Oleh : margono dwi susilo
Pendidikan
: SD-SMP-SMA di Sukoharjo Jawa Tengah; STAN-Prodip Keuangan lulus tahun
1996; FHUI lulus tahun 2002; Magister Managemen dari STIMA-IMMI tahun
2005; Pekerjaan : Kementerian Keuangan DJKN
Saya
masih ragu, karena itu, judul di atas saya beri tanda tanya. Bermula
dari sebuah buku karangan KH Fahmi Basya, ahli matematika Qur’an Dosen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berjudul Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman terbitan
Zaituna dan PT. Ufuk Publishing, cetakan I Agustus 2012.
Materi dalam
buku tersebut menurut pengakuan penulis bukan hasil kerja sehari dua
hari, tetapi telah melalui penelitian 33 tahun dan revisi puluhan kali.
Berbagai fragmen tulisan ini telah diposting di internet dengan nama flying book.
Penulis memang tidak main-main, dan menyatakan bahwa kesimpulannya
berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Pertama yang mengagetkan saya dan juga
pembaca lain adalah statement beliau yang mengatakan bahwa Nabi Sulaiman
adalah anak Nabi Daud dari seorang perempuan Jawa. Sulaiman adalah
satu-satunya nabi yang mempunyai nama depan SU. Dan SU menurut Kyai Haji
kelahiran Padang ini adalah identik dengan orang Jawa, seperti Sukarno,
Suharto, Supriyono dan seterusnya. Dengan kata lain Sulaiman adalah
nabi dari suku Jawa, dan tidak menutup kemungkinan Dawud atau Sulaiman
akhirnya menurunkan suku bangsa Jawa sekarang ini. Jawa adalah keturunan
Yahudi. Spekalusai yang berkembang istilah “Jawa” berasal dari “Jews”.
Dengan menggunakan ilmu ciptaan sendiri
yang diberi nama “matematika islam/qur’an” KH Fahmi Basya mengklaim
bahwa Borobudur adalah warisan Nabi Allah Sulaiman dengan demikian milik
kaum muslim sedunia. Bagaimana cara kerja matematika islam ini. Rumit
sekali dan cenderung “otak-atik-gathuk” menurut pepatah Jawa. Coba
perhatikan.
Proses pengklaiman borobudur tidak dimulai dari data arkeologis tetapi dari matematika islam, dimulai dari QS.71
: 15. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Alloh menciptakan tujuh langit
bertingkat-tingkat. Pernyataan langit tujuh itu memberitahukan ada
lingkaran dengan jari-jari (R) = 7. Dari ilmu matematika dasar kita tahu
bahwa 7K=22d, dan d=2R. Dengan matematika pula kita akhirnya tahu bahwa
Keliling lingkaran (K) adalah 44. Sebuah lingkaran dengan K = 44 akan
terwakili oleh bujur sangkar dengan sisi 11, bukankah 11 X 4 =44.
Artinya ada transformasi dari lingkaran berjari-jari 7 menjadi bujur
sangkar bersisi 11. Perhatikan angka 11 dan 7. Bukalah QS.11:7, disana tersebut “Dan adalah Arsy-Nya atas air”. Ingat dengan baik kata Arsy ini.
Selanjutnya kita kembali ke lingkaran
berjari-jari 7 yang bertransformasi menjadi bujur sangkar bersisi 11.
Bujur sangkar ini jika diubah menjadi kubus bersisi 11 maka ia akan
mempunyai volume sebesar 11X11X11 = 1331. Dengan terilhami oleh QS.21:30 yang menerangkan bahwa bumi dan langit itu dulunya satu lalu dipisahkan oleh
Alloh, maka KH Fahmi Basya berusaha memisahkan kode 1331 tadi menjadi
dua bilangan, yaitu 1046 dan 285. Ingat bahwa 1046 + 285 = 1331.
Himpunan 1046 ini menurut beliau adalah kode Alif-Lam-Mim.
Jika anda teliti Al-Qur’an maka akan ada 6
surat Al-Qur’an yang diawali ayat “Alif-Lam-Mim”, yaitu surat ke 2, 3,
29, 30, 31 dan 32. Total jumlah karakter Alif, Lam dan Mim dari ke-6
surat tersebut adalah 19.874, dan jika angka ini dibagi dengan 19 akan
didapat angka 1046 (kode alif-lam-mim). Terus bagaimana dengan angka
285? Jika balok himpunan 1046 diletakkan di atas piramida 285 maka ia
akan berubah menjadi piramida 286. Mengapa angka 285 menjadi 286?
Menurut beliau karena “Alif-Lam-Mim” melambangkan ayat pertama dari
QS.Albaqorah, sedangkan 285 adalah ayat selebihnya. Ketika balok
alif-lam-mim jatuh ke bumi (piramida 285) di langit terjadi bilangan
1045. (terus terang saya tidak paham kalimat terakhir ini.)
Bagaimana memahami piramida 285 atau 286
ini? Piramida ini terdiri dari 286 balok yang disusun menjadi 5 tingkat
plus satu balok puncak. Dasar piramida disusun dari 121 balok (112), lantai dua disusun dari 81 balok (92), lantai tiga disusun dari 49 balok (72), lantai empat terdiri dari 25 balok (52), lantai lima terdiri dari 9 balok (32)
dan lantai 6 (puncak) terdiri dari 1 balok besar. Lihatlah bahwa
121+81+49+25+9+1 = 286. Dan piramida 286 ini oleh KH Fahmi Basya
dianggap sebagai simbol bagian atas Borobudur (Arupa Dhatu) dengan balok
puncak sebagai stupa terbesar, dengan demikian stupa puncak Borobudur
adalah Alif-Lam-Mim menurut matematika islam. Benarkah? Nanti kita
bahas.
Dengan mengutak-atik Qur’an Surat Saba dan An-Naml, KH Fahmi Basya berani berspekulasi bahwa bagian atas Borobudur (Arupa Dhatu/ranah kesenyapan)
dahulu adalah Arsy (singgasana/istana) di istana Ratu Boko (Istana Ratu
Saba), yang dengan ilmu Kitab dipindahkan/ditransformasikan ke bagian
Rupa Dhatu (ranah rupa-rupa wujud) Candi Borobudur dengan
kecepatan hanya sekejapan mata. Bukti utama yang diajukan adalah bahwa
saat ini istana Ratu Boko memang hilang dan tinggal pondasinya saja.
Spekulasi ini berlanjut dengan klaim
bahwa Borobudur adalah peninggalan nabi Sulaiman yang pengerjaannya oleh
manusia dan Jin (dalam bukunya tersebut diatas peran Jin sangat
dominan). Untuk mendukung klaim ini penulis mengajukan argumen bahwa
relief candi begitu halus sehingga mustahil itu hasil pahatan manusia.
Untuk menguatkan argumen ini diajukan ayat-ayat Al-Qur’an yang
mengisahkan Sulaiman mempunyai kaum baik dari golongan manusia, jin dan
burung-burung. Lebih jauh Kyai kita ini menjelaskan bahwa teknik
penciptaan relief dan patung di Borobudur adalah dengan melunakan batu,
bukan pahatan, karena hanya Jin yang sanggup mengatasi batu yang lunak
(meleleh karena panas). Benarkah? Tahan dulu pendapat anda.
Untuk mendukung klaim-klaim tersebut
beliau mengajukan bukti bahwa Saba itu benar-benar di Pulau Jawa. Selama
ini para mufasir Al-Qur’an menafsirkan bahwa Saba itu letaknya di
negeri Yaman. Padahal menurut beliau bukti-bukti bahwa Saba ada di Yaman
sangat tidak mencukupi dari sudut pandang arkeologis. Coba buka QS.34:15,
terjemahannya menurut beliau adalah “Dan sungguh adalah untuk Saba pada
tempat mereka ada ayat, dua hutan sebelah kanan dan kiri.” Perhatikan
kata SABA dan HUTAN. Hutan dalam bahasa jawa kono adalah WANA, sedangkan
SABA adalah tempat berkumpul. Dari kata WANA dan SABA akan terbentuk
nama tempat yaitu WANASABA, atau sekarang WONOSOBO, sebuah kabupaten di
Jawa Tengah yang memang sangat dekat dengan komplek istana Ratu Boko
yang diklaim sebagai istana ratu Saba/Bilqis. Juga diajukan hipotesis
bahwa Kabupaten Sleman di Yogyakarta berasal dari kata Sulaiman.
Kepulauan Solomon di lautan pasifik juga ada kaitannya dengan nabi
Sulaiman.
Lebih jauh Kyai Fahmi Basya mengajukan argumen tambahan bahwa berdasarkan QS.27
: 29-30 Nabi Sulaiman pernah berkirim surat dengan kurir seekor burung
kepada ratu Bilqis di negeri Saba. Surat tersebut menurut Al-Qur’an
diawali dengan “Bismillahirrahmaanirrahim”. Untuk menunjukkan kekuasaan
dan kejayaan maka surat tersebut terbuat dari lempengan emas, dan surat
berlempeng emas ini ditemukan di kolam pemandian istana Ratu Boko. Jika
ini benar tentu merupakan bukti sahih bahwa Borobudur dan reruntuhan
istana Ratu Boko benar ada kaitan dengan nabi Sulaiman. Tetapi sayangnya
beliau tidak menjelaskan lebih lanjut perihal surat tersebut, kapan
ditemukan, siapa penemunya, apakah pendapat para pakar arkeologi tentang
inskripsi emas tersebut, hanya sekedar menampilkan fotonya saja.
BEBERAPA KEBERATAN.
Tentang Nabi Sulaiman adalah keturunan
Jawa karena ia satu-satunya nabi yang menggunakan nama SU pantas
diajukan keberatan. Bolehlah saya katakan itu kebetulan saja. Kita harus
melacak apakah orang-orang Jawa sudah lazim menggunakan nama SU sejak
zaman kuno, sezaman dengan Borobudur. Mengingat Sulaiman adalah Raja
maka kita harus menampilkan nama-nama Raja Jawa (atau bangsawan atau
orang terkenal) yang dikenal dalam sejarah. Referensi untuk hal ini
sangatlah banyak, saya menyebutkan sekedar contoh nama-nama raja
tersebut (Era Mataram Hindu sampai Majapahit) : Aji Saka, Shima,
Indrawarman, Sanjaya, Panangkaran, Syailendra, Panunggalan, Warak,
Garung, Pikatan, Kayuwangi, Watuhumalang, Dyah Wawa, Tulodong, Daksa,
Balitung, Mpu Sindok, Airlangga, Dharmawangsa Teguh, Jayabhaya, Tunggul
Ametung, Arok, Dedes, Ndok, Lohgawe, Gandring, Prapanca, Anusapati,
Tohjaya, Kebo Ijo, Ranggawuni, Wijaya, Nambi, Kebo Anabrang, Gajah Mada,
Hayam Wuruk, Tribuana Tunggadewi, Suhita dan seterusnya. Kita lihat
bahwa pada Zaman kuno nama dengan awalan SU belum lazim digunakan oleh
orang Jawa. Sebagai perkecualian mungkin nama Raja Majapahit Suhita,
tetapi nama ini baru muncul pada abad 15, tujuh abad setelah Borobudur.
Untuk memperluas cakupan, ada baiknya
kita lihat nama-nama Jawa yang sering ditampilkan dalam naskah Jawa
Kuno, seperti Kakawin atau Kidung, misalnya :Kakawin Arjunawiwaha, kita bisa sebut nama-nama seperti Niwatakawaca, Muka, Supraba, Arjuna, Matali, Menaka, Tilotama, Urvasi, Kanwa. Dalam Kakawin Hariwangsa : Jayabhaya, Bhoma, Kangsa, Kalayawana, Rukmini, Bismaka, Karawira, Kesari, Priyambada, Jarasandha, Rukma. Selanjutnya Kakawin Ghatotkacasrya menampilkan
nama-nama, yaitu : Bhupala Jayakerta, Madaharsa, Ksiti Sendari,
Abimanyu, Jurudyah, Sudarpana, Laksmana Mandrakumara, Bajradanta.
Selanjutnya dalam Kakawin Smaradahana kita
menemukan nama-nama seperti Panuluh, Manmatha, Dharmaja, Uma, Wrespati,
Nilarudraka, Ratih, Gana, Kumara, Namusti, Ratnawati, Kameswara,
Basadawa, Ratnawali, Kiranaratu dan Udayana.Kakawin Sumanasantaka,
menampilkan nama Tarnawindu, Harini, Widharba, Indumati, Citrarata,
Jayawaspa, Pratipa, Susena, Anggada, Pandya dan Awintinatha.Kakawin Siwaratrikalpa menampilkan Tanakung, Lubdhaka dan Citragupta.
Dari sekedar contoh nama-nama tokoh Jawa
diatas (baik yang historis maupun fiksi) dapat disimpulkan bahwa nama
dengan awalan SU tidak menjadi pilihan utama di jaman kuno. Memang kita
bisa sebutkan nama-nama yang memakai SU, seperti Sumbadra, Subali,
Sugriwa, Sumantri, tetapi sudah selayaknya pembaca maklum itu adalah
nama tokoh pewayangan (Mahabarata dan Ramayana) India, jadi bukan
tipikal Jawa.
Pertanyaannya, sejak kapan orang jawa
ramai-ramai menggunakan nama SU? Tentu tidak ada kepastian. Tetapi
bolehlah dibuat hipotesis bahwa nama dengan SU mulai populer sejak abad
18, tatkala raja Mataram Islam mulai menggunakan gelar SUSUHUNAN dan
menanggalkan gelar Sultan. SU artinya mulia/baik/unggul, sedangkan
SUHUNAN (SUNAN) adalah gelar bagi wali islam. Susuhunan berarti raja
yang mengungguli para Sunan. Memang pada waktu itu pengaruh Sunan sangat
kuat sehingga seorang raja sekalipun perlu menggunakan rekayasa
linguistik berupa gelar-gelar yang serba unggul. Sejak periode itu (abad
19 dan 20) terjadi banjir nama orang Jawa dengan awalan SU, yang paling
terkenal Sukarno (lebih baik/unggul dari satria Karno), Suharto (unggul
dalam hal harta), Supriyono (unggul melebihi pria umumnya) dan
seterusnya.
Apa maknanya jika dikaitkan dengan
pendapat KH Fahmi Basya terkait dengan Nabi Sulaiman sebagai orang Jawa?
Dapatlah dipastikan bahwa beliau tidak memahami sejarah jawa kuno dan
terjebak pada fenomena Jawa masa kini. Justru saya meyakini bahwa diabad
21 ini orang Jawa sudah sedikit yang memberikan nama anaknya dengan
awalan SU. Nama bayi abad-21 sangat terpengaruh Arab dan Barat. Dengan
demikian pendapat bahwa Sulaiman adalah orang Jawa harus ditolak.
Keberatan lain terkait dengan penggunaan
matematika islam untuk mengklaim Borobudur dan Istana Ratu Boko. Prinsip
dalam Al-Qur’an jelas, yaitu mudah dipahami, jikapun ada ayat yang
tidak jelas tentu dicari penjelasannya pada hadist Nabi, dalam hal ini
tidak dilakukan sama sekali. Jikapun seandainya Alloh SWT hendak
mewahyukan bahwa Borobudur itu dibangun oleh Nabi Sulaiman, apakah perlu
dengan cara yang rumit, aneh dan berliku-liku seperti matematikanya KH
Fahmi Basya? Tidak mungkin, itu bertentangan dengan prinsip pewahyuan.
Hipotesis bahwa Saba ada di Jawa dan
terkait dengan Wanasaba (Wonosobo) menurut saya terlalu gegabah. Coba
perhatikan lagi ayat yang QS.34:15,
terjemahannya menurut beliau adalah “Dan sungguh adalah untuk Saba pada
tempat mereka ada ayat, dua hutan sebelah kanan dan kiri.” Kalau kita
baca teks arabnya maka yang dimaksud hutan itu adalah “jannah”. Para
ulama sepakat bahwa kata jannah dalam ayat ini tidak bisa diartikan
sebagai hutan, tetapi kebun, diayat lainnya bahkan diartikan surga. Beda
sekali pengertian antara hutan dan kebun. Kita lihat bahwa beliau
melakukan penterjemahan sekedar untuk mendukung pendapatnya. Dengan
demikian haruslah ditolak.
Benarkah surat lempengan emas nabi
Sulaiman pernah ditemukan di bekas kolam Istana Ratu Boko di Jawa
Tengah? Lempengan emas itu memang ada, tetapi bukan berbahasa Ibrani,
Aramaic atau Arab, tetapi Jawa Kuno, bunyinya “Om Rudra ya namah swaha,”
jika diartikan memang sejajar dengan Bismillahirrahmanirrahiim. Apakah
ini surat Sulaiman seperti maksud Al-Qur’an? Jelas tidak. Perhatikan ada
kata-kata “RUDRA”, nama ini adalah istilah untuk Wisnu, dewa dalam
trimurti. Apakah mungkin seorang nabi membuat kata pembuka surat yang
jelas-jelas bertentangan dengan misi kenabian? Kesimpulannya, inskripsi
emas itu adalah peninggalan hindu Jawa, dan tidak terkait dengan Nabi
Sulaiman apalagi Al-Qur’an.
BIARKAN BOROBUDUR MENCERITAKAN DIRINYA SENDIRI.
Harus diakui bahwa kapan Borobudur
dibangun dan oleh siapa tetaplah hipotesis. Pendapat terkuat mengatakan
ia dibangun pada abad ke-8 masehi oleh dinasti Syailendra pada periode
Mataram Hindu, diselesaikan pada masa Raja Samarattungga atau
Pramodyawardani. Tetapi sekali lagi ini tetap hipotesis. Sungguh, untuk
menentukan Borobudur itu bangunan bersifat apa, tidak terlalu sulit,
karena bentuk, langgam, cerita relief, stupa dan patung-patung dapat
menceritakan nyaris semuanya.
Dalam liturgi agama Budha dikenal istilah mapradaksina, yaitu
ziarah dengan cara berjalan searah jarum jam, dimulai dari pintu timur
Borobudur. Daksina artinya timur. Jika anda melakukan pradaksina sambil
membaca relief yang tertera, tingkat demi tingkat, maka akan didapat
cerita yang runut, yang telah dipecahkan oleh para pakar sebelumnya.
Borobudur terdiri dari tiga tingkat, Kama Dhatu (ranah hawa nafsu), Rupa
Dhatu (ranah rupa-rupa wujud), dan Arupa Dhatu (ranah keheningan
batin). Relief diukir pada bagian Rupa Dhatu, kecuali relief tentang
Karmawibhangga (kitab sebab-akibat/karma) yang diukir pada Kama Dhatu.
Sedangkan Arupa Dhatu berhiaskan stupa-stupa kecil dan stupa besar di
puncaknya.
Relief yang diukir sudah bisa dipecahkan
oleh para pakar arkeologi dan filologi, misal pada bagian Rupa Dhatu
tingkat I diukir relief cerita Lalitawistara, Jataka dan Awadana.
Tingkat II, III dan IV diukir relief Gandawyuha, Jataka dan Awadana.
Sekedar penjelasan Lalitawistara merupakan penggambaran riwayat Sang
Budha (walau tidak lengkap) dimulai dari turunnya Sang Budha dari surga
Tushita dan berakhir dengan khotbah pertama di Banares India. Jataka
adalah berbagai cerita tentang Sang Budha sebelum dilahirkan sebagai
Pangeran Sidharta, berisi penonjolan sikap terpuji. Sedangkan Gandawyuha
adalah cerita seorang yang bernama Sudhana yang berkelana mencari
pencerahan sejati, digambarkan dalam 460 pigura yang dipahat berdasarkan
kitab Budha aliran Mahayana yang berjudul Gandawyuha dan Bhadracari.
Yang hendak saya tegaskan disini adalah, apakah pengarang buku Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman ini
telah berhasil memecahkan bahwa relief itu bukan Lalitawistara, Jataka,
Awadana, Gandawyuha dan seterusnya? Hipotesis baru hendaknya dimulai
dengan mematahkan yang lama. Ternyata sama sekali tidak. Dari sini kita
dapat menyimpulkan bahwa beliau ini bukan ahli jawa kuno, arkeologi dan
filologi mumpuni, sehingga tidak kompeten untuk memunculkan hipotesis
baru.
Patung-patung yang berjumlah 504 juga telah menjelaskan dirinya sendiri, ia adalah patung budhis dengan mudra (sikap
duduk) yang telah dikenal luas oleh masyarakat Budha, yaitu bhumisparsa
mudra, wara mudra, dhyana mudra, abhya mudra, witarka mudra dan
sebagainya. Pengarang buku juga tidak membahas esensi patung ini. Juga,
apakah mungkin seorang nabi justru memerintahkan membuat patung
sedahsyat di Borobudur? Dari segi rasa dan pandangan mata sepintas saja,
orang muslim, kristen, dan yahudi bisa memahami itu adalah patung
budhis. Sama sekali tidak muncul kesan yang cukup bahwa Borobudur
bernuansa biblikal apalagi quranik.
Alih-alih menganalisis dan membantah apa
yang sudah nyata, justru beliau mencari-cari dan memaksakan ayat-ayat
Al-Qur’an agar selaras dengan klaimnya. Ini berbahaya. Berpotensi
merendahkan Al-Qur’an sekedar sebagai kitab sejarah murahan atau
matematika ghaib. Wallahualam.
-
You, Abdul Aziz Basyaruddin and Popo like this.
-
Tochix Älska Aiba silahkan kasih masukan2nya ya…biar lebih tercerahkan..\m/
-
Fafa Moezthofa terlampau tdk percaya jg gegabah…
-
Abdul Aziz Basyaruddin Om Rudra ya namah swaha,” jika diartikan memang sejajar dengan Bismillahirrahmanirrahiim, kalimat sengaja sy kutip dari pajenengan krn ini adalah clue yg menyambungkan makna asli dari surat “SOLOMON”, sementara Alqur’an sendiri sebenarnya bukan kitab yg berbahasa “ARAB PASARAN” sbgmn dipahami saat ini, melainkan dari bhs A’RAB yg makna substansinya adalah “BAHASA ASLI” atau “NATURAL LANGUAGE”, tentu ini akan bersambung dg makna substansi bahasa “JAWA” yakni “ORIGIN” hingga seorang Prof jebolan Oxford menyebut “BANGSA JAWA” sbg “ORIGIN SPECIES”, yakni asal usul bangsa2 di dunia, juga asal usul bahasa2 di dunia. Tanda “NEGERI SABA” dalam Alqur’an adalah “JANNAH” yg artinya “SORGA”, ini juga menunjuk bahwa negeri Saba itu adalah “ATLANTIS” yg juga artinya “SORGA”, sementara Rafles dalam bukunya “THE HISTORY OF JAVA” menyebut Jawa berasal dari kata “JAWAWUT” sbg penanda bhw negeri ini merupakan asal usul padi2n, sbg salah satu ciri negeri “ATLANTIS” versi Plato, dan nenek moyang kita menyebut negeri ini dg sebutan “NUSWANTARA” berasal dari kata NUSWA dan ANTARA, nuswa artinya tempat yg menyenangkan (sorga), sedang antara artinya tempat pertemuan, makna ini berimpit dg kata “SABA” dalam Alqur’an yg artinya “TEMPAT PERTEMUAN”, inilah negeri tempat bertemunya bangsa2, tempat bertemunya peradaban, dimana dalam kitab suci pendeta Mesir Kuno “THE EGYPTIAN BOOK OF THE DEAD” disebutkan bhw nenek moyang para “PHARAOH” adalah Nusantara yg mereka juluki “THE LAND OF GOD”, itulah “THE PROMISED LAND” yg di cari2 Bani Israel selama ribuan tahun, sementara kita sendiri seperti orang pikun selalu menyebut kata “JAWA DWIPA” berulang-ulang tanpa mengerti makna sebenarnya, cukuplah dg menyebut “TANAH JAWA” titik, padahal “JAWA” disini apabila diambil dari makna filosofi huruf Jawa bahwa semua huruf Jawa apabila dipangku akan mati kecuali huruf “JA” dan “WA”, maka Jawa mempunyai arti “YANG TAK PERNAH MATI”, itulah salah satu sifat Allah dalam Alqur’an : “HAYYU” – “YAHYU”, bhs Ibraninya “YAHWE – JAHWE – JAHWA – JAWA – JEHOVA, dari sini maka kita tidak salah apabila menyebut Tanah Jawa itu adalah “TANAH JEHOVA – TANAH TAOHAN” atau “THE LAND OF GOD” sebagaimana para pembesar Mesir menyebut tanah nenek moyang mereka, sumonggo !
-
Hermono Susanto Setuju dengan Abdul Aziz Basyaruddin
Dan saya ingin menambahi: silahkan cek di hirarki “language family” section pada link berikut http://en.wikipedia.org/wiki/Kawi_language
Dari paparan section itu saja dapat kita ketahui bahwahttp://en.wikipedia.org/wiki/Old_Javanese adalah moyang dari bahasahttp://en.wikipedia.org/wiki/Austronesian_languages -
Hermono Susanto Solomon/Sulaiman AS adalah seorang Nabi yang terkenal dengan berbagai mukjizat yang dianugerahi oleh Allah SWT. Silahkan cek langsung dari ensiklopedia bangsa Yahudi inihttp://www.jewishencyclopedia.com/articles/13842-solomon…
Dan beliau juga terkenal akan kemampuannya untuk travel antar dimensi ruang dan waktu [kesampingkan dahulu tentang kendaraan Abraham/Nabi Ibrahim AS yang selanjutnya menjadi kendaraan Nabi Muhammad SAW, Bouraq]. Dan, karena segala sesuatunya adalah berpedomankan dengan “Laa Hawla wa Laa Quwwata illaa Bi-llaah”; maka, segala kemungkinan dapat saja terjadi dengan bantuan Allah SWT. -
Hermono Susanto Adakah hubungannya kultur Jawa dengan Solomon/Sulaiman AS?
Silahkan unduh ebook berisi mantra-mantra yang ada di Nusantara inihttp://www.scribd.com/…
Dimana buku ini dibuat oleh Lau Soon Wah, yang merupakan seorang okultis. Selanjutnya silahkan menuju bab ke simbol yang gambarnya seperti pada cover account FB saya tersebut. Dan dari bab itu juga disebutkan bahwa simbol tersebut adalah simbol kuno yang telah dipakai oleh masyarakat pada waktu silam, yang merupakan simbol derivasian dari Solomon. -
Hermono Susanto Selanjutnya, adakah hubungan antara Borobudur dengan Solomon/Sulaiman AS?
Saya tinggal di Yogyakarta, dan sejak dari simbah saya pun, terdapat suatu folklore yang diceritakan secara turun-temurun, bahwa di Indonesia terdapat banyak candi-candi yang belum ‘ditemukan’, yang dalam pembuatannya dibantu oleh bangsa Jin [untuk hal satu ini, sudah menjadi rahasia umum].
Sementara, Solomon/Sulaiman AS terkenal mukjizatnya dapat mengendalikan bangsa Jin [ini sumber tambahan selain dari ensiklopedia diatashttp://id.wikipedia.org/wiki/Mukjizat_Sulayman]Dan, sedikit menyinggung tentang Swastika Nazi, selain seperti yang diceritakan disini http://en.wikipedia.org/wiki/Swastika tentang pemakaian lambang tersebut; Swastika Nazi memiliki kemiringan beberapa derajat, yang berartikan [berniat] untuk penguasan global, dengan “Deutschland über Alles” sebagai motto mereka. Yang mana, intinya ialah tidak boleh ada bangsa yang lebih tinggi daripada ras bangsa Arya. Makanya, Yahudi yang merupakan bangsa pilihan Tuhan pun, haruslah tunduk kepada mereka.Lantaran mempunyai ambisi yang ingin menguasai dunia, maka tidak tanggung-tanggung segala daya upaya dikerahkan untuk membabat habis lawan dari Sang Fuhrer, hingga segala sesuatu yang berhubungan dengan bangsa Yahudi pun harus dimusnahkan. Sementara, dipikirnya Borobudur adalah suatu bangunan yang ada korelasinya dengan bangsa Yahudi [ingat, Solomon/Sulaiman AS adalah Jews], tidak luput dalam rencana yang akan dihancurkan. Toh walaupun tidak secara eksplisit, dapat disimak di situs buatan fans fanatik Nazi ini http://www.patriot.dk/aryan1.html -
Hermono Susanto Simak juga situs dari para periset-periset yang sungguh-sungguh sangatlah ‘selo’ ini, yang sedikit mengupas tentang candi-candi di dunia http://www.bibliotecapleyades.net/…/esp_atlantida_4a.htm
-
Hermono Susanto Tambahan dari page orang Ceko ini, yang menyatakan kesamaan candi Hindu dengan Kuil Sulaimanhttp://www.facebook.com/photo.php?fbid=399707376819432
-
Hermono Susanto Tambahan http://www.facebook.com/…/10150535314231328
Dan saya rasa, kenapa nama Fatima disebutkan di ‘prasasti’ tersebut, nanti di kemudian hari erat kaitannya denganhttp://en.wikipedia.org/wiki/Three_Secrets_of_F%C3%A1tima dimana terdapat banyak nubuat-nubuat tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Wallahu A’lam. -
Tochix Älska Aiba waaw….patut dipelajari lagi brrti..thanx master2
-
So’ol di jaman nabi sulaiman islam belum ada ,agama tauhidnya adalah sanata dharma,orang hindustan mengadopsi sanata dharma jadi hindu.hindu yg skrng udah bnyak mengalami perubahan spt halnya nasrani.
-
Tochix Älska Aiba oya..??bisa dikasih sumbernya masbro..??..kalo nyebut Tuhan ttp ALLAH kan..??
-
So’ol tuhan memiliki banyak nama ,alllah ,illah sang hyang tunggal,sang hyang widi ,om dll,kebenaran itu adalah satu ttp mereka menyebutku dgn banyak nama
-
Tochix Älska Aiba em, gitu..jd Nabi Sulaiman, borobudur dan candiboko ..relatif benar
-
Hermono Susanto Di dalam The Book of Revelation 1:8, “l am the Alpha and the Omega, the Beginning and the End.”
Sementara, beberapa Asmaul Husna, Tuhan YME menyatakan diri dengan (ada) nama Al-’Awwal [The First (Alpha)] dan Al-’Akhir [The Last (Omega)].
-
Hermono Susanto Silahkan buka link Hebrew Bible online inihttp://www.mechon-mamre.org/p/pt/pt0101.htm
Dan, kemudian silahkan translate ayat-ayat yang di dalamnya terdapat kata ‘God’ dengan menggunakan Google Translate, dan hasil akan menunjukkan, output hasil translasi dari Hebrew Bible ke Arabic untuk idiom ‘God’ pasti الله