Pesan Rahbar

Home » » Negara Yang Tidak Memiliki Wibawa

Negara Yang Tidak Memiliki Wibawa

Written By Unknown on Thursday 19 November 2015 | 21:33:00


Degradasi terus menggerus wibawa pemerintah. Dari hari ke hari, rakyat semakin menganggap bahwa berurusan dengan aparat pemerintah bukan jalan terbaik untuk menemukan solusi bagi persoalan mereka.
Masyarakat pun akhirnya bertindak sendiri dan hal itu membuat keadaan bertambah buruk. Dua peristiwa di dua tempat berbeda, pekan lalu, menjadi saksi dari jatuhnya kewibawaan pemerintah tersebut.

Peristiwa pertama terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat, Kamis (26/1),saat sekitar sepuluh ribu orang membakar Kantor Bupati Bima. Mereka menuntut Bupati Bima Ferry Zulkarnaen mencabut izin usaha pertambangan bagi PT Sumber Mineral Nusantara yang dianggap merugikan masyarakat.

Tak hanya itu. Mereka juga membebaskan paksa 53 tahanan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Raba, Bima. Semua itu berlangsung di depan hidung polisi tanpa bisa dicegah.

Peristiwa kedua, hanya berselang satu hari kemudian, berlangsung di Bekasi, Jawa Barat. Lebih dari 10 ribu buruh berunjuk rasa memblokade jalan tol saat mempersoalkan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Aksi itu berdampak serius bagi ekonomi akibat terganggunya produksi dan distribusi barang dan jasa.
Aksi di Bekasi itu pun berlangsung di depan mata polisi. Aparat tak bisa berbuat banyak. Aksi blokade itu membuat Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan sebaliknya lumpuh selama 8 jam.

Bukan cuma tak mampu mencegah, negara pun dianggap melakukan pembiaran, yaitu membiarkan buruh dan pengusaha berhadapan dalam perkara upah.

Peristiwa di Bima dan Bekasi itu menunjukkan pemimpin dan aparat negara tak punya wibawa. Sistem pemerintahan seperti tidak berjalan karena semua dibiarkan tanpa mampu dicegah.

Oleh karena itu, pemerintah harus membenahi wibawa mereka. Kewibawaan meniscayakan satunya kata dan perbuatan. Bila komitmen pemberantasan korupsi diucapkan, ia harus dilaksanakan. Bila komitmen memperjuangkan kepentingan rakyat diikrarkan, ia pun harus ditunaikan. Celakanya, itu tidak dilakukan rezim ini.

Akibat Pemerintah Lamban
Huru-hara di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, sebetulnya bisa dicegah andai kata pejabat pemerintah cepat merespons gejolak di masyarakat. Penegak hukum gagap menyelesaikan kasus penembakan di Pelabuhan Sape. Masyarakat pun kian kesal lantaran pemerintah daerah belum juga bersikap tegas terkait dengan izin usaha tambang yang mereka persoalkan.

Kemarahan masyarakat itu kemudian dilampiaskan dengan membakar kantor Bupati dan dua gedung pemerintah lainnya. Mereka bahkan berhasil memaksa petugas lembaga pemasyarakatan membebaskan 47 tahanan yang terlibat dalam insiden berdarah di Pelabuhan Sape pada Desember tahun lalu.

Aksi seperti itu jelas tidak dibenarkan. Massa tidak lagi menggelar unjuk rasa, tapi membuat kerusuhan. Tapi, masalahnya, pemerintah daerah dan hukum seakan sudah telanjur lumpuh. Keinginan warga empat kecamatan di Bima agar Bupati mencabut izin usaha pertambangan emas PT Sumber Mineral Nusantara tak pernah digubris. Tuntutan ini pula yang memicu terjadinya unjuk rasa pada Desember 2011, yang berakhir dengan penembakan tiga penduduk.

Kasus penembakan yang belum juga diusut tuntas hingga sekarang itu membuat persoalan semakin rumit. Keadaan memanas setelah pemerintah daerah tak mau menanggapi protes masyarakat. Bupati Bima Ferry Zulkarnain bahkan dikabarkan tidak berada di Bima, sedangkan kantor Bupati sudah ditinggalkan para karyawan yang panik melihat emosi warga. Di tengah kekosongan inilah, massa yang beringas bertindak anarkistis.

Argumen aparat keamanan bahwa ada provokator yang memicu aksi ini bisa saja benar. Tapi, kalaupun betul, provokasi tak akan efektif bila pejabat cepat menanggapi tuntutan masyarakat. Untuk mendinginkan suasana, seharusnya jauh-jauh hari Bupati melakukan komunikasi intensif dengan penduduk dan mencari solusi jalan tengah.

Jika izin tambang untuk PT Sumber Mineral itu merugikan rakyat, Bupati semestinya segara mencabut Surat Keputusan Nomor 188 Tahun 2010. Setidaknya, dilakukan moratorium atau pembekuan sementara atas izin tambang tersebut, sambil secara sungguh-sungguh melakukan pengkajian ulang. Ini yang alpa dilakukan. Bahkan Bupati masih tetap ragu mencabut izin tambang setelah kantornya dibakar.

Pemerintah pusat juga tak bisa cuci tangan. Benar bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, penerbitan dan pencabutan izin usaha pertambangan kini menjadi wewenang penuh kepala daerah. Kementerian Energi pun kerap tak dilibatkan dalam pengambilan keputusan pemberian izin, dan tidak dapat memerintahkan pencabutan izin langsung kepada kepala daerah. Meski begitu, pemerintah pusat seharusnya tetap bisa secara aktif memonitor izin-izin usaha tambang baru, khususnya di daerah-daerah yang sudah dilanda konflik.

Begitu pula dalam soal pengusutan kasus penembakan terhadap tiga demonstran. Pemerintah pusat yang memegang kendali kepolisian mesti bertanggung jawab membongkar tragedi kemanusiaan ini.

Tarif Listrik Bakal Naik
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo mengatakan tarif dasar listrik harus dinaikkan karena subsidi yang diberikan terlalu sedikit dibanding tahun lalu. “Tarif listrik di sini terlalu murah, sementara biayanya tinggi,” ujarnya kemarin.

Subsidi tarif listrik, kata dia, akan diberikan negara kepada masyarakat tak mampu. Mereka adalah golongan pelanggan listrik 450 volt ampere (VA) sampai 900 volt ampere. Tahun ini subsidi listrik mencapai Rp 45 triliun. Jumlah ini lebih rendah dibanding subsidi tahun lalu yang sebesar Rp 66 triliun.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jarman, menjelaskan bahwa pemerintah menyiapkan dua opsi kenaikan tarif dasar listrik. Pertama, hanya pelanggan 450 VA yang tidak mengalami kenaikan tarif sedangkan pelanggan lainnya akan terkena kenaikan tarif 10 persen. Opsi kedua, tarif pelanggan 450 VA dan 900 VA sama-sama naik. “Tetapi kenaikan baru dikenakan setelah pemakaian mencapai di atas 60 kilowatt hour (kWh) per bulan,” kata Jarman. Jika usul kenaikan tarif ini ditolak, kata dia, pemerintah akan mengusulkan tambahan subsidi Rp 8,9 triliun. “Subsidi bakal tambah tinggi dan mencapai Rp 53,9 triliun.”

Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji mengatakan tarif listrik merupakan kewenangan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. “PLN hanya melaksanakan keputusan pemerintah,” ujarnya.

PLN sendiri tetap berusaha melakukan efisiensi agar jatah subsidi sebesar Rp 45 triliun ini tetap mencukupi.” Upaya efisiensi terbesar adalah menambah porsi batu bara dalam pasokan energi,” katanya. Saat ini batu bara masih menjadi bahan bakar utama dengan porsi 43 persen, disusul bahan bakar minyak sebanyak 23 persen, dan gas sebesar 22 persen.

Kenaikan ini disambut dingin para pengusaha. Mereka meminta pemerintah bertindak proporsional bila jadi menaikkan tarif listrik. Selain itu, kenaikan diharapkan diberlakukan secara gradual. “Karena, bila kenaikan dilakukan berbarengan dengan pembatasan BBM bersubsidi, kondisi itu bakal menambah beban pengusaha,” kata Thomas Darmawan, penasihat Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, kemarin.

(IRIB-Indonesia/RM/Media-Indonesia/Tempo/Adjeiz/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: