Menurut Sunni
Bagi kebanyakan pasangan, seks oral (oral seks) biasanya dilakukan sebagai bagian dari pemanasan atau foreplay. Kaum lelaki banyak yang menyukai aktivitas ini sebab oral seks mampu membakar fantasi mereka dalam meraih kepuasan. Pria biasanya merasakan kenikmatan yang lebih tinggi dalam menerima maupun memberikan seks oral.
Namun bagaimana Islam menilai perbuatan seks semacam ini?
Mengenai hukum oral seks (jika yang dimaksud adalah mencium kemaluan pasangan saat berhubungan) diperselisihkan oleh para ulama. Ulama Hambali membolehkan mencium kemaluan istri sebelum jima’, namun dimakruhkan jika dilakukan setelah itu. Hal ini yang disebutkan dalam kitab Kasyful Qona’, salah satu buku fikih madzhab Hambali. Yang bermasalah, jika yang dicium adalah kemaluan yang sudah terdapat najis seperti kencing dan madzi.
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin ditanya, “Bolehkah seorang wanita mencium kemaluan suaminya, begitu pula sebaliknya?”
Jawab beliau rahimahullah, “Hal ini dibolehkan, namun dimakruhkan. Karena asalnya pasutri boleh bersenang-senang satu dan lainnya, menikmati seluruh badan pasangannya kecuali jika ada dalil yang melarang. Boleh antara suami istri menyentuh kemaluan satu dan lainnya dengan tangannya dan memandangnya. Akan tetapi, mencium kemaluan semacam itu tidak disukai oleh jiwa karena masih ada cara lain yang lebih menyenangkan.” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 100: 13, Asy Syamilah)
Syaikh Musa Hasan Mayan (anggota Markaz Dakwah dan Bimbingan Islam di kota Madinah KSA, murid Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin dan Syaikh Ibnu Baz) ditanya, “Apa hukum mencium kemaluan pasutri satu dan lainnya?”
Jawab beliau hafizhohullah, “Tidak mengapa melakukan seperti itu. Seorang pria boleh saja bersenang-senang dengan istrinya dengan berbagai macam cara, ia boleh menikmati seluruh tubuhnya selama tidak ada dalil yang melarang. Namun tidak boleh ia menyetubuhi istrinya di dubur dan tidak boleh berhubungan seks dengan istrinya di masa haid. Sedangkan mencium kemaluan pasangannya, tidak ada masalah. Itu adalah tambahan dari yang dihalalkan karena tidak ada dalil yang mengharamkan, syari’at pun mendiamkannya. Sehingga oral seks semacam itu kembali ke hukum asal yaitu boleh. Yang menyatakan haramnya harus mendatangkan dalil, namun sebenarnya tidak ada dalil yang melarang perbuatan semacam ini. Kebenaran adalah di sisi Allah.
Kebanyakan ulama terdahulu dan belakangan membolehkan suami menghisap payudara istrinya walaupun sampai ia meminum susunya. Mengenai hal ini tidaklah haram menurut pendapat yang lebih kuat. Karena yang bisa menjadikan mahram (haram untuk dinikahi) adalah persusuan pada bayi sampai ia berusia dua tahun. Jika menghisap payudara istri saja boleh, maka tentu saja boleh mencium kemaluan sesama pasangan.
Adapun ulama belakangan –semoga Allah beri taufik pada mereka- yang melarang perbuatan ini beralasan karena kemaluan adalah tempat keluarnya najis seperti kencing. Maka tentu saja seperti itu tidak boleh dicium. Alasan seperti ini cukup disanggah bahwa yang dimaksud boleh mencium kemaluan adalah ketika keadaan suci, bukan ketika telah keluar najis. Karena jika sudah ada najis, tentu wajib dibersihkan (istinja’) dan dicuci. Jika sudah dicuci dan telah berwudhu, tentu keadaannya Allah terima sebagai bagian tubuh yang suci.
Kesimpulan kami, mencium kemaluan pasangan pada saat suci (bersih), dibolehkan. Sedangkan jika telah keluar najis, maka tentu tidak ada satu ulama pun yang membolehkannya karena perbuatan seperti ini telah keluar dari tabiat manusia normal.” (Sumber fatwa: Islamway)
Saran kami, cara seks oral sebaiknya dijauhi apalagi mengingat ulama lainnya melarang keras perbuatan ini karena termasuk tasyabbuh (meniru-niru) gaya seksual barat atau non muslim. Selain itu perilaku semacam ini terdapat bahaya dari sisi kesehatan. Kata seorang konsultan seks, dr Ferryal Loetan, ASC&T, MMR, SpRM, M.Kes, “Di dalam mulut terdapat banyak air liur yang dapat menularkan penyakit. Sebab di dalam air liur manusia, terdapat beberapa kuman dan bakteri.
Demikian pula dengan berbagai macam jamur, yang biasa menempel di tubuh manusia. Ketiganya bisa mengakibatkan penyakit saat kita melakukan oral seks.” (Sumber: kompas.com). Di samping itu, hasil survey menunjukkan bahwa 50 % laki laki yang melakukan oral sex menderita kanker mulut. Penyakit yang diderita oleh pelaku oral seks bisa jadi adalah herpes di mulut atau alat kelamin, chlamydia dan gonorrhea menyerang bagian tenggorokan, HIV, HPV, sipilis, dan Hepatitis A. Mengerikan! (Sumber: oktyana.com). Jika seks oral membawa dampak bahaya seperti ini, maka sudah sepantasnya dijauhi karena mengingat sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Silahkan baca disini: https://rumaysho.com/2050-hukum-oral-seks.html
Menurut Syiah
Batasan seks bagi suami istri
Berhubungan intim bagi suami istri adalah hak bagi pasangan tersebut. Tidak ada batasan yang begitu mengekang suami istri terkait dengan seks dalam Islam.
Satu-satunya yang diharamkan secara jelas adalah berhubungan seks melalui vagina saat sang istri sedang datang bulan.
Adapun melalui anus (anal), makruh hukumnya, meskipun sang istri setuju dengan itu. Jika istri keberatan, maka haram hukumnya.
Apapun dapat dilakukan dalam hubungan seks, yang terpenting adalah melakukannya berdua (tidak seperti masturbasi, yakni menyalurkan hasrat seks secara sendirian).
Dengan demikian, anal seks, oral seks, posisi seks seperti apapun tidak diharamkan dalam Islam; hanya saja perlu diketahui bahwa sperma adalah najis hukumnya dan haram ditelan bagi istri yang melakukan oral seks.
Ketika tengah melakukan hubungan seksual, apakah suami boleh memasukkan sesuatu (penis buatan) atau jari tangan ke dalam liang vagina atau anus istrinya atau sebaliknya (istri memasukkan sesuatu ke dalam dubur suaminya) ?
Pertanyaan:
Apakah -ketika tengah melakukan hubungan suami istri demi menambah kenikmatan seksual- suami boleh memasukkan sesuatu (penis buatan) atau jari tangan ke dalam lubang vagina atau anus istrinya atau sebaliknya (istri memasukkan sesuatu ke dalam dubur suaminya) ?
Jawaban Global:
Sebelum kami memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, perlu kiranya Anda perhatikan poin-poin etika berikut ini. Ketahuilah bahwa Allah Swt telah menciptakan lelaki dan wanita agar saling bantu membantu dan tolong menolong demi mencapai tujuan puncak yaitu kesempurnaan insani dan kebahagiaan abadi. Allah Swt telah menciptakan wanita sebagai tempat kedamaian dan ketenangan lelaki (suaminya)[1]. Saling melampiaskan kenikmatan seksual antara suami istri merupakan kebutuhan penting dalam hidup ini. Sehubungan dengan hal itu, suami istri harus memperhatikan berbagai etika dan akhlak Islami. Karena jika tidak, maka akan terjadi berbagai penyimpangan seksual, kerusakan moral dan berbagai akibat buruk yang tidak diinginkan.
Berikut ini harap Anda perhatikanl berbagai jawaban yang diberikan oleh beberapa kantor marja' taklid:
Jawaban Kantor Hadhrat Ayatullah Agung Ali Khamene'i Hf:
Melakukan hal seperti itu hukumnya haram.
Jawaban Kantor Hadhrat Ayatullah Agung Ali Sistani Hf:
Memasukkan sesuatu (seperti penis buatan) –berdasarkan ihtiyâth wâjib- hukumnya haram. Tetapi menurut pandangan Hadhrat Ayatullah Makarim Syirazi Hf perbuatan seperti ini tidak bermasalah.
Jawaban Kantor Hadhrat Ayatullah Agung Makarim Syirazi Hf:
Hal itu secara syar'i tidak bermasalah.
Referensi:
[1]. Allah Swt berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Al-Rum [30]: 21).
Apa hukumnya hubungan suami istri melalui dubur jika istri merelakan?
Pertanyaan:
Apa hukumnya hubungan suami istri melalui dubur jika istri merelakan? Apakah kemakruhan pekerjaan ini berarti bahwa amalan ini akan ditulis sebagai perbuatan dosa bagi pelakunya?
Jawaban Global:
Para marja taklid berkata: Hukum memasukkan lewat dubur adalah makruh yang sangat berat (syadid).[1] Makruh berat artinya bahwa hal ini tidak disukai Tuhan dan lebih baik jika tidak dilakukan, namun tidak ditulis dosa bagi pelaku perbuatan ini.
Harus diperhatikan bahwa terkait memasukkan lewat dubur, apabila seorang istri tidak rela, maka tidak diperbolehkan, dan apabila seorang istri tidak rela, maka berdasarkan pendapat semua marja taklid, seorang istri boleh tidak mentaati keinginan suaminya.[2]
Namun di samping menurut pandangan syar’i, harus pula diperhatikan dari sisi kesehatannya bahwa amalan ini dari sisi medis, kemungkinan akan terjangkitinya berbagai infeksi dan penyakit bagi suami maupun istri sangat besar, khususnya bagi wanita jika melakukan hal ini.
Referensi:
[1] Imam Khomeini, Ayatullah Nuri, Ayatullah Fadhil, Ta’liqāt ‘ala ‘Urwah, jil. 1, Al-Nikah, Al-Fashl Ula, Masalah 1, Ayatullah Shafi, Taudhih al-Masāil Marāji, Masalah 45, Ayatullah Khamenei, Istifta Pertanyaan 419, Ayatullah Makarim .
[2] Ayatullah Fadhil, Jāmi’ al-Masāil, jil. 1, hal. 1670, Ayatullah Sistani, Taudhih Al-Masāil, Masalah 450, Ayatullah Khamenei, Istifta, Pertanyaan 4, Ayatullah Wahid, Minhaj al-Shālihin, jil. 2, Imam Khomeini, Ayatullah Makarim, Ta’liqāt ala ‘Urwah, jil. 2, Al-Fashl Ula, Masalah 1.
(Rumaysho/Hauzah-Maya/Islam-Quest/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email