Sunni adalah mereka yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan
Al Qur'an dan
hadits yang shahih dengan pemahaman
para sahabat,
tabi'in, dan
tabi'ut tabi'in.
Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti
sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang
Rasulullah berada di atasnya dan juga
para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah yang sebenarnya adalah
para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari kiamat.
Sejarah
Perang saudara
Perselisihan pada masa kekhalifahan ke-1
Ketika Rasulullah
Muhammad SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman antara golongan
Muhajirin dan
Anshar
siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin kaum muslimin. Para sahabat
melihat hal ini akan mengakibatkan perselisihan antar kaum muslimin
Muhajirin dan Anshar. Setelah masing-masing mengajukan delegasi untuk
menentukan siapa Khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh
kaum muslimin untuk mengangkat
Abu Bakar sebagai Khalifah.
Fitnah pada masa kekhalifahan ke-3
Pada masa kekhalifahan ke-3,
Utsman bin Affan, terjadi fitnah yang cukup serius di tubuh Islam pada saat itu, yang mengakibatkan terbunuhnya
Khalifah Utsman. Pembunuhnya ialah suatu rombongan delegasi yang didirikan oleh
Abdullah bin Saba' dari
Mesir
yang hendak memberontak kepada Khalifah dan hendak membunuhnya.
Abdullah bin Saba' berhasil membangun pemahaman yang sesat untuk mengadu
domba umat Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian
masyarakat banyak saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku
pembunuhan terhadap
Utsman, berhasil membunuh dia dengan sadis ketika dia sedang membaca Qur'an.
Fitnah pada masa kekhalifahan ke-4
Segera setelah bai'at Khalifah
Ali
mengalami kesulitan bertubi-tubi. Orang-orang yang terpengaruh Abdullah
bin Saba' terus menerus mengadu domba para sahabat. Usaha mereka
berhasil. Para sahabat salah paham mengenai kasus hukum pembunuhan
Utsman. Yang pertama berasal dari istri
Rasulullah SAW,
Aisyah, yang bersama dengan
Thalhah dan yang kedua ialah bersama dengan
Zubair. Mereka berhasil diadu domba hingga terjadilah
Perang Jamal atau
Perang Unta. Dan kemudian oleh
Muawiyah yang diangkat oleh
Utsman sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya
Perang Shiffin.
Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang berselisih
mengadakan ishlah atau perdamaian. Para pemberontak tidak senang dengan
adanya perdamaian di antara kaum muslimin. Kemudian terjadi usaha
pembangkangan oleh mereka yang pada awalnya berpura-pura/munafik dan
merekalah golongan yang disebut
Khawarij.
Tahun Jama'ah
Kaum
Khawarij ingin merebut
kekhalifahan. Akan tetapi, terhalang oleh
Ali dan
Muawiyah, sehingga mereka merencanakan untuk membunuh keduanya.
Ibnu Muljam dari
Khawarij berhasil membunuh
Khalifah Ali pada saat
khalifah mengimami
salat subuh di
Kufah, tapi tidak terhadap
Muawiyah karena dijaga ketat. Bahkan
Muawiyah
berhasil mengkonsolidasikan diri dan umat Islam, berkat kecakapan
politik dan ketegaran kepemimpinannya. Karena belajar oleh berbagai
pertumpahan darah, kaum
muslim secara pragmatis dan realistis mendukung kekuasaan
de facto Muawiyah. Maka tahun itu, tahun 41
Hijriyah, secara khusus disebut
tahun persatuan ('
am al-jama'ah).
Sunnah Madinah
Kaum muslimin mendalami agama berdasarkan Al-Qur'an, dan
memperhatikan serta ingin mempertahankan sunnah Nabi di Madinah.
Akhirnya ilmu hadits yang berkembang selama beberapa abad, sampai
tuntasnya masalah pembukuan hadis sebagai wujud nyata Sunnah pada
sekitar akhir abad ke-3 hijriyah. Saat itu, lengkap sudah kodifikasi
hadis dan menghasilkan
al-Kutub al-Sittah (Buku Yang Enam) yakni oleh
al-Bukhari (w. 256 H),
Muslim (w. 261 H),
Ibnu Majah (w. 273 H),
Abu Dawud (w. 275),
al-Turmudzi (w. 279 H), dan
al-Nasa'i (w. 303 H).
Perkembangannya kemudian
Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan
mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab
yang ada di tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada
masa perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah.
Mazhab/aliran fikih
Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni.
Di dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk
diikuti. Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat
fundamental. Perbedaan mazhab bukan pada hal Aqidah (pokok keimanan)
tapi lebih pada tata cara ibadah. Para Imam mengatakan bahwa mereka
hanya ber-ijtihad dalam hal yang memang tidak ada keterangan tegas dan
jelas dalam Alquran atau untuk menentukan kapan suatu hadis bisa
diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis lain dalam tema
yang sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya adalah
terlarang dalam hal akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih
dibolehkan, karena rujukan kita adalah Rasulullah saw. dan dia memang
tidak pernah memerintahkan untuk beribadah dengan terlebih dahulu
mencari dalil-dalilnya secara langsung, karena jika hal itu wajib bagi
setiap muslim maka tidak cukup waktu sekaligus berarti agama itu tidak
lagi bersifat mudah.
Hanafi
Didirikan oleh
Imam Abu Hanifah, Mazhab Hanafi adalah yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 32%), penganutnya banyak terdapat di
Asia Selatan
Turki,
Pakistan,
India,
Bangladesh,
Sri Lanka, dan
Maladewa),
Mesir bagian Utara, separuh
Irak,
Syria,
Libanon dan
Palestina (campuran Syafi'i dan Hanafi), Kaukasia (
Chechnya,
Dagestan).
[butuh rujukan]
Maliki
Didirikan oleh
Imam Malik, diikuti oleh sekitar 20% muslim di seluruh dunia. Mazhab ini dominan di negara-negara
Afrika Barat dan Utara.
[butuh rujukan] Mazhab ini memiliki keunikan dengan menyodorkan tatacara hidup penduduk madinah sebagai sumber hukum karena Nabi
Muhammad hijrah, hidup dan meninggal di sana dan kadang-kadang kedudukannya dianggap lebih tinggi dari
hadits.
Syafi'i
Dinisbatkan kepada
Imam Syafi'i memiliki penganut sekitar 28% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar di
Turki,
Irak,
Syria,
Iran,
Mesir,
Somalia,
Yaman,
Indonesia,
Thailand,
Singapura,
Filipina,
Sri Lanka dan menjadi mazhab resmi negara
Malaysia dan
Brunei.
[butuh rujukan]
Hambali
Dimulai oleh para murid
Imam Ahmad bin Hambal. Mazhab ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah
semenanjung Arab. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di
Arab Saudi.
[butuh rujukan]
Tradisi keagamaan
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah memiliki beberapa tradisi keagamaan yang dibenarkan menurut
syariat dan hampir dilakukan oleh semua umat
Muslim di dunia, yakni:
- Aqiqah,
yaitu suatu kewajiban yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya yang
umurnya masih kurang dari 10 hari, biasanya dengan menyediakan daging kambing atau sapi kepada tamu atau tetangga di sekitar lingkungan
- Khitan, yaitu ritual pembersihan kepada seorang anak laki-laki dengan di potong bagian kulit kelamin dan hal ini dianggap baik untuk kesehatan dan perempuan juga dikhitan dengan di potong bagian sedikit sekali kulit kelamin
- Akad nikah, yaitu persidangan peresmian hubungan seorang laki-laki dan perempuan sesuai syariat agama
- Zakat dan infaq, pemberian daging hasil kurban atau sebagian harta dan pemberian harta berupa barang dan uang kepada yang berhak
- Kurban, yaitu pemotongan hewan kurban seperti unta, sapi, kambing, atau domba pada hari idul adha
- Puasa, yaitu menahan hawa nafsu, makan, dan minum dari waktu fajar sampai matahari terbenam selama satu bulan pada bulan Ramadan setiap tahun
Sedangkan tradisi keagamaan di dalam
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang tidak dibenarkan oleh
syariat adalah perayaan-perayaan yang bersifat:
Hal-hal di atas di sepakati oleh umat
Muslim
sebagai perayaan-perayaan yang batil menurut Agama Islam. Inti dari
perayaan tersebut adalah semua yang dilarang oleh Nabi SAW maupun
larangan oleh tuhan yang secara tegas tertulis dalam
Al-Quran dan
hadist shahih.
____________________________________
Syi’ah (
Bahasa Arab:
شيعة,
Bahasa Persia:
شیعه) ialah
sekte dengan jumlah penganut terbesar kedua dalam agama
Islam, setelah
Sunni. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan penganut
Sunni, dan 10% penganut Syi'ah.
[1] Madzhab
Dua Belas Imam
atau Itsna Asyariyyah merupakan yang terbanyak jumlah penganutnya dalam
sekte ini, dan istilah Syi'ah secara umum sering dipakai merujuk pada
mazhab ini. Pada umumnya, Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga
Khalifah pertama, seperti juga Sunni menolak
Imamah Syi'ah setelah
Ali bin Abi Thalib. Madzhab Syi'ah
Zaidiyyah termasuk Syi'ah yang tidak menolak kepemimpinan tiga Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib.
Secara bahasa, kata "Syi'ah" adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamak-nya adalah "Syiya'an" (
شِيَعًا).
Syī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari sekte tersebut.
Etimologi
Perangko
Iran bertuliskan Hadits Gadir Kum. Ketika itu Nabi Muhammad menyebut Ali sebagai
mawla.
Istilah
Syi'ah berasal dari
Bahasa Arab
(شيعة) "Syī`ah". Lafadz ini merupakan bentuk tunggal, sedangkan bentuk
pluralnya adalah "Syiya'an". Pengikut Syi'ah disebut "Syī`ī" (شيعي).
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah "Syi`ah `Ali"
(شيعة علي) yang berarti "pengikut Ali", yang berkenaan dengan turunnya
Q.S. Al-Bayyinah
ayat "khair al-bariyyah", saat turunnya ayat itu Nabi Muhammad
bersabda, "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang
beruntung - ya 'Ali anta wa syi'atuka hum al-faizun".
[2]
Kata "Syi'ah" menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Pembela dan
pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Kaum yang berkumpul atas
suatu perkara.
[3]
Adapun menurut terminologi Islam, kata ini bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa
Ali bin Abu Thalib adalah yang paling utama di antara para
sahabat dan yang berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan atas kaum Muslim, demikian pula anak cucunya.
[4]
Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring
dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana
Sunni juga mengalami perpecahan.
Ikhtisar
Peta demografi persebaran dan perbandingan populasi Sunni (hijau muda) dengan Syi'ah (hijau tua).
Muslim Syi'ah percaya bahwa
Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang
Qur'an dan
Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi
Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi
Sunnah.
Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa
Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu
Muhammad dan kepala keluarga
Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan
khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim
Sunni. Menurut keyakinan Syi'ah, Ali berkedudukan sebagai khalifah dan imam melalui washiat Nabi Muhammad.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Ahlus Sunnah menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan
Sunni dalam penafsiran
Al-Qur'an,
Hadits, mengenai
Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh
perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari
Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti
Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang
khalifah, Syi'ah mengakui otoritas
Imam Syi'ah (juga dikenal dengan
Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.
Doktrin
Dalam Syi'ah, ada
Ushulud-din (perkara pokok dalam agama) dan
Furu'ud-din (perkara cabang dalam agama). Syi'ah memiliki lima perkara pokok, yaitu:
- Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
- Al-‘Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil.
- An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
- Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
- Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan.
Dalam perkara ke-
nabi-an, Syi'ah berkeyakinan bahwa:
- Jumlah nabi dan rasul Tuhan adalah 124.000.
- Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad.
- Nabi Muhammad adalah suci dari segala aib dan tanpa cacat
sedikitpun. Dia adalah nabi yang paling utama dari seluruh nabi yang
pernah diutus Tuhan.
- Ahlul-Bait Nabi Muhammad, yaitu Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam
Hasan, Imam Husain dan 9 Imam dari keturunan Imam Husain adalah
manusia-manusia suci sebagaimana Nabi Muhammad.
- Al-Qur'an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad.
Sekte-sekte
Sekilas aliran Syi'ah dan cabang-cabangnya.
Aliran Syi'ah dalam sejarahnya terpecah-pecah dalam masalah
Imamiyyah. Sekte terbesar adalah Dua Belas Imam, diikuti oleh Zaidiyyah
dan Ismailiyyah. Ketiga kelompok terbesar itu mengikuti garis yang
berbeda Imamiyyah, yakni:
Dua Belas Imam
Disebut juga Imamiyyah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam) karena
mereka percaya bahwa yang berhak memimpin kaum Muslim hanyalah para Imam
dari Ahlul-Bait, dan mereka meyakini adanya dua belas Imam. Aliran ini
adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan Imamnya adalah:
- Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
- Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
- Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
- Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
- Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
- Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
- Musa bin Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
- Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
- Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
- Ali bin Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
- Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Askari
- Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi
Zaidiyyah
Disebut juga Syi'ah Lima Imam karena merupakan pengikut Zaid bin 'Ali
bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dianggap moderat karena
tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan Imamnya
adalah:
- Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
- Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
- Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
- Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
- Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.
Ismailiyyah
Disebut juga Syi'ah Tujuh Imam karena mereka meyakini tujuh Imam, dan
mereka percaya bahwa Imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan Imamnya adalah:
- Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
- Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
- Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
- Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
- Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
- Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
- Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.
Status
Indonesia
Di Indonesia,
Suryadharma Ali
selaku menteri agama, di gedung DPR pada 25 Januari 2012 menyatakan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama menyatakan Syiah
bukan Islam, "Selain itu, Pengurus Besar
Nadhlatul Ulama
(PBNU) pernah mengeluarkan surat resmi No.724/A.II.03/101997,
tertanggal 14 Oktober 1997, ditandatangani Rais Am, M Ilyas Ruchiyat dan
Katib KH. Drs. Dawam Anwar, yang mengingatkan kepada bangsa Indonesia
agar tidak terkecoh oleh propaganda Syiah dan perlunya umat Islam
Indonesia memahami perbedaan prinsip ajaran Syiah dengan Islam. "Menag
juga mengatakan Kemenag mengeluarkan surat edaran no. D/BA.01/4865/1983
tanggal 5 Desember 1983 tentang hal ihwal mengenai golongan Syiah,
menyatakan Syiah tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran
Islam." Majelis Ulama Indonesia sejak lama telah mengeluarkan fatwa
penyimpangan Syi'ah dan terus mengingatkan umat muslim seperti pada
Rakernas MUI 7 Maret 1984
[5]
Selain itu, MUI Pusat telah menerbitkan buku panduan mengenai paham
Syi’ah pada bulan September 2013 lalu berjudul “Mengenal dan Mewaspadai
Penyimpangan Syi’ah di Indonesia”.
[6][7]
Malaysia
Pemerintah Malaysia menyatakan bahwa Syi'ah adalah sekte yang
menyimpang dari Hukum Syariat dan Undang–Undang Islam yang berlaku di
Malaysia, dan melarang penyebaran ajaran mereka di Malaysia.
[8][9]
Yordania
Pada Juli tahun 2005, Raja
Abdullah II dari Yordania
mengadakan sebuah Konferensi Islam Internasional yang mengundang 200
ulama dari 50 negara, dengan tema "Islam Hakiki dan Perannya dalam
Masyarakat Modern" (27-29 Jumadil Ula 1426 H. / 4-6 Juli 2005 M.) Di
Amman, ulama-ulama tersebut mengeluarkan sebuah pernyataan yang dikenal
dengan sebutan
Risalah Amman, yang menyerukan toleransi dan persatuan antar
umat Islam dari berbagai golongan dan mazhab yang berbeda-beda.
[10]
Hubungan Sunni-Syi'ah
Hubungan antara
Sunni dan Syi'ah telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut
Bani Umayyah dan para pengikut
Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syi'ah dengan nama
Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna
meninggalkan.
[11]
Orang Islam menganggap
firqah (golongan) ini tumbuh tatkala seorang
Yahudi bernama
Abdullah bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan terhadap
Ahlul Bait, terlalu memuja-muji
Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan
kekhalifahan.
[12] Syi'ah menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif. Namun demikian,
An-Naubakhti
menganggap Abdullah bin Saba' benar ada, dan menuliskan hingga belasan
riwayat lengkap dengan sanad yang mutawatir bahwa Abdullah bin Saba'
ada.
Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan
Zaidiyyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum
Ali bin Abi Thalib.--> Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan di antara
para sahabat mengenai masalah imamah
Abu Bakar dan
Umar.
[13]
Istilah Rafidhah
Sebutan Rafidhah erat kaitannya dengan sebutan Imam
Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam
Ali Zainal Abidin, yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah
Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan pada tahun 121 H.
[14]
- Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar.
Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya)
meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?"
Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "Rafadhtumuunii".[15]
- Pendapat Ibnu Taimiyyah
dalam "Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syi'ah,
sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah menolak
Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi'ah Zaidiyyah.
- Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
berkata: "Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka
dia (Imam Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu
Bakar dan Umar'."[16]
- Pendapat juga diutarakan oleh Imam Syafi'i. Ia pernah mengutarakan pendapatnya mengenai Syi'ah dalam diwan asy-Syafi'i
melalui penggalan syairnya: "Jika Rafidhah itu adalah mencintai
keluarga Muhammad, Maka hendaknya dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi
bahwa aku adalah seorang Rafidhi.", Dia juga berkata, "Mereka
mengatakan, ‘Kalau begitu Anda telah menjadi Rafidhi?’ Saya katakan,
‘Sekali-kali tidak… tidaklah al-Rafdh (menolak Khalifah Abu Bakar dan
Umar) itu agamaku, tidak juga keyakinanku." Imam Asy-Syafi'i berkata:
"Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi/bersumpah
palsu (berdusta) dari Syi’ah Rafidhah." () [17]
Referensi
- ^ Christopher M. Blanchard, "Islam: Sunni and Syi'ah, Conggressional Research Service, 2010
- ^ Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti
- ^ Tahdzibul
Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi.
Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali
Al-Awaji
- ^ Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm
- ^ http://www.beritasatu.com/nasional/27980-menag-syiah-bukan-islam.html
- ^ http://www.scribd.com/doc/183188603/BUKU-PANDUAN-MUI-MENGENAL-MEWASPADAI-PENYIMPANGAN-SYI-AH-DI-INDONESIA#download
- ^ http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/03/mui-minta-umat-islam-mewaspadai-aliran-syiah
- ^ Andreas Gerry Tuwo (10 September 2013). "Malaysia Akan Tindak Tegas Penceramah Syiah". Okezone.com. Diakses tanggal 22 September 2013.
- ^ "Syiah Di Malaysia". e-fatwa.gov.my. Bahagian Pengurusan Fatwa, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Diakses tanggal 22 September 2013.
- ^ "Jordan's 9/11: Dealing With Jihadi Islamism", Crisis Group Middle East Report N°47, 23 November 2005
- ^ Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829
- ^ Riwayat
Ibnu 'Asakir dalam "Tarikh Dimasyq" [Sejarah Damaskus], dan Ibnu Abu
Khaitsamah dalam "Tarikh"-nya, dengan sanad sahih, berikut beberapa
penguat. Ini mematahkan klaim penganut agama Syiah untuk menganggap
bahwa Abdullah bin Saba' itu tokoh fiktif.
- ^ Baca al-Ghadir, al-Muroja'ah, Akhirnya Kutemukan Kebenaran, dll
- ^ Badzlul Majhud, 1/86
- ^ Maqalatul Islamiyyin, 1/137
- ^ Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Ibnu Taimiyyah
- ^ Adabus
Syafi’i, m/s. 187, al-Manaqib karya al-Baihaqiy, 1/468 dan Sunan
al-Kubra, 10/208. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/486.
___________________________________________
Syiah (
Bahasa Arab:
شیعه) adalah sebuah terminologi khusus dalam dunia
Islam yang memiliki dua makna, pertama, yaitu setiap muslim yang meyakini bahwa
Ali bin Abi Thalib As adalah seseorang yang ditunjuk secara langsung menjadi Imam dan Khalifah setelah
Rasulullah Saw,
yang mana keyakinan tersebut telah ditetapkan berdasarkan nash-nash
syariat. Kedua, Mazhab Syiah, yaitu salah satu dari dua mazhab besar
Islam. Dan tulisan ini membahas Syiah makna kedua.
Menurut rukun Mazhab Syiah, imam dan khalifah pengganti
Nabi Saw
hanya bisa ditentukan oleh Allah Swt karena persoalan ini bukan
wewenang manusia. Manusia tidak berhak ikut campur dalam menentukan imam
dan pengganti
Rasulullah Saw. Imamah (kepemimpinan) itu seperti nubuwah (kenabian) yang merupakan wewenang Allah Swt dan rukun
Islam.
Nabi Saw
tidak pernah lalai mengenai hal itu. Baginya, menentukan imam
setelahnya adalah suatu kewajiban karena hal itu adalah bagian dari
maslahat umat. Atas perintah Allah,
Nabi Saw telah menyampaikan bahwa
Imam Ali As sebagai imam penggantinya dalam banyak kesempatan, khususnya pada peristiwa
Ghadir.
Sepanjang sejarah, para pengikut Syiah terbagi dalam berbagai kelompok. Kelompok terpenting Syiah adalah
Imamiyah,
Ismailiyah dan
Zaidiyah. Berdasarkan riwayat, kata ‘Syiah’ pertama kali diungkapkan sendiri oleh
Nabi Saw. Syiah pertama adalah sebagian sahabat besar
Nabi Saw seperti
Salman,
Abu Dzar,
Ammar dan
Miqdad.
Sepanjang sejarah, mazhab Syiah memiliki andil besar dalam hal
pemikiran, keilmuan dan kebudayaan. Para pengikut Syiah, khususnya pada
abad-abad terakhir, berperan aktif dalam transisi politik sosial di
dunia
Islam.
Defenisi Syiah
Kata ‘syiah’ adalah bentuk jamak (plural) yang berarti ‘para
pengikut’. Para ahli Bahasa Arab mengatakan bahwa ‘syiah’ berarti
orang-orang yang menyertai figur tertentu dan menolongnya supaya kuat.
Kelompok yang bersatu dalam sebuah permasalahan juga disebut ‘syiah’
[1]
Dalam istilah Ilmu Perbandingan Mazhab Islam, yang dimaksud dengan syiah
adalah Syiah Imamiah yang merupakan mazhab Islam terbesar kedua dari
segi pengikut. Kata syiah juga digunakan untuk menyebut orang-orang yang
bermazhab Syiah.
Pada abad pertama hijriyah, kata ‘syiah’ dalam bahasa Arab secara umum
bermakna ‘sekelompok masyarakat’.
[2]
Jika kata tersebut digabungkan dengan kata lain maka bermakna ‘pengikut dan penolong’.
[3]
Sebab populernya istilah syiah adalah penggunaan gabungan kata ‘Syiah
Ali As’ dalam sepanjang sejarah Islam pada abad pertama hijriah.
[4]
Hal ini kembali kepada pandangan sejarah, dimana sebagian kaum Muslimin
sejak masa awal munculnya Islam berkeyakinan bahwa Imam Ali As memiliki
hak husus menyangkut kepemimpinan umat Islam setelah Rasulullah Saw.
Karena itu kelompok tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Syiah Ali.
Sebagaimana yang terjadi pada perang Shiffin, sebutan ‘Syiah’ digunakan
untuk sekelompok sahabat khusus Imam Ali As.
[5]
Kemudian dalam peristiwa perdamaian Imam Hasan As pada tahun 41 H
disebutkan, salah satu syarat perjanjian yang harus disepakati adalah
Muawiyah dilarang menggangu satu pun ‘Syiah Ali’.
[6]
Istilah Syiah Ali (pengikut Ali) pertama kali muncul dalam
riwayat yang disampaikan Nabi Saw. Jabir Bin Abdullah al-Anshari
berkata,“Kami sedang duduk di dekat Nabi Saw, kemudian Ali Bin Abu
Thalib datang. Saat itu Nabi Saw bersabda:
‘Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh orang ini dan syiahnya
di hari kiamat nanti adalah orang-orang yang beruntung’.”
Suyuthi meriwayatkan dari Ibnu Abas, “Ketika ayat ‘Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh adalah sebaik-baik
mahluk’
[7]turun,
Nabi Saw bersabda kepada Ali, ‘mereka (yang dimaksud orang-orang yang
beriman dalam ayat itu) adalah engkau dan syiahmu’.”
[8]
Nubakhti, ulama abad ke-3 dan ke-4, dalam kitab Firaqu al-Syiah
menulis: “Syiah adalah kelompok yang mendukung Ali Bin Abu Thalib As.
Kelompok ini dikenal hanya loyal kepada Ali. Mereka meyakini hak
kepemimpinan Ali. Miqdad, Salman Alfarisi, Abu Dzar al-Ghifari, Ammar
Bin Yasir dan orang-orang yang hanya mencintai Ali adalah para Syiah.”
[9]
Abu Hatim Sahal Bin Muhammad Sistani (wafat 250 H) berkata, “Nama
(kelompok) pertama kali yang muncul dalam Islam di masa Nabi Saw adalah
‘Syiah’. Ada empat orang yang menyandang nama tersebut, yaitu Abu Dzar,
Salman Alfarisi, Miqdad Bin Aswad dan Ammar Bin Yasir. Pada saat terjadi
perang Shiffin, sebutan tersebut sudah dikenal luas di kalangan para
pecinta dan pengikut Ali As.”
[10]
Setelah perang Nahrawan, Imam Ali As menulis surat untuk para
pengikutnya:
“Bismillahirrahmanirrahim, dari hamba Allah, Amirul Mukminin Ali, untuk
para pengikutnya yang mukmin dan muslim. Allah Swt berfirman, ‘Dan
sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk syiahnya (pengikutnya)’.
Sebutan ini (syiah) dimuliakan Allah dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya
kalian adalah syiah Muhammad Saw. Sebagaimana Muhammad yang merupakan
diantara syiah Ibrahim. Sebutan ini tidak dihususkan untuk orang-orang
tertentu dan bukan sesuatu yang baru… ref> Ibnu Thawus, Kashfu
al-Machajjah Litsamrati al-Mahajjah, hlm. 174. Hakimi, Hamasah Ghadir,
hlm. 167. Lih. Ibnu Qutaibah al-Dainuri, al-Imamah wa al-Siyasah, jld.
1, hlm. 133. Al-Tsaqafi al-Kufi, al-Gharat, jld. 1, hlm. 302-303.
</ref>
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika Imam Ali As menjawab
pihak tertentu yang berkata kepada Imam, “Kami syiahmu”. Imam berkata,
“Aku tidak melihat tanda syiah pada diri kalian”, kemudian beliau
menyebutkan tanda-tanda yang dimiliki syiah.
[11]
Sekte-sekte Syiah
Sepanjang sejarah, mazhab Syiah terpecah ke dalam beberapa kelompok.
Saat ini sebagian diantaranya telah musnah. Kelompok terpenting Syiah
adalah sebagai berikut:
- Setelah peristiwa kesyahidan Imam Husain As di Karbala, mayoritas kaum Syiah meyakini kepemimpinan Imam Ali Zainal Abidin al-Sajjad As.
Adapun sebagian kecil lainnya menganggap bahwa Muhammad Bin Hanafiah,
salah satu putra Ali Bin Abi Thalib As, adalah imam keempat setelah Imam
Husain As. Mereka meyakininya sebagai al-Mahdi yang dijanjikan.
Kelompok ini dikenal dengan sebutan Kisaniah. [12]
- Setelah wafatnya Imam al-Sajjad As, mayoritas Syiah meyakini
kepemimpinan putra beliau yang bernama Muhammad al-Baqir As. Sedangkan
sebagian kecil lainnya menganggap bahwa setelah Imam al-Sajjad, hak
kepemimpinan diteruskan oleh putranya yang bernama Zaid, kelompok ini
disebut Syiah Zaidiyah. [13]
- Setelah wafatnya Imam Muhammad al-Baqir, orang-orang Syiah meyakini kepemimpinan putranya yang bernama Imam Ja’far al-Shadiq As.
Kemudian setelah wafatnya Imam Shadiq As, mayoritas Syiah meyakini
putra beliau yang bernama Imam Musa al-Kadzim As sebagai imam ketujuh.
Namun sebagian kelompok menganggap Ismail, putra tertua Imam Shadiq As
yang telah meninggal di masa hidup ayahnya, sebagai imam. Mereka keluar
dari kelompok mayoritas Syiah dan kemudian dikenal dengan sebutan Syiah
Ismailiyah. Kelompok lain menganggap bahwa setelah Imam Shadiq As, yang
menjadi imam adalah putra beliau yang bernama Abdullah Afthah. Kelompok
lainnya menganggap bahwa yang menjadi imam adalah putra beliau yang
bernama Muhammad. Bahkan ada kelompok yang meyakini bahwa garis imamah
terputus pada Imam Shadiq As. Mereka meyakininya sebagai imam terakhir. [14]
- Setelah syahidnya Imam Musa al-Kadzim As, mayoritas Syiah meyakini bahwa putra beliau yang bernama Ali al-Ridha As adalah imam kedelapan. Sebagian kecil lainnya meyakini bahwa imamah hanya sampai pada imam ketujuh, mereka disebut kelompok Waqifiah.
Saat ini dari kelompok-kelompok tersebut yang masih ada hanya Syiah Imamiyah, Zaidiyah dan Ismailiyah.
Syiah Dua Belas Imam, Zaidiyah dan Ismailiyah
Syiah Imamiyah atau Syiah Dua Belas Imam adalah kelompok terbesar
diantara pecahan Syiah yang ada. Syiah Imamiyah muncul untuk menegakkan
dua hal yang sangat penting dalam tubuh Islam yang pernah disampaikan
Nabi Saw kepada umat Islam di masa hayatnya. Hal tersebut adalah
‘Pemerintahan Islam dan Sumber Keilmuan’. Syiah meyakini bahwa dua hal
tersebut merupakan preogratif Ahlul Bait As.
[15]
Syiah berpendapat: Khilafah Islam adalah hak Ali dan para keturunannya.
Kekuasaannya bersifat mutlak, mencakup sisi jasmani dan rohani setiap
manusia. Sebagaimana yang dijelaskan Nabi Saw dan seluruh Imam Ahlul
Bait AS, para imam sekaligus khalifah setelah Nabi Saw itu berjumlah 12
orang. Mereka berkata, “Ajaran Al-Qur’an yang memuat aturan dan syariat
Islam memiliki keabsahan hingga hari kiamat dan tidak akan pernah
berubah. Aturan dan syariat tersebut hanya boleh dipelajari melalui
jalur Ahlul Bait.
[16]
Secara umum, perbedaan antara Syiah Dua Belas Imam dengan Syiah
Zaidiyah dan Ismailiyah adalah sebagai berikut:
Berbeda dengan Syiah 12 Imam, kebanyakan Syiah Zaidiyah tidak
mensyaratkatkan imam harus dari kalangan Ahlul Bait. Mereka meyakini
bahwa imam tidak terbatas hanya berjumlah 12 orang. Sedangkan dari segi
fikih, mereka tidak hanya mempraktikkan fikih yang bersumber dari Ahlul
Bait. Sedangkan Ismailiyah, mereka meyakini bahwa imam setelah Nabi Saw
itu hanya sebatas 7 orang dan Nabi Muhammad Saw bukanlah nabi terakhir.
Menurut mereka, perubahan dan pergantian syariat dalam agama itu tidak
masalah. Hal itu berbeda dengan akidah Syiah Imamiyah, Syiah ini
meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi terakhir dan memiliki 12
washi dan pengganti setelahnya yang telah ia tentukan atas perintah
Allah Swt. Menurut Imamiyah, syariat yang ada sekarang ini merupakan hal
yang telah ditetapkan, tidak bisa lagi dirubah atau dihapus. Dalam
pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki makna lahir dan batin.
[17]
Referensi:
(Sumber: ABNS)