, beliau menyaksikan bagaimana ayahandanya dikhianati dan dihasut oleh orang-orang penting pada masa itu, sehingga meletuslah perang Jamal (perang unta). Beliau ikut serta dalam tiga perang yang terjadi pada masa khilafah ayahandanya; Jamal, Shiffin dan Nahrawan.

Dalam perang Jamal melawan para pengingkar janji (nakitsin), dalam perang Shiffin melawan kelompok pembangkang dan dalam perang Nahrawan melawan kaum khawarij. Dalam ketiga perang ini, Ayahanda beliau risau karena mesti berhadapan dengan orang-orang yang mengaku sebagai umat Rasulullah Saww. Segala upaya beliau lakukan untuk meredam api fitnah demi menghindari pertumpahan darah. Namun, usaha beliau sia-sia. Akhirnya perangpun tidak dapat dihindari.

Setelah ayahandanya meninggal ditebas oleh seorang khariji, Abdurahman bin Muljam, pada tahun empat puluh hijriyah. Khilafah beralih kepada kakaknya, Imam Hasan as. Namun masa khilafah Imam Hasan tidak berlangsung lama, karena Muawiyah sebagai rival politiknya berusaha dengan cara-cara yang licik dan tidak manusiawi untuk merebut khilafah. Akhirnya Imam Hasan as. diracun melalui tangan istrinya, Ja’dah.

Muawiyah berkuasa. Permusuhan kepada keluarga Nabi Saww. makin menjadi-jadi. Imam Husain as. harus memikul semua itu. Beliau harus menyaksikan bagaimana agama yang dibawa kakeknya dirubah. Kekuasaan Islam diambil oleh orang yang sejak zaman kakeknya telah memusuhi Islam. Beliau menangis dan meratapi keadaan yang terjadi. Sejak kakeknya wafat, permusuhan dan kebencian silih berganti dan puncak dari semua kebencian dan permusuhan itu adalah naiknya Yazid sebagai penguasa kaum muslimin secara paksa.

Imam Husain as. tidak bisa diam menyaksikan Yazid seenak perutnya merubah dan merusak agama. Beliau berkata, “ Jika umat Islam dipimpin oleh orang semcam Yazid, maka selamat jalan atas Islam “. Beliau bangkit dengan segenap kekuatan yang ada, membawa keluarganya dan beberapa sahabat setianya yang berjumlah tujuh puluh tiga orang.

Perang tidak bisa dihindari. Imam Husain as. berhasil mereguk air syhadah dengan tenang. Jasadnya yang suci diinjak-injak musuh-musuh Allah. Kepala beliau yang selalu sujud di hadapan Allah dan sering dibelai oleh tangan suci Rasulullah Saww. ditampar dan dipukul dengan pedang serta dipasung di ujung pedang dan diarak dari Kufah ke Syam. Mulut suci beliau yang kerap dicium oleh Sang kakek di tusuk-tusuk dengan pedang dan tongkat kebencian Yazid dan Ibnu Ziyad.

Anas bin Malik berkata, “ Ketika al-Husain as. terbunuh kepalanya dibawa kepada Ibnu Ziyad. Ibnu Ziyad menusuk gigi beliau dengan tongkatnya. Aku berkata di dalam diriku, “ Sungguh celaka kamu. Sungguh aku pernah lihat Rasulullah saww. mencium mulutnya “. (Dakhair al ‘Uqba hal 126).

Salam sejahtera atasmu Ya Husain dihari lahirmu, di saat perjuanganmu dan di hari syahadahmu. Sampaikan salam kami kepada kakekmu, ayahmmu, ibumu dan kakakmu. Takziyah kami kepadamu Ya Sahibal Ashri wa Zaman al-Mahdi atas wafatnya kakekmu, al-Husain as.

Judul Asli : Imam Husain as. antara Belaian Kasih dan Tamparan Murka - Ust. Husein Al-Kaff (Al Jawad).
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: