Oleh: Yasser Arafat
Suatu
saat ketika saya sedang melamun di depan kamar, teman kost saya
menyanyikan sebuah nasyid yang sangat indah dengan lantunan yang merdu.
Nampaknya syair nasyid tersebut diambil dari terjemahan surat
al-Fatihah. Kurang lebih syairnya seperti di bawah ini:
Dengan menyebut nama-Mu ya Allah
Yang Maha Pengasih Penyayang
Segala puji bagi-Mu ya Allah
Pemelihara seluruh alam raya
Yang Maha Pengasih Penyayang
Segala puji bagi-Mu ya Allah
Pemelihara seluruh alam raya
Engkaulah Maha Pengasih dan Penyayang
Yang menguasai hari pembalasan
Hanya kepada-Mu kami menyembah
Dan Pada-Mu kami mohon pertolongan
Yang menguasai hari pembalasan
Hanya kepada-Mu kami menyembah
Dan Pada-Mu kami mohon pertolongan
Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus
Jalan orang-orang yang Kau beri nikmat
Bukan jalan mereka yang Kau murkai
Dan bukan pula jalan mereka yang sesat
Jalan orang-orang yang Kau beri nikmat
Bukan jalan mereka yang Kau murkai
Dan bukan pula jalan mereka yang sesat
Bait ketiga dari syair tersebut mengingatkan saya dengan keadaan
umat Islam saat ini. Banyak di antara umat Islam sekarang yang
menganggap pendapatnya-lah yang paling benar, keyakinannya-lah yang
berada pada kebenaran. Mereka menganggap bahwa jalan yang mereka ambil
adalah jalan yang lurus. Perbedaan pendapat dan penafsiran yang ada di
antara umat Islam membuat mereka berpecah belah, merasa diri paling
benar sendiri dan orang lain salah. Kadang timbul konflik yang diwarnai
dengan hujatan-hujatan, caci maki, bahkan sering kali vonis sesat dan
kafirpun dilontarkan.
Apa
penyebab semua ini? Perbedaan yang seharusnya wajar menjadi tidak wajar
lagi. Mengapa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat itu wajar?
Setiap orang diciptakan oleh Allah SWT dengan segala sesuatu yang serba
berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lain. Bahkan anak
kembar sekalipun tidak mungkin sama antara keduanya, keduanya memiliki
ciri khas masing-masing.
Dua
orang yang melihat sebuah gambar yang sama lalu mereka kita perintahkan
untuk menafsirkan gambar tersebut. Maka dua orang itu pasti menafsirkan
gambar tersebut berdasarkan sudut pandang mereka masing-masing. Hal ini
menunjukkan bahwa pemikiran setiap orang berbeda-beda yang mana
perbedaan pemikiran ini akan mengakibatkan munculnya perbedaan pendapat
dan penafsiran dalam kehidupan keberagamaan. Karena sebab itu, maka
perbedaan pendapat adalah wajar dan manusiawi. Jika tidak berbeda maka
bukan manusia.
Jika
perbedaan pendapat itu wajar, lalu apa yang menyebabkan konflik yang
terjadi antara umat Islam selama ini?Menurut saya penyebab konflik
tersebut adalah fanatik buta dan merasa diri paling benar sendiri. Jika
dalam diri seseorang sudah melekat kuat dua sifat tersebut, maka dia
akan membenci dan tidak menghargai perbedaan pendapat. Dia merasa
pendapatnya saja yang paling benar dan orang lain salah.
Manusia
sebagai makhluk relatif tidak memiliki pengetahuan yang sempurna
tentang sesuatu yang bersifat mutlak. Manusia hanya memiliki pengetahuan
mana yang benar dan mana yang salah. Karena benar dan salah itu
relatif. Benar menurut saya, belum tentu benar menurut anda. Salah
menurut saya belum tentu salah menurut anda. Lalu siapakah yang
mengetahui kebenaran yang hakiki sedangkan kebenaran itu bersifat
mutlak? Maka hanya sesuatu yang bersifat mutlak saja yang dapat
mengetahui kebenaran. Siapa itu? Jika anda menjawab “Tuhan” maka anda
termasuk orang yang “benar”.
Dalam
surat al-Fatihah ayat 6-7 disebutkan permohonan kita sebagai manusia
(makhluk relatif) kepada Allah (Dzat mutlak) untuk ditunjukkan jalan
kebenaran (mutlak) bukan jalan kesesatan. Dalam ayat tersebut kita sudah
mengakui ketidakberdayaan kita untuk mengetahui kebenaran yang hakiki,
lalu kenapa banyak di antara kita masih bersombong diri dengan merasa
kita-lah yang berada pada kebenaran sedangkan orang yang tidak
sependapat dengan kita dianggap sebagai orang sesat bahkan kafir. Apa
belum cukup berita dari Allah dalam surat an-Nahl ayat
125?“………Sesungguhnya hanya Tuhanmu-lah yang lebih mengetahui siapa-siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan hanya Tuhanmu-lah yang lebih
mengetahui siapa-siapa yang mendapat petunjuk-Nya.”
Apakah
kita masih berani bersombong diri setelah mendengar ayat tersebut?
Apakah kita masih berani memvonis seseorang sesat atau tidak setelah
membaca ayat tersebut? Terserah anda……[]