Cianjur & Bogor, 8 Syawwal 1428 H
Memasuki ‘Idul Fitri, biasanya umat Islam saling mengunjungi satu di antara saudara lainnya. Mereka saling menyambung kembali tali persaudaraan yang sempat putus bahkan tidak pernah bertemu sekalipun. Menyambung tali persaudaraan dalam istilah Islam sering dikenal dengan istilah Silaturrahmi. SIlat berarti tali, dan rahmi berarti kasih sayang. Dengan menyambung tali persaudaraan, maka kasih sayang pun semakin berbuah. Kasih sayang di antara saudara, adik-kakak, orangtua-anak, dan keluarga lainnya akan terjalin bila di antara mereka saling terjalin hubungan yang baik, yakni di antaranya dengan saling mengunjungi satu sama lain.
Dalam literatur Islam terdapat ungkapan Rasulullah Muhammad Saw yang berbunyi, “Barangsiapa yang ingin diluaskan rejekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambungkanlah tali silaturrahmi.” Ungkapan Nabi Saw tersebut bisa diterima akal sehat. Dengan saling berkunjung kepada sanak keluarga, maka rejeki akan semakin mudah, karena dengan memiliki saudara, kita bisa saling membantu dalam urusan keuangan. Begitu pun dengan usia, kita akan semakin sehat akan saling menghibur, saling mengisi, dan saling perhatian. Oleh karena itu, silaturrahmi sangat memiliki hikmah berarti.
Selain bersilaturrahmi kepada kerabat yang masih hidup, di antara kita ada yang memanfaatkan awal Syawwal untuk berziarah ke makam-makam kerabat dan ulama serta orang-orang shaleh. Berziarah ke makam mana pun sebenarnya bermakna untuk mengingatkan kita terhadap kehidupan selanjutnya; alam kubur dan akhirat. Adapun ziarah ke makam-makam orang shaleh, setidaknya kita mengenang jasa-jasa beliau disertai panjatan do’a untuk almarhum.
Tradisi ziarah ke orang-orang shaleh yang sering dilakukan oleh kalangan umat Islam di Indonesia (khususnya Nahdliyyin dan Islam tradisional), merupakan rasa penghormatan terhadap kematian ketimbang kelahiran. Ziarah merupakan tradisi masyarakat bukan tradisi agama. Namun keduanya baik agama dan tradisi orientasi sama untuk menghormati para pendahulu. Selain menghormati juga ada nilai informasi historis dari almarhum melalui juru kuncinya.
Tapi, tradisi ziarah ini banyak ditentang oleh kelompok muslim puritan. Bahkan tak jarang mereka menilai tradisi ini sebagai syirik atau penyekutuan terhadap Allah Swt. Maka dari itu, dalam berziarah, satu hal yang perlu diingat; kita berziarah hanya untuk mendo’akan arwah, bertawassul karena amal almarhum yang shaleh, dan mengenang jasa-jasa beliau (sejarah). Tegasnya, kita hanya meminta kepada Alloh Swt, bukan kepada kuburan.
Sebenarnya diri manusia meliputi sisi rasional dan irrasional. Ada jasad ada ruh, ada hati yang jasad dan ada hati yang ruhaniyah. Allah, malaikat, jin, akhirat dan hal-hal ghoib lainnya sebagian orang adalah sangat tidak rasional. Dalam melakukan ziarah, kita akan mendapatkan perasaan berbeda. Setiap ziarah ada suasana tenang, teduh dan khusyu’. Kita dalam berziarah disaat berdo’a dan berdzikir sangat merasakan ketenangan, seperti kita berdo’a langsung dihadapan Allah Swt dengan diantar oleh Rosullullah Saw dan ditemani wali/almarhum yang kita ziarahi. Di sana kita bisa melihat bahwa makam itu bukan sesuatu tempat selesainya kita bermuara tetapi itu adalah jalan pembuka untuk menuju yang kita idam-idamkan selama ini. Dengan seringnya kita ziarah maka hidup duniawi itu sungguh sangat menertawakan kita saja, sehingga kita jalani hidup itu dengan lebih ringan.
Semoga kelak ada pemimpin yang “hobby” ziarah karena itu jelas yang dicontohkan oleh Rasullullah SAW sejak zaman sebelum kenabian, siapa lagi yang akan kita tiru jika bukan Rasullullah SAW. Saya yakin para pecinta Rasullullah SAW, pecinta para wali dan habib, pecinta ziarah akan terbebas dari cinta dunia dan dalam memimpin negara kecenderungannya lebih amanah. Amiin.
Wallohu a’lam bish shawab.
Lokasi Tujuan Ziarah, 8 Syawwal 1429 Hijriah
1. Makam Rd Aria Wiratanudatar I (Dalem Cikundul, Cianjur) (nenek moyang mama Abdullah bin Nuh)
2. Makam KH. Rd ‘Abdulloh bin Nuh (pejuang, ulama Bogor) di Sukaraja
3. Makam Habib ‘Abdulloh bin Muhsin al-‘Atthas (Habib Kramat, Empang, Bogor)
4. Makam KH. Tubagus Muhammad Falak bin Tubagus ‘Abbas (Pagentongan, Bogor)
(Komma-Bogor/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email