Pesan Rahbar

Home » » Hari Kelahiran Imam Ali dan Hari Bapak; Terlahirnya Imam Ali as di dalam Ka'bah

Hari Kelahiran Imam Ali dan Hari Bapak; Terlahirnya Imam Ali as di dalam Ka'bah

Written By Unknown on Friday 3 February 2017 | 21:54:00


Salah satu kebanggaan dan keutamaan tiada tanding Imam Ali as adalah bahwa beliau lahir di dalam rumah Allah, Ka’bah. Kenyataan ini tidak bisa dibantah karena tercatat dengan jelas dalam riwayat-riwayat Syiah maupun Suni, dan juga sejarah. Allamah Amini dalam bukunya yang terkenal Al Ghadir jilid ke-6 telah menukilkan riwayat yang berkenaan dengan kisah tersebut dari enam belas kitab terpercaya Ahlu Sunah. Masalah ini adalah masalah yang sangat mendasar dan merupakan dalil keutamaan Imam Ali as atas selainnya. Al Hakim dalam Al Mustadrak jilid 3 halaman 483 menyatakan bahwa hadits tersebut adalah mutawatir.

Terjadi perdebatan antara seorang alim Suni dengan Syiah yang akan disebutkan di bawah ini:
Alim Suni: Dalam sejarah disebutkan bahwa Hakim bin Hizam juga lahir dalam Ka’bah.
Alim Syiah: Hal itu tidak terbukti dalam sejarah. Ulama terkenal seperti Shubagh Maliki[1], Kunjai Syafi’i[2], Syablanji[3], dan Muhammad bin Abi Thalhah Syafi’i[4] berkata “Tidak ada seorangpun yang lahir di dalam Ka’bah Ali bin Abi Thalib.” Cerita palsu itu adalah bukti kedengkian musuh-musuh Ali as yang ingin melunturkan nilai keagungannya.

Alim Suni: Apa yang perlu dibanggakan dengan lahirnya seseorang di dalam Ka’bah?
Alim Syiah: Kalau ceritanya hanya seperti suatu hari seorang wanita kebetulan berdiri di tempat yang suci lalu melahirkan anaknya di tempat itu, maka itu tidak perlu dibanggakan. Namun jika ada tangan ghaib yang telah memuliakan seseorang, sehingga menuntunnya menuju tempat yang suci seperti Ka’bah lalu melahirkan anaknya di sana, hal itu menunjukkan keagungan dan kesucian luar biasa orang itu. Terlahirnya Ali bin Abi Thalib as di dalam Ka’bah mengandung unsur karomah dan inayah spesial dari Tuhan untuknya. Hal ini terlihat secara nyata mengingat bagaimana dinding ka’bah terbelah lalu ibu beliau masuk kedalamnya seperti itu.[5]

Alim Suni: Saat Ali bin Abi Thalib lahir, kira-kira sepuluh tahun sebelum diutusnya nabi, dan di sekitar Ka’bah banyak berhala berserakan. Oleh karenanya, saat itu Ka’bah bukanlah sesuatu yang spesial. Yakni saat itu Ka’bah hanyalah tempat peribadahan para penyembah berhala. Justru malang sekali Ali bin Abi Thalib lahir di tempat ibadah para penyembah berhala.

Alim Syiah: Ka’bah mulanya adalah tempat beribadah hamba Allah yang telah diciptakan pertama kalinya di muka bumi (Ali Imran, 96). Nabi Adam as yang telah membangunnya, dan Hajarul Aswad yang ada di Ka’bah adalah batu dari surga. Setelah terkena banjir besar di zaman nabi Nuh as Ka’bah rusak, nabi Ibrahim as membenahinya kembali. Terbukti sepanjang sejarah Ka’bah adalah tempat ibadah dan thawaf para nabi Allah dan malaikat Ilahi. Keagungan Ka’bah tidak akan luntur dikarenakan pernah dijadikan oleh orang-orang zalim sebagai tempat peribadatan menyembah berhala. Misalnya, jika ada seseorang menyiram sebotol minuman keras di dalam masjid, apakah hal itu mengurangi keagungan masjid? Tentu tidak. Jika ada seorang yang junub berjalan memasuki masjid, atau menumpahkan minuman keras di dalam masjid, atau melakukan hal-hal lain yang menghinakan masjid, hal itu tidak akan mengurangi kehormatan Masjid. Justru pelakunya lah yang telah dicap kurang ajar atas perbuatannya. Sedangkan Fathimah binti Asad, ibu Imam Ali, memasuki Ka’bah atas perintah pemilik Ka’bah yang sebenarnya, yaitu Tuhan; tidak ada kaitannya dengan dosa dan kekejian orang-orang zalim saat itu yang telah menjadikannya tempat peribadatan menyembah berhala. Oleh karena itu Ali bin Abi Thalib as dan ibunya mendapatkan kehormatan spesial di tengah-tengah keburukan masyarakat yang ada saat itu. Mereka mendapat kehormatan sebagai tamu Allah.
Karena kejadian luar biasa itu banyak sekali yang membuat syair memuji beliau. Abdul Baqi Umari membacakan syairnya: “Engkau adalah Ali yang berada di atas segalanya. Engkaulah yang telah meletakkan kakimu untuk pertama kalinya di dalam Ka’bah begitu engkau lahir.”[6]


Referensi:

[1] Al Fushulul Muhimmah, halaman 14.
[2] Kifayatut Thalib, halaman 361.
[3] Nurul Bashar, halaman 76.
[4] Mathalibus Su’al, halaman 11.
[5] Dalailus Shidq, jilid 2, halaman 508 – 509.
[6] Dalailus Shidq, jilid 2, halaman 509 – 510.

(Astan-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: