Amir Bin Fuhairah adalah salah seorang
budak milik Tufail Bin Harits yang masuk Islam ketika Rasulullah saw
menerima wahyu yang pertama. Masuk Islamnya Amir menimbulkan kemarahan
besar pada majikan dan pemimpin Quraisy yang memuja berhala. Para
pemimpin kafir Quraisy merasa cemas melihat banyak budak-budak masuk
Islam, seperti halnya Amir. Sebab hal itu akan menyuburkan pertumbuhan
Islam di kalangan mereka. Oleh karena itu, kaum kafir Quraisy berusaha
sekuat tenaga untuk menghalangi dan merintangi setiap orang yang hendak
masuk Islam denga cara apaun yang mereka kehendaki.
Pada suatu hari Amir mendapat teguran
dari pemimpin Quraisy setelah dilaporkan oleh majikannya Tufail. Sang
pemimpin itu dengan tegas berkata, “Hai Amir, segera tinggalkan agama
baru yang engkau anut itu.”
Amirpun menjawab dengan tegas pula, “Tidak! Aku sudah mantap untuk tetap dalam Islam.”
“Jika engkau mau kembali kepada agama
nenek moyang kita, engkau akan diberi hadiah dan uang yang banyak” Bujuk
pemimpin Quraisy itu.
“Aku tidak mau menukar keyakiananku dengan harta benda dunia. Bagiku keyakinan lebih berharga dari segalanya.” Tegas Amir.
“Kalau begitu, engkau layak mendapat siksaan!” kata pemimpin itu mengancam.
“Aku tidak takut ancaman itu!” kata Amir tegas.
“Keparat…!” seret budak itu dan siksa sampai ia mau tunduk kepada kita!” perintah sang pemimpin.
Kaum kafir Quraisy berdatangan mendengar
gertakan pemimpinnya. Amir diseret beramai-ramai laksana benda mati
saja. Mereka menyeret kedua kakinya sementara badannya tergeletak di
tanah. Karuan saja punggungnya lecet-lecet dan darah bercucuran. Amir
dibawa ke suatu tempat di lapangan terbuka. Di sana ia disabet dengan
cemeti secara bergantian. Akibatnya tubuh Amir memar dan terluka. Namun
Amir tetap dalam keteguhannya memegang keyakinan Islamnya. Ia menganggap
bahwa itu adalah sebagai cobaan.
Pada saat itu Abu Bakar lewat dan
melihat kerumunan mereka. Ia menghentikan langkahnya dan menghampiri
kerumunan itu. Ternyata mereka sedang menyiksa seorang budak dan ia tahu
bahwa ia adalah budak milik Tufail.
“Sungguh biadab kelakuan mereka itu.” Kata Abu Abakar dalam hati. Lalu menghampiri Tufail dan berkata,
“Tufail, aku beli budakmu itu !”.
“Silahkan, kebetulan sekali. Aku sudah muak melihat budakku itu.”
“Berapa engkau engkau jual?” tanya Abu Abakar.
“Karena engkau adalah suami dari anak
saudaraku, maka terserah engkau saja, berapa engkau bayar. ”Kata Tufail.
Abu Bakar membeli budak dengan harga yang pantas dan membawanya
pulang. Kelak ketika Rasulullah mengadakan perjanjian persaudaaran
antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, beliau memersaudarakan Amin
Bin Fuhairah sebagai kaum Muhajirin dengan Harits Bin Aus sebagai kaum
Anshar. Sejak dibeli oleh Abu Bakar, Amir selalu berada di belakang
Rasulullah ketika shalat lima waktu.
Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Amir
bekerja sebagai pedagang. Tetapi baginya berdagang bukanlah untuk
mengumpulkan kekayaan duniawi, melainkan yang terpenting baginya adalah
dapat memenuhi kebutuhan keseharian dengan cara yang halal dan tidak
mengharap-harap pemberian orang lain.
Walaupun ia rajin berdagang, tapi ia
tidak pernah menyimpan uang untuk hari esok. Kekayan yang ia miliki
hanyalah senjata untuk berperang dan beberapa potong pakaian untuk
shalat di masjid. Karena ia tidak mempunyai apa-apa, maka ketika perang
ia selalu menjadi pasukan infantri (pasukan pejalan kaki) di depan
Rasulullah saw. sang komando jihad. Pernah ketika ia mengikuti perang,
ia mengalami luka-luka, ia malah berkata, “Ini adalah peringa-tan Allah
di hari akhir nanti.”
Dalam suatu perjalanan pulang setelah
mengantarkan surat dakwah Rasulullah kepada salah seorang penguasa di
wilayah Biri Maunah, ia bersama rombongannya berkemah di untuk
berisirahat. Ketika sedang beristirahat itulah, mereka dikepung oleh
kepala suku bersama pasukannya di wilayah itu. Terdengar kepala suku itu
berkata, “ Hai kawan-kawan, segeralah minta bantuan untuk mengepung
tenda itu!”
Lalu terdengar ada seseorang yang berkata dengan suara yang keras, “Hai para utusan Nabi kini saatnya kalian mati di tanganku.”
“Wah…. Kita telah terkepung.” Kata Amir. “Kita harus melawan dengan sekuat tenaga.“ Kata yang lain.
Karena jumlah rombongan Amir dan
kawan-kawannya yang sedang beristirahat di dalam kemah itu tidak
seimbang dengan jumlah pasukan yang mengepungnya, maka mereka kalang
kabut. Meskipun mengadakan perlawanan, namun karena jumlah mereka tidak
seimbang, perlawanan mereka sia-sia. Akibatnya rombongan para utusan
Rasulullah itu banyak yang gugur sebagai syahid. Hanya tiga orang yang
berhasil meloloskan diri dan selamat, termasuk Amir bin Fuhairah.
Tetapi mereka mengejar ketiga orang tersebut. Amir ditikam dengan
tombak oleh Jabbar bin Salma. Ketika ujung tombak menembus dadanya, Amir
berkata, “Demi Allah, aku beruntung!” “Bagaimana engkau beruntung,
sedang engkau sebentar lagi akan mati?” kata Jabbar. Amir menjawab, “Aku
beruntung karena kematianku adalah sebagai syahid.”
Setelah Amir benar-benar mati terbunuh,
tiba-tiba mereka menyaksikan sesuatu yang menakjubkan, yakni tubuh Amir
melayang-layang di udara dan terbang ke langit. Mereka keheranan
menyaksikan peristiwa itu. Peristiwa itu menyadarkan mereka. Sehingga
gara-gara peristiwa itu mereka menyatakan diri masuk Islam. Setelah
mereka menjadi muslim yang taat di antara mereka ada memper-tanyakan
tentang kematian Amir bin Fuhairah yang jasadnya melayang-layang di
udara dan terbang ke angkasa.
Maka Rasulullah saw menjawab, “Jasad Amir bin Fuhairah dibawa oleh para malaikat dan dimakamkan di langit.”