Pesan Rahbar

Home » » Rahasia Bahasa Arab Al Qur'an

Rahasia Bahasa Arab Al Qur'an

Written By Unknown on Sunday 11 December 2016 | 02:30:00


Oleh: Muhammad Taqi Mishbah Yazdi 

Rahasia Bahasa Arab Al-Quran

Diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa Arab dengan memperhatikan audiens, khalayak, dan sosok Rasulullah saw. yang Arab merupakan sebuah peristiwa yang terbilang wajar. Setiap penceramah dan cendekiawan pun saat ingin mengutarakan topik-topik yang akan dibicarakan atau dituliskan, niscaya akan menggunakan bahasa yang digunakan pendengar dan pembacanya, kecuali jika hal alamiah ini tidak dapat dilakukan lantaran alasan-alasan yang memustahilkannya untuk dilakukan atau akan menimbulkan peristiwa lain.[1]

Dalam mengutus para nabi as. dan menyebarkan pesan-pesan-Nya, Allah swt. menggunakan dan membenarkan metode ini. Dalam salah satu ayat suci, Dia berfirman, “Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”[2]

Para rasul Ilahi, selain membawa pesan-pesan dan berita-berita kepada para pendengarn dengan bahasa kaum masing-masing, juga menyampaikan pengetahuan yang sesuai dengan level kebudayaan dan keilmuan audiensnya. Selain pula membawa mukjizat untuk membuktikan hubungannya dengan Allah swt., seraya menyesuaikannya dengan prinsip-prinsip, ilmu, kemajuan bidaya, dan tradisi yang berkembang.

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, jika Al-Quran diwahyukan dalam bahasa non-Arab, maka itu artinya akan terbuka peluang untuk mempertanyakan hikmah di balik turunnya Al-Quran dalam bahasa tersebut. Mereka akan mengatakan, mengapa pesan ini tidak disampaikan dalam bahasa Arab sedangkan pihak pertama yang menerima pesan ini adalah orang-orang yang berbahasa Arab?

Jadi, diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa Arab, pada level, pertama merupakan sebuah persoalan alamiah yang juga terjadi pada seluruh kitab langit lainnya; bahkan terkait dengan seluruh pesan yang audiens dan pendengarnya terdiri dari bangsa, kaum, atau kelompok tertentu.

Akan tetapi, khusus untuk Al-Quran, terdapat alasan lain yang nilai urgen penggunaan metode ini dan diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa Arab mencapai dua kali lipat banyaknya. Itu adalah untuk menantang dan mencari pihak yang mampu menciptakan sesuatu yang identik dengan kitab ini.

Jika tidak diturunkan dalam bahasa Arab, bagaimana mungkin Al-Quran meminta audiens dan khalayak yang tidak mengenal bahasa selain bahasa Arab atau tidak mempunyai keahlian cukup dalam bahasa lainnya, untuk menyusun kalimat-kalimat seperti Al-Quran dan menjelaskan hakikat atau mematahkan klaim kenabian Rasulullah saw.?

Dalam keadaan ini, dengan sangat mudah mereka akan mengatakan, “Kami adalah orang-orang yang berbahasa Arab dan tidak mengetahui kabar yang kau kemukakan; lalu, bagaimana mungkin kami mampu membuat sesuatu yang serupa dengannya?”

Dengan demikian, tantangan, berikut kabar dan pesan, Al-Quran meniscayakan untuk disampaikan dan dilontarkan dalam bahasa audiens-nya agar dapat memahami dan menguji dirinya sendiri dalam hal kebenaran atau kepalsuan klaim kenabian Rasulullah saw. Dengan begitu, hakikat kebenaran akan terang benderang bagi mereka.

Surah Yusuf [12]: 2 dan Al-Zukhruf [43]: 3, yang memandang tujuan diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa Arab adalah rasionalitas dan dapat dipahaminya kitab ini oleh audiens, juga mengisyaratkan fakta di atas. Ini juga dipertegas ayat-ayat yang menunjukkan dipermudahnya Al-Quran dalam bahasa Rasulullah saw. dan cara untuk mempelajari muatannya.

Sebagaimana keselarasan antara diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa Arab dengan peringatan, pemahaman, dan ketakwaan yang merupakan tujuan pewahyuan Al-Quran–yang telah diungkapkan pada surah Al-Syu’ara’ [26]: 195, Thaha [20]: 113, Al-Zumar [39]: 28, Al-Syura [42]: 7, Al-Ahqaf [46]: 12, Al-Dukhan [44]: 85, serta Al-Qamar [54]: 7, 22, 32 & 40, dapat dijelaskan dengan wawasan ini.

Karena, prasyarat utama supaya suatu peringatan, pemahaman, dan prestasi takwa mempengaruhi diri audiens adalah dapat dipahami; dan prasyarat semacam ini hanya mungkin apabila Al-Quran diwahyukan dengan bahasa mereka, yaitu bahasa Arab.[3]

Dengan seluruh alasan inilah, sebagian ayat yang menitik-beratkan pandangannya pada status Arab [bahasa] Al-Quran mengindikasikan pula sejumlah poin atau hikmah lainnya; terutama diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa Arab. Berikut adalah ulasannya secara ringkas:


a. Mengantisipasi Dalih Penentang

Pada surah Fushshilat [41]: 44, Allah swt. berfirman, “Dan jika Kami jadikan Al-Quran itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab, tentulah mereka mengatakan, ‘Mengapa jelas ayat-ayatnya? Apakah (patut Al-Quran) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab?’ Katakanlah, ‘Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan pada telinga orang-orang yang tidak beriman terdapat sumbatan, sedang Al-Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”

Ayat mulia ini menyatakan bahwa rahasia pewahyuan Al-Quran dalam bahasa Arab (bukan non-Arab) adalah agar jangan sampai kekaburan dan ketidakjelasan ayat dijadikan dalih oleh kalangan penentang. Dengan maksud menghindarkan diri dari sikap takluk di hadapan Al-Quran, mereka lantas menggembar-gemborkan inharmoni antara kitab dengan audiens-nya sebagai bukti kepalsuan kitab ini. Ayat selanjutnya mengatakan bahwa para penentang Al-Quran saat itu, ketika kitab ini diturunkan dalam bahasa mereka dan dengan bentuk yang dapat mereka pahami, tetap saja tidak bersedia menerimanya. Ini dikarenakan adanya penyumbat di lubang telinga mereka. Namun, seandainya tidak diwahyukan dalam bahasa Arab, niscaya mereka akan memiliki alasan untuk itu. Namun, diwahyukannya Al-Quran dengan bahasa Arab telah menghilangkan alasan tersebut dari tangan mereka.


b. Pengkondisian Bangsa Arab

Surah Al-Syu’ara’ [26]: 198 & 199, “Dan kalau Al-Quran itu Kami turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab, lalu ia membacakannya kepada mereka (orang-orang kafir), niscaya mereka tidak akan beriman kepadanya,” menegaskan bahwa bangsa Arab (minimal yang hidup pada masa itu) tidak menerima diwahyukannya Al-Quran (kalam dan risalah suci Ilahi) pada bangsa non-Arab. Jika Al-Quran diwahyukan kepada individu non-Arab, niscaya mereka tidak akan menerima klaim kenabian dan kata-katanya. Surah Maryam [19]: 97 –yang mengindikasikan pula soal dimudahkannya Al-Quran dengan bahasa Rasulullah saw. untuk meyakinkan ihwal eksistensi Tuhan dan memberikan ancaman (neraka dan azab) kepada kalangan yang menolak hidayah-Nya–juga dapat mengonfirmasi pokok bahasan ini.


c. Penolakan terhadap Tuduhan Kalangan Penentang

Manfaat lain dari diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa Arab adalah menepis keraguan para penentang yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. mengambil Al-Quran dari pihak lain (non-Arab). Dengan begitu, klaim mereka, kitab wahyu (Al-Quran) ini pada dasarnya bukanlah kitab langit. Namun, perlu digarisbawahi bahwa bahasa kalangan yang disebut-sebut sebagai sumber Al-Quran adalah non-Arab, sedangkan bahasa Al-Quran jelas-jelas berbahasa Arab. Katakanlah asumsi tersebut benar (isi Al-Quran berasal dari manusia lain). Namun, kemungkinan munculnya kata-kata Al-Quran (yang notabene berbahasa Arab) dari kalangan non-Arab, otomatis terpatahkan dan runtuh. Fakta ini dapat disaksikan pada surah Al-Nahl [16]: 103. Allah swt. berfirman, “Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, ‘Sesungguhnya Al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad).’ Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya adalah bahasa ‘ajam, sedang Al-Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.” Kesimpulan terakhir dari analisis ini adalah bahwa diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa Arab merupakan sesuatu yang wajar dan alamiah. Dengan memperhatikan tantangan (tahaddi) yang diajukan oleh Al-Quran, maka urgensi dari fakta ini semakian tinggi. Diwahyukannya Al-Quran dalam bahasa non-Arab atau kepada pihak non-Arab, niscaya akan menyulut berbagai keraguan dan alasan yang tidak berdasar, yang berujung pada penolakan Al-Quran.


Referensi:

[1] Sebagian pihak berpendapat bahwa seluruh kitab samawi telah diturunkan dengan bahasa Arab. Sedangkan para nabi as. yang umatnya tidak berbahasa Arab, akan menyampaikan pesan-pesan samawi yang berbahasa Arab tersebut dalam bahasa kaum masing-masing.

[2] QS. Ibrahim [14]: 4.

[3] Almarhum Alamah Thabathaba’i juga meletakkan ayat ketiga surah al-Fushilat: “Sebuah kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya (dan menjelaskan setiap masalah sesuai dengan situasi yang ada), sedang kitab itu adalah sebuah kitab yang fasih dalam bahasa Arab dan mudah dicerna, untuk kaum yang mengetahui” dalam bentuk ini. Meskipun terdapat bentuk lain yang juga diungkapkan. Dalam menjelaskan ayat ini, beliau menuliskan, “Maf’ûl (objek) dari kosakata یعلمون (kaum yang mengetahui) boleh jadi telah dihilangkan dan sebelum dihilangkan adalah sebagai berikut:

 “لقوم یعلمون معانیه لکونهم عارفین باللسان الذی نزل به و هم العرب” 

(untuk kalangan yang mengetahui maknanya, karena mereka memahami bahasa Al-Quran yang diwahyukan dengan bahasa tersebut dan mereka adalah orang Arab) atau maf’ûl (objek)nya telah ditinggalkan dan makna kalimat menjadi ‘kaum yang mengetahuinya’ dan pada kelanjutannya diikuti dengan menjelaskan bentuk awal (menghilangkan maf’ûl)nya.” Lih., Muhammad Husain Thabathaba’i, Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qurân, cet. pertama, Jama’ah al-Mudarrisin, Qom, tanpa tahun, jld. 17, hlm. 359.

(Info-Hauzah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: