Berikut Bukti-Buktinya Sebagai Berikut:
Sepertinya Imam Masjid Istiqlal Mustafa
Yakub mencatut nama Muhammadiyyah dan NU serta Ulama Indonesia mendukung
Najd (Saudi Arabia) menyerang Yaman.
Lah wong MUI selaku perwakilan Ulama Indonesia jelas2 bersikap netral dan minta semua pihak agar berdamai. Maksudnya mungkin Ulama Wahabi yg ada di NU dan Muhammadiyyah yg memang segelintir sudah menyusup di situ.
Irak hancur karena diserang AS yg
diundang Arab Saudi. Suriah hancur karena bughot yg didukung AS dan
Saudi. Yaman pun di ambang kehancuran setelah tentara AS, Inggris, dan
juga Saudi bercokol di situ.
“Dari ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman bagi kami.“ Mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan berkah.” beliau menjawab: “Ya Allah berkahilah Syam dan Yaman bagi kami.” mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan berkah.” Beliau ( Nabi Muhammad Saw ) menjawab: Di Najd itu tempatnya segala kegoncangan dan berbagai macam fitnah. Dan disana akan lahir generasi pengikut syetan.”Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (979), al-Turmudzi (3888) dan ahmad (5715).
Najd (Arab Saudi) Serang Yaman dan Syam
Irak hancur karena diserang AS yg diundang Arab Saudi. Suriah hancur
karena bughot yg didukung AS dan Saudi. Yaman pun di ambang kehancuran
setelah tentara AS, Inggris, dan juga Saudi bercokol di situ.
“Dari ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman bagi kami.“ Mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan berkah.” beliau menjawab: “Ya Allah berkahilah Syam dan Yaman bagi kami.” mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan berkah.” Beliau ( Nabi Muhammad Saw ) menjawab: Di Najd itu tempatnya segala kegoncangan dan berbagai macam fitnah. Dan disana akan lahir generasi pengikut syetan.”
Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (979), al-Turmudzi (3888)
dan ahmad (5715). Menurut para ulama seperti al-Imam al-Sayyid Ahmad
Zaini Dahlan, Al-Hafidz Al-Ghummari, al-Hafidz al-‘Abdari dan lain-lain,
maksud dari generasi pengikut syetan adalah yang akan lahir di Najd
dalam hadits tersebut adalah kelompok Wahabi.
Karena sangat pentingnya untuk mewaspadai hal
tersebut, maka akan timbul pertanyaan, siapakah kelompok Wahabi itu
sebenarnya? serta amaliyah- amaliyah seperti apa yang mereka lakukan
sehingga Nabi mengatakan bahwa mereka adalah generasi pengikut syetan?
Disini akan diuraikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sangat
fundamental tersebut.
Pelopor kelompok ini adalah Muhammad bin Abdul Wahab. Oleh karena itu
para ulama mengatakan paham/sekte ini dengan sebutan Wahabiyah,
dinisbatkan kepada ayahnya yaitu Abdul Wahab. Walaupun secara
nomenklatur penamaannya sebenarnya salah, karena pembangun pertama asas
gerakan ini adalah Muhammad, bukan Abdul Wahab. Namun bukan merupakan
esensi mengenai permasalahan ini.
(CAtatan: Penamaan Wahabi menurut nama Bapak tidak salah. DAlam Islam
kadang begitu. COntoh Hanbali itu dari bapak Ahmad bin Hanbal. BUkan
Ahmadi.)
Muhammad bin Abdul Wahab berasal dari kabilah bani Tamim, lahir tahun
1115 H, dan wafat 1206 H. menurut buku Kasyfus Syubahat yang ditulis
oleh cucunya, yaitu Abdul Lathif bin Ibrahim Ali Syekh bahwa Muhammda
bin Abdul Wahab lahir di suatu desa yang bernama “ainiyah”.
Pada awalnya dia belajar di Makkah dan Madinah, diantara gurunya adalah
Syekh Muhammad Sulaiman Al Kurdi, Syekh Abdul Wahab (ayahnya sendiri),
dan kakaknya Sulaiman bin Abdul Wahab. Namun sungguh pun demikian,
walaupun semua gurunya berfaham ahlusunnah wal jama’ah, akan tetapi
Muhammad bin abdul Wahab ini mengajarkan ajaran baru yang nyleneh dan
tidak sesuai dengan kebanyakan para ulama.
Mula-mula pada saat dia di Madinah melihat amalan-amalan/ibadat-ibadat
orang Islam dihadapan makam Nabi yang berlainan dengan syari’at Islam,
menurut pandangannya. Kemudian pindah ke Basra dan menyiarkan fatwanya
yang ganjil-ganjil tetapi dia segera diusir oleh penguasa dan
dikeluarkan dari kota Basrah.
Kemudian ia menyampaikan fatwanya yang lagi-lagi sangat ganjil di
negerinya sendiri yaitu ‘ainiyah. Tetapi Raja di negeri itu yang namanya
Utsman bin Ahmad bin Ma’mar yang mulanya menolong tetapi setelah
mendengar fatwa-fatwanya lalu mengusir dan berusaha membunuhnya.
Kemudian ia pindah ke Dur’iyah yang rajanya bernama Muhammad bin Sa’ud.
Di daerah ini Muhammad bin Abdul Wahab didukung sepenuhnya oleh penguasa
negeri tersebut, sehingga bersatulah antara ulama dan penguasa yang
akhirnya bergabunglah antara paham agama dengan raja.
Karena didukung oleh kekuasaan Raja, maka Muhammad bin Abdul Wahab
sanagt leluasa menfatwakan faham-fahamnya tersebut, bahkan pengikutnya
semakin bertambah. Biasanya dia menfatwakan orang-orang di Makkah itu
banyak yang kafir, karena mereka berdo’a dengan bertawasul dihadapan
makan Nabi, membolehkan berkunjung jauh menziarahi makam Nabi,
memuji-muji Nabi dengan membaca sholawat burdah, dalailul khairat yang
dianggap berlebih-lebihan memuji Nabi, membaca kisah-kisah maulid
Barzanji dan akhirnya mereka dikafirkan karena tidak mau mengikuti
Muhammad bin Abdul Wahab.
Didalam buku yang berjudul Radikalisme Sekte Wahabiyah ini penulis
banyak mengurai pendapat-pendapat mereka yang terkesan berani dan
ekstrem, antara lain: mengingkari kenabian Adam, Syits, dan Idris,
mengkafirkan Hawa, mengatakan alam azali, neraka fana’, menyerupakan
Allah dengan makhluk-Nya, mengatakan Allah jism, menisbatkan anggota
badan, duduk dan sifat-sifat makhluk kepada Allah. (hal 15).
Faham-faham Wahabi yang bisa kita lihat pada saat sekarang adalah dengan
cara mengetahui amalan-amalannya antara lain yang ditulis dalam buku
ini adalah: mengharamkan berdo’a berjama’ah, mengharamkan adzan kedua
pada sholat Jum’at, mengharamkan sholat sunnah qobliyah Jum’at,
mengharamkan berjabat tangan setelah selesai sholat berjam;ah, haram
beristigotsah, tawasul, tahlilan dan lain sebagainya.
Bahkan, untuk membongkar kesesatan faham ini ke akar-akarnya, penulis
memaparkan bagaimana afiliasi Muhammad bin Abdul Wahab serta ulama-ulama
Wahabiyah yang lain (Ibnu Baz, Al Albani dll) dengan Yahudi, bahkan
kesamaan antara paham Wahabi dengan faham Yahudi sekalipun diulas dalam
buku ini.
Penisbatan radikalisme dalam kubu gerakan ini dikarenakan barang siapa
yang tidak sesuai atau ikut dalam kelompoknya, maka halal darahnya untuk
dibunuh karena sudah berstatus kafir. Salah satu contohnya adalah
seperti yang dikutip dalam buku ini dalam koran As-Safar Sabtu 30 Mei
2001 (h.11) Muhammad Hasanin merilis isi sebuah dokumen yang mengatakan
bahwa salah seorang pembesar Wahabiyah mengatakan:
“Tidak seyogyanya ada peperangan antara orang-orang pilihan Islam
(Wahabi) kecuali melawan orang-orang musyrik dan kafir, orang kafir yang
musyrik pertama kali adalah orang-orang Turki Usmaniyah dan juga
keturunan Bani Hasyim dan ringkasnya seluruh pengikut Nabi Muhammd
selain kelompok Wahabi.”
Tiada gading yang tak retak, inilah istilah bagi setiap sesuatu pasti
memiliki kekurangan, termasuk dalam buku ini. Antara lain adalah dalam
pedoman penulisan karya ilmiah memang buku ini kurang begitu
memperhatikan. footnote yang menjadi suatu keharusan untuk
memperlihatkan validitas suatu karya terkesan diabaikan pada
bagian-bagian akhir dalam buku ini. Padahal dalam bagian yang tanpa
catatan kaki ini merupakan komponen krusial yang merupakan esesnsi
ditulisnya buku ini. Serta peredaran buku yang memang kebutuhan ummat
ini dirasa sangat minim, dikarenakan peresensi sendiri mendapatkannya
pada saat pelatihan ahlusunnah wal jama’ah bukan dengan cara membeli di
toko buku.
Namun secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dibaca oleh ummat
Islam secara keseluruhan dan semua kalangan, karena dapat membentengi
diri sekaligus mewaspadai faham-faham Wahabiyah yang dewasa ini kian
menunjukkan geliatnya.
* Koordinator ASWAJA Center IPNU IAIN Sunan Ampel Surabaya
Buku: Tunas Radikalisme dari Najd Tunas Radikalisme dari Najd
Judul Buku: Radikalisme Sekte Wahabiyah
Penulis: Syekh Fathi al Misri al Azhari
Penerjemah: Asyhari Masduqi
Penerbit: Pustaka Asy’ari
Cetakan: I, 2011
Tebal: 236 halaman
Peresensi: Winarto Eka Wahyudi*
http://ummatipress.com/generasi-pengikut-syetan-dari-najd-hijaz-arab-saudi-merambah-dunia-islam.html
Wahabi Berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.
Dari website MUI (Majelis Ulama Indonesia):
Perang Yaman Bisa Sulut Konflik Sektarian
Apr 08, 2015 by Ahmadie ThahaComments are off
Perang Yaman Bisa Sulut Konflik Sektarian
Apr 08, 2015 by Ahmadie ThahaComments are off
perang yamanPimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menggelar pertemuan dengan pimpinan ormas-ormas Islam dalam Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) di Kantor Pusat MUI di Jalan Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (07/04/2015). Sejumlah isu dalam dan luar negeri dibahas dalam pertemuan ini.
Di jumpa pers seusai pertemuan itu, Ketua
Bidang Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri KH Muhyidin Junaidi
menjelaskan, para pimpinan ormas Islam sepakat untuk bersikap netral
terkait konflik yang sedang terjadi di Yaman, dan menghimbau kepada
pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan masalah dengan damai.
“MUI sebagai civil society bersikap
netral, tidak berpihak kepada pihak yang bertikai,” tegas Muhyidin.
Pihaknya menghimbau kepada pihak-pihak yang bertikai untuk duduk bersama
menyelesaikan persoalan secara damai dengan mengedepankan musyawarah
dan dialog.
Peperangan itu, katanya, justru
menyebabkan berbagai dampak negatif baik moril maupun materiil. MUI
sebagai ormas yang tidak masuk pada ranah politik menghimbau kepada
pihak-pihak yang bertikai untuk berdamai sehingga tidak merugikan Umat
Islam dan tidak merusak nama Islam di mata dunia internasional.
Selain itu MUI juga mengharapkan agar
masyarakat Indonesia tidak terprovokasi kelompok tertentu yang ingin
mengeksploitasi pergolakan di Timur Tengah untuk menciptakan konflik
horizontal dengan mengangkat isu-isu sektarianisme. “Yang paling mudah
adalah perang antara mazhab,” lanjut Kyai Muhyidin.
Kepada pemerintah Indonesia, MUI meminta
agar berperan aktif sesuai dengan kebijakan luar negeri yang
bebas-aktif. “Saatnya Indonesia yang masyarakatnya mayoritas Muslim
terbesar di atas pemukaan bumi ini menjadi juru damai. Inilah momentum
terbaik bagi kita, karena kita memang sudah memiliki modal dasar dan
kita sudah berhasil untuk mendamaikan beberapa pihak yang bertikai di
negara ini,” tuturnyanya.
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menggelar pertemuan
dengan pimpinan ormas-ormas Islam dalam Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) di
Kantor Pusat MUI di Jalan Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat,
Selasa (07/04/2015). Sejumlah isu dalam dan luar negeri dibahas dalam
pertemuan ini.
“MUI sebagai civil society bersikap netral, tidak berpihak kepada pihak yang bertikai,” tegas Muhyidin. Pihaknya menghimbau kepada pihak-pihak yang bertikai untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan secara damai dengan mengedepankan musyawarah dan dialog.
Peperangan itu, katanya, justru menyebabkan berbagai dampak negatif baik moril maupun materiil. MUI sebagai ormas yang tidak masuk pada ranah politik menghimbau kepada pihak-pihak yang bertikai untuk berdamai sehingga tidak merugikan Umat Islam dan tidak merusak nama Islam di mata dunia internasional.
Selain itu MUI juga mengharapkan agar masyarakat Indonesia tidak terprovokasi kelompok tertentu yang ingin mengeksploitasi pergolakan di Timur Tengah untuk menciptakan konflik horizontal dengan mengangkat isu-isu sektarianisme. “Yang paling mudah adalah perang antara mazhab,” lanjut Kyai Muhyidin.
Kepada pemerintah Indonesia, MUI meminta agar berperan aktif sesuai dengan kebijakan luar negeri yang bebas-aktif. “Saatnya Indonesia yang masyarakatnya mayoritas Muslim terbesar di atas pemukaan bumi ini menjadi juru damai. Inilah momentum terbaik bagi kita, karena kita memang sudah memiliki modal dasar dan kita sudah berhasil untuk mendamaikan beberapa pihak yang bertikai di negara ini,” tuturnyanya.
=======================================
Ulama Indonesia dukung Arab Saudi terkait krisis Yaman
Sabtu, 11 April 2015 14:35 WIB | 7.079 Views
Pewarta: Atman Ahdiat
Sabtu, 11 April 2015 14:35 WIB | 7.079 Views
Pewarta: Atman Ahdiat
Jakarta (ANTARA News) – Ulama dari berbagai organisasi Islam di Indonesia pada Sabtu menyatakan dukungan mereka terhadap kebijakan Arab Saudi, yang memimpin pasukan koalisi untuk melancarkan operasi militer terhadap kelompok radikal Houthi di Yaman.
Para ulama yang di antaranya mewakili
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Al Irsyad
Al Islamiyah (Al Irsyad), Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Majelis
Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) serta Ikatan Dai Seluruh
Asia Tenggara diterima Duta Besar Kerajaan Arab Saudi Mustafa Ibrahim Al
Mubarak di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta.
Ali Musthafa Ya’qub, Imam Besar Masjid
Istiqlal yang hadir dalam pertemuan tersebut, menegaskan bahwa apa yang
terjadi di Yaman, negara berpenduduk 22 juta yang berbatasan langsung
dengan Arab Saudi, bukanlah pertikaian antara kelompok Sunni dan Syiah,
tapi kekerasan oleh kelompok radikal Houthi.
“Apa yang terjadi di Yaman bukan masalah
konflik antar kelompok agama, tapi perilaku radikal yang diperlihatkan
oleh kelompok Houthi. Kelompok ini harus segera diantisipasi karena
gerakan mereka sudah seperti teroris,” kata Ali Musthafa.
Ali Musthafa juga menegaskan bahwa
pemikiran radikal kelompok Houthi tersebut harus segera dibasmi agar
tidak menyebar ke negara lain, termasuk Indonesia.
“Gerakan kelompok ini lebih berbahaya dan
harus segera diatasi karena bukan tidak mungkin pengaruh mereka akan
sampai di Indonesia sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di
dunia,” kata Ali Musthafa menambahkan.
Mustafa Ibrahim menyampaikan ucapan
terima kasih atas dukungan para ulama Indonesia terhadap kebijakan Arab
Saudi dalam mengatasi konflik di negara tetangganya itu.
“Sebagai sebuah negara dengan penduduk
beragama Islam terbesar di dunia, saya memahami bahwa situasi di Yaman
telah mendapat perhatian luas dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu
saya ingin memberikan penjelasan secara lebih luas perihak keterlibatan
Arab Saudi yang memimpin pasukan koalisi dalam melakukan operasi
militer di Yaman,” kata Mustafa Ibrahim.
Mustafa mengatakan Arab Saudi adalah
tetangga terdekat dengan Yaman sehingga berkewajiban ikut membantu
kondisi negara itu tetap stabil dan memastikan konflik di negara itu
tidak mengganggu negara lain di kawasan.
Mustafa Ibrahim memberikan gambaran bahwa
posisi Arab Saudi ibarat sebuah tetangga yang dimintai pertolongan
ketika tetangga tersebut sedang menghadapi kesulitan.
“Dalam kasus ini, Saudi Arabia memberikan
pertolongan kepada negara tetangga Yaman ketika presiden mereka yang
sah yaitu Abdu Rabuh Mansour Hadi menghadapi ancaman kudeta kelompok
pemberontak Houthi,” katanya.
Berdasarkan atas keprihatinan karena
kelompok Houthi bisa mengancam stabilitas Yaman dan negara-negara
tetangganya, ia menjelaskan, Arab Saudi yang berbatasan langsung dengan
Yaman mengambil inisitif untuk membentuk pasukan koalisi guna memerangi
Houthi yang telah menguasai sebagian wilayah Yaman.
Meski mendukung penuh operasi militer
pasukan koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi, para ulama mengimbau
pasukan koalisi hanya menyasar fasilitas militer Houthi sehingga tidak
menyebabkan warga sipil menjadi korban.
UNICEF, organisasi PBB untuk urusan
anak-anak, memperkirakan setidaknya 100.000 warga harus meninggalkan
rumah mereka dan lebih dari 600 orang tewas, termasuk sekitar 80 anak,
akibat konflik di Yaman.