Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label ABNS TAJUK. Show all posts
Showing posts with label ABNS TAJUK. Show all posts

Komentar Untuk Menjawab Tuduhan Salafy-Wahabi. Kasihan Lihat Wahabi Salafi, Wahabi Salafi Selalu Bodoh Dalam Memahami Hadis


Komentar untuk Menjawab Tuduhan Salafy-Wahabi

Katakan Yang Benar Atau Diam


Berikut Detalnya:

Komentar di Ulama Ahlusunnah Menuduh Para Sahabat Berencana Membunuh Nabi Muhammad saw! oleh Widhy Cahyadi

31 Juli 2016 8:39

Sepakat dgn Anda. Seluruh sahabat baik dan adil walau sebagian dr mrk saling berperang dan membunuh. Mari kita saling berperang dan membunuh sesuai teladan para sahabat.

Komentar di Lima Alasan Mengapa Imam Ali as. Disingkirkan Dari Kekhalifahan! oleh Ahmad Rifai,

29 Juli 2016 6:49

Kajian macam ini sudah lama pernah saya baca. Kebenaran memang harus diraih dg terus belajar tanpa rasa benci dan prasangka negatif kpd pihak lain. Tulisan ini rasanya jernih dan adil. Wallahu a'lam. <strong>Ibnu Jakfari</strong>: Terima kasih.

Komentar di Bukti Keberanian Sayyidina Umar! oleh rizalramzy

04 Juli 2016 2:12

Baru tau nihhh ???!! Ternyata sahabat dan khalifah ini MENOLAK PERINTAH nabinya sendri, Demi mementingkan KESELAMATANNYA sndri daripada membela nabi dan islam dihadapan kaum kafir qurais Tidak layak disebut sahabat aplg khalifa, Ternyata para sejarawan byk yg menutup2inya demi membela kehormatan seorg yg MEMBANGKANG pada nabinya, Dengan dalih kebenaran, Dan kebenaran yg sesungguhnya akhirnya terungkap

Komentar di Sungguh Tega! Ulama Ahlusunnah Menuduh Para Sahabat Meninggalkan Nabi saw. Sa’at Khutbah Jum’at! oleh rizalramzy

04 Juli 2016 2:00

Sie joe ini kebanyakan makan rumput, Mending loe periksa tu hadist & riwayat dikitab loe sndri,??? Bener kagak, Ngapa loe marah2, Itu tanda loe OON Itu tanda loe salah Itu tanda loe gak paham Klo org2 yg berilmu dgn benar pasti kroacekk, benar / tidak, Jk benar diimani,

Komentar di Sungguh Tega! Ulama Ahlusunnah Menuduh Para Sahabat Meninggalkan Nabi saw. Sa’at Khutbah Jum’at! oleh rizalramzy

04 Juli 2016 1:55

Bung pkai data yg ilmiah, Jgn pamer kebodohan, Fakta diatas dari kitab2 ahlussunnah!! Kq malah marah2 sm yg menunjukkan kbnarannya!! Aneh

Komentar di Menurut Riwayat Sunni: Sayyidina Umar ra. Menikahi Dan menggauli Paksa Janda Berduka! oleh jalallain

27 Juni 2016 3:21

Misionaris memang penipu. Segalanya halal demi tegaknya kaum pendusta!!!

Komentar di Subhanallâh, Ternyata Nabi saw. Juga Melaknat Sahabatnya! oleh rizalramzy

26 Juni 2016 4:39

* anggap saja nabi tdk melaknat mereka , * Anggap saja sahabat itu tdk salah & berdosa, seklipun membantah rasul manusia yg pling pintar & paham sejuta kali tentang kondisi umat & pngikutx drpda sahabat!! *Anggap saja sahabat itu ADIL SEKALI, sekalipun menabrak dan menantang firman Allah & rasulnya , Anggap saja sklian Allah salah, karna berfirman bahwa org2 disikitar nabi adalah org munafik yg mnampakkan keimanan, Padahal sahabt itu org adil dan baik krna berada disekitar rasul, * Anggap saja abu jahal & abu lahab itu jg sahabat nabi krna melihat & hidup dimasa beliau, * anggap saja diri anda sklipun sebagai sahabat, #" sayangnya itu semua hanya anggapan "# 😢 " Maka kami AKAN SIKSA Mereka ( sahabat yg munafik & membangkang dr intruksi nabinya ) DUA KALI lebih dahsyat " Mungkin jg termasuk yg membela para pembangkang AKAN diazab 2kali lipat Paham kosa kata ADZHAB / SIKSA???? Mungkinkah Allah menyiksa org yg salah, mungkin Otaku akan mnjawab@: mungkin, karna sahabt itu adil semua baik semua , skipun munafik, lari dari perang ,meninggalkan nabi seorang dri dimedan perang, Gak urus, yg penting sahabat masuk surga smua tanpa hisab, TITIK!!!! sy diajari itu mulai lahir ya harus gtu pokoknya , asek asek josss,

Komentar di Imam Ali as. Barometer Keimanan (1) oleh Hasan

24 Juni 2016 18:55

Sedikit sekali umat muhammad mengenali Sang putra ka'bah,padahal srgkali sayyidul wujud mengingatkan umatnya ,"aku peringatkan kalian(umat)terhadap ahlu baytku,Syukran artikelnya sangat berarti banget

Komentar di Perbedaan Rukun Iman Syi’ah Dan Ahlusunnah! oleh Syiah goblok pukul badan sendiri

22 Juni 2016 6:05

Syiah bersaudara sama yahudi aja. Bukn saudara kaum muslim..

Komentar di Gara-gara Tidak Mau Ta’at Kepada Umar, Allah Mengancam Akan Menyiksa Rasulullah Muhammad Saw! oleh najmamafrieda

18 Juni 2016 0:39

Salam pak ustadz, "Selain itu, bukankah aneh, ketika Nabi saw. salah dalam berijtihad Allah akan menyiksanya, sedangkan para sahabat salah dalam berijtihad Allah “dipaksa” memberi bonus satu pahala!! Bukankah demikian konsep ijtihad yang diimani Ahlusunnah?"..... iyayah lucu juga kalo kita ikutin ajaran yg kayak gini,.....kok bisa yah sperti ini dipahami bulatbulat (jumud bin taqlidbuta) olh aswaja berlangsung sampai skrang? Kajian yg mencerahkan

Komentar di Gawat! Istri Tercinta Nabi saw. Menvonis Kafir dan Memerintah Membunuh Menantu Nabi saw.?! oleh hafizd

13 Juni 2016 13:38

Syiah Rafidhah.. .

Komentar di I’tiqâd Tentang Kekafiran Kedua Orang Tua Nabi Muhammad saw. oleh Amirudin

04 Juni 2016 23:23

Klw gw sih yg Islam abal2 lebih milih ortu Nabi Masuk Surga... kata "Islam" emank blom ad... tp kata Tauhid ad... klw mw bilang masuk neraka kejam amat soal ny ortu Nabi, ortu lu aj klw gw bilang masuk neraka lu ny gmn?... gw pakek logika aj... klw pakek hadits, yg mn yg bener? Antr imam aj beda2 pendapat.. blom Lg antr Mazhab.. Inti ny hadits Isi ny kn cuma katanya Dr katanya Dr katanya Riwayat katanya!! Ap bisa benar semua? Zaman tu blom ad Lg hardish buat simpenin data.. n gk ad jaminan dlm Alquran klw hadits terjaga Dr kepalsuan.. Smntara sesungguhnya Manusia t4 salah n lalai.. kebenaran itu milikNYA. selain itu para imam kitab lahir, Nabi dh lama meninggal.. ayah mereka aj gk se zaman dg Nabi, klw dilihat Dr tahun kelahirany... Kakek mereka ad yg sezaman ad yg gk... bukan sahabat dekat atw keluarga... hedeh... muup klw gw aneh.. inti ny gw lebih setuju Ortu Rasul gk masuk neraka.. terserah mw pakek hadits Syiah Sunnah Wahabi salafi ahmadiah gafatar atw sapa aj mw bantah..

Komentar di Menurut Riwayat Sunni: Allah Segera Mengutus Jibril as. Membawa Ayat al Qur’an Mendukung Gaya Hubungan Badan Kegemaran Sayyidina Umar! oleh Shofya Rt

31 Mei 2016 13:56

Benar sekali. Blog ini berkata agar pembaca berhati2 dengan tduhan sunni trhdp syi'ah, namun disaat yg sama blog ini jg menghina sunni. Blog ini berkoar2 ttg kekurangilmiahan islam sunni dlm menukil riwayat syiah, namun anda pun sebaliknya jg begitu. Marilah menyebarkan ilmu benar2 dlm rangka mencari ridha Allah SWT. Saya rasa niat anda menyebarkan ilmu perlu dibenahi dulu

Komentar di Ahlu Sunnah Versus Ahli Bid’ah! oleh Ahmad Rifai

30 Mei 2016 19:03

Insyaallah, bahasan Bung Jakfar terasa adil, hati-hati dan lurus. Kebenaran itu dapat digapai lewat belajar terus, secara sabar, ikhlas dan tanpa rasa benci dan prasangka negatif duluan. Benar-salah itu tidak ditentukan oleh fakta/hal menang-kalah, terkenal-tidak dikenal, disukai-dibenci, atau banyak-sedikit penganut dan . . . Wallahu a'lam.

Komentar di Menjawab Sidogiri (8) oleh Ahmad Rifai

29 Mei 2016 15:47

Alhamdulillah saya sudah baca kajian ini dari no.1 sd no.8. Insyaallah ulasannya terasa hati-hati, adil dan lurus. Memang kebenaran itu harus diraih lewat belajar terus dg sabar, adil dan ikhlas, tanpa rasa benci dan prasangka negatif duluan . . . . Wallahu a'lam.

(Sumber Jakfari/ABNS)

Rafidhah beda dengan Wahabi, Keduanya Sama-Sama Pemecah Belah Sunni dan Syiah

Rafida, juga diterjemahkan sebagai Rafidah, adalah kata Arab (kolektif jamak bahasa Arab : الرافضة, translit. Ar-Rāfiḍa; beberapa plural Arab : روافض, . Translit Rawāfiḍ; tunggal Arab : رافضي, translit. Rāfiḍī) arti "mendustakan", "rejectionists", "orang-orang yang menolak" atau "orang-orang yang menolak". Kata ini berasal dari bahasa Arab akar konsonan ر ف ض, yang sebagai kata kerja berarti "untuk menolak". Bentuk tunggal non-kolektif adalah رافضي rāfiḍī "yang menolak". Ini adalah istilah Islam yang mengacu pada orang-orang yang, menurut pendapat orang yang menggunakan istilah, menolak otoritas Islam yang sah dan kepemimpinan. Mereka dipanggil rafida umumnya menganggap itu menjadi sebutan merendahkan, negatif mempengaruhi, dan julukan kasar. [1]
Istilah ini digunakan contemporarily dengan cara menghina oleh Muslim Sunni , khususnya Salafi , yang menyebut Muslim Syiah seperti itu karena Muslim Syiah tidak mengakui Abu Bakar , Umar , dan Utsman sebagai penerus sah Muhammad, dan tahan Ali menjadi sah penerus pertama. [2]

Asal

Istilah rafida mengikuti Syiah dari periode sangat awal, berasal pemberontakan dari Zaid bin Ali melawan Kekhalifahan Umayyah . Rafida disebut orang-orang Syiah Kufah yang sepi dan ditolak Zayd, pada menit terakhir, ketika ia menolak untuk menolak dan mengutuk pertama tiga Rasyidin khalifah , [3] [4] yang pemerintahannya, ia berpendapat, telah diterima oleh Ali sendiri. [5] pemberontakan Zayd meramalkan runtuhnya dinasti, yang pada gilirannya menyebabkan perpecahan antara orang-orang Shi 'a Muslim yang setuju dengan Zaid dan mereka yang tidak. [1] arti dari istilah ini mengalami beberapa perubahan dari waktu ke waktu. Ini menjadi istilah yang merendahkan populer bagi Dua Belas , dimaksudkan untuk mengingat penolakan mereka terhadap Zaid bin Ali dan yang pertama Sunni Rasyidin, yaitu Abu Bakar , Umar , dan Utsman . [1]
Ada banyak perdebatan tentang asal-usul yang tepat dari rafida; salah satu contoh dari sebuah contoh awal adalah dari Mahasin dari Ahmad bin Muhammad Barqī, yang meninggal pada 888 Masehi. Sebuah bagian dari Mahasin mengungkapkan kesempatan dari penggunaan rafida dianggap berasal untuk Ja'far al-Sadiq :
Seorang pria datang ke Imam Ja'far al-Sadiq mengatakan bahwa seseorang telah memperingatkan dia terhadap menjadi Rafidhi dan Imam Ja'far menjawab "Demi Allah, nama ini yang Allah telah memberi Anda sangat baik, asalkan Anda mengikuti pengajaran dan melakukan tidak atribut kebohongan kepada kami. " Muhammad al-Baqir juga menyebutkan sebuah contoh ketika ia menunjuk dirinya sendiri menyatakan" saya salah satu Rafidha. " [1]
Mughira bin Shu'ba dikatakan telah menciptakan istilah rafida terhadap orang-orang yang menolaknya. [6]
Lain merujuk teks sejarah lain untuk asal-usulnya. Ja'far al-Sadiq percaya bahwa rafida adalah sebuah kehormatan yang diberikan pertama oleh Allah dan diawetkan dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Baru : ia menyebutkan bahwa ada 70 orang di antara orang-orang dari Firaun yang menolak dia dan jalan-Nya dan agak bergabung Musa, dan Allah memanggil orang-orang 70 orang Rafida. Dua Belas percaya bahwa setelah kematian Muhammad, mereka adalah satu-satunya orang yang menolak jahat, membuat mereka penerus dari Rafida asli. [7] Mereka menganggap penolakan mereka terhadap kejahatan yang harus meninggalkan kekuatan Zaid bin 'Ali dan tetap setia dengan cara Ali . Namun, istilah tersebut tidak muncul dalam Al-Qur'an. Ada juga orang-orang yang bersikeras bahwa rafida disebutkan dalam teks asli, tetapi musuh kemudian dihapus konteks termasuk rafida. [1]

Penggunaan

Rumi (Mawlana) dalam bukunya Masnawi (Judul Kisah dalam Buku V, puisi 844 mengacu pada penduduk Sabzawar) (di masa kini Iran) sebagai Rafizis di antaranya satu tidak dapat menemukan seseorang yang bernama Abu Bakar. Ini adalah dari salinan paling awal yang masih ada dari Masnawi, tanggal 677 H Gh (1279 Gregorian) yang dianggap paling diandalkan oleh, misalnya, B. Forouzanfar dan RA Nicholson.
Abad keempat belas Sunni wisatawan Ibn Battuta digunakan dalam penjelasannya tentang Alawi , dianggap oleh banyak orang sebagai Ghulat sekte, selama kunjungannya ke Suriah di 1326. [8] Istilah terus digunakan dengan cara ini hari ini. [9] Rafida juga kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan ekstrimis dan abu-Syi'ah untuk moderat. [10] [11] penggunaan merendahkan istilah terus untuk menunjukkan Dua Belas sepanjang Abad Pertengahan dan ke era modern. [7] Selain itu, Sunni menggunakan contoh dari Dajjal untuk menggambarkan rejector akhir dari cara mereka; "Dajjal" lebih buruk daripada menelepon seorang Muslim Syi'ah rafidi a. [6]
Ketika mereka ingin menjadi menghina, Sunni yang disebut lawan Syi'ah mereka Rawafid dan Syiah merespon dengan memanggil lawan Sunni mereka Nawasib . [12]
Pada titik tertentu, Syi'ah memutuskan untuk mengubah istilah negatif ini yang sedang digunakan untuk melawan mereka sehari-hari dan mengubahnya menjadi sesuatu yang positif. Syi'ah kadang ditunjuk diri mereka sebagai Rawafid, yang merupakan seseorang yang menolak; itu juga istilah merendahkan diterapkan oleh Sunni untuk menggambarkan Syi'ah yang menolak untuk menerima kekhalifahan awal. Mereka memutuskan untuk menyebut diri mereka sebuah Rawafid karena memberi mereka rasa bangga karena memberontak melawan tirani Umayyah. [13] Selama bertahun-tahun, Rafida berubah dalam dunia Syi'ah dari julukan kasar menjadi nama menandakan pujian khusus, sehingga istilah positif. [1] tidak hanya mereka menggunakan kata itu sebagai kehormatan di antara masyarakat, mereka ditindaklanjuti istilah positif dengan menulis ke cerita sejarah kuno di mana mereka selalu ditolak jahat, tidak berpaling ke arah kejahatan. [6]

Saat ini

Dalam kampanye yang sedang berlangsung mereka untuk menggeser Syiah pemerintah Irak dan Alawit pemerintah Suriah , yang Negara Islam Irak dan Levant , serta Suriah oposisi pemberontak sering menggunakan istilah "Rafidah" ​​untuk merujuk pada Muslim Syiah. Alawaites, yang merupakan sekte Syiah, yang disebut sebagai 'Nusayri'. Dalam edisi ke-13 dari ISIS majalah Dabiq artikel fitur berhak, The Rafidah : Dari Ibnu Saba 'dengan Dajjal dan berisi, "halaman retorika kekerasan yang ditujukan terhadap Syiah" yang itu klaim yang, "lebih parah berbahaya dan lebih mematikan. ..than Amerika ". Artikel membenarkan pembunuhan Muslim Syiah, yang ISIS klaim yang murtad. [14]
Di Arab Saudi hari ini, Syiah disebut sebagai Rafidha. [15] Di Irak, bahan anti-Syiah masih muncul ke permukaan. [16] Sebuah wacana dirilis setelah perbaikan dengan nama "The Rafida di Tanah Tauhid" , yang termasuk perintah oleh anggota Dewan Tinggi, membunuh Syi'ah. [16]
Sampai tahun 1993, buku sekolah di Arab Saudi secara terbuka mengecam Syi'ah dan Sufi keyakinan dan dirujuk ke Syi'ah sebagai rafida dalam buku. [17] Kurikulum berubah setelah protes dan rafida tidak lagi digunakan dalam buku-buku teks; keyakinan Syiah pasca-Islam masih namun mengecam dalam buku-buku. [17]



Refrensi:

____________________________________

Wahhabisme (Arab: وهابية, Wahhābiyah) adalah sebuah gerakan keagamaan[1] dari Islam. Gerakan ini dikembangkan oleh seorang teolog Muslim abad ke-18 yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab dari Najd, Arab Saudi, yang bertujuan untuk membersihkan dan menyempurnakan ajaran Islam kepada ajaran yang sesungguhnya berdasarkan Qur'an dan hadis dari "ketidakmurnian" seperti praktik-praktik bid'ah, syirik dan khurafat.[2]
Wahhabisme adalah bentuk dominan dari Islam di Arab Saudi.[3] Wahhabi telah mengembangkan pengaruh yang cukup besar di dunia Muslim di bagian melalui pendanaan masjid Saudi, sekolah dan program sosial. Paham utama Wahhabi adalah Tauhid, Keesaan dan Kesatuan Allah.[4] Ibnu Abdul Wahhab dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Ibnu Taymiyyah dan mempertanyakan interpretasi klasik Islam yang mengandalkan Alquran dan hadits.[4] Ia menyerang sebuah "kemerosotan moral yang dirasakan dan kelemahan politik" di Semenanjung Arab dan mengutuk penyembahan berhala, kultus populer orang-orang kudus, menjadikan kuil kuburan orang yang saleh, dan dia melarang menjadikan kuburan sebagai tempat peribadahan.[4]

Etimologi

Menurut seorang penulis berkebangsaan Saudi, Abdul Aziz Qasim dan yang lainnya, yang pertama kali memberikan julukan Wahabi kepada Abdul Wahhab adalah Kekhalifahan Ottoman, kemudian bangsa Inggris mengadopsi dan menggunakannya di Timur Tengah.[5]
Wahhabi tidak suka atau setidaknya tidak suka istilah yang disematkan oleh beberapa kalangan tersebut. Ibnu Abdul Wahhab menolak tentang pengangkatan ulama dan orang-orang lain, termasuk menggunakan nama seseorang untuk sebuah label sekolah Islam.[6][7]
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Penisbatan (Wahhabi) tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya kalaupun harus ada faham baru yang dibawa oleh Al-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bentuk penisbatannya adalah ‘Muhammadiyyah’, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahhab.”[8][9]
Istilah "Wahabi" dan "Salafi" (serta ahl al-hadith, orang-orang hadits) sering digunakan secara bergantian, tapi Wahabi juga telah disebut sebagai "orientasi tertentu dalam Salafisme",[10] yang dianggap ultra-konservatif.[11][12] Dari segi kesimpulanya, wahabi merupakan gerakan islam sunni yang bertujuan untuk memurnikan ajaran islam dari ajaran-ajaran atau praktik-praktik yang menyimpang seperti: syirik, ilmu hitam, penyembahan berhala, bid'ah dan khurafat.[2] Wahabi atau salafi ini pun sering juga disalah-fahamkan sebagai gerakan sesat, namun kesalahfahaman tersebut merupakan suatu hal yang sering diungkapkan oleh para aliran-aliran yang tidak secara murni mengikuti ajaran quran dan hadis.

Awal mula

Secara sejarah wahabi telah muncul pada kurun kedua Hijriyah, jauh sebelum masa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Pada waktu itu ada sekte khawarij Ibadhiyah/abadhy (khawarij yang berpemikiran ekstrim) yang dipimpin oleh Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum, yang mati pada tahun 211 Hijriyah. Abdul Wahhab bin Abdurrahman adalah anak dari Abdurrahman bin Rustum sang pendiri negara Khawarij Rustumiyah, dan Abdul Wahab pun mewarisi kekuasaan bapaknya dan pemikirannya. Sekte ini muncul di daerah Afrika Utara. Sehingga para ulama setempat khusunya dan ulama yang lain menjuluki mereka dengan Wahabi atau Wahabiyah.
Wahabi ini merupakan kelompok yang sangat ekstrim kepada ahlussunnah, mereka suka mengkafirkan kaum muslimin, memberontak kepada pemerintahan, dan sangat jauh dari ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Sedangkan Wahhabi yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab adalah Ahlussunnah yang berkeyakinan segala dosa diampuni oleh Alah dan tunduk pada pemerintahan kaum Musliminin, dan ia tidak memiliki pemikiran khawarij, bahkan ia adalah pembela tauhid.[13]

Referensi

  1. ^ "Wahhābī". Encyclopaedia Britannica Online. Diakses tanggal 2010-12-12.
  2. ^ a b Abu Mujahid & Haneef Oliver, Virus Wahabi, Toobagus Publishing, 2010, hal. 120 – 121.
  3. ^ Glasse, Cyril, The New Encyclopedia of Islam, Rowan & Littlefield, (2001), pp.469-472
  4. ^ a b c Esposito 2003, hlm. 333
  5. ^ In the US the term "Wahhabi" was used in the 1950s to refer to "puritan Muslims", according to Life magazine. "The King of Arabia". Life. 31 May 1943. p. 72. ISSN 00243019. Retrieved 22 June 2013.
  6. ^ Wiktorowicz, Quintan. "Anatomy of the Salafi Movement" in Studies in Conflict & Terrorism, Vol. 29 (2006): p. 235, footnote.
  7. ^ Blanchard, Christopher M. "The Islamic Traditions of Wahhabism and Salafiyya" (PDF). Updated January 24, 2008. Congressional Research Service. Retrieved 12 March 2014.
  8. ^ Lihat Kitab Imam wa Amir wa Da’watun Likullil ‘Ushur, hal. 162.
  9. ^ Sofyan Chalid: Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan, Toobagus Publishing, 2011, hal. 38.
  10. ^ GlobalSecurity.org Salafi Islam
  11. ^ Washington Post, For Conservative Muslims, Goal of Isolation a Challenge
  12. ^ John L. Esposito, What Everyone Needs to Know About Islam, p.50
  13. ^ Kitab Syarah Aqidah Muhammad bin Abdul Wahab, oleh Zaid bin Muhammad Al–Madkhaly, terjemahan Hanan Hoesin Bahanan, Solo, Pustaka Ar–Rayyan, 2007.

(Sumber ABNS)

Beda Sunni Dengan Ahlus Sunnah dan Beda Pula Syiah


Sunni adalah mereka yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur'an dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in.

Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang Rasulullah berada di atasnya dan juga para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah yang sebenarnya adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari kiamat.

Sejarah

Perang saudara

Perselisihan pada masa kekhalifahan ke-1

Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman antara golongan Muhajirin dan Anshar siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan mengakibatkan perselisihan antar kaum muslimin Muhajirin dan Anshar. Setelah masing-masing mengajukan delegasi untuk menentukan siapa Khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah.

Fitnah pada masa kekhalifahan ke-3

Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan, terjadi fitnah yang cukup serius di tubuh Islam pada saat itu, yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman. Pembunuhnya ialah suatu rombongan delegasi yang didirikan oleh Abdullah bin Saba' dari Mesir yang hendak memberontak kepada Khalifah dan hendak membunuhnya. Abdullah bin Saba' berhasil membangun pemahaman yang sesat untuk mengadu domba umat Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian masyarakat banyak saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku pembunuhan terhadap Utsman, berhasil membunuh dia dengan sadis ketika dia sedang membaca Qur'an.

Fitnah pada masa kekhalifahan ke-4

Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan bertubi-tubi. Orang-orang yang terpengaruh Abdullah bin Saba' terus menerus mengadu domba para sahabat. Usaha mereka berhasil. Para sahabat salah paham mengenai kasus hukum pembunuhan Utsman. Yang pertama berasal dari istri Rasulullah SAW, Aisyah, yang bersama dengan Thalhah dan yang kedua ialah bersama dengan Zubair. Mereka berhasil diadu domba hingga terjadilah Perang Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian oleh Muawiyah yang diangkat oleh Utsman sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya Perang Shiffin. Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang berselisih mengadakan ishlah atau perdamaian. Para pemberontak tidak senang dengan adanya perdamaian di antara kaum muslimin. Kemudian terjadi usaha pembangkangan oleh mereka yang pada awalnya berpura-pura/munafik dan merekalah golongan yang disebut Khawarij.

Tahun Jama'ah

Kaum Khawarij ingin merebut kekhalifahan. Akan tetapi, terhalang oleh Ali dan Muawiyah, sehingga mereka merencanakan untuk membunuh keduanya. Ibnu Muljam dari Khawarij berhasil membunuh Khalifah Ali pada saat khalifah mengimami salat subuh di Kufah, tapi tidak terhadap Muawiyah karena dijaga ketat. Bahkan Muawiyah berhasil mengkonsolidasikan diri dan umat Islam, berkat kecakapan politik dan ketegaran kepemimpinannya. Karena belajar oleh berbagai pertumpahan darah, kaum muslim secara pragmatis dan realistis mendukung kekuasaan de facto Muawiyah. Maka tahun itu, tahun 41 Hijriyah, secara khusus disebut tahun persatuan ('am al-jama'ah).

Sunnah Madinah

Kaum muslimin mendalami agama berdasarkan Al-Qur'an, dan memperhatikan serta ingin mempertahankan sunnah Nabi di Madinah. Akhirnya ilmu hadits yang berkembang selama beberapa abad, sampai tuntasnya masalah pembukuan hadis sebagai wujud nyata Sunnah pada sekitar akhir abad ke-3 hijriyah. Saat itu, lengkap sudah kodifikasi hadis dan menghasilkan al-Kutub al-Sittah (Buku Yang Enam) yakni oleh al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 273 H), Abu Dawud (w. 275), al-Turmudzi (w. 279 H), dan al-Nasa'i (w. 303 H).

Perkembangannya kemudian

Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada masa perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah.

Mazhab/aliran fikih

Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti. Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental. Perbedaan mazhab bukan pada hal Aqidah (pokok keimanan) tapi lebih pada tata cara ibadah. Para Imam mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad dalam hal yang memang tidak ada keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau untuk menentukan kapan suatu hadis bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis lain dalam tema yang sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya adalah terlarang dalam hal akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih dibolehkan, karena rujukan kita adalah Rasulullah saw. dan dia memang tidak pernah memerintahkan untuk beribadah dengan terlebih dahulu mencari dalil-dalilnya secara langsung, karena jika hal itu wajib bagi setiap muslim maka tidak cukup waktu sekaligus berarti agama itu tidak lagi bersifat mudah.

Hanafi

Didirikan oleh Imam Abu Hanifah, Mazhab Hanafi adalah yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 32%), penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan Turki, Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi'i dan Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).[butuh rujukan]

Maliki

Didirikan oleh Imam Malik, diikuti oleh sekitar 20% muslim di seluruh dunia. Mazhab ini dominan di negara-negara Afrika Barat dan Utara.[butuh rujukan] Mazhab ini memiliki keunikan dengan menyodorkan tatacara hidup penduduk madinah sebagai sumber hukum karena Nabi Muhammad hijrah, hidup dan meninggal di sana dan kadang-kadang kedudukannya dianggap lebih tinggi dari hadits.

Syafi'i

Dinisbatkan kepada Imam Syafi'i memiliki penganut sekitar 28% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar di Turki, Irak, Syria, Iran, Mesir, Somalia, Yaman, Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Sri Lanka dan menjadi mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei.[butuh rujukan]

Hambali

Dimulai oleh para murid Imam Ahmad bin Hambal. Mazhab ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah semenanjung Arab. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di Arab Saudi.[butuh rujukan]

Tradisi keagamaan

Ahlus Sunnah Wal Jama'ah memiliki beberapa tradisi keagamaan yang dibenarkan menurut syariat dan hampir dilakukan oleh semua umat Muslim di dunia, yakni:
  • Aqiqah, yaitu suatu kewajiban yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya yang umurnya masih kurang dari 10 hari, biasanya dengan menyediakan daging kambing atau sapi kepada tamu atau tetangga di sekitar lingkungan
  • Khitan, yaitu ritual pembersihan kepada seorang anak laki-laki dengan di potong bagian kulit kelamin dan hal ini dianggap baik untuk kesehatan dan perempuan juga dikhitan dengan di potong bagian sedikit sekali kulit kelamin
  • Akad nikah, yaitu persidangan peresmian hubungan seorang laki-laki dan perempuan sesuai syariat agama
  • Zakat dan infaq, pemberian daging hasil kurban atau sebagian harta dan pemberian harta berupa barang dan uang kepada yang berhak
  • Kurban, yaitu pemotongan hewan kurban seperti unta, sapi, kambing, atau domba pada hari idul adha
  • Puasa, yaitu menahan hawa nafsu, makan, dan minum dari waktu fajar sampai matahari terbenam selama satu bulan pada bulan Ramadan setiap tahun

Sedangkan tradisi keagamaan di dalam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang tidak dibenarkan oleh syariat adalah perayaan-perayaan yang bersifat:

Hal-hal di atas di sepakati oleh umat Muslim sebagai perayaan-perayaan yang batil menurut Agama Islam. Inti dari perayaan tersebut adalah semua yang dilarang oleh Nabi SAW maupun larangan oleh tuhan yang secara tegas tertulis dalam Al-Quran dan hadist shahih.
____________________________________

Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah sekte dengan jumlah penganut terbesar kedua dalam agama Islam, setelah Sunni. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan penganut Sunni, dan 10% penganut Syi'ah.[1] Madzhab Dua Belas Imam atau Itsna Asyariyyah merupakan yang terbanyak jumlah penganutnya dalam sekte ini, dan istilah Syi'ah secara umum sering dipakai merujuk pada mazhab ini. Pada umumnya, Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah pertama, seperti juga Sunni menolak Imamah Syi'ah setelah Ali bin Abi Thalib. Madzhab Syi'ah Zaidiyyah termasuk Syi'ah yang tidak menolak kepemimpinan tiga Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib.

Secara bahasa, kata "Syi'ah" adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamak-nya adalah "Syiya'an" (شِيَعًا). Syī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari sekte tersebut.

Etimologi

Perangko Iran bertuliskan Hadits Gadir Kum. Ketika itu Nabi Muhammad menyebut Ali sebagai mawla.

Istilah Syi'ah berasal dari Bahasa Arab (شيعة) "Syī`ah". Lafadz ini merupakan bentuk tunggal, sedangkan bentuk pluralnya adalah "Syiya'an". Pengikut Syi'ah disebut "Syī`ī" (شيعي).
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah "Syi`ah `Ali" (شيعة علي) yang berarti "pengikut Ali", yang berkenaan dengan turunnya Q.S. Al-Bayyinah ayat "khair al-bariyyah", saat turunnya ayat itu Nabi Muhammad bersabda, "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung - ya 'Ali anta wa syi'atuka hum al-faizun".[2]

Kata "Syi'ah" menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Kaum yang berkumpul atas suatu perkara.[3]

Adapun menurut terminologi Islam, kata ini bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib adalah yang paling utama di antara para sahabat dan yang berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan atas kaum Muslim, demikian pula anak cucunya.[4]

Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan.

Ikhtisar

Peta demografi persebaran dan perbandingan populasi Sunni (hijau muda) dengan Syi'ah (hijau tua).
Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.

Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Menurut keyakinan Syi'ah, Ali berkedudukan sebagai khalifah dan imam melalui washiat Nabi Muhammad.

Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Ahlus Sunnah menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.

Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.

Doktrin

Dalam Syi'ah, ada Ushulud-din (perkara pokok dalam agama) dan Furu'ud-din (perkara cabang dalam agama). Syi'ah memiliki lima perkara pokok, yaitu:
  1. Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
  2. Al-‘Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil.
  3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
  4. Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
  5. Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan.

Dalam perkara ke-nabi-an, Syi'ah berkeyakinan bahwa:
  1. Jumlah nabi dan rasul Tuhan adalah 124.000.
  2. Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad.
  3. Nabi Muhammad adalah suci dari segala aib dan tanpa cacat sedikitpun. Dia adalah nabi yang paling utama dari seluruh nabi yang pernah diutus Tuhan.
  4. Ahlul-Bait Nabi Muhammad, yaitu Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam Hasan, Imam Husain dan 9 Imam dari keturunan Imam Husain adalah manusia-manusia suci sebagaimana Nabi Muhammad.
  5. Al-Qur'an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad.

Sekte-sekte


Sekilas aliran Syi'ah dan cabang-cabangnya.
Aliran Syi'ah dalam sejarahnya terpecah-pecah dalam masalah Imamiyyah. Sekte terbesar adalah Dua Belas Imam, diikuti oleh Zaidiyyah dan Ismailiyyah. Ketiga kelompok terbesar itu mengikuti garis yang berbeda Imamiyyah, yakni:

Dua Belas Imam

Disebut juga Imamiyyah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam) karena mereka percaya bahwa yang berhak memimpin kaum Muslim hanyalah para Imam dari Ahlul-Bait, dan mereka meyakini adanya dua belas Imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan Imamnya adalah:
  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Jafar bin Muhammad (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Musa bin Ja'far (745799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
  8. Ali bin Musa (765818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
  9. Muhammad bin Ali (810835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
  10. Ali bin Muhammad (827868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
  11. Hasan bin Ali (846874), juga dikenal dengan Hasan al-Askari
  12. Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi 

 

Zaidiyyah

Disebut juga Syi'ah Lima Imam karena merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan Imamnya adalah:
  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Zaid bin Ali (658740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.

Ismailiyyah

Disebut juga Syi'ah Tujuh Imam karena mereka meyakini tujuh Imam, dan mereka percaya bahwa Imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan Imamnya adalah:
  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Ja'far bin Muhammad bin Ali (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Ismail bin Ja'far (721755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.

Status

Indonesia

Di Indonesia, Suryadharma Ali selaku menteri agama, di gedung DPR pada 25 Januari 2012 menyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama menyatakan Syiah bukan Islam, "Selain itu, Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) pernah mengeluarkan surat resmi No.724/A.II.03/101997, tertanggal 14 Oktober 1997, ditandatangani Rais Am, M Ilyas Ruchiyat dan Katib KH. Drs. Dawam Anwar, yang mengingatkan kepada bangsa Indonesia agar tidak terkecoh oleh propaganda Syiah dan perlunya umat Islam Indonesia memahami perbedaan prinsip ajaran Syiah dengan Islam. "Menag juga mengatakan Kemenag mengeluarkan surat edaran no. D/BA.01/4865/1983 tanggal 5 Desember 1983 tentang hal ihwal mengenai golongan Syiah, menyatakan Syiah tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam." Majelis Ulama Indonesia sejak lama telah mengeluarkan fatwa penyimpangan Syi'ah dan terus mengingatkan umat muslim seperti pada Rakernas MUI 7 Maret 1984[5] Selain itu, MUI Pusat telah menerbitkan buku panduan mengenai paham Syi’ah pada bulan September 2013 lalu berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia”.[6][7]

Malaysia

Pemerintah Malaysia menyatakan bahwa Syi'ah adalah sekte yang menyimpang dari Hukum Syariat dan Undang–Undang Islam yang berlaku di Malaysia, dan melarang penyebaran ajaran mereka di Malaysia.[8][9]

Yordania

Pada Juli tahun 2005, Raja Abdullah II dari Yordania mengadakan sebuah Konferensi Islam Internasional yang mengundang 200 ulama dari 50 negara, dengan tema "Islam Hakiki dan Perannya dalam Masyarakat Modern" (27-29 Jumadil Ula 1426 H. / 4-6 Juli 2005 M.) Di Amman, ulama-ulama tersebut mengeluarkan sebuah pernyataan yang dikenal dengan sebutan Risalah Amman, yang menyerukan toleransi dan persatuan antar umat Islam dari berbagai golongan dan mazhab yang berbeda-beda.[10]

Hubungan Sunni-Syi'ah

Hubungan antara Sunni dan Syi'ah telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut Bani Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syi'ah dengan nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan.[11]

Orang Islam menganggap firqah (golongan) ini tumbuh tatkala seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan terhadap Ahlul Bait, terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan.[12] Syi'ah menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif. Namun demikian, An-Naubakhti menganggap Abdullah bin Saba' benar ada, dan menuliskan hingga belasan riwayat lengkap dengan sanad yang mutawatir bahwa Abdullah bin Saba' ada.

Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan Zaidiyyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib.--> Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan di antara para sahabat mengenai masalah imamah Abu Bakar dan Umar.[13]

Istilah Rafidhah

Sebutan Rafidhah erat kaitannya dengan sebutan Imam Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan pada tahun 121 H.[14]
  • Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "Rafadhtumuunii".[15]
  • Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syi'ah, sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi'ah Zaidiyyah.
  • Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka dia (Imam Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar'."[16]
  • Pendapat juga diutarakan oleh Imam Syafi'i. Ia pernah mengutarakan pendapatnya mengenai Syi'ah dalam diwan asy-Syafi'i melalui penggalan syairnya: "Jika Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad, Maka hendaknya dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi bahwa aku adalah seorang Rafidhi.", Dia juga berkata, "Mereka mengatakan, ‘Kalau begitu Anda telah menjadi Rafidhi?’ Saya katakan, ‘Sekali-kali tidak… tidaklah al-Rafdh (menolak Khalifah Abu Bakar dan Umar) itu agamaku, tidak juga keyakinanku." Imam Asy-Syafi'i berkata: "Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi/bersumpah palsu (berdusta) dari Syi’ah Rafidhah." () [17]

Referensi

  1. ^ Christopher M. Blanchard, "Islam: Sunni and Syi'ah, Conggressional Research Service, 2010
  2. ^ Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti
  3. ^ Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji
  4. ^ Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm
  5. ^ http://www.beritasatu.com/nasional/27980-menag-syiah-bukan-islam.html
  6. ^ http://www.scribd.com/doc/183188603/BUKU-PANDUAN-MUI-MENGENAL-MEWASPADAI-PENYIMPANGAN-SYI-AH-DI-INDONESIA#download
  7. ^ http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/03/mui-minta-umat-islam-mewaspadai-aliran-syiah
  8. ^ Andreas Gerry Tuwo (10 September 2013). "Malaysia Akan Tindak Tegas Penceramah Syiah". Okezone.com. Diakses tanggal 22 September 2013.
  9. ^ "Syiah Di Malaysia". e-fatwa.gov.my. Bahagian Pengurusan Fatwa, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Diakses tanggal 22 September 2013.
  10. ^ "Jordan's 9/11: Dealing With Jihadi Islamism", Crisis Group Middle East Report N°47, 23 November 2005
  11. ^ Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829
  12. ^ Riwayat Ibnu 'Asakir dalam "Tarikh Dimasyq" [Sejarah Damaskus], dan Ibnu Abu Khaitsamah dalam "Tarikh"-nya, dengan sanad sahih, berikut beberapa penguat. Ini mematahkan klaim penganut agama Syiah untuk menganggap bahwa Abdullah bin Saba' itu tokoh fiktif.
  13. ^ Baca al-Ghadir, al-Muroja'ah, Akhirnya Kutemukan Kebenaran, dll
  14. ^ Badzlul Majhud, 1/86
  15. ^ Maqalatul Islamiyyin, 1/137
  16. ^ Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Ibnu Taimiyyah
  17. ^ Adabus Syafi’i, m/s. 187, al-Manaqib karya al-Baihaqiy, 1/468 dan Sunan al-Kubra, 10/208. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/486.
___________________________________________

Syiah (Bahasa Arab: شیعه) adalah sebuah terminologi khusus dalam dunia Islam yang memiliki dua makna, pertama, yaitu setiap muslim yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib As adalah seseorang yang ditunjuk secara langsung menjadi Imam dan Khalifah setelah Rasulullah Saw, yang mana keyakinan tersebut telah ditetapkan berdasarkan nash-nash syariat. Kedua, Mazhab Syiah, yaitu salah satu dari dua mazhab besar Islam. Dan tulisan ini membahas Syiah makna kedua.

Menurut rukun Mazhab Syiah, imam dan khalifah pengganti Nabi Saw hanya bisa ditentukan oleh Allah Swt karena persoalan ini bukan wewenang manusia. Manusia tidak berhak ikut campur dalam menentukan imam dan pengganti Rasulullah Saw. Imamah (kepemimpinan) itu seperti nubuwah (kenabian) yang merupakan wewenang Allah Swt dan rukun Islam. Nabi Saw tidak pernah lalai mengenai hal itu. Baginya, menentukan imam setelahnya adalah suatu kewajiban karena hal itu adalah bagian dari maslahat umat. Atas perintah Allah, Nabi Saw telah menyampaikan bahwa Imam Ali As sebagai imam penggantinya dalam banyak kesempatan, khususnya pada peristiwa Ghadir.

Sepanjang sejarah, para pengikut Syiah terbagi dalam berbagai kelompok. Kelompok terpenting Syiah adalah Imamiyah, Ismailiyah dan Zaidiyah. Berdasarkan riwayat, kata ‘Syiah’ pertama kali diungkapkan sendiri oleh Nabi Saw. Syiah pertama adalah sebagian sahabat besar Nabi Saw seperti Salman, Abu Dzar, Ammar dan Miqdad.

Sepanjang sejarah, mazhab Syiah memiliki andil besar dalam hal pemikiran, keilmuan dan kebudayaan. Para pengikut Syiah, khususnya pada abad-abad terakhir, berperan aktif dalam transisi politik sosial di dunia Islam.


Defenisi Syiah

Kata ‘syiah’ adalah bentuk jamak (plural) yang berarti ‘para pengikut’. Para ahli Bahasa Arab mengatakan bahwa ‘syiah’ berarti orang-orang yang menyertai figur tertentu dan menolongnya supaya kuat. Kelompok yang bersatu dalam sebuah permasalahan juga disebut ‘syiah’[1] Dalam istilah Ilmu Perbandingan Mazhab Islam, yang dimaksud dengan syiah adalah Syiah Imamiah yang merupakan mazhab Islam terbesar kedua dari segi pengikut. Kata syiah juga digunakan untuk menyebut orang-orang yang bermazhab Syiah. Pada abad pertama hijriyah, kata ‘syiah’ dalam bahasa Arab secara umum bermakna ‘sekelompok masyarakat’. [2] Jika kata tersebut digabungkan dengan kata lain maka bermakna ‘pengikut dan penolong’. [3] Sebab populernya istilah syiah adalah penggunaan gabungan kata ‘Syiah Ali As’ dalam sepanjang sejarah Islam pada abad pertama hijriah. [4] Hal ini kembali kepada pandangan sejarah, dimana sebagian kaum Muslimin sejak masa awal munculnya Islam berkeyakinan bahwa Imam Ali As memiliki hak husus menyangkut kepemimpinan umat Islam setelah Rasulullah Saw. Karena itu kelompok tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Syiah Ali. Sebagaimana yang terjadi pada perang Shiffin, sebutan ‘Syiah’ digunakan untuk sekelompok sahabat khusus Imam Ali As. [5] Kemudian dalam peristiwa perdamaian Imam Hasan As pada tahun 41 H disebutkan, salah satu syarat perjanjian yang harus disepakati adalah Muawiyah dilarang menggangu satu pun ‘Syiah Ali’. [6]
 
Istilah Syiah Ali (pengikut Ali) pertama kali muncul dalam riwayat yang disampaikan Nabi Saw. Jabir Bin Abdullah al-Anshari berkata,“Kami sedang duduk di dekat Nabi Saw, kemudian Ali Bin Abu Thalib datang. Saat itu Nabi Saw bersabda: ‘Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh orang ini dan syiahnya di hari kiamat nanti adalah orang-orang yang beruntung’.” Suyuthi meriwayatkan dari Ibnu Abas, “Ketika ayat ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh adalah sebaik-baik mahluk’[7]turun, Nabi Saw bersabda kepada Ali, ‘mereka (yang dimaksud orang-orang yang beriman dalam ayat itu) adalah engkau dan syiahmu’.” [8]
 
Nubakhti, ulama abad ke-3 dan ke-4, dalam kitab Firaqu al-Syiah menulis: “Syiah adalah kelompok yang mendukung Ali Bin Abu Thalib As. Kelompok ini dikenal hanya loyal kepada Ali. Mereka meyakini hak kepemimpinan Ali. Miqdad, Salman Alfarisi, Abu Dzar al-Ghifari, Ammar Bin Yasir dan orang-orang yang hanya mencintai Ali adalah para Syiah.” [9] Abu Hatim Sahal Bin Muhammad Sistani (wafat 250 H) berkata, “Nama (kelompok) pertama kali yang muncul dalam Islam di masa Nabi Saw adalah ‘Syiah’. Ada empat orang yang menyandang nama tersebut, yaitu Abu Dzar, Salman Alfarisi, Miqdad Bin Aswad dan Ammar Bin Yasir. Pada saat terjadi perang Shiffin, sebutan tersebut sudah dikenal luas di kalangan para pecinta dan pengikut Ali As.” [10]
 
Setelah perang Nahrawan, Imam Ali As menulis surat untuk para pengikutnya: “Bismillahirrahmanirrahim, dari hamba Allah, Amirul Mukminin Ali, untuk para pengikutnya yang mukmin dan muslim. Allah Swt berfirman, ‘Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk syiahnya (pengikutnya)’. Sebutan ini (syiah) dimuliakan Allah dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya kalian adalah syiah Muhammad Saw. Sebagaimana Muhammad yang merupakan diantara syiah Ibrahim. Sebutan ini tidak dihususkan untuk orang-orang tertentu dan bukan sesuatu yang baru… ref> Ibnu Thawus, Kashfu al-Machajjah Litsamrati al-Mahajjah, hlm. 174. Hakimi, Hamasah Ghadir, hlm. 167. Lih. Ibnu Qutaibah al-Dainuri, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 133. Al-Tsaqafi al-Kufi, al-Gharat, jld. 1, hlm. 302-303. </ref>
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika Imam Ali As menjawab pihak tertentu yang berkata kepada Imam, “Kami syiahmu”. Imam berkata, “Aku tidak melihat tanda syiah pada diri kalian”, kemudian beliau menyebutkan tanda-tanda yang dimiliki syiah. [11]
 

Sekte-sekte Syiah

Sepanjang sejarah, mazhab Syiah terpecah ke dalam beberapa kelompok. Saat ini sebagian diantaranya telah musnah. Kelompok terpenting Syiah adalah sebagai berikut:
  1. Setelah peristiwa kesyahidan Imam Husain As di Karbala, mayoritas kaum Syiah meyakini kepemimpinan Imam Ali Zainal Abidin al-Sajjad As. Adapun sebagian kecil lainnya menganggap bahwa Muhammad Bin Hanafiah, salah satu putra Ali Bin Abi Thalib As, adalah imam keempat setelah Imam Husain As. Mereka meyakininya sebagai al-Mahdi yang dijanjikan. Kelompok ini dikenal dengan sebutan Kisaniah. [12]
  2. Setelah wafatnya Imam al-Sajjad As, mayoritas Syiah meyakini kepemimpinan putra beliau yang bernama Muhammad al-Baqir As. Sedangkan sebagian kecil lainnya menganggap bahwa setelah Imam al-Sajjad, hak kepemimpinan diteruskan oleh putranya yang bernama Zaid, kelompok ini disebut Syiah Zaidiyah. [13]
  3. Setelah wafatnya Imam Muhammad al-Baqir, orang-orang Syiah meyakini kepemimpinan putranya yang bernama Imam Ja’far al-Shadiq As. Kemudian setelah wafatnya Imam Shadiq As, mayoritas Syiah meyakini putra beliau yang bernama Imam Musa al-Kadzim As sebagai imam ketujuh. Namun sebagian kelompok menganggap Ismail, putra tertua Imam Shadiq As yang telah meninggal di masa hidup ayahnya, sebagai imam. Mereka keluar dari kelompok mayoritas Syiah dan kemudian dikenal dengan sebutan Syiah Ismailiyah. Kelompok lain menganggap bahwa setelah Imam Shadiq As, yang menjadi imam adalah putra beliau yang bernama Abdullah Afthah. Kelompok lainnya menganggap bahwa yang menjadi imam adalah putra beliau yang bernama Muhammad. Bahkan ada kelompok yang meyakini bahwa garis imamah terputus pada Imam Shadiq As. Mereka meyakininya sebagai imam terakhir. [14]
  4. Setelah syahidnya Imam Musa al-Kadzim As, mayoritas Syiah meyakini bahwa putra beliau yang bernama Ali al-Ridha As adalah imam kedelapan. Sebagian kecil lainnya meyakini bahwa imamah hanya sampai pada imam ketujuh, mereka disebut kelompok Waqifiah.

Saat ini dari kelompok-kelompok tersebut yang masih ada hanya Syiah Imamiyah, Zaidiyah dan Ismailiyah.

Syiah Dua Belas Imam, Zaidiyah dan Ismailiyah

Syiah Imamiyah atau Syiah Dua Belas Imam adalah kelompok terbesar diantara pecahan Syiah yang ada. Syiah Imamiyah muncul untuk menegakkan dua hal yang sangat penting dalam tubuh Islam yang pernah disampaikan Nabi Saw kepada umat Islam di masa hayatnya. Hal tersebut adalah ‘Pemerintahan Islam dan Sumber Keilmuan’. Syiah meyakini bahwa dua hal tersebut merupakan preogratif Ahlul Bait As. [15] Syiah berpendapat: Khilafah Islam adalah hak Ali dan para keturunannya. Kekuasaannya bersifat mutlak, mencakup sisi jasmani dan rohani setiap manusia. Sebagaimana yang dijelaskan Nabi Saw dan seluruh Imam Ahlul Bait AS, para imam sekaligus khalifah setelah Nabi Saw itu berjumlah 12 orang. Mereka berkata, “Ajaran Al-Qur’an yang memuat aturan dan syariat Islam memiliki keabsahan hingga hari kiamat dan tidak akan pernah berubah. Aturan dan syariat tersebut hanya boleh dipelajari melalui jalur Ahlul Bait. [16]
Secara umum, perbedaan antara Syiah Dua Belas Imam dengan Syiah Zaidiyah dan Ismailiyah adalah sebagai berikut: Berbeda dengan Syiah 12 Imam, kebanyakan Syiah Zaidiyah tidak mensyaratkatkan imam harus dari kalangan Ahlul Bait. Mereka meyakini bahwa imam tidak terbatas hanya berjumlah 12 orang. Sedangkan dari segi fikih, mereka tidak hanya mempraktikkan fikih yang bersumber dari Ahlul Bait. Sedangkan Ismailiyah, mereka meyakini bahwa imam setelah Nabi Saw itu hanya sebatas 7 orang dan Nabi Muhammad Saw bukanlah nabi terakhir. Menurut mereka, perubahan dan pergantian syariat dalam agama itu tidak masalah. Hal itu berbeda dengan akidah Syiah Imamiyah, Syiah ini meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi terakhir dan memiliki 12 washi dan pengganti setelahnya yang telah ia tentukan atas perintah Allah Swt. Menurut Imamiyah, syariat yang ada sekarang ini merupakan hal yang telah ditetapkan, tidak bisa lagi dirubah atau dihapus. Dalam pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki makna lahir dan batin. [17]



Referensi:




(Sumber: ABNS)

Terkait Berita: