Pesan Rahbar

Home » » SIAPA SESUNGGUHNYA GOLONGAN AL-ASY’ARIYYAH ?

SIAPA SESUNGGUHNYA GOLONGAN AL-ASY’ARIYYAH ?

Written By Unknown on Sunday, 31 August 2014 | 04:26:00

Apakah Al Asy'ariyyah Termasuk Ahlu Sunnah?


Muka depan majalah as-Sunnah Edisi 06/VIII/1425H/2004M .


Mukasurat 37 dari majalah As-Sunnah Edisi 06/VIII/1425H/2004M

Disusun Oleh : Abu Ihsan Al Atsary

PENDAHULUAN

Ini adalah sebuah polemik yang sempat mencuat di kalangan kaum muslimin, khususnya para penuntut ilmu. Ada sebagian orang mengira Al Asy'ariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama'ah.

Seperti yang sudah dimaklumi, sebenarnya madzhab Al Asy'ariyyah yang berkembang sekarang ini, hakikatnya adalah madzhab Al Kullabiyyah. Abul Hasan Al Asy'ari sendiri telah bertaubat dari pemikiran lamanya, yaitu pemikiran Mu'tazilah. Tujuh sifat yang ditetapkan dalam madzhab Al Asy'ariyyah inipun bukan berdasarkan nash dan dalil syar'i, tetapi berdasarkan kecocokannya dengan akal dan logika. Jadi, sangat bertentangan dengan prinsip Ahlu Sunnah Wal Jama'ah.


SEJARAH SINGKAT ABUL HASAN AL ASY'ARI

Nama lengkapnya adalah Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Abi Burdah bin Abu Musa Al Asy'ari. Lebih akrab disebut Abul Hasan Al Asy'ari. Lahir di Bashrah pada tahun 260 H atau 270 H. Masa kecil dan mudanya dihabiskan di kota Bashrah. Kota yang kala itu sebagai pusat kaum Mu'tazilah. Dan tidak dapat dielakkan, pada masa pertumbuhannya, beliau terpengaruh dengan lingkungannya Beliau mendalami ilmu kalam dan pemikiran Mu'tazilah dari ayah tirinya yang bernama Abu Ali Al Juba'i. Namun kemudian, beliau bertaubat dari pemikiran Mu’tazilah ini. Allah menghendaki keselamatan bagi beliau, dan memperoleh petunjuk kepada madzhab Salaf dalam penetapan sifat-sifat Allah, dengan tanpa ta'wil, tanpa ta'thil, tanpa takyif dan tanpa tamtsil*

Referensi:
* Ta’thil (menolak atau meniadakan sifat Allah, takyif (membayangkan atau menanyakan hakikat dan bentuk sifat Allah), tamtsil (menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk), ta’wil (maksudnya tahrif yaitu menyimpangkan makna dari zhahirnya tanpa dalil).

Kisah taubatnya dari pemikiran Mu'tazilah ini sangat populer. Beliau melepas pakaiannya seraya berkata: "Aku melepaskan keyakinan Mu'tazilah dari pemikiranku, seperti halnya aku melepaskan jubah ini dari tubuhku," kemudian beliau melepas jubah yang dikenakannya. Secara simbolis, itu merupakan pernyataan bahwa beliau berlepas diri dari pemikiran Mu'tazilah dan dari kaum Mu'tazilah.

Ahli sejarah negeri Syam, Al Hafizh Abul Qasim Ali bin Hasan bin Hibatillah bin Asakir Ad Dimasyq (wafat tahun 571) dalam kitab At Tabyin menceritakan peristiwa tersebut:

Abu Ismail bin Abu Muhammad bin Ishaq Al Azdi Al Qairuwani, yang dikenal dengan sebutan Ibnu 'Uzrah bercerita, Abul Hasan Al Asy'ari adalah seorang yang bermadzhab Mu'tazilah. Dan memegang madzhab ini selama 40 tahun. Dalam pandangan mereka, beliau adalah seorang imam. Kemudian beliau menghilang selama lima belas hari. Secara tiba-tiba, beliau muncul di masjid Jami' kota Bashrah. Dan setelah shalat Jum'at, beliau naik ke atas mimbar seraya berkata,”Hadirin sekalian. Aku menghilang dari kalian selama beberapa hari, karena ada dalil-dalil yang bertentangan dan sama kuatnya, namun aku tidak mampu menetapkan mana yang hak dan mana yang batil. Dan aku tidak mampu membedakan mana yang batil dan mana yang hak. Kemudian aku memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka Dia memberiku petunjuk, dan aku tuangkan ke dalam bukuku ini. Dan aku melepaskan semua aqidah (keyakinan) yang dulu aku pegang, sebagaimana aku membuka bajuku ini." Kemudian beliau membuka bajunya dan membuangnya, lalu memberikan bukunya tersebut kepada para hadirin.

Sebagai bukti kesungguhan Abul Hasan Al Asy'ari melepaskan diri dari pemikiran Mu'tazilah, yaitu beliau mulai bangkit membantah pemikiran Mu'tazilah dan mendebat mereka. Bahkan beliau menulis sampai tiga ratus buku untuk membantah Mu'tazilah. Namun dalam membantahnya, beliau menggunakan rasio dan prinsip-prinsip logika. Beliau mengikuti pemikiran-pemikiran Kullabiyyah.(1)

Referensi:
(1) Al Kullabiyah, adalah penisbatan kepada Abu Muhammad Abdullah bin Sa'id bin Muhammad bin Kullab Al Bashri, wafat pada tahun 240 H.


ABUL HASAN AL ASY'ARI SECARA TOTAL MENJADI PENGIKUT MANHAJ SALAF

Kemudian Allah menyempurnakan nikmatNya untuk beliau. Setelah pindah ke Baghdad dan bergabung bersama para tokoh murid-murid Imam Ahmad, akhirnya beliau secara total menjadi seorang Salafi (pengikut manhaj Salaf). Pada fase yang ketiga dalam kehidupannya ini, beliau menulis beberapa risalah berisi pernyataan taubatnya dari seluruh pemikiran Mu'tazilah dan syubhat-syubhat Kullabiyyah.

Diantara beberapa buku yang ditulisnya, yaitu: Al Luma', Kasyful Asrar Wa Hatkul Asrar, Tafsir Al Mukhtazin, Al Fushul Fi Raddi 'Alal Mulhidiin Wa Kharijin 'Alal Millah Ka Al Falasifah Wa Thabai'in Wad Dahriyin Wa Ahli Tasybih, Al Maqalaat Al Islamiyyin dan Al Ibanah. Semoga Allah merahmati beliau.


PERNYATAAN ABUL HASAN AL ASY'ARI DALAM KITABNYA: AL IBANAH FI USHULID DIYANAH (2).

Referensi:
(2) Buku ini telah saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Pustaka At Tibyan. Dalam buku aslinya disertakan taqdim (kata pengantar dari para ulama terkini, seperti Syaikh Hammad bin Muhammad Al Anshari, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz dan Syaikh Ismail Al Anshari). Buku ini sangat penting dibaca oleh kaum muslimin, khususnya di Indonesia dan Malaysia yang mayoritas penduduknya menisbatkan diri kepada Al Asy'ariyyah.


Beliau berkata dalam kitab Al Ibanah: "Pendapat yang kami nyatakan, dan agama yang kami anut adalah berpegang teguh dengan Kitabullah k dan Sunnah NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam , atsar-atsar (riwayat-riwayat) yang diriwayatkan dari para sahabat, tabi'in dan para imam ahli hadits. Kami berpegang teguh dengan prinsip tersebut. Kami berpendapat dengan pendapat yang telah dinyatakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal, semoga Allah mengelokkan wajah beliau, mengangkat derajat beliau dan melimpahkan pahala bagi beliau. Dan kami menyelisihi perkataan yang menyelisihi perkataan beliau. Karena beliau adalah imam yang fadhil (utama), pemimpin yang kamil (sempurna). Melalui dirinya, Allah menerangkan kebenaran dan mengangkat kesesatan, menegaskan manhaj dan memberantas bid'ah yang dilakukan kaum mubtadi'in, dan (memberantras) penyimpangan yang dilakukan orang-orang sesat, serta (memberantas) keraguan yang ditebarkan orang yang ragu-ragu." (3)

Referensi:
(3) Al Ibanah, halaman 17.

