Kaos ISIL. (Sumber: nypost.com)
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Pedagang
Indonesia menjual jaket berkerudung, kaus, dan boneka berlogo dari
Negara Islam Al-Qaeda di Irak dan Suriah (ISIL) melalui internet.
New York Post, pada Selasa (24/6) menyebutkan bahwa barang-barang tersebut tersedia di website dari beberapa pengecer Indonesia—yang mengiklankan barang-barang mereka di Facebook.
Satu kemeja, dengan tulisan “Mujahideen Around the World/United We Stand”, menunjukkan pejuang berotot mengenakan kopiah dan mengacungkan AK-47 seperti pahlawan dari sebuah film laga.
Retailer Zirah Islam mempromosikan yang disebutnya “Gerakan Gaya Islam” di situsnya, yang menampilkan pakaian yang memuji kelompok teroris Hamas dan Taliban dan kemeja yang mengatakan, “We Declare War. Fight Against Zionists”.
Kaus ISIL (Islamic State of Iraq and Levant ada juga yang menyebut ISIS/ Islamic State of Iraq and Syria)— yang tercantum dalam bagian barang luar ruang dan olahraga—memperlihatkan senapan Kalashnikov dan peta dunia, tampaknya mengacu rencana teroris untuk dominasi global.
Pedagang lain dari Indonesia menjajakan produk jihad termasuk Kavkaz Struggle Wear, yang menjual kaus dengan slogan “I Love Jihad” dalam bahasa Inggris dan Arab, dan Rezji Islamic Clothing and Shop, yang mengiklankan pejuang ISIL.
Tak satu pun dari situs pengecer atau halaman Facebook mengatakan apakah keuntungan untuk mendukung kampanye kekerasan ISIL.
Halaman-halaman itu ditutup setelah New York Post mengadukan mereka ke Facebook, menurut perwakilan media sosial.
“Di Facebook, kami memiliki aturan yang melarang laporan langsung dari kebencian, serangan terhadap perorangan dan kelompok, dan promosi terorisme,” kata Israel Hernandez.
Kampanye brutal Negara Islam di Irak telah memenangkan banyak pendukung di kalangan Muslim Sunni di Indonesia, kata pakar teror dari Indonesia, Solahudin, kepada situs Vocativ, yang pertama kali mengungkapkan tren tersebut.
“Mereka melihat bahwa ISIL telah berhasil di beberapa daerah di Suriah dan Irak. Mereka sudah menyatakan negara Islam di sana. Sebuah khalifah adalah tujuan akhir untuk setiap jihad di Indonesia, “kata Solahudin.
Beberapa orang berpikir bahwa gerakan ini menandai dimulainya perang Armageddon, bahwa pada perang itu “kafir” akan hancur dan Muslim akan berkuasa.
“Berbagai hadis memprediksi perang apokaliptik tersebut, dengan satu hadis mengungkapkan bahwa itu mulai di Suriah,” kata Solahudin.
Kelompok-kelompok jihad legal di Indonesia, dan diyakini bahwa setidaknya 50 orang Indonesia telah bergabung dengan ribuan pejuang asing lainnya berperang melawan pemerintah Suriah dan Irak sekarang. Dan dalam sebuah video baru-baru ini, para jihadis Indonesia mendesak negara mereka untuk bergabung dengan perang di Irak.
Puluhan Warga Indonesia Gabung ISIL.
Dukungan terhadap kelompok seperti Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL), kelompok radikal Sunni yang merajalela di utara Irak, kini berkembang di antara orang Indonesia dengan puluhan orang diyakini telah bergabung dengan kelompok militan tersebut.
Inggris dan Australia telah menyampaikan keprihatinan mereka bahwa Suriah dan Irak adalah tempat berkembang biak kelompok fanatik pro kekerasan yang pergi ke sana dari Barat untuk ikut berperang dan menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional ketika mereka pulang.
Indonesia yang selama ini cukup sukses memerangi terorisme, kini ikut terancam. “Tak ada banyak kejadian lagi di Indonesia yang bisa dipakai para militan untuk berjihad,” kata Taufik Andrie, ahli terorisme dari Institut Perdamaian Dunia.
“Hanya ada sejumlah kelompok sempalan yang tak punya sumberdaya atau dukungan, sehingga banyak yang terinspirasi dengan apa yang sedang terjadi di Irak dan Suriah,” kata dia.
“Ketika mereka kembali, mereka akan dipandang sebagai tokoh penting jihad. Orang-orang muda akan datang kepada mereka untuk berlatih, membentuk kelompok baru, merencanakan serangan, mengajari bagaimana caranya berperang dan membuat bom.”
Dukungan pada ISIL bertambah.
Kesatuan anti-teror Indonesia mengakui bahwa dukungan bagi ISIL kini berkembang, bisa dilihat dari berbagai aksi demonstrasi, aktivitas di media sosial dan khotbah-khotbah pada pendakwah radikal.
Para militan telah menyeberangi perbatasan Suriah ke utara Irak dan mengambil alih beberapa kota penting dan menekuk pasukan pemerintah Irak.
Indonesia memperkirakan ada 60 warga Indonesia yang bepergian ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan para militan, namun para ahli mengatakan jumlah sebenarnya hampir mendekati 100 orang dan angkanya terus berkembang dengan pesat.
Tak ada aturan hukum yang melarang orang Indonesia bergabung dengan kelompok militan asing dan sejumlah organisasi Islamis secara terbuka menggalang dukungan dana bagi ISIL.
“Pemerintah harus meloloskan aturan yang bisa mengkriminalkan warga yang mendukung dan bepergian ke luar negeri untuk bergabung dengan kelompok teroris,” kata Rohan Gunaratna, seorang ahli teroris dari Rajaratnam School of International Studies, Singapura.
Ia merujuk kepada negara tetangga Malaysia yang lebih aktif, menangkap puluhan laki-laki April lalu yang mencoba meninggalkan negara itu untuk berperang ke Suriah.
Meski itu gagal, bagaimanapun, untuk mencegah seorang warga Malaysia berusia 26 tahun meninggalkan negara itu ke Irak, di mana ia kemudian melakukan aksi bom bunuh diri yang menewaskan 25 tentara.
Indonesia mengetahui ancaman jika mereka kembali – karena sebagian besar teroris terkenal yang dilatih di Afghanistan pada 80 dan 90-an kembali ke Indonesia dengan jaringan yang lebih luas, keahlian membuat bom dan akses ke pendanaan. (dw.de/nypost.com).
New York Post, pada Selasa (24/6) menyebutkan bahwa barang-barang tersebut tersedia di website dari beberapa pengecer Indonesia—yang mengiklankan barang-barang mereka di Facebook.
Satu kemeja, dengan tulisan “Mujahideen Around the World/United We Stand”, menunjukkan pejuang berotot mengenakan kopiah dan mengacungkan AK-47 seperti pahlawan dari sebuah film laga.
Retailer Zirah Islam mempromosikan yang disebutnya “Gerakan Gaya Islam” di situsnya, yang menampilkan pakaian yang memuji kelompok teroris Hamas dan Taliban dan kemeja yang mengatakan, “We Declare War. Fight Against Zionists”.
Kaus ISIL (Islamic State of Iraq and Levant ada juga yang menyebut ISIS/ Islamic State of Iraq and Syria)— yang tercantum dalam bagian barang luar ruang dan olahraga—memperlihatkan senapan Kalashnikov dan peta dunia, tampaknya mengacu rencana teroris untuk dominasi global.
Pedagang lain dari Indonesia menjajakan produk jihad termasuk Kavkaz Struggle Wear, yang menjual kaus dengan slogan “I Love Jihad” dalam bahasa Inggris dan Arab, dan Rezji Islamic Clothing and Shop, yang mengiklankan pejuang ISIL.
Tak satu pun dari situs pengecer atau halaman Facebook mengatakan apakah keuntungan untuk mendukung kampanye kekerasan ISIL.
Halaman-halaman itu ditutup setelah New York Post mengadukan mereka ke Facebook, menurut perwakilan media sosial.
“Di Facebook, kami memiliki aturan yang melarang laporan langsung dari kebencian, serangan terhadap perorangan dan kelompok, dan promosi terorisme,” kata Israel Hernandez.
Kampanye brutal Negara Islam di Irak telah memenangkan banyak pendukung di kalangan Muslim Sunni di Indonesia, kata pakar teror dari Indonesia, Solahudin, kepada situs Vocativ, yang pertama kali mengungkapkan tren tersebut.
“Mereka melihat bahwa ISIL telah berhasil di beberapa daerah di Suriah dan Irak. Mereka sudah menyatakan negara Islam di sana. Sebuah khalifah adalah tujuan akhir untuk setiap jihad di Indonesia, “kata Solahudin.
Beberapa orang berpikir bahwa gerakan ini menandai dimulainya perang Armageddon, bahwa pada perang itu “kafir” akan hancur dan Muslim akan berkuasa.
“Berbagai hadis memprediksi perang apokaliptik tersebut, dengan satu hadis mengungkapkan bahwa itu mulai di Suriah,” kata Solahudin.
Kelompok-kelompok jihad legal di Indonesia, dan diyakini bahwa setidaknya 50 orang Indonesia telah bergabung dengan ribuan pejuang asing lainnya berperang melawan pemerintah Suriah dan Irak sekarang. Dan dalam sebuah video baru-baru ini, para jihadis Indonesia mendesak negara mereka untuk bergabung dengan perang di Irak.
Puluhan Warga Indonesia Gabung ISIL.
Dukungan terhadap kelompok seperti Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL), kelompok radikal Sunni yang merajalela di utara Irak, kini berkembang di antara orang Indonesia dengan puluhan orang diyakini telah bergabung dengan kelompok militan tersebut.
Inggris dan Australia telah menyampaikan keprihatinan mereka bahwa Suriah dan Irak adalah tempat berkembang biak kelompok fanatik pro kekerasan yang pergi ke sana dari Barat untuk ikut berperang dan menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional ketika mereka pulang.
Indonesia yang selama ini cukup sukses memerangi terorisme, kini ikut terancam. “Tak ada banyak kejadian lagi di Indonesia yang bisa dipakai para militan untuk berjihad,” kata Taufik Andrie, ahli terorisme dari Institut Perdamaian Dunia.
“Hanya ada sejumlah kelompok sempalan yang tak punya sumberdaya atau dukungan, sehingga banyak yang terinspirasi dengan apa yang sedang terjadi di Irak dan Suriah,” kata dia.
“Ketika mereka kembali, mereka akan dipandang sebagai tokoh penting jihad. Orang-orang muda akan datang kepada mereka untuk berlatih, membentuk kelompok baru, merencanakan serangan, mengajari bagaimana caranya berperang dan membuat bom.”
Dukungan pada ISIL bertambah.
Kesatuan anti-teror Indonesia mengakui bahwa dukungan bagi ISIL kini berkembang, bisa dilihat dari berbagai aksi demonstrasi, aktivitas di media sosial dan khotbah-khotbah pada pendakwah radikal.
Para militan telah menyeberangi perbatasan Suriah ke utara Irak dan mengambil alih beberapa kota penting dan menekuk pasukan pemerintah Irak.
Indonesia memperkirakan ada 60 warga Indonesia yang bepergian ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan para militan, namun para ahli mengatakan jumlah sebenarnya hampir mendekati 100 orang dan angkanya terus berkembang dengan pesat.
Tak ada aturan hukum yang melarang orang Indonesia bergabung dengan kelompok militan asing dan sejumlah organisasi Islamis secara terbuka menggalang dukungan dana bagi ISIL.
“Pemerintah harus meloloskan aturan yang bisa mengkriminalkan warga yang mendukung dan bepergian ke luar negeri untuk bergabung dengan kelompok teroris,” kata Rohan Gunaratna, seorang ahli teroris dari Rajaratnam School of International Studies, Singapura.
Ia merujuk kepada negara tetangga Malaysia yang lebih aktif, menangkap puluhan laki-laki April lalu yang mencoba meninggalkan negara itu untuk berperang ke Suriah.
Meski itu gagal, bagaimanapun, untuk mencegah seorang warga Malaysia berusia 26 tahun meninggalkan negara itu ke Irak, di mana ia kemudian melakukan aksi bom bunuh diri yang menewaskan 25 tentara.
Indonesia mengetahui ancaman jika mereka kembali – karena sebagian besar teroris terkenal yang dilatih di Afghanistan pada 80 dan 90-an kembali ke Indonesia dengan jaringan yang lebih luas, keahlian membuat bom dan akses ke pendanaan. (dw.de/nypost.com).