Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, mengatakan akan mencabut hak kewarganegaraan warga Indonesia, jika mereka terbukti berperang bersama kelompok militan di Timur Tengah.
Namun, dia menyebut, tidak bisa begitu mencabut kewarganegaraan seseorang tanpa disertai bukti yang kuat.
Demikian ungkap Yasonna, ketika ditemui media usai menghadiri ulang
tahun emas Partai Golkar di Gedung Jakarta International Expo,
Kemayoran, Jakarta Pusat, semalam.
Dia pun menggelar rapat dengan Menteri Koordinator Politik Hukum
dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, untuk membahas mengenai isu
tersebut. Dia menyebut, akan ada rapat lanjutan dengan instansi lain
yang terkait.
“Kami akan melanjutkan dengan rapat bersama Kepala BIN, Jaksa Agung, dan beberapa Kementerian terkait hal ini,” kata dia.
Dia menambahkan, sudah meminta kepada Kapolri Jenderal Sutarman, mengenai data keterlibatan WNI dalam perang Timur Tengah.
“Kalau memang secara jelas terbukti berperang di negara lain, maka
sudah cukup bagi kami untuk mencabut hak kewarganegaraanya. Tetapi, kami
perlu menilai masing-masing individu dan harus disertai bukti
keterlibatannya,” tambah Yasonna.
Sementara itu, agar tidak ada lagi kecolongan WNI yang berangkat ke
daerah Timur Tengah untuk berperang bersama kelompok Islamic State of
Iraq and al Sham (ISIS), dia meminta kepada pihak imigrasi untuk
menyeleksi ketat individu yang akan berangkat ke area itu.
“Saya telah meminta kepada mereka untuk bertanya secara detail
warga kita yang jelas-jelas ingin ke sana, tujuannya ke mana selama di
sana, lihat apa pekerjaannya, dan latar belakangnya,” kata Yasonna.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Sutarman, pada awal Agustus lalu
memastikan ada sekitar 56 WNI yang bergabung ke dalam ISIS. Bahkan,
berdasarkan penyelidikan Polri, tiga orang di antaranya telah tewas.
Sutarman juga menyebut sudah mengidentifikasi WNI yang bisa sukses
menjejakkan kaki di sana. “Mereka kan berangkat ke Suriah melalui negara
kedua atau ketiga,” ujarnya.