Ada orang menyedihkan yang membuat
tuduhan terhadap Syi’ah, ia berkata agama Syi’ah dengan terang-terangan
membolehkan menonton film porno. Tulisan ini akan meluruskan syubhat
tersebut. Adapun soal penulis menyedihkan tersebut kami serahkan kepada
para pembaca untuk menilai kualitas dirinya. Penulis tersebut membawakan
salah satu fatwa ulama Syi’ah yaitu Sayyid Aliy Khamene’iy. Berikut kami nukil dari tulisannya .
1- Dalam sebuah fatwa ulama besar mereka yang bernama “Ali Husain Al Khamenei “, yang mana ulama (baca: jahil) ini bergelar ayatullah (baca: ayatus syaithon) ditanya:
هل يجوز مشاهدة صور النساء العاريات أو شبه العاريات المجهولات اللواتي لا نعرفهن في الافلام السينمائية وغيرها؟
“Apakah boleh menonton wanita-wanita telanjang (porno) atau yang sejenisnya yang mana kita tidak mengenal mereka di film sinema ataupun di film yang lainnya?”
Ali Al Khamenei menjawab:
النظر إلى الافلام والصور ليس حكمه حكم النظر إلى الاجنبي، ولا مانع منه شرعا
“Menonton film atau gambar hukumnya bukanlah seperti hukum melihat kepada wanita yang bukan mahram secara langsung, maka tidak ada larangan untuk menontonnya secara syariat” Ajwibah Al Istifta’at 2/32
Lihat betapa bodohnya ulama syiah dan errornya otak mereka. Ulama syiah menggunakan alasan rendahan demi menghalalkan nonton video porno.
Yang lucu, Al Khamenei juga mengatakan jika film wanita telanjang tadi atau film porno menimbulkan syahwat dan fitnah maka tidak boleh ditonton akan tetapi kalau film pornonya tidak menimbulkan syahwat dan fitnah maka boleh ditonton. Lihat, kebodohan dan ketololan ulama syiah yang satu ini.
Sekarang silakan para pembaca melihat secara utuh fatwa Sayyid Aliy Khamene’iy mengenai pertanyaan tersebut.
هل يجوز مشاهدة صور النساء العاريات أو شبه العاريات المجهولات اللواتي لا نعرفهن في الأفلام السينمائية وغيرها؟ ج: النظر إلى الأفلام والصور ليس حكمه حكم النظر إلى الأجنبي، ولا مانع منه شرعا إذا لم يكن بشهوة وريبة ولم تترتب على ذلك مفسدة، ولكن نظرا إلى أن مشاهدة الصورة الخلاعية المثيرة للشهوة لا تنفك غالبا عن النظر بشهوة، ولذلك تكون مقدمة لارتكاب الذنب، فهي حرام
[Soal] Apakah boleh menonton gambar
wanita-wanita telanjang atau seperti telanjang yaitu wanita-wanita
majhul yang tidak dikenal, dalam film sinema dan selainnya?. [Jawaban].
Melihat film dan gambar tidaklah hukumnya seperti hukum melihat langsung
kepada wanita ajnabiy [yang bukan mahram], tidak ada halangan dari
syari’at jika tanpa dengan syahwat serta tidak menimbulkan keburukan
olehnya, tetapi melihat kepada tontonan dan
gambar mesum yang membangkitkan syahwat pada umumnya tidak bisa lepas
dari melihat dengan syahwat dan dengan demikian hal itu dapat menjadi
awal dari berbuat dosa, maka hukumnya adalah haram [Ajwibah Al Istifta’at Sayyid Aliy Khamene’iy 2/40 no 107].
Penulis tersebut sebenarnya sudah membaca
fatwa lengkap ini tetapi kemudian ia menukil hanya bagian awal kemudian
memberi komentar bahwa Sayyid Aliy Khamene’iy membolehkan menonton
wanita telanjang jika tidak menimbulkan syahwat sedangkan jika
menimbulkan syahwat maka tidak boleh ditonton.
Hakikat fatwa tersebut tidak demikian
[seperti yang dikatakan penulis tersebut]. Pada bagian awal Sayyid Aliy
Khamene’iy menyebutkan bahwa melihat film atau gambar itu berbeda dengan melihat langsung wanita ajnabiy [yang bukan mahram].
Pada kalimat ini Sayyid Aliy belum menyebutkan soal film atau gambar
wanita telanjang. Ia sedang menjelaskan secara umum bahwa antara melihat
film dan gambar itu berbeda dengan melihat langsung wanita ajnabiy.
Kemudian Sayyid berkata “tidak ada halangan dari syari’at jika tanpa dengan syahwat dan tidak menimbulkan kerusakan darinya”.
Maksud kalimat itu adalah melihat film atau gambar yang ada wanita
ajnabiy tidak ada halangan dari syari’at jika melihat tanpa dengan
syahwat serta tidak menimbulkan mudharat atau kerusakan. Bagian ini
belum menyebutkan soal film atau gambar wanita telanjang atau semi
telanjang, ia hanya menyebutkan film atau gambar wanita ajnabiy secara
umum. Dalam kitabnya yang lain Sayyid Aliy menyebutkan dengan lafaz yang
lebih jelas, ia menyebutkan:
لا مانع من النظر إلى ما عدا الوجه والكفين من صورة المرأة الأجنبية إذا لم يكن بشهوة
Tidak ada halangan dari melihat pada
apa yang nampak dari wajah dan kedua telapak tangan dari gambar wanita
ajnabiy [yang bukan mahram] jika tanpa dengan syahwat [Muntakhab Al
Ahkam Sayyid Aliy Khamene’iy hal 171].
Barulah kemudian di kalimat akhir, Sayyid Aliy mengatakan bahwa melihat film atau gambar mesum yang membangkitkan syahwat tidak bisa dilepaskan dari melihat dengan syahwat.
Artinya dalam pandangan Sayyid Aliy film atau gambar mesum tersebut
pasti menimbulkan syahwat maka dari itu Beliau menyatakan haram.
Kesimpulan fatwa tersebut adalah film
atau gambar wanita ajnabiy boleh dilihat asal tidak dengan syahwat.
Kalau dilihat dengan syahwat maka hukumnya tidak boleh walaupun hanya
nampak wajah dan kedua telapak tangan. Adapun jika film atau gambar
tersebut mengumbar aurat dan mesum maka hukumnya haram.
Letak keharaman film atau gambar wanita
menurut Sayyid Aliy Khameneiy adalah karena menimbulkan syahwat.
Walaupun film atau gambar wanita tersebut berhijab dan hanya nampak
wajah dan kedua telapak tangan jika melihat dengan syahwat maka hukumnya
haram. Adapun gambar yang mengumbar aurat dan mesum pasti menimbulkan
syahwat maka hukumnya sudah pasti haram.
Silahkan para pembaca bandingkan apa yang
dipahami penulis tersebut dan apa yang kami sampaikan. Tidak masalah
jika seseorang hanya menukil sepotong atau sepenggal dari hadis atau
qaul ulama asalkan tidak mengubah makna aslinya hanya dengan potongan
nukilan tersebut.
Adapun tuduhan terhadap Al Khumainiy yang
ia sebutkan menikah mut’ah dengan anak kecil itu berasal dari tulisan
Husain Al Musawiy seseorang yang sudah terbukti berdusta dalam bukunya
Lillahi Tsumma Lil Tariikh. Jika pembaca ingin melihat bukti kedustaan Husain Al Musawiy maka silakan melihat tulisan disini.
Kalau soal fatwa Al Khumainiy yang membolehkan menikah dengan anak
kecil maka itu benar dan kedudukannya tidak jauh berbeda dengan sebagian
ulama ahlus sunnah yang membolehkan menikah dengan anak kecil.
.
Penulis tersebut membawakan dua riwayat
yang menyebutkan tentang kebolehan melihat aurat orang kafir. Kedua
riwayat tersebut berdasarkan pendapat yang rajih atau kuat di sisi
Syi’ah kedudukannya dhaif. Penulis tersebut menukil kedua riwayat
tersebut dari kitab Wasa’il Syi’ah. Sebenarnya sumber asal kedua riwayat
tersebut adalah riwayat dalam Al Kafiy dan riwayat Syaikh Shaduuq dalam
Al Faqiih.
علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن غير واحد، عن أبي عبد الله عليه السلام قال: النظر إلى عورة من ليس بمسلم مثل نظرك إلى عورة الحمار
‘Aliy bin Ibrahim dari Ayahnya dari
Ibnu Abi ‘Umair dari lebih dari satu orang dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis
salaam] yang berkata “melihat aurat orang yang bukan muslim sama seperti
melihat aurat keledai” [Al Kafiy Al Kulainiy 6/501].
Riwayat ini kedudukannya dhaif karena
terdapat perawi majhul dalam sanadnya. Ada yang menguatkan riwayat ini
dengan alasan mursal Ibnu Abi ‘Umair shahih karena ia hanya meriwayatkan
dari perawi tsiqat.
Syaikh Ath Thuusiy menyatakan bahwa Ibnu
Abi Umair termasuk perawi yang tidak meriwayatkan dan mengirsalkan
kecuali dari perawi tsiqat [‘Uddat Al Ushul Syaikh Ath Thuusiy 1/154].
Pernyataan Ath Thuusiy ini tidak bisa dijadikan hujjah secara mutlak
karena faktanya Ibnu Abi Umair meriwayatkan juga dari para perawi dhaif.
Al Khu’iy dalam muqaddimah kitab Mu’jam Rijal Al Hadits telah membahas
perkataan Syaikh Ath Thuusiy ini dan menunjukkan bahwa ternyata Ibnu Abi
Umair juga meriwayatkan dari perawi dhaif seperti Muhammad bin Sinan,
Aliy bin Abi Hamzah Al Batha’iniy dan yang lainnya.
Bagaimana bisa dipastikan perawi yang
tidak disebutkan namanya oleh Ibnu Abi Umair adalah gurunya yang tsiqat
atau gurunya yang dhaif maka dari itu pendapat yang rajih sesuai dengan
kaidah ilmu kedudukan riwayat Al Kafiy tersebut dhaif.
وروي عن الصادق عليه السلام أنه قال: ” إنما أ كره النظر إلى عورة المسلم فأما النظر إلى عورة من ليس بمسلم مثل النظر إلى عورة الحمار
Diriwayatkan dari Ash Shaadiq
[‘alaihis salaam] bahwasanya Beliau berkata “sesungguhnya dibenci
melihat aurat seorang muslim, adapun melihat aurat bukan muslim sama
seperti melihat aurat keledai” [Man La Yahdhuruhu Al Faqiih 1/114 no
236].
Syaikh Shaduuq tidak menyebutkan sanad
lengkap riwayat ini dalam kitabnya sehingga kedudukannya dhaif. Ada yang
menguatkan riwayat di atas dengan dasar bahwa Syaikh Shaduuq
memasukkannya dalam Al Faqiih dimana dalam muqaddimah Al Faqiih
disebutkan bahwa Syaikh Shaduuq memasukkan dalam kitabnya riwayat yang
shahih saja. Pernyataan ini memang dikatakan Syaikh Shaduuq tetapi
setiap perkataan ulama harus ditimbang dengan kaidah ilmu, termasuk juga
dalam periwayatan dan tashih riwayat. Bagaimana bisa dikatakan shahih
jika sanadnya saja tidak ada?.
Apalagi riwayat Syaikh Shaduuq ini bertentangan dengan riwayat shahih yaitu pada lafaz “dibenci melihat aurat seorang muslim” karena pada riwayat shahih disebutkan bahwa haram melihat aurat sesama muslim
حدثنا محمد بن موسى بن المتوكل، قال: حدثنا عبد الله بن جعفر الحميري، عن أحمد بن محمد، عن الحسن بن محبوب عن عبد الله بن سنان عن أبي عبد الله عليه السلام قال: قال له: عورة المؤمن على المؤمن حرام؟ قال: نعم
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Muusa bin Mutawakil yang berkata telah menceritakan kepada
kami ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy dari Ahmad bin Muhammad dari Hasan
bin Mahbuub dari ‘Abdullah bin Sinaan dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis
salaam], [Ibnu Sinaan] berkata kepadanya “aurat seorang mukmin atas mukmin yang lain haram?”. Beliau berkata “benar”…[Ma’aaniy Al Akhbar Syaikh Shaduuq hal 255].
Riwayat ini sanadnya shahih berdasarkan standar ilmu Rijal Syi’ah. Berikut keterangan mengenai para perawinya.
- Muhammad bin Musa bin Mutawakil adalah salah satu dari guru Ash Shaduq, ia seorang yang tsiqat [Khulashah Al Aqwaal Allamah Al Hilliy hal 251 no 59].
- ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 400].
- Ahmad bin Muhammad bin Iisa Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 351].
- Hasan bin Mahbuub As Saraad seorang penduduk kufah yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 354]
- ‘Abdullah bin Sinaan seorang yang tsiqat jaliil tidak ada celaan sedikitpun terhadapnya, ia meriwayatkan dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] [Rijal An Najasyiy hal 214 no 558].
Jadi berdasarkan pendapat yang rajih maka
kedua riwayat yang dibawakan penulis tersebut adalah dhaif, oleh karena
itu Sayyid Al Khu’iy yang mengakui kedhaifan kedua riwayat tersebut
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan keharaman melihat aurat muslim
ataupun nonmuslim.
لا فرق في الحرمة بين عورة المسلم والكافر على الأقوى
Tidak ada perbedaan dalam
keharamannya antara aurat muslim dan kafir berdasarkan pendapat yang
terkuat [Kitab Thaharah Sayyid Al Khu’iy 3/357].
.
Kesimpulan:
Dalam mazhab Syi’ah tidak ada kebolehan
melihat film atau gambar wanita telanjang. Jika ada yang menyatakan
demikian maka ia telah berdusta. Semoga Allah SWT menunjukkan dan
meneguhkan kepada kita semua jalan yang lurus.
Kita lihat diwebsite lain: wahabi salafi takfiri memfitnah Dengan Terang – Terangan bahwa Syi’ah Membolehkan Menonton Film Porno
____________________________________
wahabi salafi takfiri memfitnah Dengan Terang – Terangan bahwa Syi’ah Membolehkan Menonton Film Porno.
Contoh Kelicikan Dan Kedustaan Si Pembenci Syi’ah Muhammad Abdurrahman Al Amiry
Orang yang kami maksudkan dalam judul di atas adalah pemilik situs www. alamiry.net, penulis menyedihkan yang menyebut dirinya Muhammad Abdurrahman Al Amiry.
Orang ini telah menunjukkan kerendahan kualitas akalnya dalam
berhujjah. Sejauh ini kami telah menunjukkan berbagai kedustaannya
terhadap Syi’ah dalam lima tulisan kami:
- Nama Allah Digunakan Untuk Beristinja’ : Kedustaan Terhadap Syi’ah
- Benarkah Syi’ah Mencela Malaikat : Kedustaan Terhadap Syi’ah
- Benarkah Syi’ah Melecehkan Nabi : Kedustaan Terhadap Syi’ah
- Syi’ah Agama Para Binatang Penganut Seks : Kedustaan Terhadap Syi’ah
- Syi’ah Membolehkan Melihat Film Atau Gambar Wanita Telanjang : Kedustaan Terhadap Syi’ah
Kami telah menunjukkan secara ilmiah
kedustaan berbagai tuduhan orang tersebut. Dalam tulisan kami, kami
berusaha menganalisis secara objektif tuduhan-tuduhan tersebut dan
hasilnya memang Muhammad Abdurrahman Al Amiry tersebut telah berdusta
terhadap Syi’ah. Berbeda mazhab sah-sah saja tetapi berdusta atas mazhab
lain tetap merupakan kesalahan walaupun anda berdiri di atas mazhab
yang benar. Camkanlah itu wahai pendusta.
.
Para pendusta [termasuk di dalamnya
Muhammad Abdurrahman Al Amiry] tidak memiliki akal yang cukup untuk
memahami bahwa cara-cara mereka berdusta atas mazhab Syi’ah sebenarnya
bisa diterapkan atas mazhab Ahlus Sunnah.
- Jika mereka berhujjah dengan riwayat dhaif [di sisi mazhab Syi’ah] yang mengandung kemungkaran kemudian mengatasnamakan kemungkaran tersebut atas nama Syi’ah maka orang Syi’ah pun bisa berhujjah dengan riwayat dhaif [di sisi mazhab Ahlus Sunnah] yang mengandung kemungkaran kemudian mengatasnamakan kemungkaran tersebut atas nama Ahlus Sunnah.
- Jika mereka berhujjah dengan riwayat shahih [di sisi mazhab Syi’ah] yang mengandung sesuatu yang gharib untuk mencela mazhab Syi’ah maka orang Syi’ah pun bisa berhujjah dengan riwayat shahih [di sisi mazhab Ahlus Sunnah] yang mengadung sesuatu yang gharib untuk mencela mazhab Ahlus Sunnah
- Jika mereka berhujjah dengan qaul atau pendapat ulama yang menyimpang atau gharib dalam mazhab Syi’ah untuk merendahkan Syi’ah maka orang Syi’ah pun bisa berhujjah dengan qaul ulama ahlus sunnah yang menyimpang atau gharib untuk merendahkan mazhab Ahlus Sunnah.
Mereka para pendusta tersebut tidak akan
pernah sadar bahwa dalam hal kerangka keilmuan mazhab Syi’ah sudah
seperti mazhab Ahlus Sunnah. Syi’ah memiliki kitab-kitab rujukan sama
seperti Ahlus Sunnah baik dalam hal ilmu hadis, ilmu rijal, ilmu fiqih,
ilmu tafsir dan sebagainya. Syi’ah memiliki banyak ulama beserta
kitab-kitab mereka sama seperti Ahlus Sunnah memiliki banyak ulama
beserta kitab-kitab mereka. Baik ulama-ulama Syi’ah dan Ahlus Sunnah
bukanlah orang-orang yang terbebas dari kesalahan. Bisa saja diantara
ulama Syi’ah dan Ahlus Sunnah terdapat ulama dengan pendapat yang
menyimpang, ketidaktahuan akan dalil [dalam masalah tertentu], dan
fanatisme terhadap mazhab. Apakah hal ini menjadi dasar untuk
merendahkan mazhab Syi’ah dan mazhab Ahlus Sunnah?.
Jawabannya jelas tidak, kalau para
pendusta tersebut tidak paham akan hal ini maka menunjukkan bahwa mereka
jahil dan bodoh tetapi jika mereka paham akan hal ini dan tetap
melakukannya maka mereka kualitasnya tidak lebih dari pendusta dan
penipu yang menghalalkan kedustaan demi membela mazhabnya dan
merendahkan mazhab lain.
.
Kembali pada penulis menyedihkan Muhammad Abdurrahman Al Amiry, dalam salah satu tulisannya yang berjudul “Contoh Kelicikan Para Penganut Syi’ah”. Ia seolah ingin membantah tulisan kami yang berjudul Syi’ah Membolehkan Melihat Film Atau Gambar Wanita Telanjang : Kedustaan Terhadap Syi’ah. Ia seolah menuduh bahwa kami adalah orang Syi’ah yang membantah tulisannya dengan tidak ilmiah. Ia berkata
Kami sempat tergelikkan dengan beberapa orang syiah yang membantah dengan tidak ilmiyyah akan adanya fatwa ulama syiah yang membolehkan film porno. Tatkala kami membawakan fatwa ulama syiah, mereka dengan terang-terangan membolehkan nonton video porno dan fatwa tersebut ada dalam kitabnya sendiri, para penganut syiah mengelak dan beralasan yang bla bla bla.
Sejauh yang kami tahu, kami tidak
menemukan adanya orang Syi’ah yang membantah tulisannya tersebut. Jadi
disini mari kita asumsikan bahwa kamilah yang ia maksudkan dengan
tuduhan dustanya sebagai orang syi’ah yang membantah dengan tidak ilmiah.
Ajaib-nya orang itu tidak bisa menunjukkan letak bantahan tidak ilmiah
yang ia maksudkan. Dan seandainya memang bukan kami yang ia maksudkan
maka hal itu tidak menafikan fakta bahwa ia telah melakukan kelicikan
dan kedustaan terhadap Syi’ah dalam tulisannya tersebut.
Pada tulisan kami sebelumnya kami telah
membuktikan bahwa Muhammad Abdurrahman Al Amiry tersebut telah memotong
fatwa Sayyid Aliy Al Khamene’iy kemudian ia giring potongan tersebut ke
arah kedustaan bahwa Sayyid Aliy Khamene’iy membolehkan menonton film
porno. Aneh bin ajaib dalam tulisan bantahannya, Bahkan setelah kami
tunjukkan bahwa ia telah berdusta atas ulama Syi’ah Sayyid Aliy Al
Khamene’iy, ia tetap saja bersikeras akan kedustaannya bahwa Sayyid Aliy
Al Khamene’iy membolehkan menonton film porno. Kami tidak keberatan
untuk membawakan kembali fatwa Sayyid Aliy Khamene’iy yang dimaksud:
هل يجوز مشاهدة صور النساء العاريات أو شبه العاريات المجهولات اللواتي لا نعرفهن في الأفلام السينمائية وغيرها؟ ج: النظر إلى الأفلام والصور ليس حكمه حكم النظر إلى الأجنبي، ولا مانع منه شرعا إذا لم يكن بشهوة وريبة ولم تترتب على ذلك مفسدة، ولكن نظرا إلى أن مشاهدة الصورة الخلاعية المثيرة للشهوة لا تنفك غالبا عن النظر بشهوة، ولذلك تكون مقدمة لارتكاب الذنب، فهي حرام
[Soal] Apakah boleh menonton gambar
wanita-wanita telanjang atau seperti telanjang yaitu wanita-wanita
majhul yang tidak dikenal, dalam film sinema dan selainnya?. [Jawaban].
Melihat film dan gambar tidaklah hukumnya seperti hukum melihat langsung
kepada wanita ajnabiy [yang bukan mahram], tidak ada halangan dari
syari’at jika tanpa dengan syahwat serta tidak menimbulkan keburukan
olehnya, tetapi melihat kepada tontonan dan gambar mesum yang
membangkitkan syahwat pada umumnya tidak bisa lepas dari melihat dengan
syahwat dan dengan demikian hal itu dapat menjadi awal dari berbuat
dosa, maka hukumnya adalah haram [Ajwibah Al Istifta’at Sayyid Aliy
Khamene’iy 2/40 no 107].
Adakah dari fatwa Sayyid Aliy Khamene’iy
di atas kalimat yang menyatakan boleh menonton film porno?. Orang yang
objektif akan memahami bahwa Sayyid Aliy Khamene’iy justru mengharamkan
menonton film porno karena sudah pasti menimbulkan syahwat. Adapun
kalimat pertama yang dikutip pendusta tersebut adalah penjelasan bahwa
menonton film atau melihat gambar wanita secara umum hukumnya berbeda
dengan melihat wanita tersebut secara langsung. Berikut kami tambahkan
fatwa-fatwa Sayyid Aliy Khamene’iy yang berkaitan dengan masalah ini:
بعض الشباب ينظرون إلى الصور المبتذلة، ويقدمون تبريرات مصطنعة لمشاهدتها، فما هو حكم ذلك؟ وإذاكانت رؤية هذا النوع من الصور يخمد مقدارا من شهوته فتؤثر في صونه عن الحرام فما هو حكمها؟ ج: إذا كان النظر إلى الصور بريبة أو كان يعلم أنه يؤدي إلى إثارة الشهوة فهو حرام، وليس الامتناع بذلك عن الوقوع في حرام آخر مبررا له للالتجاء إلى الفعل الحرام شرع
[Soal] Sebagian pemuda sering melihat
gambar cabul [porno] dan mereka menyampaikan pembenaran yang
dibuat-buat untuk melakukannya, maka bagaimanakah hukumnya?. Dan jika
dengan melihat gambar seperti ini dapat meredam sedikit gejolak
syahwatnya sehingga dapat menjaga dari sesuatu yang haram, maka
bagaimana hukumnya?. [Jawaban] Jika ia melihat gambar tersebut dengan
syahwat atau ia mengetahui bahwa hal itu dapat membangkitkan syahwat
maka hukumnya haram, dan tidaklah terhindarnya dari jatuh kepada sesuatu
yang haram menjadi alasan baginya untuk melakukan sesuatu yang
diharamkan pula. [Ajwibah Al Istifta’at Sayyid Aliy Khamene’iy 2/41-42
no 112].
هل يجوز النظر إلى الأفلام التي تثير الشهوة في حالة كون الناظر متزوجا؟ ج: لو كان النظر بقصد إثارة الشهوة أو كان موجبا لها لم يجز له ذلك
[Soal] Bolehkah melihat film yang
dapat membangkitkan syahwat dalam hal orang yang melihat tersebut sudah
beristri?. [Jawaban] seandainya ia melihat dengan tujuan membangkitkan
syahwat atau hal itu menjadikan bangkit syahwatnya maka tidak boleh
melakukannya [Ajwibah Al Istifta’at Sayyid Aliy Khamene’iy 2/43-44 no
119].
ما هو حكم مشاهدة الرجال المتزوجين الأفلام التي تحتوي على تعليم الطريقة الصحيحة لمقاربة المرأة الحامل علما أن ذلك لن يوقعه في الحرام؟ ج: لا تجوز مشاهدة مثل هذا النوع من الأفلام التي لا تنفك عن النظر المثير للشهوة
[Soal] Apa hukumnya seorang laki-laki
yang sudah beristri menonton film tentang pengetahuan cara yang benar
untuk menggauli wanita yang hamil dengan catatan ia tidak terjerumus
kedalam perkara yang haram?. [Jawaban] Tidak diperbolehkan menonton
film-film yang seperti itu karena menontonnya akan selalu [tidak lepas
dari] menimbulkan syahwat [Ajwibah Al Istifta’at Sayyid Aliy Khamene’iy
2/44 no 120].
هل يجوز للزوجين مشاهدة أفلام الفيديو الجنسية داخل المنزل؟ وهل يجوز للمصاب بقطع النخاع مشاهدة هذه الأفلام بقصد إثارة شهوته ليتمكن بذلك من مقاربة زوجته؟ ج: لا تجوز إثارة الشهوة بواسطة مشاهدة أفلام الفيديو الجنسية.
[Soal] Bolehkah suami istri menonton
fim atau video porno di dalam rumah?. Dan bolehkah orang yang putus
saraf belakangnya menonton film-film seperti ini dengan tujuan
membangkitkan syahwat agar dengan demikian ia dapat menggauli istrinya?.
[Jawaban] Tidak boleh membangkitkan syahwat dengan jalan menonton film
atau video porno [Ajwibah Al Istifta’at Sayyid Aliy Khamene’iy 2/44-45
no 123].
ما هو حكم بيع وشراء وإجارة أفلام الفيديو المبتذلة وكذلك الفيديو نفسه؟ج: إن كانت الأفلام تحتوي على الصور الخلاعية المثيرة للشهوة الموجبة للانحراف والفساد، أو على الغناء، أو على الموسيقى المطربة اللهوية المناسبة مع مجالس اللهو والعصيان، فلا يجوز انتاجها ولا بيعها وشراؤها ولا إجارتها ولا إجارة الفيديو للانتفاع بها في ذلك
[Soal] Apa hukumnya membeli, menjual,
dan menyewakan film video cabul [porno] dan bagaimana dengan video itu
sendiri?. [Jawaban] Jika film-film tersebut mengandung gambar-gambar
mesum yang dapat membangkitkan syahwat dan menimbulkan kerusakan moral
atau mengandung musik atau nyanyian hura-hura yang pantasnya berada di
tempat hura-hura dan maksiat maka [film-film tersebut] tidak boleh
dibuat, tidak boleh dijual, tidak boleh dibeli dan tidak boleh
disewakan. Dan juga tidak boleh menyewakan video untuk hal semacam itu
[Ajwibah Al Istifta’at Sayyid Aliy Khamene’iy 2/46 no 130].
Silakan para pembaca melihat dengan
objektif, apakah Sayyid Aliy Khamene’iy membolehkan menonton film
porno?. Tentu saja tidak, dan alangkah dusta dan tidak tahu malu,
Muhammad Abdurrahman Al Amiry itu berkata
Tatkala para penganut agama syiah melihat fatwa diatas (yang mana fatwa ini adalah fatwa yang hanya keluar dari manusia yang berotak binatang), mereka kebingungan bagaimana cara mengelak dari fatwa ini, bagaimana para penganut syiah melepaskan fatwa ini agar syiah tidak disalahkan dan bla bla bla.
Siapakah yang lebih pantas dikatakan “manusia berotak binatang”?.
Sayyid Aliy Khamene’iy yang dengan jelas-jelas menyatakan haram
menonton film porno atau Muhammad Abdurrahman Al Amiry yang berdusta
atas nama Sayyid Aliy Khamene’iy, bahkan ketika telah ditunjukkan bukti
bahwa ia berdusta, ia tetap saja bersikeras berdusta. Silakan para
pembaca menilainya dengan objektif.
.
Kemudian penulis menyedihkan tersebut
menukil ulama Syi’ah lain yaitu Sayyid Muhammad Shalih bin Al Hujjah Al
Musawiy dalam kitabnya Kaifa Yaltaqiiy Az Zawjaan Fii Makhda’ Al Hubb
hal 221. Berikut nukilannya
و الشكل الثاني من أشكال المخالفة هو الشكل الحيواني المتداول بين البهائم و الحيوانات و هو أن يأتي المرأة من الخلف و هي في حال ركوع أو سجود… و هذا الشكل هو المتداول عند أهل الغرب كما شاهده النازحون لهم و شاهدناه على أشرطة (أكس)“Dan bentuk (jima’) kedua dari bentuk yang dilarang adalah bentuk jima’nya hewan dan ini sering dipraktekkan oleh hewan-hewan ternak ataupun hewan lainnya, yakni seorang suami mendatangi istrinya dari belakang sedangkan sang istri dalam keadaan ruku’ maupun sujud… Dan bentuk seperti ini adalah bentuk yang sering dipraktekkan oleh orang-orang barat SEBAGAIMANA YANG TELAH KITA TONTON DALAM VCD X” Kaifa Yaltaqii Az Zaujaan Fii Makhda’ Al Hubb hal. 221
Kami sebelumnya sudah pernah membaca tentang ini. Contohnya dapat dilihat disini
dimana situs tersebut menampilkan scan kitab tersebut. Setelah membaca
hal ini kami menelusuri situs-situs Syi’ah untuk mendapatkan kitab
tersebut tetapi sampai saat ini kami tidak menemukannya [dan menurut
kami Muhammad Abdurrahman Al Amiry tersebut juga menukil dari situs lain
bukan membaca dari kitab aslinya].
Bagi kami bukti scan kitab sudah cukup
menjadi hujjah kecuali orang-orang Syi’ah bisa membuktikan kalau memang
penukilan situs tersebut tidak benar. Kami bersikap objektif saja
disini, tidak ada keharusan bagi kami untuk membela ulama Syi’ah jika
memang keliru. Apa yang dikatakan ulama Syi’ah tersebut jika benar maka
menjadi aib bagi dirinya. Dan terkait masalah ini, tidak layak kesalahan
seorang ulama Syi’ah dijadikan hujjah untuk merendahkan mazhab Syi’ah
secara keseluruhan apalagi dikait-kaitkan dengan fatwa Sayyid Aliy
Khamene’iy di atas. Itu jelas tidak ada hubungannya, perkataan Sayyid
Aliy Khamene’iy adalah satu hal tertentu dan apa yang dilakukan Sayyid
Muhammad Shalih bin Al Hujjah Al Musawiy adalah hal lain.
Masih terdapat kemungkinan disini bagi
orang Syi’ah untuk mencarikan dalih-dalih pembelaan untuk Sayyid
Muhammad Shalih bin Al Hujjah Al Musawiy. Dalam hal memberikan fatwa
terhadap suatu perkara, seorang ulama harus mengetahui dengan jelas
perkara tersebut. Maka disini mungkin saja apa yang dilakukan Sayyid
Muhammad Shalih tersebut untuk mengetahui dengan jelas perkara yang akan
ia sebutkan. Hal ini juga pernah dilakukan oleh ulama ahlus sunnah, misalnya dapat dilihat disini.
Apapun kemungkinannya kami tidak
berhujjah dengan hal ini karena kami tidak perlu mencari dalih pembelaan
untuk ulama Syi’ah, kami cukup melihat perkara ini dengan objektif.
Yang keliru katakan keliru dan yang benar katakan benar terlepas apapun
mazhabnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam masalah melihat gambar atau
film yang berkesan membuka aurat memang terdapat perselisihan, ada yang
mengharamkan secara mutlak tetapi ada juga yang membolehkan untuk kasus
tertentu yang memang diperlukan seperti halnya untuk kepentingan
penegakan hukum dan peradilan atau kepentingan ilmu dalam dunia
kedokteran.
Silakan saja kalau Muhammad Abdurrahman
Al Amiry itu ingin mencela ulama Syi’ah yang dimaksud. Fatwa aneh,
pendapat menyimpang dan kesalahan ulama tertentu dalam suatu mazhab
tertentu bisa saja dicari-cari termasuk dalam mazhab Ahlus Sunnah.
Tetapi menjadikan aib seorang ulama tersebut untuk merendahkan mazhab
secara keseluruhan adalah cara berpikir yang keliru. Berikut contoh yang
ternukil dalam salah satu situs mengenai pendapat menyimpang dalam kitab ahlus sunnah
yang disebutkan oleh situs tersebut sebagai “fiqih porno”. Kami tidak
akan membenarkan kesimpulan penulis situs tersebut, karena memang apa
yang dilakukan penulis itu dengan mengaitkannya kepada para ulama
Salafiy jelas tidak benar karena apa yang dinukil oleh Syaikh Al Albaniy
itu adalah pendapat yang ada dalam fiqih ahlus sunnah. Kami menjadikan
hal ini sebagai contoh apakah dengan adanya pendapat menyimpang seperti
ini dalam fiqih Ahlus Sunnah maka seseorang bisa merendahkan mahzab
Ahlus Sunnah?. Orang yang objektif akan menjawab tidak.
Terkait dengan tema tulisan di atas maka
juga terdapat salah satu situs yang menukil pendapat sebagian ulama
ahlus sunnah yang dikatakannya membolehkan melihat gambar aurat. Berikut
kami kutip langsung dari situs tersebut [atau pembaca dapat meluncur
langsung ke situs yang dimaksud].
Di antara ulama-ulama yang membolehkan melihat gambar aurat –dari sisi melihatnya saja– adalah Al-‘Allamah Syaikh Suwaikiy rahimahullah ta’ala. Di dalam Kitab al-Khalaash wa Ikhtilaaf al-Naas, beliau menyatakan bahwasanya hukum asal melihat (al-nadhr) adalah mubah; kecuali terdapat dalil-dalil khusus yang melarangnya; seperti melihat aurat laki-laki atau wanita; larangan melihat bagian tubuh wanita yang tidak termasuk aurat jika disertai dengan syahwat; dan lain-lain. Menurut beliau, kebolehan melihat gambar aurat didasarkan pada dalil-dalil umum. Di dalam Kitab itu beliau juga membedakan hukum melihat aurat dengan hukum melihat gambar aurat. Masih menurut beliau, nash-nash yang menerangkan kewajiban ghadldl al-bashar berlaku hanya pada aurat itu sendiri, bukan pada gambar aurat. Pandangan beliau yang membedakan hukum melihat aurat itu sendiri dengan hukum melihat pantulan, atau bayangannya, sejalan dengan pandangan ulama-ulama mu’tabar dari kalangan Hanafiyyah dan Syafi’iyyah. Di dalam Kitab al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan:عَلَى أَنَّهُ قَدْ عُلِمَ مِنْ مَذْهَبِ الْحَنَفِيَّةِ دُونَ سَائِرِ الْمَذَاهِبِ : أَنَّ الرَّجُل إِِذَا نَظَرَ إِِلَى فَرْجِ امْرَأَةٍ بِشَهْوَةٍ ، فَإِِنَّهَا تَنْشَأُ بِذَلِكَ حُرْمَةُ الْمُصَاهَرَةِ ؛ لَكِنْ لَوْ نَظَرَ إِِلَى صُورَةِ الْفَرْجِ فِي الْمِرْآةِ فَلاَ تَنْشَأُ تِلْكَ الْحُرْمَةُ ؛ لأَِنَّهُ يَكُونُ قَدْ رَأَى عَكْسَهُ لاَ عَيْنَهُ . فَفِي النَّظَرِ إِِلَى الصُّورَةِ الْمَنْقُوشَةِ لاَ تَنْشَأُ حُرْمَةُ الْمُصَاهَرَةِ مِنْ بَابٍ أَوْلَى . وَعِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ : لاَ يَحْرُمُ النَّظَرُ – وَلَوْ بِشَهْوَةٍ – فِي الْمَاءِ أَوِ الْمِرْآةِ . قَالُوا : لأَِنَّ هَذَا مُجَرَّدُ خَيَال امْرَأَةٍ وَلَيْسَ امْرَأَةً . وَقَال الشَّيْخُ الْبَاجُورِيُّ : يَجُوزُ التَّفَرُّجُ عَلَى صُوَرِ حَيَوَانٍ غَيْرِ مَرْفُوعَةٍ . أَوْ عَلَى هَيْئَةٍ لاَ تَعِيشُ مَعَهَا ، كَأَنْ كَانَتْ مَقْطُوعَةَ الرَّأْسِ أَوِ الْوَسَطِ ، أَوْ مُخَرَّقَةَ الْبُطُونِ . قَال : وَمِنْهُ يُعْلَمُ جَوَازُ التَّفَرُّجِ عَلَى خَيَال الظِّل الْمَعْرُوفِ ؛ لأَِنَّهَا شُخُوصٌ مُخَرَّقَةُ الْبُطُونِ .“Hanya saja, sesungguhnya telah diketahui dari madzhab Hanafiyyah, berbeda dengan madzhab-madzhab yang lain, bahwasanya seorang laki-laki, jika melihat farji wanita dengan syahwat, maka lahir dengan hal ituhurmat al-mushaharah . Jika Akan tetapi jika ia melihat gambar farji wanita di dalam cermin, maka hal itu tidak melahirkan al-hurmah. Sebab, ia hanya melihat bayangan farji, bukan farji itu sendiri. Lebih-lebih lagi melihat lukisan (farji) maka hal itu tidak melahirkan hurmat al-mushaharah . [Haasyiyyah Ibnu ‘Abidin, Juz 2/281 dan 5/238; lihat Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Juz 12/123], Menurut kalangan Syafi’iyyah, tidak haram melihat –meskipun dengan syahwat— di dalam air atau cermin. Mereka menyatakan, “Sebab, hal itu hanyalah bayangan wanita, bukan wanita itu sendiri. Syaikh al-Bajuriy berkata, “Boleh melihat gambar hewan yang tidak utuh, atau pada bentuk yang tidak mungkin hidup jika hanya dengan anggota tubuh itu saja, seperti terpotong kepalanya, tengahnya, atau perutnya berlubang”. Beliau berkata, “Darinya diketahui kebolehan melihat bayangan seseorang, sebab bayangan adalah sosok yang perutnya berlubang (tidak ada isinya).[Al-Qalyubiy ‘Ala Syarh al-Minhaaj, Juz 3/208, dan Haasyiyyah al-Baajuuriy ‘Ala Ibn al-Qaasim, Juz 2/99, 131; lihat lihat Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Juz 12/123-124]Al-‘Allamah Syaikh Mohammad al-Syuwaikiy rahimahullah berkata:
فقد قال الكمال ابن الهمام – رحمه الله – (1) في مثل هذه المسألة ما نصه ” النظر من وراء الزجاج إلى الفرج محرَّم، بخلاف النظر في المرآة، ولو كانت في الماء ونظر فيه فرأى فرجها فيه ثبتت الحرمة، ولو كانت على الشط فنظر في الماء فرأى فرجها لا يحرم، كان العلة والله أعلم أنَّ المرئي في المرآة مثاله لا هو، وبهذا علَّلوا الحنث فيما إذا حلف لا ينظر في وجه فلان، فنظره في المرآة أو الماء، وعلى هذا فالتحريم به من وراء الزجاج بناءً على نفوذ البصر منه، فيرى نفس المرئي، بخلاف المرآة والماء”. ومثاله فيه لا عينه، ويدل عليه تعبير قاضيخان (2) بقوله لأنه لم يرَ فرجها، وإنما رأى عكس فرجها فافهم”.فإذا كان النظر في الماء والمرآة مع رؤية فرج امرأة انعكس فيهما خيالاً جائز عند هؤلاء العلماء لأنَّ المرئي مثاله لا حقيقته، فأقول بأنَّ النظر إلى الصورة هو نظر إلى ظل الشيء، وهو مثاله لا حقيقته ولا عينه، وهو غير النظر في الماء، أو المرآة لأنَّ الصورة اشد خيالاً من الماء والمرآة.وعليه فالأدلة على تحريم النظر إلى العورة لا تنطبق على الصورة“Al-Kamaal Ibn al-Hammam rahimahullah ta’ala menyatakan berkaitan dengan masalah ini sebagai berikut, “Melihat farji dari balik kaca transparan diharamkan. Ini berbeda dengan melihat di dalam cermin. Jika seorang wanita berada di dalam air, lalu ada seorang laki-laki melihat ke dalamnya dan melihat farji wanita itu, maka berlakulah al-hurmah (maksudnya hurmat al-mushaharah). Seandainya wanita itu berada di tempat jauh, lalu laki-laki itu melihat ke dalam air, dan melihat farji wanita itu, maka tidaklah diharamkan (al-musharah). ‘Illatnya, hanya Allah yang lebih mengetahui, adalah orang yang ada di dalam cermin adalah bayangannya, bukan orang itu sendiri. Dengan inilah mereka bisa beralasan menyelisihi sumpah jika ia diminta untuk bersumpah tidak melihat wajah si fulan, tetapi melihat (bayangan) di dalam cermin atau di dalam air. Atas dasar itu, pengharaman (al-mushaharah) karena melihat farji perempuan dari balik kaca transparan didasarkan pada alasan bahwa mata bisa menembus kaca, sehingga ia bisa menyaksikan sosok orang itu sendiri. Ini berbeda dengan cermin atau air; maka bayangan di dalamnya bukanlah orang itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan Qadlihaan dalam perkataannya, “Sebab, ia tidak melihat farji wanita, tetapi ia melihat bayangan farjinya, maka fahamlah”. Dengan demikian, melihat di dalam air dan cermin, bersamaan dengan melihat bayangan farji wanita yang terpantul di dalamnya adalah boleh menurut ulama ini. Sebab, yang dilihat adalah bayangannya, bukan orangnya sendiri. Maka, saya menyatakan bahwasanya melihat gambar adalah melihat bayangan sesuatu. Sedangkan bayangan adalah cerminannya, bukan hakekat maupun sesuatu itu sendiri. Melihat gambar berbeda dengan melihat di dalam air dan cermin. Sebab, gambar itu khayalnya lebih kuat dibandingkan (pantulan yang ada di dalam) air dan cermin. Atas dasar itu, dalil-dalil yang menjelaskan pengharaman melihat aurat tidak bisa diterapkan pada gambar”.[Al-‘Allamah Mohammad Syuwaikiy, al-Khalaash wa Ikhtilaaf al-Naas, hal. 259]Beliau juga menolak penggunaan kaedah al-wasilah ila al-haraam untuk mengharamkan melihat gambar aurat. Menurut beliau, kaedah ini tidak bisa diterapkan pada kasus melihat gambar aurat wanita. Beliau juga menangkis beberapa argumen yang ditujukan untuk melemahkan pendapat beliau. Semua itu beliau jelaskan dengan gamblang di dalam Kitab al-Khalaash wa Ikhtilaaf al-Naas.
Kami pribadi tidak heran dengan fenomena
seperti ini karena siapapun yang membaca berbagai kitab fiqih akan
menemukan perselisihan yang banyak dan terkadang dalam perselisihan
tersebut terdapat pendapat ulama yang aneh, menyimpang, tidak
berdasarkan dalil atau berhujjah dengan dalil yang lemah. Pada intinya
menjadikan hal ini untuk merendahkan mazhab tertentu adalah cara
berpikir yang benar-benar jahil dan licik. Itulah hakikat orang yang
bernama Muhammad Abdurrahman Al Amiry dalam perkara ini, ia berdusta
atas nama Sayyid Aliy Al Khamene’iy kemudian dengan liciknya ia
menggiring kesalahan seorang ulama Syi’ah untuk merendahkan mazhab
Syi’ah secara keseluruhan. Kelicikan dan Kedustaan, itulah hakikat
tulisan Muhammad ‘Abdurrahman Al Amiry.
Mungkin para pembaca masih ingat kasus
tuduhan terhadap Syi’ah yang katanya membolehkan memakan kotoran imam
mereka karena terdapat salah seorang ulama yang menyatakan kesucian
kotoran imam mereka. Kami melihat begitu banyak orang awam dan bodoh
berduyun-duyun mentertawakan dan merendahkan mazhab Syi’ah karena hal
ini. Tetapi orang yang paham dan memiliki ilmu dalam hal ini akan merasa
risih dan miris ketika melihat ternyata dalam mazhab Ahlus Sunnah juga
ada fenomena yang sama dimana sebagian ulama menyatakan kesucian kotoran
Rasulullah [shallallahu 'alaihi wasallam]. Para pembaca dapat melihatnya dalam tulisan kami disini.
Apakah lantas mazhab ahlus sunnah akan ditertawakan dan direndahkan
pula?. Kami pribadi jelas tidak menyukai cara-cara licik seperti ini
untuk merendahkan mazhab tertentu baik itu mazhab Ahlus Sunnah ataupun
Syi’ah. Jika ingin mengkritik maka silakan mengkritik dengan objektif.
Boleh-boleh saja bagi siapapun untuk
mengumpulkan fatwa aneh dan kesalahan para ulama dalam mazhab tertentu
baik Ahlus Sunnah maupun Syi’ah kemudian dituliskan dalam kitab khusus
yang berjudul “Ensiklopedi Kesalahan Ulama”. Kita tidak akan menyatakan
hal ini sebagai suatu kelicikan tetapi jika dituliskan dalam kitab
khusus yang berjudul “Inilah Islam Yang Sebenarnya” maka hal itu
termasuk dalam kelicikan dan kedustaan. Bagaimana mungkin kesalahan para
ulama tersebut dikatakan sebagai Islam yang sebenarnya. Bukankah cara
licik seperti ini sering dipakai oleh para orientalis yang memang
berniat merendahkan islam. Nah begitulah hakikatnya apa yang dilakukan
penulis yang menyebut dirinya Muhammad ‘Abdurrahman Al Amiry kurang
lebih sama dengan para orientalis yang berdusta atas nama islam.
____________________________________
Beginilah Cara Orang Arab Saudi Mensensor Foto Seksi Selebriti.
Sumber:
1. http://secondprince.wordpress.com/
2. http://syiahali.wordpress.com/
3. http://kaskus.com
4.dan berbagai sumber lainnnya.