Demikian pernyataan Abul Hasan, bahwa ia kembali ke pangkuan manhaj Salaf.


ULAMA-ULAMA SYAFI'IYYAH MENOLAK DINISBATKAN KEPADA ASY'ARIYYAH

Kebanyakan orang mengira bahwa madzhab Al Asy'ariyyah itu identik dengan madzhab Ahlu Sunnah Wal Jama'ah. Ini sebuah kekeliruan fatal.

Abul Hasan sendiri telah kembali ke pangkuan manhaj Salaf, dan mengikuti aqidah Imam Ahmad bin Hambal. Yaitu menetapkan seluruh sifat-sifat yang telah Allah tetapkan untuk diriNya, dan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits shahih, dengan tanpa takwil, tanpa ta'thil, tanpa takyif dan tanpa tamtsil. Jelas, Abul Hasan pada akhir hidupnya adalah seorang salafi, pengikut manhaj salaf dan madzhab imam ahli hadits. Sampai-sampai ulama-ulama Asy Syafi'iyyah menolak dinisbatkan kepada madzhab Asy'ariyyah.

Berikut ini, mari kita simak penuturan Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Id Al Hilali dalam kitabnya yang sangat bagus, dalam edisi Indonesia berjudul Jama'ah-jama'ah Islam Ditimbang Menurut Al Qur'an dan As Sunnah (halaman 329-330). Dalam bukunya tersebut, beliau membantah Hizbut Tahrir yang mencampur-adukkan istilah Ahlu Sunnah Wal Jama'ah dengan istilah Al Asy'ariyyah, sekaligus menyatakan bila Al Asy'ariyyah bukan termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama'ah, atau bukan termasuk pengikut manhaj Salaf. Beliau berkata:

Jika dikatakan: Yang dimaksud Ahlus Sunnah di sini adalah madzhab Asy'ariyah.

Kami jawab: Tidak boleh menamakan Asy'ariyah dengan sebutan Ahlus Sunnah. Berdasarkan persaksian ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (pengikut Salafush Shalih), mereka bukan termasuk Ahlus Sunnah.

1. Imam Ahmad, Ali bin Al Madini dan lainnya menyatakan, barangsiapa menyelami ilmu kalam, (maka ia) tidak termasuk Ahlus Sunnah, meskipun perkataannya bersesuaian dengan As Sunnah, hingga ia meninggalkan jidal (perdebatan) dan menerima nash-nash syar'iyyah. (4)

Referensi:
(4) Silakan lihat Syarah Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, karangan Al Laalikaai (I/157-165).


Tidak syak lagi, sumber pengambilan dalil yang sangat utama dalam madzhab Asy'ariyah adalah akal. Tokoh-tokoh Asya'riyah telah menegaskan hal itu. Mereka mendahulukan dalil aqli (logika) daripada dalil naqli (wahyu), apabila terjadi pertentangan antara keduanya. Ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membantah mereka melalui bukunya yang berjudul Dar'u Ta'arudh Aql Wan Naql, beliau membukanya dengan menyebutkan kaidah umum yang mereka pakai bilamana terjadi pertentangan antara dalil-dalil. (5)

Referensi:
(5) Bagi yang ingin penjelasan lebih rinci, silakan lihat kitab Asasut Taqdis, karangan Ar Razi, hlm. 168-173 dan Asy Syamil, karangan Al Juwaiini, hlm. 561 dan Al Mawaqif, karangan Al Iji, hlm. 39-40.

2. Ibnu Abdil Bar, dalam mensyarah (menjelaskan) perkataan Imam Malik, dia menukil perkataan ahli fiqh madzhab Maliki bernama Ibnu Khuwaiz Mandad: "Tidak diterima persaksian Ahli Ahwa' (Ahli Bid'ah)." Ia menjelaskan: "Yang dimaksud Ahli Ahwa' oleh Imam Malik dan seluruh rekan-rekan kami, adalah Ahli Kalam. Siapa saja yang termasuk Ahli Kalam, maka ia tergolong ahli ahwa' wal bida'; baik ia seorang pengikut madzhab Asy'ariyyah atau yang lainnya. Persaksiannya dalam Islam tidak diterima selama-lamanya, wajib diboikot dan diberi peringatan atas bid'ahnya. Jika ia masih mempertahankannya, maka harus diminta bertaubat." (6)

Referensi:
(6) Jami' Bayanil Ilmi wa Fadhlihi (II/96).

3. Abul Abbas Suraij yang dijuluki Asy Syafi'i kedua berkata,”Kami tidak mengikuti takwil Mu'tazilah, Asy'ariyah, Jahmiyah, Mulhid, Mujassimah, Musyabbihah, Karramiyah dan Mukayyifah. (7)

Referensi:
(7) Ini semua adalah nama-nama aliran

Namun kami menerima nash-nash sifat tanpa takwil, dan kami mengimaninya tanpa tamtsil." (8)

Referensi:
(8) Ijtima' Juyusy Islamiyah, hlm. 62.

4. Abul Hasan Al Karji, salah seorang tokoh ulama Asy Syafi'iyyah berkata: "Para imam dan alim ulama Syafi'iyyah, dari dulu sampai sekarang menolak dinisbatkan kepada Asy'ariyah. Mereka justeru berlepas diri dari madzhab yang dibangun oleh Abul Hasan Al Asy'ari. Menurut yang aku dengar dari beberapa syaikh dan imam, bahkan mereka melarang teman-teman mereka dan orang-orang dekat mereka dari menghadiri majelis-majelisnya. Sudah dimaklumi bersama kerasnya sikap syaikh (9)

Referensi:
(9) Yakni Syaikh Abu Hamid Al Isfaraini.

Terhadap Ahli Kalam, sampai-sampai memisahkan fiqh Asy Syafi'i dari prinsip-prinsip Al Asy'ari, dan diberi komentar oleh Abu Bakar Ar Radziqani. Dan buku itu ada padaku. Sikap inilah yang diikuti oleh Abu Ishaq Asy Syirazi dalam dua kitabnya, yakni Al Luma' dan At Tabshirah. Sampai-sampai kalaulah sekiranya perkataan Al Asy'ari bersesuaian dengan perkataan rekan-rekan kami (ulama madzhab Asy Syafi'i), beliau membedakannya. Beliau berkata: "Ini adalah pendapat sebagian rekan kami. Dan pendapat ini juga dipilih oleh Al Asy'ariyah." Beliau tidak memasukkan mereka ke dalam golongan rekan-rekan Asy Syafi'i. Mereka menolak disamakan dengan Al Asy'ariyah. Dan dalam masalah fiqh, mereka menolak dinisbatkan kepada madzhab Al Asy'ariyah; terlebih lagi dalam masalah ushuluddin." (10)

Referensi:
(10) At Tis'iniyyah, hlm. 238-239.

Pendapat yang benar adalah, Al Asy'ariyah termasuk Ahli Kiblat (kaum muslimin), tetapi mereka bukan termasuk Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Ketika para tokoh dan pembesar Al Asy'ariyyah jatuh dalam kebingungan, mereka keluar dari pemikiran Al Asy'ariyah. Diantaranya adalah Al Juwaini, Ar Razi, Al Ghazzali dan lainnya. Jika mereka benar-benar berada di atas As Sunnah dan mengikuti Salaf, lalu dari manhaj apakah mereka keluar? Dan kenapa mereka keluar? Hendaklah orang yang bhttp://www.blogger.com/img/blank.gifijak memahaminya, karena ini adalah kesimpulan akhir.

Dalam daurah Syar'iyyah Fi Masail Aqa'idiyyah http://www.blogger.com/img/blank.gifWal Manhajiyyah di Surabaya, dua tahun yang lalu, Syaikh Salim ditanya: Apakah Al Asy'ariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama'ah? Beliau menjawab dengan tegas: "Al Asy'ariyyah tidak termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama'ah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]  http://almanhaj.or.id/content/3011/slash/0 .
_______________________________________

Penjelasan dari As-Sayyid Muhammad bin 'Alawi al-Maliki al-Hasani :
Banyak kaum muslimin jahil (tidak mengetahui) mengenai madzhab al-‘Asya’irah (kelompok ulama pengikut madzhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari) dan tidak mengetahui siapakah mereka, serta metode mereka dalam bidang aqidah. Karena ketidak tahuan itu, ada sebagian dari kaum Muslimin, tidak berhati-hati, melemparkan tuduhan bahwa golongan Asya’irah sesat atau telah keluar dari Islam dan mulhid (menyimpang dari kebenaran) di dalam memahami sifat-sifat Allah.

Kejahilan terhadap madzhab al-Asya’irah ini adalah faktor retaknya kesatuan golongan Ahlus Sunnah dan terpecah-pecahnya kesatuan mereka, sehingga sebagian golongan yang jahil memasukkan al-Asya’irah dalam kelompok golongan yang sesat . Saya tidak tahu, mengapa golongan yang beriman dan golongan yang sesat disamakan ? Dan bagaimana golongan Ahl as-Sunnah dan golongan ekstrim mu’tazilah (Jahmiyyah) disamakan?

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ

"Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir) ?, Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan ?" (QS. Al-Qalam : 35 - 36).

Al-Asya’irah adalah para pemimpin ulama yang membawa petunjuk dari kalangan ulama muslimin yang ilmu mereka memenuhi bagian timur dan barat dunia dan disepakati oleh manusia sepakat atas keutamaan, keilmuan dan keagamaan mereka. Mereka adalah tokoh-tokoh besar ulama Ahlussunnah berwibawa tinggi yang berdiri teguh menentang kecongkaan dan kesombongan golongan Mu’tazilah.

Dalam menuturkan tentang golongan Al-Asya’irah, Ibnu Taimiyyah berkata:

والعلماء أنصار علوم الدين والأشاعرة أنصار أصول الدين – الفتاوى الجزء الرابع

“Para ulama adalah pembela ilmu agama dan al-Asya’irah pembela dasar-dasar agama (ushuluddin) - (Al-Fataawaa, juz 4).

Sesungguhnya mereka (penganut madzhab al-Asya’irah) terdiri dari tokoh-tokoh hadits (Muhadditsin), para Ahli fiqih dan para Ahlitafsir dari kalangan tokoh Imam-imam yang utama (yang menjadi panutan dan sandaran para ulama lain) seperti :

1. Syaikhul Islam Ahmad ibn Hajar al-‘Asqalani رحمه الله, tokoh hadits yang tidak dipertikaikan lagi sebagai gurunya para ahli hadits, penyusun kitab Fathul Baari ‘ala Syarhil Bukhaari. Bermazhab Asya’irah. Karyanya sentiasa menjadi rujukan para ulama’.
2. Syaikhul Ulama Ahl as-Sunnah, al-Imam an-Nawaawi رحمه الله, penyusun Syarh Shahih Muslim, dan penyusun banyak kitab yang masyhur. Beliau bermazhab Asya’irah.
3. Syaikhul Mufassirin al-Imam al-Qurthubi رحمه الله penyusun tafsir al-Jaami’ li Ahkaamil Qur’an. Beliau bermazhab Asya’irah.
4. Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haithami رحمه الله, penyusun kitab az-Zawaajir ‘an al-Iqtiraaf al-Kabaa’ir. Beliau bermazhab Asya’irah.
5. Syaikhul Fiqh wal Hadits al-Imam al-Hujjah wa ats-Tsabat Zakaaria al-Anshari رحمه الله Beliau bermazhab Asya’irah.
6. Al-Imam Abu Bakar al-Baaqilani رحمه الله
7. Al-Imam al-Qashthalani رحمه الله
8. Al-Imam an-Nasafi رحمه الله
9. Al-Imam asy-Syarbini رحمه الله
10. Abu Hayyan an-Nahwi رحمه الله, penyusun tafsir al-Bahr al-Muhith.
11. Al-Imam Ibn Juza رحمه الله, penyusun at-Tashil fi ‘Uluumittanziil.
12. Dan lain sebagainya, yang kesemua merupakan tokoh-tokoh Ulama ‘Asya’irah.

Seandainya kita menghitung jumlah ulama besar dari Ahli Hadits, Ahli Tafsir dan Ahli Fiqh yang bermazhab al-Asya’irah, maka tidak mungkin mampu untuk dilakukan dan kita memerlukan beberapa jilid buku untuk merangkai nama para ulama besar yang ilmu mereka memenuhi wilayah timur dan barat bumi. Adalah salah satu kewajiban kita untuk berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa dan mengakui keutamaan orang-orang yang berilmu dan memiliki kelebihan yakni para tokoh ulama, yang telah menabur khidmat mereka kepada syari’at Sayyid Para Rasul, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi wa Sallam.

Darimana lahi kebaikan yang kita harapkan sekiranya kita melemparkan tuduhan menyimpang daripada kebenaran dan sesat kepada para ulama besar kita dan para salafus sholeh ? Bagaimana Allah akan membukakan mata hati kita untuk mengambil manfaat dari ilmu-ilmu mereka setelah kita beri’tiqad bahwa mereka berada dalam keraguan dan menyimpang dari jalan Islam ???.

Sungguh saya ingin mengatakan: “Adakah ulama masakini dari kalangan Doktor [penyandang ijazah PhD] dan cerdik pandai, mampu melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dan Al-Imam An-Nawawi رحمهماالله dalam berkhidmat terhadap Sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang suci ? Adakah kita mampu untuk memberi khidmat terhadap Sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم sebagaimana yang dilakukan oleh kedua-dua ulama besar ini ? Semoga Allah memberikan karunia kepada mereka rahmat serta keridhaan-Nya. Lalu bagaimana kita bisa menuduh mereka berdua telah sesat dan juga para ulama al-Asya’irah yang lain, padahal kita memerlukan ilmu-ilmu mereka ?

Dan bagaimana kita bisa mengambil ilmu dari mereka jika mereka didalam kesesatan ? PadahalAl-Imam Ibnu Sirin رحمه الله pernah berkata :

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikan daripada siapa kalian mengambil agama kalian."

Apakah tidak cukup bagi orang yang tidak sependapat dengan para Imam di atas, untuk mengatakan, “Mereka rahimahullah telah berijtihad dan mereka salah dalam menafsirkan sifat-sifat Allah. Maka yang lebih baik adalah tidak mengikuti metode mereka.” Sebagai pengganti dari ungkapan kita yang telah menuduh mereka menyimpang dan sesat lalu kita marah atas orang yang mengkategorikan mereka sebagai Ahlussunnah.

Dan seandainya Al-Imam an-Nawawi, Al-‘Asqalani, Al-Qurthubi, Al-Fakhrurrazi, Al-Haithami dan Zakaria Al-Anshari dan ulama berwibawa yang lain tidak dikategorikan sebagai Ahlussunnah Wal Jama’ah, lalu siapakah lagi yang termasuk Ahlussunnah Wal Jama’ah ?.
Sungguh, dengan tulus kami mengajak semua pendakwah dan mereka yang bergiat di medan dakwah Islam agar bertaqwa kepada Allah dalam urusan ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, khususnya terhadap tokoh-tokoh ulama dan para fuqaha’nya. Karena, ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم senantiasa berada dalam kebaikan hingga hari kiamat. Dan tidak ada kebaikan bagi kita jika tidak mengakui kedudukan dan keutamaan para Ulama kita sendiri.

Al-Asya’irah adalah pengikut Imam Abu Hasan al-Asy'ari yang mempunyai jasa yang besar dalam membersihkan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah daripada kekeruhan yang dicetuskan oleh golongan Mu'tazilah. Kebanyakan pendukung dan Ulama besar umat ini adalah dari golongan al-Asya’irah. Sedangkan golongan yang memperdebatkan mereka ini sama sekali mencapai secarik buku mereka pun dari segi ilmu, wara' dan taqwa.

Di antara ulama Al-Asya’irah ialah: Imam Al-Haramain, Imam al-Ghazali, al-Hafidz Ibn Hajar al-'Asqalani, Imam Fakhruddin ar-Razi dan sebagainya. Apakah dosa yang telah mereka lakukan ? Adakah karena mereka bersunggung-sungguh untuk membuat bantahan atas kekeliruan yang ditimbulkan oleh golongan Musyabbihah yang berhubungan dengan Dzat Allah ? Golongan Musyabbihah ini mencoba untuk menetapkan bahwa Allah Ta’ala mempunyai jisim melalui ayat-ayat Mutasyabihat dan hadits-hadits yang menyatakan secara dzahirnya bahwa Allah mempunyai tangan, mata, siku, jari-jari dan sebagainya. -Selesai.


ULAMA-ULAMA BERMADZHAB AL-ASYA'IRAH

::: Peringkat Pertama : Dari Kalangan Murid Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari

* Abu Abdullah bin Mujahid Al-Bashri
* Abu Al-hasan Al-Bahili Al-Bashri
* Abu Al-Hasan Bandar bin Al-Husein Al-Syirazi As-Sufi
* Abu Muhammad At-Thobari Al-‘Iraqi
* Abu Bakr Al-Qaffal As-Syasyi
* Abu Sahl As-So’luki An-Naisaburi
* Abu Yazid Al-Maruzi
* Abu Abdillah bin Khafif As-Syirazi
* Abu Bakr Al-Jurjani Al-Isma’ili
* Abu Al-Hasan Abdul ‘Aziz At-Thobari
* Abu Al-Hasan Ali At-Thobari
* Abu Ja’far As-Sulami Al-Baghdadi
* Abu Abdillah Al-Asfahani
* Abu Muhammad Al-Qursyi Al-Zuhri
* Abu Bakr Al-Bukhari Al-Audani
* Abu Al-Manshur bin Hamsyad An-Naisaburi
* Abu Al-Husein bin Sam’un Al-Baghdadi
* Abu Abdul Rahman As-Syaruthi Al-Jurjani
* Abu Ali Al-Faqih Al-Sarkhosyi


::: Peringkat Kedua,

* Abu Sa’ad bin Abi Bakr Al-Isma’ili Al-Jurjani
* Abu Thayyib bin Abi Sahl As-So’luki An-Naisaburi
* Abu Al-Hasan bin Daud Al-Muqri Al-Darani Ad-Dimasyqi
* Al-Qodhi Abu Bakr bin At-Thoyyib bin Al-Baqillani
* Abu ‘Ali Ad-Daqqaq An-Naisaburi (guru Imam Al-Qusyairi)
* Al-Hakim Abu Abdillah bin Al-Bai’e An-Naisaburi
* Abu Manshur bin Abi Bakr Al-Isma’ili
* Al-Ustaz Abu Bakr Furak Al-Isfahani
* Abu Sa’ad bin Uthman Al-Kharkusyi
* Abu Umar Muhammad bin Al-Husein Al-Basthomi
* Abu Al-Qasim bin Abi Amr Al-Bajli Al-Baghdadi
* Abu Al-Hasan bin Maysazah Al-Isfahani
* Abu Tholib bin Al-Muhtadi Al-Hasyimi
* Abu Mu’ammar bin Abi Sa’ad Al-Jurjani
* Abu Hazim Al-‘Abdawi An-Naisaburi
* Al-Ustaz Abu Ishaq Al-Isfara’ini
* Abu ‘Ali bin Syazan Al-Baghdadi
* Abu Nu’aim Al-Hafiz Al-Isfahani
* Abu Hamid Ahmad bin Muhammad Al-Istawa’ie Ad-Dalwi


::: Peringkat ketiga,

* Abu Al-Hasan As-Sukri Al-Baghdadi
* Abu Manshur Al-Ayyubi An-Naisaburi
* Abu Muhammad Abdul Wahab Al-Baghdadi
* Abu Al-Hasan An-Na’imi Al-Bashri
* Abu Thohir bin Khurasah Ad-Dimasyqi
* Al-Ustaz Abu Manshur An-Naisaburi
* Abu Dzar Al-Haraqi Al-Hafiz
* Abu Bakr Ad-Dimsyaqi (Ibn Al-Jurmi)
* Abu Muhammad Al-Juwaini (ayahnda Imam Al-Haramain Al-Juwaini)
* Abu Al-Qasim bin Abi Uthman Al-Hamdani
* Abu Ja’far As-Samnani
* Abu Hatim At-Thobari Al-Qozwini
* Abu Al-Hasan Rasya bin Nazhif Al-Muqri
* Abu Muhammad Al-Isfahani (Ibn Al-Laban)
* Abu Al-Fath Salim bin Ayyub Al-Razi
* Abu Abdillah Al-Khobazi Al-Muqri
* Abu Al-Fadhl bin ‘Amrus Al-Baghdadi Al-Maliki
* Al-Ustaz Abu Al-Qasim Al-Isfarayini
* Al-Hafiz Abu Bakr Al-Baihaqi (pemilik Al-Asma’ wa As-Sifat)


::: Peringkat keempat,

* Abu Bakr Al-Khatib Al-Baghdadi
* Al-Ustaz Abu Al-Qasim Al-Qusyairi
* Abu ‘Ali bin Abi Harishoh Al-Hamdani Ad-Dimasyqi
* Abu Al-Muzhoffar Al-Isfara’ini
* Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali As-Syirazi
* Imam Al-Haramain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini
* Abu Al-Fath Nasr bin Ibrahim Ad-Dimasyqi
* Abu Abdillah At-Thobari


::: Peringkat kelima,

* Abu Al-Muzoffar Al-Khowafi
* Al-Imam Abu Al-Hasan At-Thobari (Balika Al-Harrasi)
* Hujjatul Islam Al-Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali
* Al-Imam Abu Bakr Al-Syasyi
* Abu Al-Qashim Al-Anshori An-Naisaburi
* Al-Imam Abu Nasr bin Abi Al-Qasim Al-Qusyairi
* Al-Imam Abu ‘Ali Al-Hasan bin Sulaiman Al-Isbahani
* Abu Sa’id As-ad bin Abi Nashr bin Al-Fadhl Al-‘Umri
* Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Yahya Al-Uthmani Ad-Dibaji
* Al-Qadhi Abu Al-‘Abbas Ahmad bin Salamah (Ibn Al-Ratbi)
* Al-Imam Abu Abdillah Al-Farawi
* Imam Abu Sa’ad Isma’il bin Ahmad An-Naisaburi Al-Karmani
* Imam Abu Al-Hasan Al-Sulami Ad-Dimasyqi
* Imam Abu Manshur Mahmud bin Ahmad Masyazah
* Abu Al-Fath Muhammad bin Al-Fadhl bin Muhammad Al-Isfara’ini
* Abu Al-Fath Nasrullah bin Muhammad Al-Mashishi


::: Peringkat keenam,

* Al-Imam Fakhruddin Al-Razi (pemilik At-Tafsir Al-Kabir dan Asas At-Taqdis)
* Imam Saifullah Al-Amidi (empunya Abkar Al-Afkar)
* Sulton Al-Ulama’ Izzuddin bin Abdil Salam
* Sheikh Abu ‘Amr bin Al-Hajib
* Sheikhul Islam Izzuddin Al-Hushairi Al-Hanafi (pemilik At-Tahsil wal Hashil)
* Al-Khasru Syahi


::: Peringkat ketujuh,

* Sheikh Taqiyuddin Ibn Daqiq Al-‘Idd
* Sheikh ‘Ala’uddin Al-Baji
* Al-Imam Al-Walid Taqiyuddin Al-Subki (murid Sheikh Abdul Ghani An-Nablusi)
* Sheikh Shofiyuddin Al-Hindi
* Sheikh Shadruddin bin Al-Marhal
* Sheikh Zainuddin
* Sheikh Shodruddin Sulaiman Abdul Hakam Al-Maliki
* Sheikh Syamsuddin Al-Hariri Al-Khatib
* Sheikh Jamaluddin Az-Zamlakani
* Sheikh Jamaluddin bin Jumlah
* Sheikh Jamaluddin bin Jamil
* Qodhi Al-Quddho Syamsuddin As-Saruji Al-Hanafi
* Al-Qadhi Syamsuffin bin Al-Hariri
* Al-Qodhi ‘Addhuddin Al-Iji As-Syirazi (pemilik kitab Al-Mawaqif fi Ilm Al-Kalam)


::: Dan sebagainya… Nafa’anaLlahu bi ulumihim wa barakatihim.. amin…..... [Selesai nukilan].


Lihatlah, sesungguhnya Al-Asyairah diikuti oleh jumlah yang sangat besar dari para 'ULAMA'. Apakah mereka semua ini sesat jika ada pihak mengatakan golongan Al-Asyairah sesat ? Pikirkanlah...dan bagaimana pula dengan golongan-golongan yang lainnya, apakah ada aliran mereka yang mampu melahirkan para ULAMA' seperti Al-Asyairah?

Wallahu 'alam.

(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: