Pada
tanggal 3 Sya'ban tahun ke-4 Hijriah kebahagiaan terpancar dari rumah
keluarga Rasulullah Saw. Asma membawa bayi yang terbungkus kain putih
dan memberikannya kepada Rasulullah saw. Beliau begitu gembira lalu
mendekapnya. Dibacakan azan di telinga kanan bayi itu, dan iqamat di
telinga kirinya. Kemudian bayi itu ditidurkan di pangkuannya. Ketika
itu, Jibril datang menemui Nabi Muhammad Saw, dan berkata, "Allah swt
menyampaikan salam bagimu dan berfirman, 'Kedudukan Ali disampingmu
seperti Harun bagi Musa, maka namailah anak ini dengan nama putra Harun
yaitu 'Syabir', yang dalam bahasa Arab berarti 'Husein'." Maka
Rasulullah saw menamainya dengan Husein.
Imam Husein dibesarkan di lingkungan
keluarga suci. Para pendidik beliau adalah orang-orang yang paling mulia
moralnya dan paling menjulang kemanusiaannya. Imam Husein dibesarkan di
tengah orang-orang yang mengemban tugas membimbing dan memimpin umat
manusia. Beliau tumbuh besar dalam sebuah keluarga yang dipenuhi dengan
kesempurnaan dan keutamaan akhlak. Beliau selama beberapa tahun mendapat
didikan langsung dari Rasulullah Saw. Selain itu, kedua orang tuanya,
yaitu Imam Ali dan Sayidah Fatimah merupakan dua manusia agung hasil
didikan langsung Nabi Muhammad Saw. Pembinaan Rasulullah Saw, kasih
sayang dan keadilan Ali, serta keutamaan Fatimah membentuk keindahan dan
kesempurnaan Husein.
Suatu hari, Rasulullah terlihat keluar dari
rumahnya, saat itu Hasan berdiri di salah satu bahu beliau, dan Husein
berdiri di bahu lainnya. Rasulullah mencium mereka berdua. Seseorang
bertanya, "Wahai Rasulullah, Anda mencintai kedua anak ini?" Beliau
bersabda, "Barang siapa yang mencintai keduanya, ia mencintaiku dan
barang siapa yang memusuhinya, maka ia memusuhiku". Abu Hurairah
berkata, "Aku melihat dengan mata sendiri langkah Husein kecil di atas
kaki Rasulullah. Beliau memegang kedua tangan Husein dan mengangkatnya.
Anak itu diangkat hingga melangkah di dada Rasulullah. Ketika itu beliau
mencium anak itu seraya berdoa, "Ya Allah, Cintailah ia, sebagaimana
aku mencintainya".
Imam Shadiq menyebut Imam Husein sebagai
manifestasi Nafs al-Mutmainah, jiwa yang tenang, sebagaimana disebutkan
dalam al-Quran. Perkataan dan sikap Imam Husein menunjukan bahwa dalam
hidupnya senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan serta menyebarkan
agama Tuhan. Husein senantiasa menegakkan jalan Rasulullah Saw dan para
Nabi sebelumnya. Tampaknya, inilah maksud dari ziarah warits yang
disampaikan kepada beliau, pada saat kita membaca, "Assalamu Alaika ya
Waritsa Adama shifwatillah, Assalamu Alaika Ya waritsa Nuhi
Nabiyillah... Assalamu Alaika ya Waritsa Muhammad Rasulillah. Salam
atasmu wahai pewaris Adam as, Salam atasmu wahai pewaris nuh... salam
atasmu wahai pewaris Rasulullah…
Perjuangan Husein bin Ali melawan kezaliman
telah menjadi contoh dari figur manusia pembela nilai-nilai luhur
meskipun harus ditebus dengan nyawanya sendiri. Aktivitas Bani Umayyah
membuat ajaran akhlak Rasulullah di tengah umat Islam mulai pudar.
Kerusakan moral di tengah masyarakat semakin tinggi dan semakin
transparannya kezaliman penguasa lalim. Ketika itu Imam Husein berkata,
"Wahai umat manusia, hiduplah kalian dengan nilai-nilai moral yang luhur
dan berlomba-lombalah kalian untuk memperoleh bekal kebahagiaan. Jika
kalian berbuat baik kepada orang lain, meski ia tak membalas kebaikanmu,
janganlah khawatir. Sebab Allah swt akan memberimu ganjaran yang
terbaik. Ketahuilah, kebutuhan masyarakat kepada kalian merupakan
karunia ilahi. Maka, jangan kalian lewatkan karunia itu supaya kalian
bisa terhindar dari azab ilahi."
Imam Husein terkenal sebagai sosok manusia
yang amat pengasih dan pemaaf. Lembaran sejarah Islam menjelaskan suatu
ketika seorang dari Syam bernama Isham datang ke kota Madinah. Setibanya
di sana, ia melihat seorang pribadi yang terlihat amat berbeda dengan
khalayak lainnya. Ia pun bertanya kepada orang-orang, siapakah gerangan
sosok istimewa yang dilihatnya itu. Mereka menjawab, ia adalah Husein
bin Ali. Isham yang saat itu terpengaruh oleh fitnah dan propaganda Bani
Umayyah segera pergi mendekati beliau dan mencercanya dengan segala
hinaan dan makian.
Menanggapi perilaku Isham, Imam Husein
tidak marah, sebaliknya beliau justru menatapnya dengan penuh keramahan
dan kasih sayang. Sejenak kemudian, beliau pun membacakan ayat suci
al-Quran mengenai sikap maaf dan mengabaikan kekhilafan orang lain, lalu
berkata, "Wahai lelaki, aku siap melayani dan membantu apapun yang
engkau perlukan". Kemudian Imam Husein bertanya, "Apakah engkau berasal
dari Syam?" Lelaki itupun menjawabnya, "Iya". Imam lantas berkata, "Aku
tahu mengapa engkau bersikap demikian. Tapi kini engkau sekarang berada
di kota kami dan terasing di sini. Jika engkau memerlukan sesuatu, aku
siap membantu dan menyambutmu di rumahku".
Melihat sikap Imam Husein yang di luar
dugaan dan begitu ramah itu, Isham pun heran dan terkesima. Ia pun
berkata, "Di saat itu, aku berharap bumi terbelah dan aku tergelincir di
dalamnya daripada bersikap begitu keras kepala dan ceroboh semacam itu.
Bayangkah saja, hingga saat itu aku masih menyimpan kebencian yang
sangat mendalam terhadap Husein dan ayahnya. Namun sikap penuh welas
asih Husein bin Ali membuat diriku malu dan menyesal. Dan kini tak ada
siapapun yang lebih aku cintai kecuali dia dan ayahnya".
Selain itu, salah satu karakter yang bisa
kita pelajari dari kehidupan Imam Husein adalah pandangannya mengenai
dunia. Menurut Imam Husein, manusia tidak boleh menggantungkan diri
kepada keindahan dunia yang bersifat semu. Imam Husein berkata: "Apa
yang disinari oleh matahari di atas bumi ini, mulai dari timur hingga
barat, dari laut hingga padang pasir, dari gunung hingga lembah, semua
itu di mata seorang wali Allah adalah ibarat sebuah bayangan yang cepat
berlalu dan tidak layak dicintai. Wahai manusia! Janganlah menjual diri
kalian kepada dunia yang fana ini. Sadarlah bahwa tidak ada yang
berharga bagi kalian selain surga dan barang siapa yang mencintai dunia
dan puas atasnya, maka ia telah puas terhadap sesuatu yang hina."
Post a Comment
mohon gunakan email