Foto: harianjambi.com
“Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh.(Syafruddin Prawiranegara)
Bahwa bangunan kolonial pada suatu waktu akan roboh, bagi kami hal itu sudah pasti. Persoalannya hanyalah waktu, cepat atau lambat, dan bukan ya atau tidak. Pasang yang menaik tidak dapat ditolak; masa depan adalah ibarat laut yang tidak mengenal pasang surut. Begitulah semangat dan optimisme Bung Hatta dalam majalah “Indonesia Merdeka” edisi 1925.
Menurut Syafii Ma’arif, revolusi Indonesia telah melahirkan banyak peristiwa yang menjadi tonggak-tonggak penting dan menentukan dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan Tanah Air dalam tenggang waktu 1945 hingga 1949. Salah satu tonggak yang menyatu dengan roh dan nafas revolusi Indonesia adalah lahirnya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pimpinan Sjafruddin Prawiranegara di sebuah desa kecil Halaban dalam wilayah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, pada 22 Desember 1948.
Agresi militer II
19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militer untuk kedua kalinya terhadap wilayah Republik Indonesia. Agresi itu mereka namakan sebagai “Aksi Polisionil” ke Yogyakarta dan Bukittinggi. Serangan serentak di dua kota ini dimaksudkan untuk menghapuskan peta ketatanegaraan Republik Indonesia karena dua kota itulah benteng pertahanan keberadaan pemerintah Republik Indonesia. Dengan menguasai ibukota dan menangkap para pemimpinnya maka Republik Indonesia akan hilang selama-lamanya sehingga mereka meneruskan rencana mendirikan negara federasi.
Sasaran awal dalam rangka penyerangan ke Yogyakarta ialah dengan membombardir lapangan terbang Maguwo dari udara menggunakan pesawat Mitchels. Pasukan TNI yang menjaga lapangan terbang tersebut tidak kuasa menahan gempuran yang bertubi-tubi sehingga mereka hanya berusaha menyelamatkan diri. Dalam waktu satu jam 900 tentara payung telah berhasil didaratkan.
Agresi militer Belanda yang ke dua ini berhasil dengan gemilang, karena hanya dalam waktu hitungan jam telah mencapai sasaran utamanya: yaitu menguasai ibukota Yogyakarta dan beberapa kota penting lainnya di Jawa dan Sumatera serta menawan pemimpin-pemimpin RI. Para pemimpin Republik yang ditawan Belanda tanggal 19 Desember 1948 yang berada di Istana Yogyakarta, Ir Soekarno (Presiden), Drs. Mohammad Hatta (Wakil Presiden/ Perdana Menteri), Mr. Ali Sastroamidjojo (Menteri PPK), Mr. Mohammad Roem (Ketua Delegasi RI), Sutan Sjahrir (Penasehat Presiden), AG Pringgodigdo (Sekretaris Negara), Surjadarma (Komodor Angkatan Udara), H. Agus Salim (Menteri Luar Negeri), dan para pembesar lainnya.
Perlawanan Tiada Henti
Sebelum Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap pasukan Belanda pada 19 Desember 1948, kawat masih sempat dikirimkan kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara dalam Kabinet Hatta yang sedang berada di Bukittinggi dan kepada Dr. Sudarsono, LN Palar, dan AA Maramis di India. Isi pesan tersebut agar dibentuk segera pemerintah darurat di Sumatera atau pemerintah dalam pengasingan di India, sekiranya perjuangan dalam negeri gagal.
Karena Belanda selalu mengincar pimpinan PDRI, watak perlawanan yang dikembangkan adalah bergerilya dari satu kawasan ke kawasan yang lain dengan segala suka duka yang menyertainya, termasuk harus berjalan kaki sepanjang ratusan kilometer. Hutan dan desa-desa di Sumatera Barat telah melindungi pimpinan PDRI selama tujuh bulan (22 Desember 1948-13 Juli 1949). Tak seorang pun yang dapat ditangkap pasukan kolonial. Desa-desa yang pernah menjadi pusat pemerintahan PDRI adalah Bidar Alam (Solok Selatan), Koto Tinggi (Limapuluh Kota), dan Sumpur Kudus (sekarang dalam Kabupaten Sijunjung).
Fakta sejarah yang tak terbantahkan bahwa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) memimpin perjuangan rakyat, mengisi, menjalankan pemerintahan sekaligus menyelamatkan Republik Indonesia dari upaya Belanda untuk melenyapkan ketatanegaraan RI dari bumi nusantara ini melalui Agresi Militernya.
(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email