Gugatan lain yang muncul sekitar masalah sujud para penganut mazhab Syiah adalah kenapa orang-orang Syi’ah Imamiyah memilih tanah Karbala dari sekian tanah yang ada di muka bumi dan mereka mengutamakan sujud di atas tanah itu daripada yang lain, kenapa mereka membawa belahan tanah itu ke masjid-masjid, ke rumah, dan ketika dalam perjalanan?
Sudah barang tentu tempat sujud harus suci, dan berhubung tidak mungkin dipastikan bahwa seseorang dalam kondisi apa pun dapat sujud di atas bumi (tanah, batu atau semacamnya) yang suci, maka sebagaimana yang telah dilakukan oleh salah satu tokoh tabi’in bemama Masruq bin Ajda’, dia baisa membawa sepotong tanah suci ke mana dia pergi, sehingga dengan demikian dia senantiasa dapat bersujud di atas tanah yang suci. Hal itu sama dengan orang musafir yang membawa tanah agar kapan saja dia harus bertayamum niscaya dia dapat melakukannya dengan tanah tersebut.
Adapun kenapa tanah Karbala yang dipilih oleh orang syi’ah di antara sekian tanah yang ada, jawabnya adalah ketika seorang pelaku shalat meletakkan dahi di atas tanah suci Karbala niscaya dia mengingat pula pengorbanan luar biasa pahlawan sejarah dari keluarga suci Rasulullah Saw bernama Imam Husain as, dimana beliau telah mengorbankan nyawa, harta dan anak-anaknya demi kemuliaan Islam seraya tidak sudi berada di bawah kezaliman dan mengajarkan kemerdekaan serta kecemburuan Islami yang sesungguhnya kepada seluruh umat manusia.
Perlu digarisbawahi bahwa sujud seseorang di atas tanah Karbala Imam Husain as bukan saja ticlak bertentangan dengan jalur tauhid, bahkan hal itu akan menambah keikhlasan kepada sujudnya dan mempersiapkan dia untuk pengorbanan di jalan agama Islam, dimana shalat aclalah satu satu bagian yang tak terpisahkan darinya.
Seorang tabi’in bemama Ali bin Abdillah bin Abbas menuliskan surat kepada Razin, ‘Kirimkanlah sepotong batu dari batu-batuan Gunung Marwah, sehingga aku bisa bersujud di atasnya.’[1]
Permintaan itu dilatarbelakangi oleh kenyataan Gunung Marwah sebagai saksi pengorbanan dari seorang perempuan mukmin dalam rangka menyediakan air, dia berlari-lari kecil di antara dua gunung Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali dan menanggung berbagai kesulitan di jalan Allah Swt.
Syaikh Thusi meriwayatkan sebuah hadis dari Muawiyah bin Ammar bahwa Imam Ja’far Shadiq as mempunyai kantong berwama kuning dari jenis kain Diba, beliau menyimpan tanah Imam Husain as di dalam kantong itu, dan ketika shalat beliau menaburkan tanah itu di atas sajadah serta sujud di atasnya.[2]
Orang yang menyebut sujud di atas tanah Karbala sebagai sebuah penyembahan aclalah orang yang tidak bisa memilah antara ‘yang sujud untuknya’ dari ‘yang sujud di atasnya’, dalam kondisi apa pun sujud hanyalah untuk Allah Swt dan Dia-lah ‘Yang sujud untuk-Nya’, adapun sesuatu yang menjadi tempat dahi bersujud adalah ‘yang sujud di atasnya'; baik itu berupa tanah atau karpet, tanah Karbala atau tanah Madinah dan batu Gunung Marwah.
Referensi:
[1] Azraqi, Akhbore Makkeh, jld. 3, hal. 151.
[2] Hur Amili, Wasa’il Al-Syi’ah,jld. 3, hal. 608, bab ke-16 dari bab-bab tentang apa yang sah untuk sujud di atasnya.
Post a Comment
mohon gunakan email