Senin (16 /1/2017) pagi, beberapa antropolog yang menamakan diri “Gerakan Antropolog untuk Indonesia yang Bhinneka dan Inklusif” menyerahkan petisi untuk Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta.
Mereka mengaku, ada 300 antropolog yang ikut petisi ini. Sedangkan di antara yang datang adalah Prof. Amri Marzali, Prof. Dr Meutia F Swasono, Prof. Dr Sulistyowati Irianto, Dr Kartini Sjahrir, Dr Selly Riawanti, Drs R. Yando Zakaria, Tjunggozali Joehana, Drs Gigin Praginanto, dan Iwan Meulia Pirous. Mereka inilah yang pertengahan Desember silam menengarai makin meningkatnya kondisi darurat keindonesiaan.
Menanggapi hal ini, Kepala Staf Presiden Teten Masduki memastikan, keluhan puluhan antropolog itu direspons oleh Jokowi. Termasuk mengenai intoleransi yang menjadi persoalan.
Dalam petisi itu, ada tiga poin mendasar yang menurut para antropolog perlu diperhatikan. Pertama sisi pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
“Mengenai dimensi pendidikan, Presiden sudah berkali-kali menekankan pentingnya Pancasila kembali diajarkan di sekolah-sekolah dan juga di masyarakat umum. Dalam waktu dekat akan dibentuk unit kerja Presiden mengenai pemantapan ideologi Pancasila,” ujar Teten dalam keterangan pers di Kantor Presiden.
Unit ini nantinya akan memproduksi berbagai gagasan mengenai toleransi dan kebhinekaan. Tujuannya, akan disebar ke lembaga-lembaga pendidikan maupun masyarakat umum.
Mengenai dimensi ekonomi yang juga menjadi titik tekan para antropolog, Teten mengatakan, saat ini Presiden Jokowi sedang merumuskan new economy policy, yang sedang digodok oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Akan ada kebijakan ekonomi baru untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial,” katanya.
Terkait distribusi lahan yang juga disorot, lanjut Teten, sudah direalisasikan untuk masyarakat adat sekitar 12.300 hektare, dari target untuk perhutanan sosial mencapai 12,7 juta hektare.
“Mengenai dimensi hukum, sangat jelas usulan para antropolog meminta Presiden tidak membiarkan kekerasan tindakan-tindakan yang mengancam keberagaman dam toleransi. Dan Pak Presiden memastikan proses hukum terhadap mereka yang melakukan tindakan kekerasan akan diproses,” jelasnya.
Teten memastikan Presiden Jokowi tidak ragu mengenai masalah ini. Meski diakuinya, tetap ada pertimbangan-pertimbangan politik yang diambil.
“Memang ada pertimbangan-pertimbangan politik yang saat ini diambil, kelihatan oleh masyarakat bahwa pemerintah tidak tegas. Tapi tadi ditegaskan Presiden, penegakan hukum harus dilakukan,” pungkas Teten.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email