Sampul album "Bersuka Ria" dengan persetujuan dan tanda tangan Sukarno
yang berbunyi: "Saja restui. Setudju diedarkan, Soekarno 14/4."
Presiden Sukarno berkolaborasi dengan musisi Jack Lesmana menciptakan lagu yang digandrungi rakyat.
OLEH: WENRI WANHAR
BERSAMA Orkes
Irama, kelompok musik yang dipimpin Jack Lesmana, Sukarno mengarang
sebuah lagu. Kemudian Jack menggubah musiknya. Lahirlah lagu: Bersuka Ria. Iramanya lenso, sebagai pengiring tarian kegemaran Bung Karno yang juga bernama sama dengan irama lagunya: lenso.
Konon, itulah satu-satunya lagu karya pemimpin besar revolusi Indonesia. Lagu tersebut kemudian dipopulerkan oleh Suara Bersama, kelompok
musik yang digawangi Jack Lesmana dan bersama Bing Slamet. Jack Lesmana
adalah ayah sineas Mira Lesmana dan musisi Indra Lesmana.
Bersuka Ria dirilis bersama lagu Euis (Bing Slamet dan Rita Zahara), Bengawan Solo (Bing Slamet dan Titiek Puspa), Malam Bainai (Rita Zahara dan Nien Lesmana), Gendjer Gendjer (Bing Slamet), Soleram (Suara Bersama), Burung Kakatua (Suara Bersama), Gelang Sipaku Gelang (Suara Bersama) di album bertajuk “Mari Bersuka Ria Dengan Irama Lenso”.
Album ini diproduksi dan diedarkan pada
1965 oleh The Indonesian Music Company Irama LTD, perusahaan rekaman
milik pengusaha Soejoso alias Mas Yos, kakak kandung Nien –istri Jack
Lesmana.
Di sampul belakang piringan hitam album itu terdapat tulisan berwarna merah: Dipersembahkan oleh para seniman Indonesia dan karyawan IRAMA bertalian dengan DASA-WARSA KONFERENSI AFRIKA-ASIA.
Pada bagian atas tulisan tersebut tertera kalimat persetujuan dan tanda
tangan Sukarno yang berbunyi: “Saja restui. Setudju diedarkan, Soekarno
14/4 ’65”.
Seluruh lagu di album itu sangat populer
pada masanya. Bahkan beberapa di antaranya masih melekat dalam ingatan
banyak orang hingga hari ini. Saking populernya, berdasarkan data
tertulis koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), dua kali lagu
Bersuka Ria bergumuruh dinyanyikan di Istora Senayan –kini Gelora Bung Karno, Jakarta.
Pertama, pada Kongres Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) di Istora Senayan, 29 September 1965. Kedua,
pada saat Musyawarah Nasional Teknik (Munastek), juga di Istora
Senayan, 30 September 1965. Di kedua perhelatan tersebut, Sukarno
memulai pidatonya dengan menyanyikan Bersuka Ria, yang digubah sesuai tema musyawarah tersebut. Seluruh hadirin turut serta menyanyi bersama.
Siapa bilang saya tidak suka opor
bebek/kan bebek sama saja dengan itik/Siapa bilang saya tidak senang
kepada Munastek/karena saya seorang orang teknik.
Siapa bilang sukarelawati ini tidak
berani bertempur/meskipun dia memakai kain batik/Siapa bilang masyarakat
kita tidak akan jadi adil dan makmur/Revolusi kita kan didukung oleh
kaum teknik.
Menurut Solichin Salam dalam Bung Karno Putra Fajar,
lagu ciptaan Bung Karno itu kata-katanya sederhana, gampang dipahami
dan mudah dimengerti. Dengan menyanyikan lagu itu, tidak saja rakyat
dididik untuk memiliki kesadaran politik, akan tetapi juga rakyat
dididik untuk menjadi bangsa yang periang, gembira dalam hidup, tidak
kecut menghadapi hidup.