Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Persatuan Islam. Show all posts
Showing posts with label Persatuan Islam. Show all posts

Persatuan Islam Dalam Perspektif Ustad Muthahhari


Persatuan Islam adalah impian besar yang berusaha diwujudkan oleh semua pemikir dan cendekiawan Islam. Sebagian besar problema dunia Islam berakar dari perpecahan yang terjadi di tengah kaum Muslimin. Tentu saja kita tak bisa mengabaikan peran imprealisme, khususnya Inggris, di balik terjadinya perpecahan ini. Hanya saja, hegemoni dan ketamakan para penguasa serta kesalahan sikap dan tindakan ulama juga bisa disebut sebagai faktor lain terjadinya perpecahan umat Islam.

Harus ada langkah konkrit untuk menghilangkan perpecahan dan mewujudkan persatuan, seperti yang telah dilakukan para tokoh Sunni dan Syiah, seperti Allamah Syaikh Abdulmajid Salim, Syaikh Mahmud Syaltut, Ayatullah Boroujerdi, dan Imam Khomeini ra. Kita harus membangun persatuan di atas fondasi yang telah mereka rintis, sehingga dunia Islam bisa kembali memperoleh keagungan dan kejayaannya. Kajian atas karya-karya Syahid Muthahhari menunjukkan bahwa persatuan Islam adalah salah satu topik yang menarik perhatian beliau. Beliau memiliki beberapa pandangan penting dalam hal ini, khususnya berkenaan dengan makna persatuan Islam. Barangkali kita bisa menempuh setengah jalan menuju persatuan dengan memahami terlebih dahulu makna persatuan Islam. Di sini, kita akan melihat pandangan-pandangan beliau terkait masalah ini. Dalam makalah ‘Ghadir dan Persatuan Islam’ yang ditulis dalam rangka memperingati Allamah Amini, Syahid Muthahhari mengatakan:

“Para pemikir dan cendekiawan Muslim dewasa ini mengetahui bahwa persatuan antar mazhab Islam, khususnya di tengah upaya musuh untuk memperluas perselisihan klasik dan menciptakan perselisihan baru, adalah salah satu kebutuhan mendesak dunia Islam. Kita mengetahui bahwa persatuan dan persaudaraan Islami sangat diperhatikan oleh syariat dan merupakan salah satu tujuan penting Islam. Al-Qu'ran, Sunnah, dan sejarah adalah saksi atas hal ini.

“Apa maksud persatuan Islam? Apakah maksudnya adalah kita harus memilih salah satu mazhab Islam dan menyingkirkan mazhab selain yang kita yakini? Atau maknanya adalah kita mengambil titik persamaan dan mengesampingkan titik perbedaan? Sehingga, dengan cara ini, muncul suatu mazhab baru yang tidak menyerupai mazhab manapun? Atau maksudnya adalah bahwa persatuan Islam sama sekali tidak berkaitan dengan kemanunggalan mazhab, tapi maksudnya adalah bersatunya para pengikut berbagai mazhab—dengan segala perbedaan yang ada—untuk menghadapi musuh-musuh Islam?

“Para penentang persatuan kaum Muslimin menyodorkan persatuan Islam dengan nama ‘persatuan mazhab’ (meleburkan pelbagai mazhab dalam satu mazhab), guna menampakkannya sebagai sebuah konsep non-ilmiah dan irasional. Adalah jelas bahwa para ulama Islam tidak memaksudkan persatuan Islam dalam pengertian menggabungkan beragam mazhab dalam satu mazhab, atau mengambil titik persamaan dan membuang jauh-jauh titik perbedaan. Persatuan dalam pengertian seperti ini jelas tidak logis dan mustahil untuk dipraktekkan. Persatuan yang mereka maksud adalah bergabungnya kaum Muslimin dalam satu barisan guna menghadapi musuh bersama Islam.

“Para ulama mengatakan bahwa kaum Muslimin memiliki banyak persamaan yang bisa dijadikan fondasi sebuah persatuan yang kokoh. Mereka semua menyembah Tuhan Yang Mahaesa, mengakui kenabian Rasulullah saw, meyakini Al-Qur'an, menghadap satu kiblat (Ka`bah), melakukan haji, shalat, puasa, menjalian hubungan antara mereka melalui pernikahan, melakukan transaksi satu sama lain, dan saling menguburkan jenazah di antaramereka. Dalam masalah-masalah ini, tak ada perbedaan di antara mereka, kecuali dalam sebagian hal yang bersifat parsial (juz`i).

“Semua kaum Muslim memiliki pandangan dunia dan budaya seragam serta kebanggaan terhadap sebuah peradaban besar nan agung. Keseragaman dalam pandangan dunia, budaya, peradaban, visi, akidah, ibadah, dan ritual keagamaan, kiranya bisa menjadikan mereka sebagai sebuah bangsa bersatu dan adidaya, yang mampu memaksa kekuatan-kekuatan dunia bertekuk lutut di hadapan mereka. Literatur-literatur Islam sendiri telah menegaskan prinsip ini. Al-Qur'an menyatakan bahwa kaum Muslimin adalah saudara satu sama lain dan setiap orang Islam memiliki hak dan kewajiban terhadap saudara seagamanya.

Meskipun umat Islam memiliki ajaran seperti ini, namun mengapa kaum Muslimin tidak memanfaatkan ajaran yang agung ini dan mengimplementasikannya dalam kehidupan mereka?

“Para ulama ini berpendapat, persatuan Islam sama sekali tidak meniscayakan kaum Muslimin untuk bertoleransi dalam hal pokok atau cabang mazhab mereka. Juga tidak mengharuskan mereka menghindari argumentasi dan kajian tentang masalah pokok atau cabang yang diperselisihkan. Satu-satunya hal yang dituntut dalam persatuan Islam demi menghindari permusuhan sesama Muslim adalah, mereka tidak saling mencaci, saling menuduh, dan merendahkan pendapat pihak lain. Pendek kata, mereka tidak boleh melukai perasaan pihak lain dan keluar dari batas logika serta argumen. Setidaknya, mereka harus memerhatikan batas-batas yang ditentukan Islam dalam berdakwah kepada non-Muslim, yaitu: ‘Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik serta berdebatlah dengan cara terbaik.’

“Sebagian orang menyangka bahwa mazhab-mazhab yang hanya berbeda dalam hal cabang, seperti Syafi`i dan Hanafi, bisa bersaudara dan bergabung dalam satu barisan. Sebaliknya, mazhab-mazhab yang berbeda dalam masalah pokok, tidak mungkin bisa bersatu dan bersaudara. Menurut kalangan ini, prinsip-prinsip mazhab adalah suatu himpunan yang saling terikat, atau menurut istilah Ushul Fiqh ‘aqal wa atsar irtibathi’; bahwa hilangnya satu bagian akan berakibat pada hilangnya semua bagian. Oleh karena itu, para pendukung pendapat ini menyatakan bahwa ketika, misalnya prinsip imamah (kepemimpinan pasca Nabi saw) harus dikorbankan demi persatuan Islam, maka persatuan dan persaudaraan sama sekali tidak akan pernah terwujud. Dengan demikian, Syiah dan Ahlussunnah sama sekali tidak bisa bergandengan tangan sebagai dua saudara Muslim dan bergabung dalam satu barisan.

“Kalangan pertama menjawab, tak ada dalil bahwa prinsip-prinsip mazhab mesti dianggap sebagai sebuah himpunan yang saling terkait, hingga meniscayakan kita menerapkan prinsip ‘semua atau tidak sama sekali’. Yang berlaku di sini adalah kaidah ‘al-maysur la yasquthu bil ma`sur’ (hal yang sulit tidak menggugurkan hal yang mudah) dan ‘ma la yudraku kulluh, la yutraku kulluh’ (bila semuanya tak bisa diambil, maka jangan meninggalkan semuanya). Biografi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib adalah pelajaran terbaik bagi kita semua. Beliau menerapkan sikap rasional dan logis, yang memang pantas dilakukan manusia agung seperti dirinya.

“Ali bin Abi Thalib selalu berupaya mendapatkan kembali haknya dan memanfaatkan segala upayanya untuk melestarikan prinsip imamah. Kendati demikian, beliau tidak pernah menerapkan slogan ‘semua atau tidak sama sekali’. Sebaliknya, beliau menjadikan prinsip ‘ ma la yudraku kulluh, la yutraku kulluh’ sebagai dasar sikapnya.

“Imam Ali tidak pernah mengangkat senjata menghadapi lawan-lawan politiknya yang notabene berusaha mengambil kekuasaannya. Ini bukan karena keterpaksaan, namun sebuah langkah yang telah diperhitungkan dengan matang. Ali sama sekali tidak takut mati. Mati di jalan Allah adalah harapan terbesarnya. Ali selalu mengharapkan syahadah dan mengangankannya lebih dari hasrat bayi kepada air susu ibunya. Imam Ali menyimpulkan bahwa dalam kondisi seperti itu bekerja sama dengan pihak penguasa dan meninggalkan perlawanan bersenjata justru lebih membawa maslahat demi Islam. Beliau sendiri telah berulang kali menegaskan hal ini.

“Dalam salah satu suratnya kepada Malik Asytar (surat ke-62 dalam Nahj Al-Balaghah), beliau menulis,’Awalnya, aku tidak bersedia berbaiat, sampai aku melihat sekelompok orang telah murtad dan mengajak masyarakat menghancurkan agama Muhammad saw. Aku khawatir, jika aku tak segera bangkit menolong Islam dan kaum Muslimin, maka akan terjadi sebuah kehancuran dalam Islam, yang bencananya jauh lebih besar daripada kehilangan tampuk kekhalifahan beberapa saat saja.’

“Setelah dipilihnya Utsman oleh Abdurrahman bin Auf dalam Dewan Enam Orang yang dibentuk Khalifah Umar, Ali mengutarakan pengaduan dan sekaligus kesiapannya untuk bekerja sama. Beliau berkata ,’Kalian semua tahu bahwa aku lebih pantas menjadi khalifah dibanding orang lain. Demi Allah, selama urusan Muslimin masih berjalan baik dan para sainganku sudah cukup puas dengan menyingkirkanku dan tidak memenuhi hak pribadiku, aku akan menerimanya dan tak akan menentang.’

“Semua ini memberitahukan bahwa Ali menolak prinsip ‘semua atau tidak sama sekali’ dalam masalah ini. Kita tak perlu lebih jauh membahas tentang biografi Ali dalam masalah ini, karena bukti-bukti historis terkait masalah ini sudah cukup banyak.”

Terkait konsep persatuan Islam, Syahid Muthahhari dalam mukadimah buku Emamat va Rahbari mengatakan,”Konsep persatuan Islam yang selama seratus tahun terakhir ini mengemuka di kalangan ulama dan para pemikir Muslim, tidak berarti bahwa semua kelompok Islam harus berpaling dari prinsip akidah atau non-akidah mereka demi mewujudkan persatuan. Atau dengan kata lain, hanya mengambil titik persamaan mazhab dan membuang titik perbedaannya. Ini adalah hal yang tidak logis dan sangat tidak praktis.

“Bagaimana mungkin para pengikut suatu mazhab diminta untuk berpaling dari suatu prinsip akidah atau amalan yang diyakininya sebagai bagian dari Islam, hanya demi menjaga maslahat dan persatuan Islam? Ini sama saja dengan kita, atas nama Islam, menuntut dia menyingkirkan salah satu ajaran Islam.

“Mendorong suatu golongan untuk memegang sebuah prinsip mazhab atau mencampakkannya, bisa dilakukan dengan cara-cara lain. Cara paling lumrah adalah melalui logika dan argumen. Hanya dengan modal permohonan yang mengatasnamakan maslahat, suatu golongan tidak bisa didorong untuk meyakini sebuah prinsip atau menolaknya.

“Kita sendiri adalah golongan Syiah dan bangga telah mengikuti Ahlul Bait. Kita tidak tawar menawar demi sebuah hal paling remeh, walau hanya sebuah hukum makruh atau mustahab. Kita sama sekali tidak menerima seseorang berharap kita melakukan hal semacam ini. Kita juga tidak berharap pihak lain berpaling dari salah satu prinsip-prinsip mereka demi maslahat dan persatuan Islam. Yang kita harapkan adalah terciptanya kondisi saling memahami, sehingga khazanah keilmuan Ahlul Bait dalam bidang fikih, hadis, kalam (teoligi), filsafat, tafsir, dan sastra, bisa dipajang dan dipamerkan dengan leluasa dalam kepustakaan dunia Islam. Dengan demikian, mazhab Syiah tidak lagi menjadi golongan yang terasing dan dikucilkan.

“Mengambil titik persamaan dan membuang titik perbedaan setiap golongan, adalah pembelahan sebuah ijma` yang tersusun. Dampaknya tak lain adalah kemunculan Islam yang tidak otentik. Sebab, pada akhirnya, ajaran ekslusif sebuah mazhab bukan bagian dari Islam. Dan tak ada Islam yang terlepas dari semua hal-hal khusus dan eksklusif ini.

“Di samping itu, para pencetus persatuan Islam, yang di masa kita diwakili oleh Ayatullah Boroujerdi dari kalangan Syiah serta Allamah Syaikh Abdulmajid Salim dan Allamah Syaikh Mahmud Syaltut dari kalangan Ahlussunnah, tidak memiliki program semacam di atas. Harapan ulama-ulama besar ini adalah bahwa kelompok-kelompok Islam, dengan semua titik perbedaan yang ada dan dengan perantaraan titik persamaan yang jumlahnya lebih banyak, bisa membentuk satu front dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Mereka sama sekali tidak pernah merancang program persatuan mazhab atas nama persatuan Islam, yang sama sekali tidak bisa diaplikasikan.

“Dalam istilah kalangan awam, ada perbedaan antara satu partai dan satu front. Kesatuan partai mengharuskan tiap individu memiliki satu warna dalam hal pemikiran, ideologi, dan metode. Sedangkan arti kesatuan front adalah bahwa beragam partai dan golongan–meski berbeda dalam hal ideologi, tapi dengan perantaraan banyaknya sisi persamaan di antara mereka–membentuk satu barisan dalam menghadapi musuh yang sama. Jelas bahwa membentuk satu barisan dalam menghadapi musuh, tidak bertentangan dengan pembelaan terhadap prinsip yang kita yakini atau kritik terhadap prinsip yang diyakini saudara kita.

“Yang dipikirkan secara khusus oleh mendiang Ayatullah Boroujerdi adalah, terbukanya kesempatan untuk menyebarkan ajaran Ahlul Bait di tengah saudara-saudara Ahlussunnah kita. Menurut beliau, hal ini tidak bisa diwujudkan tanpa adanya sikap saling memahami. Dicetaknya sebagian kitab fikih Syiah di Mesir oleh orang-orang Mesir sendiri adalah berkat sikap saling memahami yang dimunculkan beliau. Ini adalah salah satu kesuksesan terpenting ulama Syiah di bidang penegakan ukhuwah islamiyah. Semoga Allah membalasnya dengan ganjaran terbaik.

“Ringkasnya, dukungan terhadap tesis persatuan Islam tidak menghalangi kita untuk menyatakan kebenaran. Yang harus dihindari adalah tindakan-tindakan yang menyinggung perasaan pihak lain. Jelas bahwa pembahasan ilmiah hanya berurusan dengan akal dan logika, bukan emosi dan perasaan.

“Beruntung bahwa di masa kini, banyak bermunculan para pengkaji Syiah yang menerapkan metode ini. Di antaranya adalah Allamah Sayyid Syarafuddin Amili, Ayatullah Syaikh Muhammad Husain Kasyiful Ghitha`, dan Allamah Syaikh Abdulhusain Amini, penulis kitab Al-Ghadir.

Sejarah kehidupan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, baik yang bersifat ucapan atau tindakan, yang bisa dipahami dari sejarah hidup beliau, adalah pelajaran terbaik bagi kita dalam masalah ini.

“Ketika Khalifah Umar ingin terjun sendiri dalam perang melawan Persia, Ali berkata, ’Jangan ikut dalam perang, sebab selama engkau berada di Madinah, musuh akan berpikir bahwa andai pasukan Muslim bisa dikalahkan, bala bantuan akan dikirim dari pusat. Namun bila engkau pergi sendiri ke medan perang, mereka akan berkata ‘ini dia pemimpin Arab’. Akibatnya, mereka akan memfokuskan kekuatan mereka guna membasmi kalian. Jika Anda meninggal, mereka akan lebih bersemangat memerangi kaum Muslimin.’(Nahj Al-Balaghah khotbah 114)

“Dalam praktiknya, Ali juga menerapkan metode ini. Dari satu sisi, beliau tidak mau menerima jabatan dari khalifah manapun, baik sebagai komandan perang, gubernur, amir haji, atau selainnya. Sebab, bila beliau menerimanya, ini menandakan beliau telah berpaling dari hak kekhalifahannya. Namun dari sisi lain, beliau tidak melarang kerabat dan sahabatnya untuk menerima jabatan, sebab itu murni kerjasama dengan para khalifah, bukan persetujuan atau legitimasi terhadap kekhalifahan mereka.

“Tindakan Ali dalam masalah ini amat diperhitungkan dan menunjukkan pengorbanan beliau demi tujuan-tujuan Islam. Beliau menyambung hubungan ketika orang lain memutusnya, dan menjalin benang yang telah diuraikan selainnya.

“Abu Sufyan berupaya memanfaatkan ketidakpuasan Ali dan membalas dendam kepada Nabi saw dalam bentuk ‘simpati’ kepada washi-nya (penerima wasiatnya). Namun Ali tidak terperdaya oleh muslihat Abu Sufyan dan mengusirnya dari sisinya.

“Di setiap zaman, orang-orang seperti Abu Sufyan dan Hay bin Akhtab selalu mengintai. Kita bisa melihat jejak-jejak para Hay bin Akhtab modern dalam banyak peristiwa di masa kini. Kaum Muslimin, khususnya Syiah dan pengikut Ali, harus menjadikan sirah Amirul Mukmiin sebagai pedoman dan tidak terperdaya oleh kelicikan orang-orang seperti Abu Sufyan dan Hay bin Akhtab.”

Melalui konsep persatuan yang diterangkan Syahid Muthahhari, bahwa persatuan Islam tidak berarti persatuan beragam mazhab, tapi setiap kelompok bisa dan harus tetap berpegangan dengan prinsip-prinsipnya, namun di sisi lain mereka bias bersatu dengan kelompok lain berdasarkan sisi persamaan yang ada dan membentuk satu barisan dalam menghadapi musuh Islam, kita dapat menyimpulkan bahwa persatuan Islam bukan sebuah mimpi yang mustahil diwujudkan. Sedikit usaha dan kejelian dalam menghadapi konspirasi musuh Islam akan menghantarkan kita kepada tujuan mulia ini. Semoga dengan terwujudnya tujuan ini, kita bisa kembali menyaksikan kebesaran dan kejayaan Dunia Islam.

Syeikh Mahmud Syaltut, Penggagas Ide Pendekatan antar Mazhab


Syekh Mahmud Syaltut adalah seorang ulama, ahli tafsir dan mufti di Kairo. Beliau juga dikenal sebagai penyeru persatuan umat islam. Sebelum dikenal sebagai pemikir dan teolog besar, beliau sudah dikenal sebagai seorang fakih dan pelopor pendekatan antar mazhab Islam.

Beliau telah melakukan langkah-langkah dasar dalam pembenahan pandangan Islam dan pendekatan antar mazhab dengan ide-idenya yang maju. Jasa-jasa beliau dalam hal ini sangatlah besar dan mendasar. Dalam salah satu fatwanya yang paling bersejarah, beliau sebagai ulama besar Ahli Sunah dan mufti Al-Azhar mengumumkan diperbolehkannya mengikuti mazhab Syi’ah.

Syekh Mahmud Syaltut lahir pada tahun 1310 H. di Buhairah, Mesir. Setelah menyelesaikan pendidikannya di universitas Iskandariah Mesir, beliau mengajar di universitas tersebut lalu pindah ke universitas Al-Azhar. Di sana beliau terus berkembang dan maju hingga pada akhirnya pada tahun 1378 H. menjadi mufti umum Al-Azhar. Beliau terus mengemban tanggung-jawab ini hingga wafat pada tahun 1383 H.

Syekh Syaltut seorang fakih yang bijak dan tidak fanatik. Beliau telah melakukan usaha-usaha yang sangat berpengaruh dalam upaya pendekatan mazhab-mazhab Islam. Para ulama dan pembesar Ahli sunah dan Syi’ah juga mendampingi beliau dalam mewujudkan hal ini.



Beliau sempat surat-menyurat dan berdialog dengan tokoh-tokoh besar (Syi’ah) seperti Muhammad Husein Kasyiful Ghita, sayyid Abdul Husein Syarafuddin Amili, dan ayatullah sayyid Husein Borujerdi. Beliau juga telah melakukan banyak hal dalam usaha pendekatan antar mazhab, antara lain:

1. Menyebarkan pemikiran pendekatan antar mazhab Islam untuk menghilangkan pertikaian dan mendirikan yayasan pendekatan antar mazhab Islam di Kairo yang bernama "Dar Al-Taqrib wa Nasyri Majallah Risalah Al-Islam".

2. Mengumpulkan dan mengoreksi validitas hadis-hadis yang sama antara Ahli Sunah dan Syi’ah, yang berhubungan dengan pendekatan antar mazhab.

3. Memasukkan fikih Syi’ah dalam mata pelajaran fikih Islam komperatif untuk mahasiswa universitas al-Azhar.

4. Dan, yang terpenting adalah fatwa beliau yang telah membenarkan mazhab syi’ah sebagai salah satu mazhab yang sah dan boleh diikuti. Padahal, sampai saat itu belum ada ulama besar dari Ahli Sunah maupun mufti Al-Azhar yang pernah memberikan fatwa seperti itu. Dengan fatwa ini beliau telah menunjukkan kebesarannya dan memperkecil jarak antar mazhab. Karena pentingnya fatwa bersejarah Syeikh Syaltut tentang pembenaran mazhab syiah ini, kami akan membawakan teks fatwa tersebut:

Seseorang telah bertanya, “Sebagian masyarakat berpendapat bahwa setiap muslim harus mengikuti salah satu fikih dari empat mazhab agar amal ibadah dan muamalahnya sah. Sedangakan Syi’ah Imamiyah dan Syi’ah Zaidiyah tidak termasuk dalam empat mazhab tersebut. Apakah anda sepakat dengan pendapat ini dan mengharamkan mengikuti mazhab Syi’ah Itsna Asyariyah (Dua Belas Imam atau Imamiyah)?

Syekh Syaltut menjawab,

1) Agama islam tidak memerintahkan umatnya untuk mengikuti mazhab tertentu. Setiap muslim boleh mengikuti mazhab apapun yang benar riwayatnya dan mempunyai kitab fikih khusus. Setiap muslim yang mengikuti mazhab tertentu dapat merujuk ke mazhab lain (mazhab apapun) dan tidak ada masalah.

2) Mazhab Ja’fari yang dikenal sebagai mazhab Syi’ah Dua Belas Imam adalah mazhab yang secara syariat boleh diikuti seperti mazhab-mazhab Ahli Sunah lainnya.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya umat islam memahami hal ini dan meninggalkan fanatisme buta terhadap mazhabnya, karena agama dan syariat Allah tidak mengikuti mazhab tertentu dan tidak pula terpaku pada mazhab tertentu, akan tetapi semua pemimpin mazhab adalah mujtahid dan ijtihad mereka sah di mata Allah Swt. Setiap muslim yang bukan mujtahid dapat merujuk kepada mazhab yang mereka pilih. Ia boleh mengikuti hukum-hukum fikih dari mazhab yang dipilih itu dan dalam hal ini tidak ada perbedaan antara ibadah dan muamalah.

Dar Al-Taqrib.

Syekh Syaltut adalah seorang tokoh besar dan pendiri “Dar Al-Taqrib bayna Al-Madzahib Al-Islamiyah” Mesir. Lembaga ini adalah sebuah institusi yang berusaha mewujudkan pendekatan dan persaudaraan serta menghilangkan perpecahan dan perselisihan yang ada antara Ahli Sunah dan Syi’ah. Yayasan ini juga memiliki misi memperkuat hubungan antara mazhab-mazhab islam; sebuah pusat pergerakan yang pada akhirnya menjadi dasar pikiran berdirinya “Majma-e Jahoni-e Taghrib-e Mazaheb-e Islami” (Forum Internasional Pendekatan Mazhab-mazhab Islam) di Iran.

Pimpinan Universitas Al-Azhar.

Beliau menjadi wakil rektor universitas tersebut pada tahun 1957 M. Pada bulan Oktober tahun 1958 beliau diangkat menjadi rektor universitas oleh presiden. Beliau mengemban tanggung-jawab ini hingga akhir hayatnya. Pemimpin besar dan cendekiawan ini wafat pada umurnya yang ke 70 di malam Jum’at tanggal 26 Rajab tahun 1383 H., yang bertepatan dengan tanggal 12 September 1963 M.

Hasil karya beliau yang populer antara lain:

Tafsir Al-Qur’an Al-Karim

Nahju Al-Qur’an fi Bina Al-mujtama’

Al-Islam, Al-Aqidah wa Al-Syariah

Al-Fatawa

Al-Qital fi Al-Islam

Min Tawjihat Al-Islam

Muqaronah Al-Madzahib fi Al-Fiqh

Fiqh Al-Qur’an

http://www.taqrib.info/indonesia

Muhammad Mustafa Muraghi, Pencetus Pendekatan Mazhab


Syekh Muhammad Mustafa Muraghi lahir dari keluarga pecinta ilmu pengetahuan di kota Muraghah propinsi Suhaj pada 5 Maret 1881 M (9 Maret tahun 1881 M/1298 H menurut versi lain).

Di masa remaja Muraghi sudah menghafal seluruh Al-Qur’an. Ia melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar dan belajar banyak dari dosen-dosen besar di sana. Dari segi umur ia adalah pelajar termuda yang mampu sampai pada tingkatan “Al-Alamiyah”. Ia juga pernah menjadi bintang pelajar. Pada usia 23 tahun ia berhasil mengerjakan semua ujian dengan baik yang diberikan oleh ustadz Imam Muhammad Abduh dan ulama lain pada 1322 H (1904 M). Semenjak itu ia menduduki banyak posisi di Al-Azhar.


Kepribadian

Ustadz Muraghi memiliki ingatan kuat dan kecerdasan tinggi yang membuatnya terkenal dengan keluasan berpikir. Ia menghormati setiap rival dan lawan diskusinya, selalu menjauhi sifat permusuhan dan kemunafikan serta tekun dalam melakukan pekerjaannya. Sedikitpun ia tidak pernah menampakkan kelelahan.


Hasil karya

Syekh Muraghi memiliki banyak hasil karya dalam bidang Tafsir Al-Qur’an, Fikih dan Sastra Arab. Selain itu, ia juga banyak memberikan program-program pembenahan terutama yang berhubungan dengan program universitas Al-Azhar dan akhlak rumah tangga. Hasil karyanya yang terpenting antara lain:

1- Al-Awliya’ wa Al-Mahjurun; buku ini berkenaan dengan masalah Fikih. Naskah asli buku ini berada di perpustakaan Al-Azhar. Karya yang mendalam ini membuat ia dinobatkan menjadi anggota “Hai’at Kibar Al-Ulama” (Majlis Ulama Besar).

2- Tafsir juz Tabaruk; ustadz Muraghi menulis tafsir ini sebagai pelengkap tafsir juz “amma” (juz terakhir) yang ditulis ustadz Muhammad Abduh.

3- Makalah tentang pentingnya penerjemahan Al-Qur’an.

4- Makalah tentang konferensi antar agama di London dengan tema “Al-Zimalah Al-Insaniyyah”.

5- Pembahasan tentang hukum-hukum Islam dan sanad hukum-hukum pernikahan dengan nomor 25 tahun 1929.

6- Pembahasan tentang ke-susastraan Arab.

7- Modul-modul pelajaran yang berisi tafsir sebagian surat-surat Al-Qur’an yang diterbitkan oleh majalah Al-Azhar. Pelajaran-pelajaran ini disuguhkan di masjid-masjid besar di Kairo dan Iskandariah yang juga dihadiri oleh Raja Faruk mulai dari tahun 1356 hingga 1364 H.


Syekh Muraghi dalam Pandangan Ulama

Banyak tokoh yang menyanjung tingkatan ilmu dan kedudukan Syekh Muraghi. Sekaitan hal ini, kami akan membawakan beberapa pernyataan tokoh-tokoh besar.

1) Doktor Sayid Muhammad Tantawi, Mufti Al-Azhar:

“Meskipun Syekh Muraghi memiliki usia yang pendek, namun jika dilihat dari hasil karya keilmuan yang ditinggalkannya, ia seakan-akan memiliki kehidupan yang panjang dan penuh makna”.

2) Doktor Ni’amat Ahmad Fuad :

“Salah satu kelebihan Syekh Muraghi adalah, ia mampu menggabungkan ilmu agama dengan ilmu umum. Ia meyakini mukjizat ilmi Al-Qur’an sesuai dengan ilmu umum. Ia juga seorang pujangga dan telah menulis banyak makalah dan syair berkenaan dengan ilmu Sastra Arab. Ia mendalami dan mengajar ilmu Teologi komperatif dengan menunjukkan keunggulan agama Islam. Ia selalu menegaskan bahwa kemajuan ilmu umum dan Filsafat tidak mampu mencegah terjadinya peperangan. Masih banyak kekerasan dan kejahatan terjadi di negara-negara maju. Hanya Islamlah yang mampu mencegah pertikaian dan pertumpahan darah”.

3) Doktor Muhammad Na’il, mantan rektor perguruan tinggi bahasa Arab dan teman dekat Imam Muraghi pernah berkata:

“Ustadz Muraghi adalah seorang revolusioner yang tidak takut pada siapapun dalam menegakkan kebenaran.”


Karir dan Keilmuan

1- Syekh Muraghi menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1322 H/ 1904 M. Setelah itu, ia diangkat oleh ustadznya Syekh Muhammad Abduh sebagai hakim di kota Danqalah, Sudan. Ia menerima tanggung jawab ini dan menjadi hakim disana sampai tahun 1907 M (selama tiga tahun). Saat itu Inggris yang berkuasa di Sudan, selalu berusaha mengganggu dan menggagalkan tugas dan kerjanya hingga pada akhirnya ia mengundurkan diri dan kembali ke Mesir.

2- Ia menjadi hakim di Mesir pada tahun 1907 M, dan juga menjadi ketua Mahkamah Agung Syar’i pada tahun 1923 M .

3- Pada tahun 1928 M ia terpilih menjadi rektor Al-Azhar. Ia adalah orang termuda yang mampu meraih tingkatan ini dalam sejarah Al-Azhar.

4- Pandangan-pandangannya tentang pembenahan program-program pembelajaran dan kurikulum di Al-Azhar ditentang oleh raja Fu’ad. Semenjak itu, ia mengundurkan diri dari rektor Al-Azhar.

5- Raja Fu’ad menarik kembali penentangannya karena desakan para dosen dan mahasiswa Al-Azhar. Syekh Muraghi kembali menjadi rektor Al-Azhar pada bulan april tahun 1935. Selama 10 tahun ia berusaha keras guna memajukan ilmu umum dan agama di Al-Azhar hingga akhirnya wafat pada tanggal 22 agustus tahun 1945.


Ide Pembenahan dan Pendekatan Mazhab-Mazhab Islam

Syekh Muraghi merupakan salah seorang pembenah dalam berbagai permasalahan di universitas Al-Azhar. Ia juga banyak melakukan pembenahan dalam bidang kehakiman dan pendekatan mazhab-mazhab Islam. Ia selalu menggunakan metode yang digunakan oleh gurunya, Syekh Muhammad Abduh. Berikut ini adalah contoh dari pembenahan-pembenahan yang telah ia lakukan:

A) Pembenahan dalam kehakiman

Almarhum Muraghi memiliki metode khusus dalam menegakkan keadilan dan membenahi urusan masyarakat. Ia berkeyakinan bahwa hakim harus mengambil sebuah hukum dari kitab suci dan sunnah nabi yang sahih. Undang-undang yang tidak bersumber dari Islam harus dihindarkan. Hakim harus terbebas dari pengaruh kekuatan apapun selain pemerintahan Ilahi, agar dapat menegakkan keadilan tanpa rasa takut. Ia berpendapat bahwa pembenahan undang-undang kehakiman adalah sebagian dari tugas kehakiman itu sendiri. Atas dasar ini, ia mendirikan suatu badan yang bertugas mengoreksi kembali undang-undang masyarakat di Mesir. Ia tidak memilih anggota badan ini dari mazhab tertentu.

Hakim-hakim Mesir kala itu hanya menggunakan fikih Hanafi dalam mengambil hukum. Ia memaksa mereka untuk memperhatikan fikih-fikih lain dan menggunakannya jika dirasa lebih baik untuk kemaslahatan masyarakat. Kepada anggota badan itu ia mengatakan, “Ambillah hukum sesuai dengan masa dan tempat. Karena syari’at Islam sangatlah mudah dan luas yang memungkinkan kita untuk mengambil hukum dalam hal undang-undang kemasyarakatan dan kriminal. Ambillah hukum itu sehingga dapat digunakan pada setiap masa.”

B) Pembenahan Al-Azhar

Salah satu masalah yang diutamakan oleh Syekh Muraghi adalah kemajuan Al-Azhar. Ia membuat sebuah komunitas pada saat menjabat sebagai rektor. Komunitas ini bertugas untuk mengoreksi kembali peraturan-peraturan dan program-program pembelajaran di Al-Azhar. Ia mengajukan beberapa peraturan baru kepada raja Fu’ad pertama yang saat itu memiliki pengaruh besar di Al-Azhar. Akan tetapi, orang-orang di sekeliling raja mengatakan bahwa Syekh Muraghi bermaksud untuk memisahkan Al-Azhar dari pengaruh istana kerajaan. Oleh karena itu, raja menolak program yang diajukan olehnya.

Ustadz Muraghi tidak menemukan jalan lain kecuali memberikan pilihan pada raja Fu’ad, yaitu menerima program-program khusus guna membenahi Al-Azhar atau ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai rektor. Raja Fu’ad menerima pengunduran dirinya. Namun, desakan para dosen dan mahasiswa yang berlangsung selama empat belas bulan memaksanya untuk kembali mengangkat Syekh Muraghi sebagai rektor Al-Azhar.

Setelah kembali menjabat rektor Al-Azhar, ia membuka tiga jurusan baru. Masa pendidikan jurusan ini adalah empat tahun. Mahasiswa yang memilih jurusan ini akan menjadi seorang ahli. Tiga jurusan tersebut adalah:

1. Fakultas Sastra Arab.

2. Fakultas Syari’at dan Undang-undang.

3. Fakultas Usuludin (Akidah).

Ustadz Muraghi menegaskan kepada pada para dosen bahwa pembelajaran harus jauh dari taklid dan menggunakan metode-metode baru, yaitu dengan mengembangkan masalah ijtihad komperatif.

Ia memerintahkan untuk menambahkan pelajaran bahasa asing agar para mahasiswa dapat menyampaikan Islam dan budaya-budaya Islam kepada non muslim. Dengan dibarengi oleh ulama-ulama besar, ia membuat komite Ifta’ (pemberian fatwa) di dalam Al-Azhar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan agama dari orang-orang maupun golongan. Ia juga membuat institusi agama terbesar di dunia Islam yang terdiri dari tiga puluh ulama. Syarat untuk menjadi anggota dalam institusi ini adalah memiliki saham yang cukup dalam menerapkan budaya Islam di dunia dan mimiliki karya ilmiah yang menunjukkan keilmuan mereka.

C) Pendekatan Mazhab-Mazhab Islam

Hal lain yang telah dilakukan Syekh Muraghi adalah pendekatan berbagai macam mazhab dan aliran. Ia telah melakukan banyak usaha dalam hal ini. Salah satunya adalah berdialog dengan Ogho Khan (pemimpin mazhab Isma’iliyah). Hal itu ia lakukan guna membentuk sebuah badan penelitian agama yang diharapkan dapat mempererat hubungan antar kaum Muslim di seluruh dunia. Tujuan lainnya adalah bekerja sama dengan instalasi-instalasi pendidikan di negara-negara Islam lain untuk menghubungkan dan mendekatkan kaum Muslimin meskipun dari mazhab atau aliran yang berbeda-beda.

Usaha-usaha inilah yang membuat Syekh Mustofa Muraghi dikenal sebagai salah satu pencetus “Pendekatan Mazhab Islam” di abad keempat belas.


Wafat

Syekh Muraghi wafat pada umur 64 tahun di hari Rabu 13 Ramadhan 1362 (dalam sumber lain 1364) yang bertepatan dengan tanggal 21 Agustus 1945.

Sumber: http://www.taqrib.info/indonesia 

FOTO PERSAUDARAAN ANTAR MAZHAB

Yasser Arafat Pemimpin PLO Palestina dan Khomaini.










 Syaikh Ahmad Yassin (Mendiang Pemimpin HAMAS) berMAZHAB SUNNI
dalam kunjungannya ke Iran pada tahun 1998, menyampaikan bahwa negara yang secara resmi pertama kali mendukung perjuangan HAMAS adalah Republik Islam Iran.

 




Syaikh Ahmad Yassin bersamaAyatullah al Uzhma Sayyid Kadzim Hairi.

 
 

Bersama dengan Ayatullah Misbah Yazdi, pimpinan Majma Jahani Ahlul Bait kala itu


 
peristiwa-diskusi-palestina-06 

Amsir.
Para peserta berfoto bersama seusai acara penutupan Rekomendasi Konferensi Internasional.

 Ayatullah Ali Tazkiri sedang berbincang dengan Rais Syuriyah PBNU KH Syaifuddin.
 
 KH Said Aqil Siradj mendapatkan cenderamata dari Iran.

Ayatullah Ali Tazkiri (kanan), Qazi Asgar, wakil pemimpin tertinggi (Wali Fakih) dalam urusan haji Iran (tengah), dan KH Said Aqil Siradj.

 Ayatullah Ali Tazkiri menyampaikan pidato pembukaan mewakili Iran.

Para ulama Iran dan pengurus NU mengadakan pertemuan khusus sesaat sebelum acara konferensi.
 
 NAHDATUL ULAMA, MENCONTOHKAN PERSATUAN SEJAK AWAL.




Tiga ulama yang mewakili kelompok Sunni dan Syiah berdoa bersama dalam pembukaan Konferensi Ulama dan Cendekiawan Muslim se-Dunia (International Conference of Islamic Scholars-ICIS) ke-3 di Hotel Borobudor, Jakarta, 30 Juli 2008. Di antaranya, Ayatollah Ali Taskhiri (ulama asal Iran dan Ketua Dewan Perbandingan Mazhab Islam), Wahbah Azzuhaili (ulama asal Suriah yang juga Guru Besar pada Universitas Damaskus, Suriah) dan KH Tolhah Hasan (Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama).

Cucu Khomeini Temui KH. Hasyim Muzadi.




 
Ulama Syiah (Ammar Al-Hakim) dengan Syeikh Al-Azhar.

 
Syeikh Ahmad Deedat dijenguk oleh ulama Syiah (Ayatullah Rey Shahry) ketika sakit.



 ramadhan shaleh jihadi islami.




syaikhyassin dan hasan nasrallah.
 

 

Burhanudin Rabbani (Mantan Presiden Afganistan).




 ismail haniyah dan rahbar.



 
Pertemuan ulama Sunni-Syiah tentang Persatuan Islam dan Kasus Palestina.

 
habib Ali al-jufrybersama-para ulama syiah.


Syeikh Sankoh Muhammadi, mufti serta imam masjid Ahlusunnah Perancis
dan Syeikh Walid Al-Baaj (ulama Syiah).









 





Terkait Berita: