(Foto: historia.id)
Dwikora atau Dwi Komando Rakyat merupakan komando Presiden Republik Indonesia untuk melancarkan konfrontasi bersenjata karena menentang pendirian negara Malaysia yang merupakan bentukan Inggris. Komando Dwikora dikumandangkan oleh Bung Karno tanggal 3 Mei 1964.
Pada tahun 2014 silam, sebagai bentuk penghormatan kepada prajurit yang berjasa dalam operasi Dwikora tersebut, TNI AL menambatkan nama salah satu kapal perangnya dengan nama KRI Usman Harun. Hal ini menyebabkan hubungan antara Indonenesia dan Singapura sempat memanas sesaat.
Dalam buku ‘Singapura Basis Israel Asia Tenggara’, Rizki Ridyasmara menuliskan; “Kala itu bahkan terdengar suara bahwa Korps Komando Operasi (KKO) sudah siap menyerang Singapura dan dalam tempo dua jam sanggup menenggelamkan negara kecil tersebut ke dasar Selat Malaka”.
Rizki memaparkan, ancaman KKO tersebut bukan gertakan semata. Saat itu, kekuatan armada perang Republik Indonesia warisan Presiden Soekarno sangat ditakuti di Asia Tenggara.
“Semoga berkenaan pulihnya hubungan Republik Indonesia – Republik Singapura dan Republik Indonesia – Malaysia, pemerintah ketiga belah pihak mengambil berat dan memberikan pertolongan ke atas nasib ananda yang hanya sebagai pelaksana revolusi dan berpijak pada janji dan sapta marga dan sumpah prajurit Republik Indonesia” (Petikan dalam surat Usman, anggota KKO pelaksana tugas pengebomaan Singapura 1965).
Tugas Melumpuhkan Simbol Kolonialisme
Menjelang fajar dini hari tanggal 9 Maret 1965, mereka bisa memasuki Singapura dan beristirahat sebentar sembari mengatur strategi. Baru di hari berikutnya tanggal 10 Maret 1965, tepat pukul 03:07 dini hari, Usman bisa meledakan Gedung Mc Donald House.
Selain pusat keuangan dan perbankan, Mc Donald House merupakan kediaman Malcolm MacDonald yang menjadi Bristish High Commisioner di negeri jajahannya. Oleh karena itu dianggap sebagai simbol kolonialisme.
Dalam pelariannya Usman dan Harun berpisah dengan Gani bin Aroeb untuk menghindari kecurigaan. Sempat menyamar jadi koki dapur di sebuah kapal yang akan menuju Thailand. Namun karena hampir terbuka kedoknya, mereka memutuskan untuk lari lagi dengan merampas sebuah perahu boat.
Malang, perahu mereka mesinnya mogok, sehingga Usman dan Harun tertangkap polisi perairan Singapura pada tanggal 13 Maret 1965.
Usman dan Harun didakwa tuduhan melanggar “kontrol area” dan pembunuhan. Pihak hakim menolak tuntutan terdakwa agar mereka diperlakukan sebagai tawanan perang. Alasannya hakim, saat tertangkap mereka memakai pakaian sipil, bukan seragam militer. Hari keputusanpun itupun datang. Tanggal 20 Oktober 1965 mereka dijatuhi hukuman mati, yang akan dilakukan 3 tahun kemudian.
Sedangkan sosok Gani yang berhasil meloloskan diri dari kejaran aparat Singapura sampai detik ini masih misterius. Dalam catatan sejarah yang dimiliki Korps Marinir, nama Gani muncul sebagai salah satu sukarelawan untuk misi pembebasan Irian Barat atau Trikora bersama Harun. Usman lalu mendampinginya sebagai perwakilan dari KKO. Mereka sempat mendapat pendidikan khusus di Cisarua, Bogor.
Peristiwa awal Oktober 1965 mengubah semuanya. Soeharto tidak sudi lagi melanjutkan politik konfrontasi. Mereka berdua kemudian digantung pada 17 Oktober 1968. Setibanya di Indonesia, jasad keduanya disambut secara besar-besaran. Bahkan, eksekusi mati dua prajurit tersebut memicu kemarahan besar rakyat Indonesia. Kedutaan Besar (Kedubes) Singapura di Menteng, Jakarta dirusak massa yang bersenjatkan bambu runcing sebagai lambang perlawanan.
Sementara Bapak Proklamator Indonesia, Mohammad Hatta mengambil sikap tegas dengan keputusan Singapura yang menjatuhkan hukuman mati kepada Serda Usman dan kopral Harun. Hatta bersumpah, dia tidak akan pernah menginjakan kaki di Singapura.
“Saya kecewa sekali dengan dihukum matinya Usman dan Harun. Saya bersumpah tidak akan pernah menginjakan kaki ke Singapura,” ungkapnya.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, mengungkapkan, apa yang dilakukan Hatta begitu bijaksana dan strategis. “Dia mengucapkan sumpah itu dihadapan istrinya (Rahmi Rachim). Dia konsisten dengan sumpahnya,” ucap Asvi.
(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email