Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label ABNS SEPUTAR AGAMA. Show all posts
Showing posts with label ABNS SEPUTAR AGAMA. Show all posts

Peniupan Terompet


Shûr atau bûq artinya terompet raksasa yang sangat besar, ke bawahnya menggapai bumi ke atasnya menjulang ke langit. Terompet ini akan ditiup oleh Malaikat Isrâfîl as. (shâhibul bûq ) di Baitul Maqdis dengan menghadap ke arah Ka‘bah sebanyak tiga kali tiupan dalam tiga masa.

Tiupan pertama adalah tiupan ketakutan atau nafkhatul faza' . Akibat dari tiupan ini; bumi berguncang, manusia dan jin pada ketakutan, perempuan-perempuan yang sedang menyusui meninggalkan bayi-bayinya, perempuan-perempuan yang hamil pada melahirkan kandungannya, keadaan manusia seperti mabuk karena kerasnya siksa, janggut para pemuda tiba-tiba memutih, setan-setan pada beterbangan mencari tempat yang aman.

Tentang tiupan yang pertama ini Allâh Yang Maha Suci berfirman, Dan pada hari shûr ditiup, maka sangat ketakutan makhluk yang ada di seluruh langit dan bumi, kecuali yang dikehendaki Allâh, dan seluruhnya datang kepada-Nya dengan tunduk terhina. Dan kamu lihat gunung-gunung, kamu kira mereka menentap, padahal mereka berjalan seperti awan. Itu perbuatan Allâh yang Dia kokohkan segala sesuatu, dan sesungguhnya Dia Maha Tahu apa yang kalian perbuat. Siapa yang datang dengan membawa kebaikan, maka dia akan memperoleh kebaikan dari-Nya sedangkan mereka akan aman dari ketakutan pada hari itu. [1]

Firman-Nya, Wahai manusia, takutlah kepada Tuhan kamu, sesungguhnya gempa saat (kiamat) itu adalah sesuatu yang besar. Pada hari kalian melihatnya, kamu akan lihat setiap yang menyusui mengabaikan bayi-bayi yang disusuinya, setiap yang hamil melahirkan kandungannya dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allâh itu keras. [2]

Tiupan kedua yaitu tiupan kematian (nafkhatul maut ). Pada tiupan ini seluruh makhluk hidup akan mati selain beberapa makhluk yang dikehendaki Allâh untuk tetap hidup, yaitu Jibrâîl, Mîkâil, Isrâfîl dan ‘Izrâil. Firman Allâh Yang Maha Suci, Dan ditiup shûr, maka matilah semua yang ada di langit dan di bumi selain makhluk yang dikehendaki Allâh. [3]

Setelah semua mati selain malaikat yang empat itu, Allâh berfirman kepada ‘Izrâîl, Wahai Malakul Maut, siapa yang masih hidup? Lalu ‘Izrâil sebutkan ketiga kawannya dan dirinya. Kemudian ‘Izrâîl diperintahkan untuk mencabut ruh ketiga malaikat. Setelah itu Allâh bertanya kepadanya, Wahai Malakul Maut, siapa yang masih hidup? ‘Izrâîl menjawab, “Aku sendiri.” Akhirnya Allâh mematikan Malakul Maut tersebut. Kemudian setelah itu Allâh 'azza wa jalla hidupkan Jibrâîl, Mikâil, Isrâfil dan para malaikat pemikul ‘Arasy.

Tiupan ketiga adalah tiupan kebangkitan (nafkhatul ba‘ats ). Rentang waktu antara tiupan kematian dengan tiupan kebangkitan adalah empat puluh (40) tahun lamanya. Setelah Allâh 'azza wa jalla menyusun kembali tubuh-tubuh manusia yang telah hancur-luluh, Dia perintahkan Isrâfil as. untuk meniup terompet kebangkitan. Seluruh arwah manusia diperintahkan untuk memasuki terompet tersebut, lantas Israfil meniupnya, maka ruh-ruh manusia yang banyak itu berhamburan memenuhi angkasa antara langit dan bumi, kemudian mereka masuk ke bumi mencari jasadnya masing-masing dan mereka memasuki jasad-jasadnya melalui lubang hidungnya. Mengenai hari kebangkitan ummat manusia dari alam barzakh ini, Allâh 'azza wa jalla berfirman, Pada hari mereka keluar dari kubur-kuburnya dengan bergegas seakan-akan mereka menuju kepada bebatuan yang mereka agungkan dengan tunduk terhina penglihatan mereka dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu adalah hari yang dijanjikan kepada mereka. [4]

Firman-Nya, Kemudian terompet ditiup pada kali yang lain, maka dengan serta merta mereka bangkit lagi memandang. [5]

Firman-Nya, Maka apabila ditiup sangkakala, pada hari itu putuslah hubungan nasab di antara mereka dan mereka tidak saling menyapa. [6]

Firman-Nya, Dengan tunduk penglihatan mereka, mereka keluar dari kubur-kuburnya seolah-olah mereka belalang yang bertebaran. Mereka bersegera menuju penyeru seraya orang-orang durhaka mengatakan, 'Ini hari yang amat sulit. [7]

Firman-Nya, Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka pada keluar dari kubur-kuburnya bersegera menuju kepada Tuhan-Nya. [8]

Firman-Nya, Pada hari terompet ditiup dan Kami kumpulkan orang-orang yang berdosa pada hari itu dalam keadaan biru (mukanya). [9]

Firman-Nya Yang Maha Tinggi, Pada hari terompet ditiup, maka kalian datang dengan berbondong-bondong. [10]

Firman-Nya Yang Maha Tinggi, Dan diitiuplah terompet, maka Kami kumpulkan mereka dengan sebenar-benarnya. [11]

Firman-Nya, Pada hari Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu lihat bumi (yang baru) tampak dan Kami kummpulkan mereka hingga Kami tidak tinggalkan satu pun dari mereka. [12]


Catatan Kaki:

[1] Sûrah Al-Naml (27) : 87 – 89.
[2] Sûrah Al-Hajj (22) : 1 – 2.
[3] Sûrah Al-Zumar (39) : 68.
[4] Sûrah Al-Ma'arij (70) : 43-44.
[5] Sûrah Al-Zumar (39) : 68.
[6] Sûrah Al-Mu`minûn (23) : 101.
[7] Sûrah Al-Qamar (54) : 7-8.
[8] Sûrah Yâsîn (36) : 51.
[9] Sûrah Thâhâ (20) : 107.
[10] Sûrah Al-Nabâ (78) : 18.
[11] Sûrah Al-Kahfi (18) : 99.
[12] Sûrah Al-Kahfi (18) : 47.

(Abu-Zahra/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Sampaikanlah, Walau Satu Ayat


Dakwah Harus Matang, Tak Boleh Sembarangan

Hadits yang berbunyi ‘sampaikanlah walau satu ayat’ sering dijadikan alasan untuk nggampangke gerakan dakwah. Hadits itu dimaknai secara sederhana sebagai perintah, padahal ruh dari bunyi hadits itu motivasi. Di sinilah dsitrorsi terjadi.

Demikian disampaikan Wakil Ketua PW Fatayat NU Jawa Tengah Khizanatur Rohmah, dalam Pelatihan Manajemen Dakwah yang digelar di gedung PWNU Jateng, jalan Cipto 180 Semarang, akhir pekal lalu.

Rohmah menjelaskan, ilmu seorang mubalig ataupun dai harus menyeluruh, tidak sepotong-potong dan secara kejiwaan sudah matang.

“Semangat yang berapi-api belum cukup. Biar tidak betul-betul Cuma satu ayat saja yang diketahui. Karena, satu ayat itu memiliki korelasi yang luas, bukan Cuma dengan ayat lain, tapi juga dengan manusia, budaya, dan alam sekitar,” terang Rohmah dihadapan utusan fatayat utusan dari 37 cabang.

Dalam Al-Qur'an, jelas Rohmah, banyak ayat yang bersifat mutasyabihat (tidak tegas maknanya). Maka perlu penafsiran, perlu ilmu luas, diskusi dengan orang yang mendalaminya, agar tidak serampangan memaknai ayat Al-Qur’an.

“Ayat dan hadits sudah selesai. Tak turun lagi. Sementara persoalan demi persoalan terus muncul, dan butuh pemecahan bagi umat. Maka harus bisa melihat ayat Al-Qur'an dari sisi ruh dan tujuannya dengan mengetahui asbabun nuzul yang berhubungan dengan kondisi sosial geografis,” tegasnya.

Rohmah menambahkan, kekakuan dalam berdakwah disebabkan antara lain karena ilmu yang kurang, sehingga pemahamannya tunggal dan mudah menyalahkan orang lain. “Inilah yang menyebabkan fundamentalisme, dan bahkan radikalisme,” tegasnya.

(NU-Online/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Berbuat Adil Dalam Kehidupan Bermasyarakat


Berbuat Adil Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Inshaf atau berbuat adil dan memperhatikan keadilan adalah salah satu dasar dan pokok akhlak Islam dalam bermasyarakat.

Masalah menjalankan prinsip-prinsip keadilan dalam hubungan bermasyarakat sangat penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan agar kehidupan sosial manusia dapat berjalan dengan baik dan benar. Amat ditekankan agar orang menjaga kesadaran dalarn hubungan dengan masyarakat. Prinsip keadilan harus dijalankan oleh siapapun termasuk kepada golonggan, kerabat, keluarga dan diri sendiri.

Beberapa ayat Al-Quran menyatakan bahwa letak yang paling sensitif dan yang paling kukuh adalah keadilan dan kebenaran, yaitu sekiranya menjaga keadilan dan kebenaran itu menuntut diri kita atau keluarga dan kerabat kita, maka dalam situasi seperti ini sikap tersebut berarti harus mengesampingkan kepentingan dan keuntungan yang bersifat pribadi dan ini sulit sekali dijalankan. Allah swt. berfirman:

وَلا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS al-An’am:152).

Dalam ayat lain, Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi. maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS an- Nisa’:135).

Jika kita menyimak ayat ini maka kita akan mendapati bahwa Allah swt. menekankan agar memperhatikan keadilan, kemudian menyebutkan dua hal yang penting, yaitu pertama, boleh jadi memperhatikan kebenaran dan kesadaran akan membawa mudarat bagi diri manusia dan keluarganya. Dalam kondisi seperti ini, perlu diingatkan agar jangan sampai seseorang mementingkan kepentingan dan keuntungan pribadi serta kelompok atas nama keadilan dan kesadaran.

Sering terjadi kita memandang sepihak dalam memperhatikan kebenaran dan keadilan. Contohnya, boleh jadi kita diperkenalkan kepada orang yang miskin, yang menyatakan bahwa kebenaran berpihak kepadanya padahal sebenarnya kebenaran bukan di pihaknya, atau karena mengharapkan kekayaan orang kaya, maka kebenaran berada di pihaknya. Padahal, kebenaran bukan di pihaknya.

Dalam ayat setelahnya, Allah juga menekankan dan mengancam agar jangan sampai kita memberi kesaksian karena kekayaan, atau kemiskinan yang bertentangan dengan keadilan dan kesadaran.

Dalam ayat lain yang berkenaan dengan itu, Allah menyatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Maidah:8).

Dalam ayat ini dapat juga diperhatikan bahwa Allah swt. setelah memerintankan agar berbuat adil, lalu menegaskan agar jangan sampai kita karena maksud buruk terhadap orang lain, keluar dari wilayah keadilan, bahkan jika kamu bersaksi untuk kepentingan orang dekatmu, maka kamu pun harus bersaksi terhadapnya meskipun merugikannya. Demikian juga sebagaimana kamu bersaksi yang merugikan musuhmu, maka kamu pun harus bersaksi meskipun menguntungkannya walaupun ia orang kafir. Mengapa ini sering terjadi pada umat manusia?

(ICC-Jakarta/Hajij/Tebyan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Bersikap Adil Menurut Riwayat


Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang paling adil adalah orang yang dirinya rela karena kerelaan orang lain dan ia tidak rela kerena ketidakrelaan orang lain.” (al-Bihâr, juz 75, bab 35, hadis ke-l).

Masalah adil adalah pembahasan yang penting dalam agama Islam. Disamping telah disinggung dalam al-Quran juga banyak disinggung dalam hadis Nabi dan para Imam tentang keutamaan, kedudukan, dan anjuran untuk menjaga keadilan dan kebenaran serta dampak-dampaknya.

Misalnya Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang paling adil adalah orang yang dirinya rela karena kerelaan orang lain dan ia tidak rela kerena ketidakrelaan orang lain.” (al-Bihâr, juz 75, bab 35, hadis ke-l).

Beliau juga bersabda, “Sesiapa yang membantu orang fakir dan ia berbuat keadilan terhadap orang itu, maka dialah orang mukmin yang hakiki.” (al-Bihâr, juz 75, bab 35, hadis ke-5).

Dalam hadis lain, Imam Ali as. menyatakan bahwa berbuat adil adalah sumber kemuliaan, “Sesiapa yang bersikap adil terhadap dirinya dan kepada manusia niscaya akan Allah tambahkan kemuliaannya.” (hadis no. 25).

Sedangkan batasan dan tolok adil bisa kita lihat dalam sabda Imam Ali as. dalam wasiatnya kepada putranya, Imam Hasan Mujtaba as., berkata, “Wahai anakku! Jadikanlah dirimu sebagai tolok ukur bagi orang di sekitarmu dan bagi orang selainmu. Maka apa yang kamu cintai, cintailah untuk orang lain. Dan apa yang kamu benci, maka bencilah untuk orang lain. Janganlah kamu berbuat aniaya sebagaimana kamu tidak suka dianiaya dan berbuat baiklah sebagaimana kamu suka diperlakukan dengan baik. Apa yang kamu pandang buruk dari orang lain maka pandanglah keburukan dari dirimu, relakanlah orang-orang sebagaimana yang mereka relakan darimu. Dan jangan kamu katakan apa yang tidak kamu ketahui dan katakanlah apa yang kamu ketahui, dan janganlah kamu lakukan kepada orang lain apa yang tidak kamu sukai.” (hadis 21).

Imam Ali dalam suratnya yang terkenal kepada Malik al-Asytar mengatakan, “Bersikaplah adil terhadap dirimu kepada Allah dan kepada manusia dan terhadap kerabat dan orang-orang yang dekat denganmu.”

Sedangkan manfaat berbuat adil dapat kita peroleh penjelasannya dalam penjelasan Imam Ali yang tertuang dalam penjelasan singkat (kalimat qisar):
l. “Sikap adil akan melestarikan rasa cinta.”
2. “Sikap adil dapat melunakkan hati.”
3. “Sikap adil akan mengangkat perselisihan dan melahirkan kebersamaan.”
4. “Sikap adil melahirkan ketentraman.”
5. “Sikap adil dapat melestarikan kebersamaan.”
6. “Orang yang bersikap adil memiliki banyak pecinta dan pembela.”

(ICC-Jakarta/Al-Hajij/Tebyan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Inilah 12 Tipe Hati ‘Sakit’ Menurut Al-Qur’an


Dari An Nu’man bin Basyir ra, Nabi SAW bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Berdasarkan hadis di atas, kita ketahui betapa pentingnya keberadaan dan peranan hati bagi jasad. Maka agar jasad menjadi baik, mungkin ada baiknya kita kenali apa yang dimaksud dengan hati yang rusak, lalu berupaya terhindar dari kerusakan jasad sehingga kita bisa menjaga jasad tetap dalam kondisi baik.

Apa saja yang dimaksud dengan hati rusak atau sakit menurut Al-Qur’an? Berikut 12 tipe di antaranya.


1. Hati yang berpenyakit

Yaitu hati yang tertimpa penyakit seperti keraguan, kemunafikan dan suka memuaskan syahwat dengan cara yang haram.

فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

“Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS.al-Ahzab: 32).


2. Hati yang buta

Yaitu hati yang tidak dapat melihat dan menemukan kebenaran.

فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS.al-Hajj: 46).


3. Hati yang alpa

Yaitu hati yang lalai dari Al-Qur’an. Karena terlalu disibukkan dengan hal-hal duniawi dan syahwat yang menyesatkan.

لَاهِيَةً قُلُوبُهُم

“Hati mereka dalam keadaan lalai.” (QS.al-Anbiya’: 3).


4. Hati yang berdosa

Yaitu hati yang menutupi kesaksian atas sebuah kebenaran.

وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُه

“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.” (QS.al-Baqarah: 283).


5. Hati yang sombong

Yaitu hati yang congkak dan enggan mengakui Ke-Esa-an Allah.

Ia semena-mena melakukan kezaliman dan permusuhan.

كَذَٰلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ

“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS.Ghafir: 35).


6. Hati yang kasar

Yaitu hati yang tidak memiliki kasih sayang dan belas kasihan.

وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِك

“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS.Ali Imran: 159).


7. Hati yang terkunci

Yaitu hati yang tidak mau mendengarkan hidayah dan enggan merenungkannya.

وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِه

“Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya.” (QS.al-Jatsiyah: 23).


8. Hati yang keras

Yaitu hati yang tidak dapat diluluhkan oleh keimanan.

Tak dapat terpengaruh oleh nasehat dan peringatan.

Dan ia berpaling dari mengingat Allah.

وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً

“Dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (QS.al-Ma’idah: 13).


9. Hati yang lalai

Yaitu hati yang menolak untuk mengingat Allah dan mendahulukan hawa nafsu dibanding ketaatan kepada-Nya.

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami.” (QS.al-Kahfi: 38).


10. Hati yang tertutup

Yaitu hati yang tertutup rapat sehingga tidak dapat ditembus oleh ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Nabi.

وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ

Dan mereka berkata: “Hati kami tertutup”. (QS.al-Baqarah: 88).


11. Hati yang jauh (dari kebenaran)

Yaitu hati yang melenceng jauh dari cahaya kebenaran.

فأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan.” (QS.Ali Imran: 7).


12. Hati yang ragu

Yaitu hati yang selalu diombang-ambingkan oleh keraguan.

انَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُون

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian,

Dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (QS.at-Taubah: 45)


Inilah 12 tipe hati yang sakit menurut Al-Qur’an.

Semoga hati kita terhindar dari 12 tipe ini. Karena itu perbanyaklah berdoa,

يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبُ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

Duhai yang membolak-balikkan hati… Tetapkan hati kami di atas agama-Mu…

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Peran Imam Shadiq as Dalam Menjelaskan Masalah Mahdawiyat


Dan khususnya riwayat-riwayat yang menjelaskan tentan syubhat serta penyimpangan mengenai Mahdawiyat.

Shabestan News Agency, terkait dengan langkah-langkah yang dilakukan Imam Shadiq as dalam menghadapi penyimpangan Mahdawi, Hujjatul Islam Muhammad Ridha Askari menjelaskan bahwa Dalam semua agama Ilahi hampir seluruhnya telah membahas tentang hakikat Mahdaiwiyat, adapun dalam Islam, hal ini juga termasuk pembahasan yang tidak terbantahkan, dan dalam mazhab-mazhab Islam pembahasan ini juga termasuk pemabahasan yang jelas yang terdapat dalam riwayat-riwayat mu’tabar baik Syi’ah maupun selain Syi’ah.

pada hakikatnya keyakinan mengenai Mahdawiyat merupakan keyakinan semua kaum muslimin dan tidak hanya itu agama-agama yang lainnya menurut keyakinannya mereka sedang menanti kedatangan sang penyelamat di akhir zaman.

Mayoritas penjelasan mengenai tema Mahdawiyat ini berasal dari riwayat-riwayat Rasulullah saww, dimana dari 2 ribu hadits yang membahas tentang Mahdawiyat 560 di antaranya sampai kepada kita yang dinukil dari Rasulullah saww dalam berbagai kesempatan, setelah Rasul saww masing-masing dari Imam Makshum as juga menjelaskan pembahasan ini.

Dan pada masa Imam Shadiq as yang kesempatan terbuka lebar pembahasan Mahdawiyat lebih dijelaskan secara sempurna baik dalam tema yang berhubungan dengan kelahiran Imam Mahdi afs, kegaibannya, peristiwa akhir zaman yang terjadi pada masa Imam Mahdi afs, pemerintahan akhir zamannya dan khususnya riwayat-riwayat yang menjelaskan tentan syubhat serta penyimpangan mengenai Mahdawiyat.

(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Hak-hak Anak


Hak-hak anak atas kedua orang tuanya:
Pertama memberinya nama yang baik, yaitu nama-nama yang mengandung makna yang baik, nama-nama yang mengandung pengabdian kepada Allah, atau nama para nabi, rasûl dan orang-orang suci.
Kedua mendidiknya dengan pendidikan yang baik.
Ketiga mengajarinya dengan pengajaran yang baik.
Keempat menghentikan tangisannya atau segera meresponnya.
Kelima memberinya makan dan minum dengan yang halal lagi baik.
Keenam menempatkannya pada tempat atau lingkungan yang baik.
Ketujuh menikahkannya jika telah ada pasangannya.
Kedelapan jika anak perempuan dinamai dengan Fâthimah, maka jangan mencacinya, melaknatnya dan memukulnya.


Beberapa Ayat Al-Quran tentang Anak 

وَ اعْلَمُوا أَنَّما أَمْوالُكُمْ وَ أَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَ أَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Dan ketahuilah bahwa sesungguhnyua harta-bendamu dan anak-anakmu itu fitnah, dan bahwa Allah di sisi-Nya ada pahala yang besar.


وَ إِذا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَ هُوَ كَظِيمٌ يَتَوارى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ ما بُشِّرَ بِهِ أَ يُمْسِكُهُ عَلى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرابِ أَلا ساءَ ما يَحْكُمُونَ

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan anak perempuan, hitamlah mukanya dan sangat marah. Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah menguburnya hidup-hidup ke dalam tanah. Ketahuilah betapa buruknya hukum yang mereka tetapkan.


وَ اللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجاً وَ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْواجِكُمْ بَنِينَ وَ حَفَدَةً وَ رَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّباتِ أَ فَبِالْباطِلِ يُؤْمِنُونَ وَ بِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

Dan Allah menjadikan bagimu pasangan-pasangan dari jenis dirimu, dan menjadikan dari pasangan-pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik, maka mengapakah mereka beriman kepada yang salah dan mengingkari nikmat Allah.


الْمالُ وَ الْبَنُونَ زِينَةُ الْحَياةِ الدُّنْيا وَ الْباقِياتُ الصَّالِحاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَواباً وَ خَيْرٌ أَمَلاً

Harta dan anak-anak itu perhiasan dunia dan amal saleh yang kekal lebih baik di sisi Tuhanmu pahalanya dan lebih baik harapannya.


لِلَّهِ مُلْكُ السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ يَخْلُقُ ما يَشاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشاءُ إِناثاً وَ يَهَبُ لِمَنْ يَشاءُ الذُّكُورَ أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْراناً وَ إِناثاً وَ يَجْعَلُ مَنْ يَشاءُ عَقِيماً إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ

Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki, sesungguhnya Dia maha mengetahui lagi maha kuasa.


أَمِ اتَّخَذَ مِمَّا يَخْلُقُ بَناتٍ وَ أَصْفاكُمْ بِالْبَنِينَ وَ إِذا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِما ضَرَبَ لِلرَّحْمنِ مَثَلًا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَ هُوَ كَظِيمٌ

Patutkah Dia mengambil anak perempuan dari apa yang diciptakan-Nya dan Dia khususkan buat kamu anak laki-laki, padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah yang maha pemurah, jadilah mukanya hitam sedang dia sangat sedih.


يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوالُكُمْ وَ لا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَ مَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْخاسِرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dilalaikan oleh hartamu dan jangan pula oleh anak-anakmu dari mengingat Allah, dan siapa yang melakukan hal itu, maka mereka adalah orang-orang yang merugi.


يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْواجِكُمْ وَ أَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَ إِنْ تَعْفُوا وَ تَصْفَحُوا وَ تَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيْمٌ. إِنَّما أَمْوالُكُمْ وَ أَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَ اللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, sesungghunya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka hati-hatilah terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu itu fitnah dan Allah di sisi-Nya ada pahala yang besar.


Dari sejumlah ayat di atas menunjukkan bahwa masyarakat waktu itu sangat benci kepada anak perempuan, mereka merasa hina dan menanggung rasa malu, maka tidak sedikit dari mereka yang mengubur anak-anak perempuannya hidup-hidup. Tetapi apabila mereka mempunyai anak laki-laki walaupun dari hasil perzinaan menjadi kebanggaan, inilah di antara keadaan masyarakat jâhiliyyah waktu itu.


Memberi Nama yang Baik, Mengajari Menulis dan Menikahkan

عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ سَمُّوا أَوْلاَدَكُمْ أَسْمَاءَ الأنْبِيَاءِ وَ أَحْسَنُ الأسْمَاءِ عَبْدُ اللهِ وَ عَبْدُ الرَّحْمنِ

Dari Nabi saw berkata, "Namai anak-anakmu dengan nama-nama para nabi, dan nama yang paling baik 'Abdullâh dan 'Abdurrahmân."


عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ مِنْ حَقِّ الوَلَدِ عَلَى وَالِدِهِ ثَلاَثَةٌ يُحْسِنُ اسْمَهُ وَ يُعَلِّمُهُ الكِتَابَةَ وَ يُزَوِّجُهُ إِذَا بَلَغَ

Dari Nabi saw berkata, "Di antara hak anak atas orang tuanya ada tiga: Memberinya nama yang baik, mengajarkan menulis kepadanya, dan menikahkannya apabila dia telah sampai (mendapatkan pasangannya)."


عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ع قَالَ أَصْدَقُ الأَسْمَاءِ مَا سُمِّيَ بِالْعُبُودِيَّةِ وَ أَفْضَلُهَا أَسْمَاءُ الأَنْبِيَاءِ

Dari Abû Ja'far as berkata, "Nama yang paling benar adalah apa yang dinamai dengan pengabdian, dan yang paling utamanya adalah nama-nama para nabi."


عَنْ أَبِي بَصِيرٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي قَالَ قَالَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ ع سَمُّوا أَوْلَادَكُمْ قَبْلَ أَنْ يُولَدُوا فَإِنْ لَمْ تَدْرُوا أَ ذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى فَسَمُّوهُمْ بِالْأَسْمَاءِ الَّتِي تَكُونُ لِلذَّكَرِ وَ الْأُنْثَى فَإِنَّ أَسْقَاطَكُمْ إِذَا لَقُوكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ لَمْ تُسَمُّوهُمْ يَقُولُ السِّقْطُ لِأَبِيهِ أَلَّا سَمَّيْتَنِي وَ قَدْ سَمَّى رَسُولُ اللَّهِ ص مُحَسِّناً قَبْلَ أَنْ يُولَدَ

Dari Abû Bashîr dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Ayahku menyampaikan hadîts dari kakekku dia berkata, 'Amîrul Mu`minîn as telah berkata, 'Namailah anak-anak kalian sebelum mereka dilahirkan, jika kalian tidak tahu laki-laki atau perempuan, maka namailah mereka dengan nama-nama yang cocok bagi laki-laki dan perempuan, maka sesungguhnya orang-orang yang keguguran dari kamu apabila mereka bertemu kamu pada hari kiamat, dan kalian belum menamainya, mereka kan mengatakan kepada ayahnya, mengapakah engkau tidak menamaiku? Dan sungguh Rasûlullâh saw telah menamai mujassin sebelum dia dilahirkan."


عَنْ مُوسَى بْنِ بَكْرٍ عَنْ أَبِي الْحَسَنِ ع قَالَ أَوَّلُ مَا يَبَرُّ الرَّجُلُ وَلَدَهُ أَنْ يُسَمِّيَهُ بِاسْمٍ حَسَنٍ فَلْيُحْسِنْ أَحَدُكُمُ اسْمَ وَلَدِهِ

Dari mûsâ bin Bakr dari Abû Al-Hasan as berkata, "Pertama-tama orang berbuat kebaikan kepada anaknya adalah menamainya dengan nama yang baik, maka hendaknya seseorang dari kamu memberi anaknya nama yang baik."


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ لَا يُولَدُ لَنَا وَلَدٌ إِلَّا سَمَّيْنَاهُ مُحَمَّداً فَإِذَا مَضَى لَنَا سَبْعَةُ أَيَّامٍ فَإِنْ شِئْنَا غَيَّرْنَا وَ إِنْ شِئْنَا تَرَكْنَا

Dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Tidak dilahirkan bagi kami seorang anak melainkan kami menamainya Muhammad, maka apabila telah berlalu tujuh hari, jika kami menghendaki kami menggantinya dan bila kami menghendaki kami membiarkannya."


عَنِ ابْنِ مَيَّاحٍ عَنْ فُلَانِ بْنِ حُمَيْدٍ أَنَّهُ سَأَلَ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ ع وَ شَاوَرَهُ فِي اسْمِ وَلَدِهِ فَقَالَ سَمِّهِ بِأَسْمَاءٍ مِنَ الْعُبُودِيَّةِ فَقَالَ أَيُّ الْأَسْمَاءِ هُوَ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ

Dari Ibnu Mayyâh dari Fulân bin Humaid bahwa dia telah bertanya kepada Abû 'abdillâh as dan dia musyawarah dengannya tentang nama anaknya, maka beliau berkata, "Namai dia dengan nama-nama pengabdian." Dia bertanya, "Nama yang mana ia?" Maka beliau berkata, "'Abdurrahmân."


عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ سَمَاعَةَ عَنْ عَمِّهِ عَاصِمٍ الْكُوزِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع أَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ مَنْ وُلِدَ لَهُ أَرْبَعَةُ أَوْلَادٍ لَمْ يُسَمِّ أَحَدَهُمْ بِاسْمِي فَقَدْ جَفَانِي

Dari Sulaimân bin Samâ'ah dari pamannya 'Âshim Al-kûzi dari Abû 'Abdillâh as bahwa Nabi saw telah berkata, "Siapa yang dilahirkan baginya empat orang anak yang dia tidak menamai salah satunya dengan namaku, maka sesungguhnya dia telah membenciku."


عَنْ سُلَيْمَانَ الْجَعْفَرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا الْحَسَنِ ع يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْفَقْرُ بَيْتاً فِيهِ اسْمُ مُحَمَّدٍ أَوْ أَحْمَدَ أَوْ عَلِيٍّ أَوِ الْحَسَنِ أَوِ الْحُسَيْنِ أَوْ جَعْفَرٍ أَوْ طَالِبٍ أَوْ عَبْدِ اللَّهِ أَوْ فَاطِمَةَ مِنَ النِّسَاءِ

Dari Sulaimân Al-Ja'fari berkata: Aku mendengar Abû Al-Hasan as berkata, "Kemiskinan tidak memasuki sebuah rumah yang padanya ada nama Muhammad, Ahmad, 'Ali, Al-Hasan, Al-Husain, Ja'far, Thâlib, 'Abdullâh, atau Fâthimah dari kalangan perempuan."


Kemiskinan atau kefaqiran itu banyak macamnya selain miskim yang bersifat material; ada kemiskinan hati atau jiwa, kemiskinan ilmu dan kemiskinan dalam keimanan. Dan kemiskinan yang paling parah adalah kemiskinan iman. Rasûlullâh saw mengatakan yang artinya, "Hampir-hampir kemiskinan itu menjadi kekufuran." Dan yang dimaksud dengan kemiskinan dalam hadîts ini adalah kemiskinan iman.


عن الرضا ع عن أبيه عن آبائه ع قال قال رسول الله ص ما من قوم كانت لهم مشورة فحضر معهم من اسمه محمد و أحمد فأدخلوه في مشورتهم إلا خير لهم

Dari Al-Ridhâ as dari ayah-ayahnya as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "Tidak suatu kaum pun yang bermusyawarah, lalu hadir bersama mereka orang yang namanya Muhammad dan Ahmad, lalu mereka mengikut-sertakannya dalam musyawarah tersebut, melainkan baik bagi mereka."


عَنِ ابْنِ الْقَدَّاحِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ص فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وُلِدَ لِي غُلَامٌ فَمَا ذَا أُسَمِّيهِ قَالَ سَمِّهِ بِأَحَبِّ الْأَسْمَاءِ إِلَيَّ حَمْزَةَ

Dari Ibnu Al-Qaddâh dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi asw, lalu dia berkata, 'Wahai Rasûlullâh, telah dilahirkan bagiku seorang anak lelaki, lalu nama apa yang harus kuberikan?' Dia berkata, 'Namai dia dengan nama yang paling kusukai, yaitu Hamzah.'"


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص اسْتَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ فَإِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ قُمْ يَا فُلَانَ بْنَ فُلَانٍ إِلَى نُورِكَ وَ قُمْ يَا فُلَانَ بْنَ فُلَانٍ لَا نُورَ لَكَ

Dari Abû 'Abdillâh as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "Baguskanlah nama-nama kamu sebab pada hari kiamat kamu dipanggil dengannya: Berdirilah wahai Fulân bin Fulân kepada cahayamu. Dan berdirilah wahai Fulân bin Fulân tak ada cahaya bagimu."


عَنْ مَعْمَرِ بْنِ خُثَيْمٍ قَالَ قَالَ لِي أَبُو جَعْفَرٍ ع مَا تُكَنَّى قَالَ قُلْتُ مَا اكْتَنَيْتُ بَعْدُ وَ مَا لِي مِنْ وَلَدٍ وَ لَا امْرَأَةٍ وَ لَا جَارِيَةٍ قَالَ فَمَا يَمْنَعُكَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ قُلْتُ حَدِيثٌ بَلَغَنَا عَنْ عَلِيٍّ ع قَالَ وَ مَا هُوَ قُلْتُ بَلَغَنَا عَنْ عَلِيٍّ ع أَنَّهُ قَالَ مَنِ اكْتَنَى وَ لَيْسَ لَهُ أَهْلٌ فَهُوَ أَبُو جَعْرٍ فَقَالَ أَبُو جَعْفَرٍ ع شَوْهٌ لَيْسَ هَذَا مِنْ حَدِيثِ عَلِيٍّ ع إِنَّا لَنُكَنِّي أَوْلَادَنَا فِي صِغَرِهِمْ مَخَافَةَ النَّبَزِ أَنْ يَلْحَقَ بِهِمْ

Dari Ma'mar bin Hutsaim berkata: Abû 'Abdillâh as telah berkata kepadaku, "Dinamai dengan kunyah apa kamu?" Saya menjawab, "Aku tidak dinamai dengan nama kunyah, aku tidak punya anak, istri dan jâriyah." Dia bertanya, "Apa yang mencegahmu terhadap nama itu?" Saya menjawab, "Ada sebuah hadîts yang sampai kepada kami dari 'Ali as." Dia bertanya, "Apa hadîts itu?" Saya berkata, "Telah sampai kepadaku dari 'Ali as bahwa beliau berkata, 'Siapa yang menggunakan nama kunyah sedang dia tidak mempunyai keluarga maka dia Abû Ja'ar (bapak binatang hyena)." Dia berkata, "Bukan begitu maksud dari hadîts 'Ali as, sesungguhnya kami banar-benar memberi nama kunyah bagi anak-anak kami pada masa kecilnya karena takut gelaran yang tidak baik menjumpai mereka."


عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَرَادَ أَبُو جَعْفَرٍ ع الرُّكُوبَ إِلَى بَعْضِ شِيعَتِهِ لِيَعُودَهُ فَقَالَ يَا جَابِرُ الْحَقْنِي فَتَبِعْتُهُ فَلَمَّا انْتَهَى إِلَى بَابِ الدَّارِ خَرَجَ عَلَيْنَا ابْنٌ لَهُ صَغِيرٌ فَقَالَ لَهُ أَبُو جَعْفَرٍ ع مَا اسْمُكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قَالَ فَبِمَا تُكَنَّى قَالَ بِعَلِيٍّ فَقَالَ لَهُ أَبُو جَعْفَرٍ ع لَقَدِ احْتَظَرْتَ مِنَ الشَّيْطَانِ احْتِظَاراً شَدِيداً إِنَّ الشَّيْطَانَ إِذَا سَمِعَ مُنَادِياً يُنَادِي يَا مُحَمَّدُ يَا عَلِيُّ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الرَّصَاصُ حَتَّى إِذَا سَمِعَ مُنَادِياً يُنَادِي بِاسْمِ عَدُوٍّ مِنْ أَعْدَائِنَا اهْتَزَّ وَ اخْتَالَ

Dari Jâbir berkata: Abû Ja'far as hendak naik kendaraan menuju kepada sebagian dari para pengikutnya untuk menengoknya, lalu beliau berkata, "Wahai Jâbir, susul aku." Lalu aku mengikutinya, maka tatkala dia sampai di pintu rumah, keluarlah kepada kami seorang anak lelakinya yang kecil, maka Abû ja'far as berkata kepadanya, "Apa namamu?" Dia menjawab, "Muhammad." Beliau bertanya, "Dengan nama apa nama kunyah-mu?" Dia menjawab, "Dengan 'Ali." Beliau berkata, "Sungguh kamu telah terjaga dari syaithân dengan penjagaan yang kuat, sesungguhnya syaithân itu bila mendengar orang yang memanggil: Wahai Muhammad, wahai 'Ali, dia meleleh seperti melelehnya timah sehingga apabila dia mendengar orang yang memanggil dengan nama salah seorang musuh dari musuh-musuh kami dia senang hatinya dan angkuh."


عَنِ السَّكُونِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع أَنَّ النَّبِيَّ ص نَهَى عَنْ أَرْبَعِ كُنًى عَنْ أَبِي عِيسَى وَ عَنْ أَبِي الْحَكَمِ وَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ وَ عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ إِذَا كَانَ الِاسْمُ مُحَمَّداً

Dari Al-Sakûni dari Abû 'Abdillâh as bahwa Nabi saw telah melarang empat nama kunyah: Abû 'Îsâ, Abû Al-Hakam, Abû Mâlik dan Abû Al-Qâsim jika nama Muhammad.


عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ع قَالَ إِنَّ أَبْغَضَ الْأَسْمَاءِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ حَارِثٌ وَ مَالِكٌ وَ خَالِدٌ

Dari Muhammad bin Muslim dari Abû Ja'far as berkata, "Sesungguhnya nama-nama yang paling dibenci Allah 'azza wa jalla adalah Hârits, Mâlik dan Khâlid."


عَنْ زُرَارَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا جَعْفَرٍ ع يَقُولُ إِنَّ رَجُلًا كَانَ يَغْشَى عَلِيَّ بْنَ الْحُسَيْنِ ع وَ كَانَ يُكَنَّى أَبَا مُرَّةَ فَكَانَ إِذَا اسْتَأْذَنَ عَلَيْهِ يَقُولُ أَبُو مُرَّةَ بِالْبَابِ فَقَالَ لَهُ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ ع بِاللَّهِ إِذَا جِئْتَ إِلَى بَابِنَا فَلَا تَقُولَنَّ أَبُو مُرَّةَ

Dari Zurârah berkata: Saya mendengar Abû Ja'far as mengatakan, "Ada seorang lelaki datang kepada 'Ali bin Al-Husain as, dia dinamai dengan nama kunyah Abû Murrah, maka dia apabila meminta izin kepadanya, dia berkata, 'Abû Murrah ada di pintu.' Maka berkatalah 'Ali bin Al-Husain as, 'Demi Allah, bila kamu datang ke pintu kami, maka janganlah sekali-kali kamu mengucapkan Abû Murrah.'"


Nama Hârits dan Abû Murrah dimakruhkan sebab Hârits itu nama asli Iblîs dan Abû Murrah nama salah satu kunyahnya. Iblîs dan Syaithân nama julukannya. Mâlik artinya yang memiliki dan Khâlid yang kekal. Nama-nama tersebut dibenci atau di-makrûh -kan, jadi sebaiknya tidak mengunakan nama-nama tersebut.


Mendidiknya dengan Pendidikan yang Baik dan Menempatkannya pada Lingkungan yang Baik 

عن عبد الله بن فضالة عن أبي عبد الله أو أبي جعفر ع قال سمعته يقول إذا بلغ الغلام ثلاث سنين يقال له سبع مرات قل لا إله إلا الله ثم يترك حتى يتم له ثلاث سنين و سبعة أشهر و عشرون يوما فيقال له قل محمد رسول الله سبع مرات و يترك حتى يتم له أربع سنين ثم يقال له سبع مرات قل صلى الله على محمد و آل محمد ثم يترك حتى يتم له خمس سنين ثم يقال له أيهما يمينك و أيهما شمالك فإذا عرف ذلك حول وجهه إلى القبلة و يقال له اسجد ثم يترك حتى يتم له ست سنين فإذا تم له ست سنين صلى و علم الركوع و السجود حتى يتم له سبع سنين فإذا تم له سبع سنين قيل له اغسل وجهك و كفيك فإذا غسلهما قيل له صل ثم يترك حتى يتم له تسع سنين فإذا تمت له علم الوضوء و ضرب عليه و أمر بالصلاة و ضرب عليها فإذا تعلم الوضوء و الصلاة غفر الله لوالديه إن شاء الله

Dari 'Abdullâh bin Fadhâlah dari Abû 'Abdillâh atau Abû Ja‘far as dia ('Abdullâh) berkata: Aku telah mendengarnya mengatakan, "Apabila anak telah berusia tiga (3) tahun, suruh dia mengucapkan kalimat: Lâ ilâha illallâh, sebanyak tujuh kali. Jika usianya telah mencapai 3 tahun 7 bulan 20 hari, suruh dia mengucapkan kalimat: Muhammadun rasûlullâh, sebanyak tujuh kali. Jika usianya telah mencapai 4 tahun, suruh dia mengucapkan shalawât: Shallallâhu ‘alâ muhammadin wa ãlih, tujuh kali. Jika usianya telah mencapai 5 tahun, tanyalah dia, mana sebelah kanan dan mana sebelah kiri. Jika usianya telah mencapai 6 tahun, suruh shalat dan ajarkan kepadanya ruku‘ dan sujud sampai usia 7 tahun. Jika usianya telah sampai 7 tahun, katakan kepadanya: Cuci wajahmu dan kedua telapak tanganmu. Apabila dia mencucinya, katakan kepadanya: Shalatlah. Apabila telah mencapai 9 tahun, ajarkan wudhu yang sempurna, dan dipukul atasnya (jika tidak mau wudhu atau wudhunya tidak benar), dan suruh shalat, dan dipukul atasnya (jika tidak mau shalat atau shalatnya tidak benar). Maka apabila dia belajar wudhu dan shalat, Allah mengampuni kedua orang tuanya, apabila Allah menghendaki."


عَنْ دُرُسْتَ عَنْ أَبِي الْحَسَنِ مُوسَى ع قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ص فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا حَقُّ ابْنِي هَذَا قَالَ تُحْسِنُ اسْمَهُ وَ أَدَبَهُ وَ ضَعْهُ مَوْضِعاً حَسَناً

Dari Durusta dari Abû Al-Hasan Mûsâ as berkata, "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi saw, lantas dia berkata, 'Wahai Rasûlullâh, apa hak anakku ini?' Beliau berkata, 'Kamu beri dia nama yang baik, ajari dia etika yang baik, dan tempatkan dia di tempat (lingkungan) yang baik.'"


عَنِ السَّكُونِيِّ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص رَحِمَ اللَّهُ وَالِدَيْنِ أَعَانَا وَلَدَهُمَا عَلَى بِرِّهِمَا

Dari Al-Sakûni dari Abû 'Abdillâh as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "Allah merahmati kedua orang tua yang membantu anaknya dalam berbuat baik kepada mereka."


عَنْ زَيْدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص يَلْزَمُ الْوَالِدَيْنِ مِنَ الْعُقُوقِ لِوَلَدِهِمَا مَا يَلْزَمُ الْوَلَدَ لَهُمَا مِنْ عُقُوقِهِمَا

Dari Zaid bin 'Ali dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "Kedua orang tua durhaka kepada anaknya jika mendidik anaknya durhaka kepada mereka."


Menghentikan Tangisannya

Orang tua yang baik akan merasa sedih hatinya bila mendengar anaknya menangis dan akan segera meresponnya. Rasûlullâh saw ketika mendengar salah satu tangisan putra Fâthimah Al-Zahrâ` as, beliau mengatakan bahwa tangisannya menyakitkan hatinya. Dan perhatikanlah beliau saw terhadap tangisan anak orang lainpun sangat perhatian hingga mempercepat shalatnya sebagaimana dalam riwayat berikut ini:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ ص بِالنَّاسِ الظُّهْرَ فَخَفَّفَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأَخِيرَتَيْنِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لَهُ النَّاسُ هَلْ حَدَثَ فِي الصَّلَاةِ حَدَثٌ قَالَ وَ مَا ذَاكَ قَالُوا خَفَّفْتَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأَخِيرَتَيْنِ فَقَالَ لَهُمْ أَمَا سَمِعْتُمْ صُرَاخَ الصَّبِيِّ

Dari 'Abdullâh bin Sinân dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Rasûlullâh saw shalat zhuhur bersama orang-orang, lalu dia mengentengkan pada dua raka'at yang terakhir, maka tatkala selesai, orang-orang berkata kepada-nya, 'Apakah telah terjadi sesuatu di dalam shalat?' Beliau berkata, 'Apa itu?' Mereka berkata, 'Engkau telah meringankan pada dua raka'at yang terakhir.' Maka beliau berkata, 'Tidakkah kalian mendengar tangisan anak kecil?'"


Mengajarinya Al-Quran Berenang Apabila Perempuan Mengajarinya Sûrah Al-Nûr dan tidak Mengajarinya Sûrah Yûsuf as Mempercepat Pelepasannya ke Rumah Suaminya Jika Dinamai Fâthimah Jangan Memukulnya Jangan Mencacinya dan Jangan Melaknatnya Menunjukinya kepada Tuhannya dan Membantunya untuk Taat kepada-Nya

عَنِ السَّكُونِيِّ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع وَ أَنَا مَغْمُومٌ مَكْرُوبٌ فَقَالَ لِي يَا سَكُونِيُّ مِمَّا غَمُّكَ قُلْتُ وُلِدَتْ لِي ابْنَةٌ فَقَالَ يَا سَكُونِيُّ عَلَى الْأَرْضِ ثِقْلُهَا وَ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا تَعِيشُ فِي غَيْرِ أَجَلِكَ وَ تَأْكُلُ مِنْ غَيْرِ رِزْقِكَ فَسَرَّى وَ اللَّهِ عَنِّي فَقَالَ لِي مَا سَمَّيْتَهَا قُلْتُ فَاطِمَةَ قَالَ آهِ آهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ فَقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص حَقُّ الْوَلَدِ عَلَى وَالِدِهِ إِذَا كَانَ ذَكَراً أَنْ يَسْتَفْرِهَ أُمَّهُ وَ يَسْتَحْسِنَ اسْمَهُ وَ يُعَلِّمَهُ كِتَابَ اللَّهِ وَ يُطَهِّرَهُ وَ يُعَلِّمَهُ السِّبَاحَةَ وَ إِذَا كَانَتْ أُنْثَى أَنْ يَسْتَفْرِهَ أُمَّهَا وَ يَسْتَحْسِنَ اسْمَهَا وَ يُعَلِّمَهَا سُورَةَ النُّورِ وَ لَا يُعَلِّمَهَا سُورَةَ يُوسُفَ وَ لَا يُنْزِلَهَا الْغُرَفَ وَ يُعَجِّلَ سَرَاحَهَا إِلَى بَيْتِ زَوْجِهَا أَمَّا إِذَا سَمَّيْتَهَا فَاطِمَةَ فَلَا تَسُبَّهَا وَ لَا تَلْعَنْهَا وَ لَا تَضْرِبْهَا

Dari Al-Sakûni telah berkata: Saya masuk kepada Abû 'Abdillâh as dalam keadaan susah lagi sedih, lalu beliau berkata kepadaku, "Wahai Sakûni, mengapa kamu kelihatan sedih?" Saya berkata, "Telah lahir anak saya perempuan." Maka beliau berkata, "Wahai Sakûni, bumi memikul bebannya, Allah menanggung rezekinya, dia hidup bukan dengan ajalmu, dan dia makan bukan dari rezekimu." Maka (dengan ucapannya itu) beliau telah meringankan beban fikiranku, lalu beliau berkata kepadaku, "Nama apa yang telah kamu berikan kepadanya?" Saya berkata, "Fâthimah." Beliau berkata, "Oh, oh." Kemudian beliau meletakkan tangannya kepada dahinya, lalu beliau berkata, "Rasûlullâh saw telah berkata, 'Hak anak atas ayahnya jika dia lelaki adalah (lebih) memuliakan ibunya, membaguskan namanya, mengajarkan kepadanya kitab Allah, mensucikannya (mendidiknya menjadi saleh) dan mengajarkannya berenang. Dan jika anak perempuan, ayahnya memuliakan ibunya, memberi nama yang baik, mengajarkan kepadanya sûrah Al-Nûr dan tidak mengajarinya sûrah Yûsuf, tidak menempatkannya di kamar-kamar (tempat atau lingkungan yang tidak baik) dan segera menyerahkannya ke rumah suaminya (apabila telah menikah). Adapun jika kamu menamainya Fâthimah, maka janganlah kamu mencacinya, melaknatnya dan memukulnya."


قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : وَ حَقُّ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدِ أَنْ يُحَسِّنَ اسْمَهُ وَ يُحَسِّنَ أَدَبَهُ وَ يُعَلِّمَهُ الْقُرْآنَ

Amîrul Mu`minîn as berkata, "…Dan hak anak atas orang tua adalah membaguskan namanya, membaguskan adabnya (akhlaknya) dan mengajarinya Al-Quran."


قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ : وَ أَمَّا حَقُّ وَلَدِكَ فَأَنْ تَعْلَمَ أَنَّهُ مِنْكَ وَ مُضَافٌ إِلَيْكَ فِي عَاجِلِ الدُّنْيَا بِخَيْرِهِ وَ شَرِّهِ وَ أَنَّكَ مَسْئُولٌ عَمَّا وَلَّيْتَهُ بِهِ مِنْ حُسْنِ الأَدَبِ وَ الدَّلاَلَةِ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَ الْمَعُوْنَةِ لَهُ عَلَى طَاعَتِهِ

'Ali bin Al-Husain as berkata, "Dan adapun hak anakmu, maka kamu mesti paham bahwa dia itu darimu dan disandarkan kepadamu di dunia yang fana ini dalam baik dan buruknya, dan bahwa kamu bertanggung (akan ditanya) tentang kepengurusannya terhadapnya, dalam beretika yang baik, memberikan bimbingan kepada Tuhannya 'azza wa jalla, dan sejauh mana bantuanmu baginya untuk taat kepada-Nya."


Mencintainya dan Menyayanginya

عن النبي ص قال أحبوا الصبيان و ارحموهم فإذا وعدتموهم ففوا لهم فإنهم لا يرون إلا أنكم ترزقونهم

Dari Nabi saw berkata, "Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka, apabila kamu menjanjikan (sesuatu) kepada mereka, maka sempurnakanlah, sebab mereka tidak melihat selain kamulah yang memberi rezekinya."


عن أبي عبد الله ع قال قال موسى بن عمران يا رب أي الأعمال أفضل عندك فقال حب الأطفال فإن فطرتهم على توحيدي فإن أمتهم أدخلهم برحمتي جنتي

Dari Abû 'Abdillâh as berkata: Mûsâ bin 'Imrân berkata, "Wahai Rabb, amal apakah yang paling utama di sisi-Mu?" Dia berfirman, Mencintai anak-anak, karena fithrah mereka itu men-tauhîd-kan Aku, maka bila Aku mematikan mereka, Aku masukkan mereka ke surga dengan rahmat-Ku.


قبل رسول الله ص الحسن و الحسين ع فقال الأقرع بن حابس إن لي عشرة من الأولاد ما قبلت واحدا منهم فقال ما علي إن نزع الله الرحمة منك أو كلمة نحوها

Rasûlullâh saw mencium Al-Hasan dan Al-Husain as, lalu Al-Aqwa' bin Hâbis berkata, "Saya punya sepuluh anak, saya tidak mencium seorang pun dari mereka." Maka beliau berkata, "Semoga atasku tidak, jika Allah telah mencabut kasih darimu." Atau beliau mengatakan kalimat yang sepertinya.


Keutamaan Anak dan Pahala mendidik Mereka 

قال رسول الله ص الولد الصالح ريحانة من رياحين الجنة

Rasûlullâh saw telah berkata, "Anak yang saleh itu raihânah (wewangian) dari wewangian surga."


عن الصادق ع قال ميراث الله من عبده المؤمن ولد صالح يستغفر له

Dari Al-Shâdiq as berkata, "Warisan Allah dari hamba-Nya yang beriman adalah anak yang saleh yang memintakan ampunan baginya."


Keutamaan Anak Perempuan

قال الصادق ع إن إبراهيم ع سأل ربه أن يرزقه بنتا تبكيه و تندبه بعد الموت

Al-Shâdiq as berkata, "Sesungguhnya Ibrâhîm as meminta kepada Tuhannya supaya Dia memberinya seorang anak perempuan yang menangisinya dan meratapinya setelah kematian."


و قال ع من تمنى موت البنات حرم أجرهن و لقي الله تعالى عاصيا

Dan beliau as berkata, "Siapa yang mencita-citakan kematian anak-anak perempuan, Allah haramkan pahalanya dan niscaya dia bertemu Allah yang maha tinggi sebagai orang yang durhaka."


قال النبي ص من عال ثلاث بنات و مثلهن من الأخوات و صبر على لأوائهن حتى يبن إلى أزواجهن أو يمتن فيصرن إلى القبور كنت أنا و هو في الجنة كهاتين و أشار بالسبابة و الوسطى فقلت يا رسول الله و اثنتين قال و اثنتين قلت و واحدة قال و واحدة

Nabi saw berkata, "Siapa yang menanggung belanja tiga anak perempuan dan yang semisalnya dari saudara-saudara perempuan dan dia sabar atas kesulitannya hingga mereka diantarkan ke suami-suami mereka (menikah) atau mereka meninggal lalu diantarkan ke kubur, adalah aku dan dia seperti ini." Dan beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah. Maka aku bertanya, "Wahai Rasûlullâh, dan dua?" Beliau berkata, "Dan dua." Aku bertanya, "Dan satu." Beliau berkata, "Dan satu."


عن الصادق ع قال البنات حسنات و البنون نعمة فالحسنات يثاب عليها و النعم يسأل عنها

Dari Al-Shâdiq as berkata, "Anak-anak perempuan itu hasanât (kebaikan kedua orang tuanya) dan anak-anak lelaki nimat, maka hasanât itu diberi pahala dan nikmat itu ditanya tentangnya."


و بشر النبي ص بابنة فنظر في وجوه أصحابه فرأى الكراهة فيهم فقال ما لكم ريحانة أشمها و رزقها على الله

Disampaikan kabar gembira kepada Nabi saw dengan seorang anak perempuan, lalu beliau melihat pada wajah-wajah para sahabatnya kebencian (pada anak perempuan), maka beliau berkata, "Mengapakah kalian ini, dia itu wewangian yang aku menciumnya dan rezekinya atas tanggungan Allah."


قال رسول الله ص نعم الولد البنات المخدرات من كانت عنده واحدة جعلها الله سترا من النار و من كانت عنده اثنتان أدخله الله بها الجنة و من يكن له ثلاث أو مثلهن من الأخوات وضع عنه الجهاد و الصدقة

Rasûlullâh saw berkata, "Sebaik-baik anak adalah anak-anak perempuan yang dipingit (dididik secara Islam dengan baik hingga menjadi salehah). Siapa yang punya satu, Allah menjadikannya penghalang dari neraka, siapa yang punya dua, Allah memasukkannya dengannya ke dalam surga, dan siapa yang punya tiga atau semisalnya dari saudara-saudara perempuan, diletakkan darinya kewajiban jihâd dan shadaqah."


عن حذيفة اليماني قال قال رسول الله ص خير أولادكم البنات .

Dari Hudzaifah Al-Yamâni berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "Sebaik-baik anak kamu adalah anak-anak perempuan."


عن الصادق ع قال إن الله عز و جل ليرحم الرجل لشدة حبه لولده .

Dari Al-Shâdiq as berkata, "Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla menyayangi orang tua karena sangat cintanya kepada anaknya."


عن حمزة بن حمران بإسناده أنه أتى رجل النبي ص و عنده رجل فأخبره بمولود فتغير لون الرجل فقال النبي ص ما لك فقال خير قال قل قال خرجت و المرأة تمخض فأخبرت أنها ولدت جارية فقال له النبي ص الأرض تقلها و السماء تظلها و الله يرزقها و هي ريحانة تشمها ثم أقبل على أصحابه فقال من كانت له ابنة واحدة فهو مفدوح و من كانت له ابنتان فيا غوثاه و من كان له ثلاث وضع عنه الجهاد و كل مكروه و من كان له أربع فيا عباد الله أعينوه يا عباد الله أقرضوه يا عباد الله ارحموه .

Dari Hamzah bin Hamrân dengan isnâd nya bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi saw dan di sisi beliau ada seseorang, lalu orang itu mengkabarkan anak yang dilahirkan, maka berubahlah warna lelaki itu, maka Nabi saw berkata, "Mengapakah kamu ini?" Dia berkata, "Baik." Beliau berkata (kepada orang yang memberi kabar), "Katakanlah." Dia berkata, "Dia (bayi wanita) Telah keluar, dan perempuan itu telah melahirkan anak perempuan." Maka Nabi saw berkata kepadanya, "Bumi memikulnya, langit menaunginya dan Allah memberi rezekinya, dan dia wewangian yang kamu menciumnya." Kemudian beliau menghadap kepada sahabat-sahabatnya seraya berkata, "Siapa yang punya anak permpuan satu dia mafdûh (diberatkan), siapa yang punya dua anak perempuan, duhai tolonglah dia, dan siapa yang punya tiga diletakkan darinya jihâd dan setiap yang dibenci, dan siapa yang punya empat, wahai hamba-hamba Allah tolonglah dia, wahai hamba-hamba Allah pinjamilah kepadanya, wahai hamba-hamba Allah sayangilah dia."


Sampai hari ini, umumnya orang ingin punya anak laki-laki, bahkan ada yang mencita-citakan punya anak sebelas orang semua laki-laki, padahal anak laki-laki itu kenikmatan yang akan diminta pertanggung jawabannya. Maka betapa beratnya bagi sebagian orang punya anak perempuan itu, apalagi pada zaman dulu, seperti diungkapkan oleh Al-Quran, orang-orang mendadak merah-padam muka-mukanya ketika disampaikan kabar bahwa istrinya melahirkan anak perempuan karena saking malunya punya anak perempuan, dan bahkan sebagian dari mereka menguburnya hidup-hidup di dalam tanah. Maka Rasûlullâh saw datang menyelamatkan kaum perempuan dan membela mereka, beliaulah pembela yang paling utama terhadap kaum perempuan hingga banyak pernyataan beliau tentang keutamaan membela, mendidik dan menanggung beban kaum perempuan.


و قال ع من عال ثلاث بنات أو ثلاث أخوات وجبت له الجنة قيل يا رسول الله و اثنتين قال ص و اثنتين قيل يا رسول الله و واحدة قال و واحدة

Dan beliau as berkata, "Siapa yang mencukupi belanja tiga anak perempuan atau tiga orang saudara perempuan, wajib baginya surga." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, dan dua orang?" Beliau saw berkata, "Dua orang." Beliau ditanya, "Wahai Rasûlullâh, dan satu orang?" Beliau berkata, "Satu orang."


Wajib Berlaku Adil di Antara Anak-anak 

و قال ع اعدلوا بين أولادكم كما تحبون أن يعدلوا بينكم في البر و اللطف

Dan beliau as berkata, "Berlaku adillah di antara anak-anakmu sebagaimana kamu menyukai untuk berlalu adil di antara kamu dalam kebaikan dan kelembutan."


Keutamaan Mencium Anak

و قال ع أكثروا من قبلة أولادكم فإن لكم بكل قبلة درجة في الجنة ما بين كل درجة خمسمائة عام

Dan beliau as berkata, "Seringlah mencium anak-anakmu, sebab bagimu dengan setiap ciuman satu derajat dalam surga yang antara setiap derajat itu lima ratus tahun."


قال أمير المؤمنين ع قبلة الولد رحمة و قبلة المرأة شهوة و قبلة الوالدين عبادة و قبلة الرجل أخاه دين

Amîrul Mu`minîn as berkata, "Mencium anak itu kasih, mencium istri itu syahwat, mencium kedua orang tua itu ibadah dan lelaki mencium saudaranya itu ajaran."


عن الصادق ع قال بر الرجل بولده بره بوالديه

Dari Al-Shâdiq as berkata, "Perbuatan baik orang kepada anaknya adalah kebaikannya kepada kedua orang tuanya."


عن ابن عباس قال قال النبي ص من دخل السوق فاشترى تحفة فحملها إلى عياله كان كحامل صدقة إلى قوم محاويج و ليبدأ بالإناث قبل الذكور فإنه من فرح ابنة فكأنما أعتق رقبة من ولد إسماعيل و من أقر بعين ابن فكأنما بكى من خشية الله و من بكى من خشية الله أدخله جنات النعيم

Dari Ibnu 'Abbâs berkata: Nabi saw telah berkata, "Siapa yang masuk ke pasar, lalu dia membeli oleh-oleh dan membawanya kepada keluarganya, adalah dia seperti orang yang memikul sedekah ke kaum yang sangat membutuhkan, dan hendaklah dia memulai dengan anak-anak perempuan sebelum anak-anak lelaki, sebab siapa yang meng-gembirakan seorang anak perempuan, maka dia seakan-akan telah memerdekakan seorang budak dari keturunan Ismâ'îl, dan siapa yang menyenangkan hati seorang anak lelaki, maka seakan-akan dia telah menangis karena takut kepada Allah, dan siapa yang menangis karena takut kepada Allah, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga-surga Na'îm."


عن النبي ص أنه قال لأن يؤدب أحدكم ولدا خير له من أن يتصدق بنصف صاع كل يوم

Dari Nabi saw bahwa beliau berkata, "Sungguh seseorang darimu mendidik seorang anak lebih baik dari bersedekah setengah shâ' pada setiap hari."


و عنه ع قال أكرموا أولادكم و أحسنوا آدابهم يغفر لكم

Dan darinya as berkata, "Muliakanlah anak-anakmu dannbaikkanlah akhlak mereka niscaya kamu diampuni."


عن أمير المؤمنين ع قال يرخى الصبي سبعا و يؤدب سبعا و يستخدم سبعا و ينتهي طوله في ثلاث و عشرين و عقله في خمسة و ثلاثين و ما كان بعد ذلك فبالتجارب

Dari Amîrul Mu`minîn as berkata, "Anak itu dibiarkan bermain tujuh tahun, dididik tujuh tahun, dan diminta berkhidmat tujuh tahun, dan berakhir tingginya pada dua puluh tiga tahun dan akalnya pada tiga puluh lima tahun, dan setelah itu maka dengan latihan."


عن النبي ص قال توقوا على أولادكم لبن البغية و المجنونة فإن اللبن يعدي

Dari Nabi saw berkata, "Jagalah anak-anakmu dari air susu wanita pelacur dan perempuan gila, sebab air susu itu berpengaruh."


Batasan Usia Anak yang Tidak Boleh Dicium 

عنه ع قال إذا بلغت الجارية ست سنين فلا تقبلها و الغلام لا يقبل المرأة إذا جاز سبع سنين

Dari beliau as berkata, "Apabila anak perempuan telah berumur enam tahun, maka janganlah kamu menciumnya, dan anak laki-laki jangan dicium perempuan (ibunya) jika telah berusia tujuh tahun."


عنه ع سأله أحمد بن النعمان فقال جويرة ليس بيني و بينها رحم و لها ست سنين قال فلا تضعها في حجرك و لا تقبلها

Darinya as Ahmad bin Nu'mân bertanya kepadanya, lalu dia berkata, "Seorang anak perempuan kecil yang tidak ada hubungan rahim antaraku dan dia sedang usianya telah enam tahun." Maka beliau berkata, "Janganlah kamu meletakkannya di atas pangkuanmu dan janganlah kamu menciumnya."


عن زيد بن علي عن آبائه ع قال ذكر رسول الله ص الجهاد فقالت امرأة يا رسول الله ما للنساء من هذا شي‏ء فقال بلى للمرأة ما بين حملها إلى فطامها من الأجر كالمرابط في سبيل الله فإن هلكت فيما بين ذلك كان لها مثل منزلة الشهيد

Dari Zaid bin 'Ali dari ayah-ayahnya as berkata: Rasûlullâh saw menyebutkan jihad, lalu ada perempuan berkata, "Wahai Rasûlullâh, kaum perempuan tidak mendapatkan sesuatu dari ini." Maka beliau berkata, "Ya tentu, bagi perempuan akan mendapatkan pahala antara mengandung anak sampai menyapihnya seperti orang yang berjihad di jalan Allah, jika dia mati dalam waktu di antara itu, baginya semisal kedudukan orang yang gugur di jalan Allah."


قال رسول الله ص أولادنا أكبادنا صغراؤهم أمراؤنا كبراؤهم أعداؤنا فإن عاشوا فتنونا و إن ماتوا أحزنونا

Rasûlullâh saw berkata, "Anak-anak kita adalah jantung-jantung kita, yang kecil dari mereka penguasa-penguasa kita, yang besar dari mereka musuh-musuh kita, bila mereka hidup memusingkan kita dan bika mereka mati menyedihkan kita."


عن النبي ص أنه قال خمسة في قبورهم و ثوابهم يجري إلى ديوانهم من غرس نخلا و من حفر بئرا و من بنى لله مسجدا و من كتب مصحفا و من خلف ابنا صالحا

Dari Nabi saw bahwa dia berkata, "Lima perkara dalam kubur mereka dan pahalanya mengalir ke catatan amal mereka: Orang yang menanam pohon kurma, yang menggali sumur, yang membangun masjid, yang menulis mushhaf, dan yang meninggalkan anak yang saleh."


قال علي ع كان رسول الله ص إذا بشر بجارية قال ريحانة و رزقها على الله عز و جل

'Ali as berkata: Adalah Rasûlullâh saw apabila disampaikan kabar gembira kepadanya dengan anak perempuan, beliau berkata, "Wewangian dan rezekinya tanggungan Allah 'azza wa jalla."


قال رسول الله ص من سعادة المرء المسلم الزوجة الصالحة و المسكن الواسع و المركب الهني‏ء و الولد الصالح و من يمن المرأة أن يكون بكرها جارية يعني أول ولدها

Rasûlullâh saw berkata, "Di antara kebahagiaan lelaki muslim adalah (punya) istri yang salehah, tempat tinggal yang luas, kendaraan yang bagus dan anak yang saleh."


قال رسول الله ص مروا صبيانكم بالصلاة إذا كانوا أبناء سبع سنين و اضربوهم إذا كانوا أبناء سبع سنين و فرقوا بينهم في المضاجع إذا كانوا أبناء عشر سنين

Rasûlullâh saw berkata, "Suruhlah anak-anakmu mendirikan shalat jika mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika telah berumur tujuh tahun (tidak mau shalat), dan pisah-pisahkanlah tempat tidur di antara mereka jika telah berumur sepuluh tahun."


Dalam riwayat lain dipisahlan tempat tidurnya jika sudah berumur tujuh tahun, dan dalam riwayat yang lainnya enam tahun.


Anak yang Mesti Diminta dari Allah 

عن أمير المؤمنين ع قال ما سألت ربي أولادا نضر الوجه و لا سألته ولدا حسن القامة و لكن سألت ربي أولادا مطيعين لله وجلين منه حتى إذا نظرت إليه و هو مطيع لله قرت عيني

Dari Amîrul Mu`minîn as berkata, "Aku tidak meminta kepada Tuhanku anak-anak yang elok wajahnya, dan tidap pula yang bagus postur tubuhnya, tetapi aku meminta kepada Tuhanku anak-anak yang taat kepada Allah yang takut kepada-Nya hingga apabila aku melihat kepadanya sedang dia taat kepada Allah, sejuklah mataku."


Anak yang Saleh 

قال رسول الله ص من سعادة الرجل الولد الصالح

Rasûlullâh saw telah berkata, "Di antara keberuntungan orang adalah punya anak yang saleh."


قال رسول الله ص رحم الله من أعان ولده على بره و هو أن يعفو عن سيئته و يدعو له فيما بينه و بين الله

Rasûlullâh saw berkata, "Allah merahmati orang yang membantu anaknya untuk berbuat baik kepadanya dan dia memaafkan kesalahannya dan mendoakan kebaikan baginya apa yang ada antara dia dan Allah."


Mencium Anak dan Mengusap Kepalanya

قال علي ع من قبل ولده كان له حسنة و من فرحه فرحه الله يوم القيامة و من علمه القرآن دعي الأبوان فكسيا حلتين يضي‏ء من نورهما وجوه أهل الجنة

'Ali as berkata, "Siapa yang mencium anaknya dia mendapatkan satu kebaikan, siapa yang menggembirakan anaknya Allah akan menggembirakannya pada hari kiamat, dan siapa yang mengajarkan padanya Al-Quran kedua orang tuanya dipanggil lalu diberi busana dengan dua bisana yang dari cahayanya menerangi wajah-wajah ahli surga."


و جاء رجل إلى النبي ص فقال ما قبلت صبيا قط فلما ولي قال النبي ص هذا رجل عندنا أنه من أهل النار

Dan telah datang seorang lelaki kepada Nabi saw, lalu dia berkata, "Saya tidak pernah mencium seorang anak pun." Maka tatkala orang itu telah berpaling, berkatalah Nabi saw, "Ini lelaki yang menurut kami dia itu dari ahli neraka."


و رأى ص رجلا من الأنصار له ولدان قبل أحدهما و ترك الآخر فقال ص هلا واسيت بينهما

Dan beliau saw melihat seorang lelaki dari kalangan Al-Anshâr punya dua orang anak, dia mencintai salah satunya dan meninggalkan yang lainnya, lalu beliau saw berkata, "Mengapa engkau tidak melakukan hal yang sama di antara keduanya."


و كان النبي ص إذا أصبح مسح على رءوس ولده و ولد ولده

Adalah Nabi saw apabila berpagi, beliau mengusap-usap kepala anak-anaknya dan anak dari anak-anaknya (cucunya).


Keutamaan Punya Anak Saleh 

عن هشام بن سالم عن الصادق جعفر بن محمد ع قال ليس يتبع الرجل بعد موته من الأجر إلا ثلاث خصال صدقة أجراها في حياته فهي تجري بعد موته و سنة هدى سنها فهي تعمل بها بعد موته و ولد صالح يستغفر له

Dari Hisyâm bin Sâlim dari Al-Shâdiq as Ja'far bin Muhammad berkata, "Tidak ada pahala yang mengikuti orang setelah kematiannya selain tiga perkara: Sedekah yang dia telah mengalirkannya pada masa hidupnya maka ia akan terus mengalir setelah matinya, sunnah dari petunjuk yang dia telah melakukannya lalu diamalkan orang setelah matinya dan anak yang saleh yang memintakan ampunan baginya."


عن الهيثم بن أبي كهمس عن أبي عبد الله الصادق ع قال ست خصال ينتفع بها المؤمن من بعد موته ولد صالح يستغفر له و مصحف يقرأ منه و قليب يحفره و غرس يغرسه و صدقة ماء يجريه و سنة حسنة يؤخذ بها بعده

Dari Al-Haitsam bin Abî Kahmas dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Ada enam perkara yang dengannya bermanfaat bagi orang yang beriman setelah matinya: Anak yang saleh yang memintakan pengampunan baginya, Mushhaf (Al-Quran) darinya yang dibaca (orang), sumur yang dia gali, pohon yang dia tanam, sedekah air yang dia alirkan dan sunnah (cara) yang baik yang dengannya diamalkan (orang) setelahnya."


عن إبراهيم بن محمد عن الصادق عن آبائه ع قال قال رسول الله ص مر عيسى ابن مريم بقبر يعذب صاحبه ثم مر به من قابل فإذا هو ليس يعذب فقال يا رب مررت بهذا القبر عام أول فكان صاحبه يعذب ثم مررت به العام فإذا هو ليس يعذب فأوحى الله عز و جل إليه يا روح الله إنه أدرك له ولد صالح فأصلح طريقا و آوى يتيما فغفرت له بما عمل ابنه

Dari Ibrâhîm bin Muhammad dari Al-Shâdiq dari ayah-ayahnya as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "'Îsâ bin Maryam pernah melewati sebuah kuburan yang penghuninya sedang disiksa, kemudian dia melewatinya lagi pada tahun berikutnya, maka ternyata sudah tidak disiksa, lalu dia berkata, 'Wahai Tuhanku, aku telah melewati kuburan ini pada tahun yang lalu maka penghuninya disiksa, kemudian aku melewatinya setelah berlalu satu tahun, maka dia tidak disiksa?' Lalu Allah 'azza wa jalla mewahyukan kepadanya, Wahai Rûhullâh, sesungguhnya telah menggapainya anak yang saleh yang memperbaiki jalan dan menyantuni anak yatim, lalu Aku mengampuninya dengan amal anaknya."


عن الفضل بن أبي قرة عن أبي عبد الله ع مثله ثم قال رسول الله ص ميراث الله عز و جل من عبده المؤمن ولد يعبده من بعده ثم تلا أبو عبد الله ع آية زكريا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا يَرِثُنِي وَ يَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَ اجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

Dari Al-Fadhl bin Abî Qurrah dari Abû 'Abdillâh as yang semisalnya, kemudian Rasûlullâh saw telah berkata, "Warisan Allah 'azza wa jalla dari hamba-Nya yang beriman adalah anak yang mengabdi kepada-Nya setelahnya." Kemudian Abû 'Abdillâh as membaca ayat (yang menceritakan) Zakariyyâ, Maka berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang menjadi pewarisku dan pewaris dari keluarga Ya'qûb, dan jadikanlah wahai Tuhanku dia itu diridoai.


عن الحسن بن سعيد اللحمي قال ولد لرجل من أصحابنا جارية و دخل على أبي عبد الله ع فرآه متسخطا لها فقال له أبو عبد الله ع أ رأيت لو أن الله أوحى إليك أني أختار لك أو تختار لنفسك ما كنت تقول قال كنت أقول يا رب تختار لي قال ع فإن الله قد اختار لك ثم قال إن الغلام الذي قتله العالم الذي كان مع موسى في قول الله فَأَرَدْنا أَنْ يُبْدِلَهُما رَبُّهُما خَيْراً مِنْهُ زَكاةً وَ أَقْرَبَ رُحْماً قال فأبدلهما منه جارية ولدت سبعين نبيا

Dari Al-Hasan bin Sa'îd Al-Lahmi berkata: Telah dilahirkan bagi seseorang dari sahabat kami seorang anak perempuan, dan dia masuk ke (rumah) Abû 'Abdillâh as, lalu beliau melihatnya dalam keadaan marah karena anak perempuan, maka Abû 'Abdillâh as bertanya kepadanya, "Bagaimana pandanganmu kalaulah Allah mewahyukan kepadamu, Apakah Aku memilihkan anak bagimu ataukah kamu yang memilih untukmu, apa yang akan kamu katakan?" Dia berkata, "Wahai Tuhanku Engkaulah yang memilihkan bagiku." Beliau as berkata, "Maka sesungguhnya Allah telah memilihkan bagimu." Kemudian beliau berkata, "Sesungguhnya anak laki-laki yang telah dibunuh oleh orang 'âlim (Al-Khadhir as) yang Mûsâ bersamanya dalam firman Allah, Kami ingin Tuhan mereka berdua (ibu dan ayahnya) mengganti bagi mereka berdua yang lebih baik kesuciannya darinya dan yang lebih dekat kasihnya. Maka Allah mengganti bagi mereka berdua darinya anak perempuan yang melahirkan tujuh puluh nabi."


عن ابن صدقة عن الصادق عن أبيه ع أن رسول الله ص قال إن من سعادة المرء المسلم أن يشبهه ولده و المرأة الجملاء ذات دين و المركب الهني‏ء و المسكن الواسع

Dari Ibnu Shadaqah dari Al-Shâdiq dari ayahnya as bahwa Rasûlullâh saw telah bersabda, "Sesungguhnya di antara kebahagiaan orang muslim: Anaknya menyerupainya, istri yang saleh, kendaraan yang bagus dan tempat tinggal yang luas."


عن الحلبي عن أبي عبد الله ع قال ليس يتبع الرجل بعد موته من الأجر إلا ثلاث خصال صدقة أجراها في حياته فهي تجري بعد موته إلى يوم القيامة صدقة موقوفة لا تورث أو سنة هدى سنها فكان يعمل بها و عمل بها من بعده غيره أو ولد صالح يستغفر له

Dari Al-Halabi dari Abû 'Abdillâh as berkata, "Tidak ada pahala yang mengikuti orang setelah kematiannya selain tiga perkara: Sedekah yang dia alirkan semasa hidupnya, maka ia terus mengalir setelah matinya sampai hari kiamat, sedekah yang diwaqafkan yang tidak diwariskan, atau sunnah (cara) yang dia adakan lalu diamalkannya dan dimalkan setelahnya oleh orang lain, atau anak yang saleh yang menmintakan ampunan baginya."


عن عبد الخالق بن عبد ربه قال قال أبو عبد الله ع خير ما يخلفه الرجل بعده ثلاثة ولد بار يستغفر له و سنة خير يقتدى به فيها و صدقة تجري من بعده

Dari 'Abdul Khâliq bin 'Abdu Rabbih berkata: Abû 'Abdillâh as berkata, "Kebaikan yang ditinggalkan seseorang setelah matinya ada tiga: Anak yang berbuat kebaikan yang memintakan ampunan baginya, sunnah (cara) yang baik yang diikuti orang padanya dan sedekah yang mengalir setelahnya."


عن ابن عمر قال قال رسول الله ص لا تضربوا أطفالكم على بكائهم فإن بكاءهم أربعة أشهر شهادة أن لا إله إلا الله و أربعة أشهر الصلاة على النبي ص و أربعة أشهر الدعاء لوالديه

Dari Ibnu 'Umar berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, "Janganlah kamu memukul anak-anakmu karena tangisannya, sebab tangisan mereka selama empat bulan (bermakna) kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan empat bulan bershalawât bagi Nabi saw, dan empat bulan berdoa bagi kedua orang tuanya."


قال أمير المؤمنين ع اغسلوا صبيانكم من الغمر فإن الشياطين تشم الغمر فيفزع الصبي في رقاده و يتأذى به الكاتبان

Amîrul Mu`minîn as berkata, "Basuhlah (tangan-tangan) anak-anak kamu dari sisa-sisa makanan, karena setan-setan mencium sisa-sisa makanan itu hingga anak itu ketakutan dalam tidurnya, dan dengannya tertanggu dua malak pencatat."


Makanan dan Minuman bagi Anak 

عن بكر بن محمد الأزدي قال دخلت عثيمة على أبي عبد الله ع و معها ابنها أظن اسمه محمد فقال لها أبو عبد الله ما لي أرى جسم ابنك نحيفا قالت هو عليل فقال لها اسقيه السويق فإنه ينبت اللحم و يشد العظم

Dari Bakar bin Muhammad Al-Azdi telah berkata: 'Atsîmah masuk ke Abû 'Abdillâh as bersama anak laki-lakinya yang aku kira namanya Muhammad, lalu Abû 'Abdillâh as bertanya kepadanya, "Mengapa tubuh anakmu itu kurus?" Dia menjawab, "Dia sakit." Beliau berkata kepadanya, "Beri dia minum sawîq (bubur tepung gandum), sebab ia itu menumbuhkan daging dan menguatkan tulang.
"

عن عثيمة أم ولد عبد السلام قالت قال أبو عبد الله ع اسقوا صبيانكم السويق في صغرهم فإن ذلك ينبت اللحم و يشد العظم و من شرب السويق أربعين صباحا امتلأت كتفاه قوة

Dari 'Atsîmah Ummu Walad 'Abdi Al-Salâm berkata: Abû 'Abdillâh as berkata, "Beri minum sawîq anak-anakmu pada waktu kecil, sebab yang demikian itu menumbuhkan daging dan menguatkan tulang, dan siapa yang minum sawîq selama empat puluh pagi niscaya berisi kekuatan kedua bahunya."

عن عبد الرحمن بن الحجاج قال قال أبو عبد الله ع أطعموا صبيانكم الرمان فإنه أسرع لشبابهم

Dari 'Abdurrahmân bin Al-Hajjâj berkata: Abû 'Abdillâh as berkata, "Beri makan delima anak-anakmu, karena hal itu akan lebih cepat besarnya."


'Audzah Bagi Anak Jika Sering Menangis, Bagi Orang yang Takut pada Malam, Bagi Perempuan jika Susah Tidur karena Sakit


Baca ayat berikut:

فَضَرَبْنا عَلَى آذانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَداً ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصى لِمَا لَبِثُوا أَمَداً

Maka Kami tutup telinga merka beberapa tahun di dalam gua. Kemudian kami bangunkan mereka supaya nyata bagi kami manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal.


عن محمد بن مسلم عن أبي جعفر الباقر ع مأثورة عن أمير المؤمنين ع أنه قال ذلك

Dari Muhammad bin Muslim dari Abû Ja'far Al-Bâqir as ma`tsûrah (diriwayatkan) dari Amîrul Mu`minîn as bahwa beliau mengucapkan yang demikian.

(Abu-Zahra/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Maksud Persaudaraan Islam


Al-Ukhuwwah Al-Islâmiyyah (Persaudaraan Islam)

Allah 'azza wa jalla berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَ اتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang beriman itu saudara, maka damaikanlah di antara dua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu diberi rahmat .


Suatu hari Muslim bin Syihâb atau Zuhri datang kepada Imam ‘Alî Zainul ‘Âbidîn dengan wajah yang sedih, kemudian dia sampaikan keluhannya, sebab dia telah mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari sebagian kaum muslim yang tidak sepaham dengannya.

Imam ‘Ali bertanya kepadanya, “Mengapa keadaanmu begitu sedih?”

Zuhri berkata, “Wahai putra Rasûlullâh, sedih dan susah telah menyelimuti diriku, karena aku telah mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang-orang yang hasad dan rakus, padahal mereka itu orang-orang yang aku harapkan (untuk menerima kebenaran) sementara aku telah berbuat baik kepada mereka, namun pada kenyataannya mereka tidak seperti yang aku harapkan.”

Imam ‘Ali berkata, “Jagalah lidahmu supaya kamu dapat menguasai saudara-saudaramu itu.”

Zuhrî berkata, “Wahai putra Rasûlullâh! Aku telah berbuat baik kepada mereka sebelum aku katakan.”

Imam ‘Ali as berkata, “Jauh...jauh! Jangan kagum dengan dirimu, jangan kamu bicara yang diingkari oleh hati sekalipun kamu bisa berdalih, maka tidak setiap orang yang diperlakukan kasar dapat memberi maaf. Zuhri! Bukankah wajib atas kamu menjadikan seluruh kaum muslim itu sebagai keluargamu sendiri? Kemudian kamu jadikan orang Islam yang lebih tua darimu sebagai orang tuamu, yang lebih muda darimu sebagai anakmu (atau adikmu) dan yang sebaya denganmu sebagai saudaramu? Apabila kamu perlakukan orang Islam seperti itu, maka orang Islam yang manakah kiranya yang akan kamu zalimi? Orang Islam yang manakah yang akan kamu doakan atasnya agar celaka? Dan orang Islam yang manakah yang akan kamu robek tirainya? Apabila Iblîs–Allah melaknatnya–datang kepada kamu dengan memberikan ilustrasi (gambaran) bahwa kamu adalah orang yang punya suatu kelebihan atas salah seorang muslim yang lain, maka perhatikan (cara untuk menggagalkan tipu daya Iblîs tersebut). Jika kamu merasa punya kelebihan atas orang yang lebih tua darimu, katakanlah, 'Dia telah mendahuluiku dengan îmân dan amal saleh, maka dia lebih baik dariku.’ Bila kamu merasa punya kelebihan atas seseorang yang usianya lebih muda darimu, katakanlah, 'Aku telah mendahuluinya dengan kemaksiatan dan dosa-dosa, maka dia lebih baik dariku.' Dan jika kamu merasa punya kelebihan atas orang muslim yang usianya sebaya denganmu, maka katakan, 'Aku yakin dengan dosa-dosaku, tetapi ragu tentang dosa-dosanya, maka aku tidak akan meninggalkan keyakinanku untuk mengikuti keraguanku (bagaimana pun dia lebih baik dariku).’ Apabila kamu melihat orang-orang muslim menghormatimu, memuliakanmu dan mengagumimu, maka katakanlah, 'Sebenarnya ini keutamaan yang ada pada mereka.' Dan jika kamu lihat di antara mereka berlaku kasar terhadapmu dan tidak mau memberikan pertolongan kepadamu, maka katakan, 'Ini disebabkan dosa-dosa yang telah kulakukan.’ Jika kamu dapat melakukan yang demikian, maka (1) Allah akan mempermudah penghidupanmu, (2) sahabat-sahabatmu akan bertambah banyak, (3) musuh-musuhmu akan berkurang, (4) kamu akan gembira, karena mendapatkan kebaikan dari mereka dan (5) kamu tidak akan bersedih hati jika mendapatkan perlakuan kasar dari mereka.”

Itulah pesan Imam ‘Ali Zainul ‘Âbidîn as tentang bagaimana seharusnya kita bersaudara dengan sesama kaum muslim dan bagaimana semestinya kita bersikap kepada mereka. Seandainya saja kita mendapatkan perlakuan tidak baik dan kasar dari sebagian kaum muslim, maka tidak usah kita bersedih hati, sebab sangat boleh jadi hal itu sebagai akibat dari dosa-dosa dan kesalahan kita terhadap mereka atau terhadap ummat Islam yang lain yang kemudian dibalaskan melalui mereka. Dan apabila kita telah berbuat kebaikan kepada sesama muslim, janganlah kita bangga dan menyebut-nyebut kebaikan tersebut, karena hal itu akan menggugurkan pahalanya di sisi Allah.

Pada saat kita merasa punya keutamaan atau kelebihan atas orang lain, maka yakinkanlah bahwa yang membangkitkan pikiran dan perasaan kita seperti itu adalah Iblîs, dia hendak menipu kita dengan cara yang amat halus, dan yang menyebabkan Iblîs terkutuk adalah karena dia merasa memiliki kelebihan atas Ãdam dan perasaan seperti itulah yang telah menjatuhkan dirinya. Allah mengkisahkan ucapan Iblîs, Aku lebih baik darinya, Engkau menciptakanku dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.


Dasar-dasar Persaudaraan 

Persaudaraan atau persahabatan yang sejati adalah persaudaraan yang dibangun di atas dasar iman kepada Allah ta‘âlâ, karena persaudaraan semacam ini terikat dengan ‘aqîdah yang sama, syarî‘ah yang sama, akhlak yang sama dan tujuan hidup yang sama.


قَالَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ : وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَ لاَ تَفَرَّقُوا وَ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمِ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Allah ‘azza wa jalla berfirman, Berpeganglah kamu kepada tali Allah semuanya dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah karunia Allah atas kamu ketika kamu bermusuhan, kemudian Dia menjalinkan hati-hati kamu sehingga kamu menjadi saudara .


وَ قَوْلُهُ تَعَالَى : وَ لاَ تَكُونُوا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوا وَ اخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتِ وَ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Firman-Nya yang maha tinggi, Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah berselisih dan bercerai-berai setelah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksaan yang besar.


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَ اتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu saudara, maka damaikanlah di antara dua saudara kamu (yang berselisih) dan ber-taqwâ-lah kepada Allah agar kamu diberi rahmat .


قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : الْمُؤْمِنُونَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ نَصَحَةٌ وَادُّونَ, وَ إِنِ افْتَرَقَتْ مَنَازِلُهُمْ وَ أَبْدَانُهُمْ, وَ الْفَجَرَةُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ غَشَشَةٌ وَ إِنِ اجْتَمَعَتْ مَنَازِلُهُمْ وَ أَبْدَانُهُمْ

Rasûlullâh saw berkata tentang orang-orang yang beriman, “Orang-orang yang beriman itu setia dan saling mencintai satu sama lain sekalipun tempat-tempat tinggal mereka dan tubuh-tubuh mereka berbeda-beda. Dan orang-orang yang tidak beriman (fajarah) itu satu sama lain saling menipu dan saling mengabaikan sekalipun rumah-rumah mereka dan tubuh-tubuh mereka bersatu (berjamaah atau berdekatan).”


عَنْ أَبِي بَصِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ ع يَقُولُ الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ كَالْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِنِ اشْتَكَى شَيْئاً مِنْهُ وَجَدَ أَلَمَ ذَلِكَ فِي سَائِرِ جَسَدِهِ وَ أَرْوَاحُهُمَا مِنْ رُوحٍ وَاحِدَةٍ وَ إِنَّ رُوْحَ الْمُؤْمِنِ لَأَشَدُّ اتِّصَالاً بِرُوحِ اللَّهِ مِنِ اتِّصَالِ شُعَاعِ الشَّمْسِ بِهَا

Dari Abû Bashîr berkata: Saya telah mendengar Abû ‘Abdillâh as berkata, "Orang yang beriman itu saudara bagi orang yang beriman seperti tubuh yang satu, jika sesuatu darinya sakit, dia merasakan sakitnya itu pada seluruh tubuhnya, dan arwâh mereka dari ruh yang satu, dan sesungguhnya ruh orang yang beriman itu sangat kuat hubungannya dengan ruh Allah dari hubungan cahaya matahari dengan matahari.”


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ تَتَكَافَئُ دِمَائُهُمْ وَ هُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ

Rasûlullâh saw berkata, “Orang-orang yang beriman itu saudara, terpelihara darah mereka dan mereka adalah satu tangan atas selain mereka sedang yang paling rendah dari mereka berjalan dengan jaminan mereka.”


Imam Ja‘far Al-Shâdiq as mengibaratkannya persaudaraan Islam yang didasarkan kepada iman itu ibarat satu tubuh yang jika salah satu anggotanya sakit, maka semuanya terbawa sakit. Beliau berkata, “Orang-orang yang beriman itu dalam kebaikan mereka, kasih-sayang mereka dan rasa belas-kasihan mereka seperti satu tubuh, apabila sakit (salah satu anggotanya), maka seluruhnya terbawa sakit sehingga tidak bisa tidur dan demam.”


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : الْمُؤْمِنُوْنَ فِي تَبَارِّهِمْ وَ تَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى تَدَاعَى لَهُ سَائِرُهُ بِالسَّهَرِ وَ الْحُمَى

Dari Abû ‘Abdillâh as berkata, “Orang yang beriman itu adalah saudara bagi orang yang beriman lainnya, mereka itu seperti satu tubuh, jika sakit sesuatu darinya akan dirasakan sakitnya itu oleh seluruh tubuhnya, dan ruh-ruh mereka dari ruh yang satu.”


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : لاَ وَ اللهِ لاَ يَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ مُؤْمِنًا أَبَدًا حَتَّى يَكُوْنَ ِلأَخِيْهِ مِثْلَ الْجَسَدِ إِذَا ضُرِبَ عَلَيْهِ عِرْقٌ وَاحِدٌ تَدَاعَتْ لَهُ سَائِرُ عُرُوْقِهِ

Dari Abû ‘Abdillâh as berkata, “Tidak demi Allah, seseorang tidak bisa menjadi orang yang beriman untuk selama-lamanya sehingga dia menjadi semisal satu jasad buat saudaranya yang apabila salah satu uratnya dipukul, maka mengerang baginya semua urat-uratnya.”


عَنْ عَلِيِّ بْنِ عُقْبَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ عَيْنُهُ وَ دَلِيلُهُ لاَ يَخُونُهُ وَ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يَغُشُّهُ وَ لاَ يَعِدُهُ عِدَةً فَيُخْلِفَهُ

Dari ‘Ali bin ‘Uqbah dari Abû ‘Abdillâh as beliau berkata, “Orang yang beriman itu saudara orang yang beriman (lainnya), dirinya dan dalilnya, dia tidak mengkhianatinya, tidak menzaliminya, tidak menipunya dan tidak menjanjikannya dengan suatu janji yang kemudian mengingkarinya.”


عَنِ الْحَارِثِ بْنِ الْمُغِيرَةِ قَالَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ هُوَ عَيْنُهُ وَ مِرْآتُهُ وَ دَلِيلُهُ لاَ يَخُونُهُ وَ لاَ يَخْدَعُهُ وَ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يَكْذِبُهُ وَ لاَ يَغْتَابُهُ

Dari Al-Hârits bin Al-Mughîrah berkata: Abû ‘Abdillâh as berkata, “Orang Islam itu adalah saudara bagi orang Islam (yang lain) dan dia itu adalah dirinya, cerminnya dan petunjuknya; dia tidak mengkhianatinya, tidak menzaliminya, tidak menipunya, tidak membohongkannya dan tidak mengumpatnya.”


عَنْ فُضَيْلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَقُولُ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يَخْذُلُهُ وَ لاَ يَغْتَابُهُ وَ لاَ يَخُونُهُ وَ لاَ يَحْرِمُهُ

Dari Fudhail bin Yasâr berkata: Saya telah mendengar Abû ‘Abdillâh as berkata, “Muslim itu saudaranya muslim, dia tidak menzaliminya, tidak menelantarkannya, tidak mengumpatnya, tidak mengkhianatinya dan tidak kikir kepadanya.”


عَنْ فُضَيْلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَقُولُ إِنَّ نَفَرًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَرَجُوا إِلَى سَفَرٍ لَهُمْ فَضَلُّوا الطَّرِيقَ فَأَصَابَهُمْ عَطَشٌ شَدِيدٌ فَتَكَفَّنُوا وَ لَزِمُوا أُصُولَ الشَّجَرِ فَجَاءَهُمْ شَيْخٌ وَ عَلَيْهِ ثِيَابٌ بِيضٌ فَقَالَ قُومُوا فَلاَ بَأْسَ عَلَيْكُمْ فَهَذَا الْمَاءُ فَقَامُوا وَ شَرِبُوا وَ ارْتَوَوْا فَقَالُوا مَنْ أَنْتَ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَقَالَ أَنَا مِنَ الْجِنِّ الَّذِينَ بَايَعُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ عَيْنُهُ وَ دَلِيْلُهُ فَلَمْ تَكُونُوا تَضَيَّعُوا بِحَضْرَتِي

Al-Fadhîl bin Yasâr berkata: Saya mendengar Abû Ja‘far as berkata, “Ada sekelompok muslim yang melakukan safar, kemudian mereka tersesat jalan sehingga mereka tertimpa kehausan yang sangat, lalu mereka mengenakan kain sebagai kain kafan (menyerahkan diri kepada kematian) dan merapat ke batang pohon, tiba-tiba datanglah kepada mereka seorang tua dengan mengenakan pakaian yang putih seraya berkata, ‘Bangunlah kalian! Tidak mengapa atas kalian, ini air.” Kemudian mereka bangun dan minum sampai puas. Kemudian mereka bertanya, ‘Tuan ini siapa? Semoga Allah merahmatimu!' Orang tua itu berkata, ‘Saya dari kalangan jin yang pernah melakukan sumpah setia kepada Rasûlullâh saw, sesungguhnya saya pernah mendengar Rasûlullâh saw mengatakan, ‘Orang yang beriman itu saudara orang beriman lainnya, dia adalah matanya (dirinya) dan petunjuknya.’ Maka kalian tidak boleh terlantar di hadapanku.’”


Carilah Saudara yang Banyak

Dalam menjalani hidup secara Islam, pada dasarnya kita mesti bersahabat dengan siapa pun dan terus-menerus mencari sahabat-sahabat yang baru sebanyak-banyaknya. Kalau kita punya sahabat seribu, itu masih sedikit. Dan pada prinsipnya kita tidak boleh punya musuh, apabila kita punya musuh satu saja, itu sudah terlalu banyak. Kata Imam ‘Ali bin Abî Thâlib as bahwa punya musuh satu orang itu sudah banyak, apalagi jika lebih dari itu!

رُوِيَ أَنَّ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِابْنِهِ سَلَيْمَانَ : يَا بنَيَّ لاَ تَسْتَبْدِلَنَّ بِأَخٍ قَدِيْمٍ أَخًا مُسْتَفَادًا مَا اسْتَقَامَ لَكَ وَ لاَ تَسْتَقِلَنَّ أَنْ يَكُونَ لَكَ عَدُوٌّ وَاحِدٌ وَ لاَ تَسْتَكْثِرَنَّ أَنْ يَكُونَ لَكَ أَلْفُ صَدِيقٍ

Nabi Dâwud as berkata kepada putranya Sulaimân, “Wahai anakku! Jangan sekali-kali kamu mengganti saudara yang lama dengan saudara lain yang mengambil faidah dan tidak konsisten kepadamu, dan janganlah sekali-kali kamu menganggap sedikit jika kamu punya musuh satu orang, dan janganlah sekali-kali kamu menganggap banyak bila kamu punya sahabat seribu orang.”


Kita diperintahkan untuk mencari sahabat atau saudara sebanyak-banyaknya sebagaimana diperintahkan.


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَسَلَّمَ : اِسْتَكْثِرُوا مِنَ الإِخْوَانِ فَإِنَّ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ شَفَاعَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Rasûlullâh saw berkata, “Perbanyaklah oleh kalian dari ikhwân (saudara se-Islam), karena bagi setiap orang yang beriman itu ada syafâ‘ah (pertolongan) pada hari kiamat.”


قَالَ الصَّادِقُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : وَ مَنْ لَمْ يَرْغَبْ فِي الإِسْتِكْثَارِ مِنَ الإِخْوَانِ ابْتُلِيَ بِالْخُسْرَانِ

Al-Shâdiq as berkata, “Siapa yang tidak suka memperbanyak ikhwân, dia terkena balâ dengan kerugian.”


Dan kita akan termasuk manusia yang paling lemah kalau tidak bisa mencari sahabat atau menambah sahabat, dan akan semakin lebih lemah lagi jika sahabat-sahabat kita yang sudah ada, kita abaikan.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ عَنْ اكْتِسَابِ الإِخْوَانَ وَ أَعْجَزُ مِنْهُ مَنْ ضَيَّعَ مَنْ ظَفَرَ بِهِ مِنْهُمْ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Manusia yang paling lemah (bodoh) adalah manusia yang tidak bisa mencari ikhwân (saudara-saudara se-Islam), dan lebih lemah lagi jika ikhwân yang telah ada dia abaikan (putuskan).”


Pembagian Ikhwân (Saudara)

Ada dua macam ikhwân atau saudara dalam Islam; (1) Ikhwânul Tsiqah dan (2) Ikhwânul Mukâsyarah . Saudara-saudara kita yang tsiqah adalah saudara sejati dan saudara yang seperti ini, sangat jarang adanya. Terhadap ikhwân tsiqah (saudara-saudara yang dapat dipercaya) ini kita bisa mempercayainya, kita sembunyikan rahasianya dan celanya dan tampakkan keindahannya. Adapun saudara-saudara kita yang tergolong ikhwân mukâsyarah (ikhwân yang tidak dapat dipercaya) kita berinteraksi dengan mereka hanya sebatas teman gaul biasa, kita akan mendapatkan senang kita dari mereka, kita bisa curahkan keramahan wajah dan kemanisan lidah kepada mereka sebagaimana mereka juga berbuat demikian kepada kita dan kita tidak bisa menuntut lebih dari itu.


عَنْ جَابِرٍ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : قَامَ إِلَى أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ رَجُلٌ بِالْبَصْرَةِ فَقَالَ : يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ أَخْبِرْنَا عَنِ الإِخْوَانِ. قَالَ : الإِخْوِانُ صِنْفَانِ إِخْوَانُ الثِّقَةِ وَ إِخْوَانُ الْمُكَاشَرَةِ فَأَمَّا إِخْوَانُ الثِّقَةِ فَهُمُ الْكَهْفُ وَ الْجَنَاحُ وَ الأَهْلُ وَ الْمَالُ فَإِذَا كُنْتَ مِنْ أَخِيْكَ عَلَى حَدِّ الثِّقَةِ فَأَبْذِلْ لَهُ مَالَكَ وَ بَدَنَكَ وَ صَافِ مَنْ صَافَاهُ وَ عَادِ مَنْ عَادَاهُ وَ اكْتُمْ سِرَّهُ وَ عَيْبَهُ وَ أَظْهِرْ مِنْهُ الْحَسَنَ وَ اعْلَمْ أَيُّهَا السَّائِلَ أَنَّهُمْ أَقَلُّ مِنَ الْكِبْرِيْتِ الأَحْمَرِ وَ أَمَّا إِخْوَانُ الْمُكَاشَرَةِ فَإِنَّكَ تُصِيْبُ مِنْهُمْ لَذَّتَكَ فَلاَ تَقْطَعَنَّ ذَلِكَ مِنْهُمْ وَ لاَ تَطْلُبَنَّ مَا وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ ضَمِيْرِهِمْ وَ ابْذُلْ لَهُمْ مَا بَذَلُوا لَكَ مِنْ طَلاَقَةِ الْوَجْهِ وَ حَلاَوَةِ اللِّسَانِ

Dari Jâbir dari Abû Ja‘far as berkata, “Ada seorang lelaki di Bashrah menghadap Amîrul Mu`minîn as lantas dia bertanya, ‘Wahai Amîrul Mu`minîn! Kabarkan kepada kami tentang ikhwân!.’ Beliau menjawab, ‘Ikhwân itu ada dua macam; ikhwânul tsiqah dan ikhwânul mukâsyarah. Adapun ikhwânul tsiqah, maka mereka itu adalah tangan, sayap, keluarga dan harta. Apabila kamu dari saudaramu itu atas batasan tsiqah (kepercayaan), curahkan kepadanya hartamu dan badanmu. Bersahabatlah dengan orang yang bersahabat dengannya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Sembunyikan rahasianya dan aibnya dan tampakkanlah kebaikannya, dan ketahuilah wahai penanya bahwa mereka itu lebih sedikit dari kibrit (batu granit) merah. Dan adapun ikhwânul mukâsyarah, maka kamu akan mendapatkan kesenanganmu dari mereka, lalu jangan kamu putuskan hal itu dari mereka dan kamu jangan menuntut selain itu dari hati mereka, berikan kepada mereka apa yang mereka berikan kepadamu seperti keramahan wajah dan kemanisan lidah (dalam berbicara).’”


Demi terciptanya rasa persaudaraan Islam yang sesungguhnya, maka kita harus berusaha menjauhkan diri kita dari penyakit-penyakit hati yang merusak persaudaraan tersebut.


Hal-hal yang Merusak Persaudaraan

Mengapa saudara-saudara kita yang tadinya dekat dengan kita, kini menjauh dari kita, mereka jaga jarak dengan kita atau bahkan mereka meninggalkan kita? Penyebabnya adalah karena kita mempunyai sifat-sifat munaffirah, yaitu sifat-sifat yang membuat orang lain tidak suka kepada kita sehingga mereka menjauh dari kita, seperti sifat kasar, keras hati dan lain-lain. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَ لَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَ اسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَ شَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَ عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Maka dengan kasih dari Allah kamu berlaku lembut kepada mereka, sekiranya kamu bertutur-kata yang kasar dan keras hati, niscaya mereka menjauh dari sekitarmu, maka maafkanlah mereka, mintakanlah ampunan untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan. Apabila kamu telah berazam, hendaklah kamu bertawakkal kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.

Ayat tersebut di atas merupakan konsep persaudaraan yang sangat baik. Rasûlullâh saw itu disukai oleh para sahabatnya dan bahkan oleh musuh-musuhnya sekalipun, dikarenakan beliau berperangai lembut, tidak keras dan kasar hati sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ‘azza wa jalla di atas.


Fazhzh dan Ghalîzhal Qalb 

Kedua kata itu bermakna orang yang buruk akhlak lagi keras hati. Dan sifat-sifat fazhzh serta ghalîzhal qalb itu antara lain:

1. Buruk Sangka

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : إِيَّاكُمْ وَ الظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ, وَ لاَ تَحَسَّسُوا وَ لا تَجَسَّسُوا

Rasûlullâh saw telah berkata, “Janganlah kalian berburuk sangka, sebab buruk sangka itu sedusta-dusta ucapan (hati), dan janganlah kamu saling mendengarkan (kesalahan) dan janganlah saling memata-matai.”


قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِِيَّاكَ أَنْ تَغْلِبَكَ نَفْسُكَ

Imam ‘Ali bin Abî Thâlib berkata, “Janganlah kamu dikalahkan oleh buruk sangka (sû`uzh zhann), sebab hal itu tidak meninggalkan maaf diantara kamu dan sahabat.”


2. Mengadu-ngadu

Mengadu-ngadu atau namîmah akan mendatangkan permusuhan, dan pelakunya akan dilawan oleh orang yang dekat dan akan dibenci oleh orang yang jauh sebagaimana pada dalil berikut ini:

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ سَعَى بِالنَّمِيْمَةِ حَارَبَهُ الْقَرِيْبُ وَ مَقَتَهُ الْبَعِيْدُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Siapa yang berusaha mengadu-ngadu orang, niscaya dia diperangi oleh orang yang dekat dan dibenci oleh orang yang jauh.”


3. Tidak Melupakan Kesalahan Orang Lain

Sering mengenang kesalahan orang lain kepada kita, akan menyayat luka lama dan akan menimbulkan kebencian yang berkepanjangan dan bahkan dapat membangkitkan dendam-kesumat hingga akan menutup kemungkinan untuk merajut kembali persaudaraan.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ حَاسَبَ الإِخْوَانَ عَلَى كُلِّ ذَنْبٍ قَلَّ أَصْدِقَائُهُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Manusia yang menghitung-hitung ikhwân dengan setiap dosa, niscaya akan sedikit sahabatnya.”


4. Perdebatan

Berdebat apabila tujuannya jelek seperti ingin menang sendiri, tidak mau mengakui kebenaran orang lain atau bahkan merendahkan pribadi orang lain, tentu akan merusak persahabatan.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ نَاقَشَ الإِخْوَانَ قَلَّ صَدِيْقُهُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang suka mendebat saudara-saudaranya, pasti akan sedikitlah jumlah sahabatnya.”


5. Ingin Diutamakan

Julukan kebesaran, kebangsawanan dan keningratan bagi sebagian orang harus ditiadakan, sebab manusia itu semuanya sama-sama dari Ãdam dan Ãdam dari tanah, dan manusia yang mulia di sisi Allah adalah orang yang ber-taqwâ. Rasûlullâh saw mengatakan bahwa manusia itu seperti gigi sisir yang sama tingginya, sama warnanya dan sama pula besarnya dari ujung kiri hingga ujung kanan.

Manusia itu semuanya penting, kalau tidak penting, maka tidaklah diciptakan-Nya. Oleh karena itu janganlah kita menuntut orang lain untuk mengutamakan kita, menghargai kita atau menghormati kita, sebab dengan yang demikian itu kita telah menganggap rendah terhadap orang lain hingga akan menimbulkan antipati dan kebencian. Janganlah kita posisikan diri kita sebagai juragan sedang orang lain sebagai hamba sampai-sampai tangan dan kaki kita pun diulurkan untuk diciumi orang-orang yang kita perbudak.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ لَمْ يَرْضَ مِنْ صَدِيْقِهِ إِلاَّ بِإِيْثَارِهِ عَلَى نَفْسِهِ دَامَ سَخَطُهُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang tidak rela terhadap kawannya, kecuali jika kawannya itu mengutamakan dia di atas dirinya, pasti lama kebenciannya.”


6. Hasad

Hasad, irihati atau dengki sangat merusak persahabatan, orang yang hasad itu tidak suka kepada kenikmatan yang ada pada orang lain, orang yang hasad pada hakikatnya tidak rela kepada taqdîr, maka tinggalkanlah hasad itu agar tumbuh kecintaan.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : وَ مَنْ تَرَكَ الْحَسَدَ كَانَتْ لَهُ الْمَحَبَّةُ عِنْدَ النَّاسَ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Dan siapa yang meninggalkan sifat hasad, niscaya akan ada kecintaan baginya dari sisi manusia.”


Dan juga beliau mengatakan bahwa hasad kepada kawan adalah penyakit kecintaan.

قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : تَحْتَاجُ الأُخَوَّةُ فِيْمَا بَيْنَهُمْ إِلَى ثَلاَثَةِ أَشْيَاءٍ فَإِنَّ اسْتَعْمَلُوهَا وَ إِلاَّ تَبَايَنُوا وَ تَبَاغَضُوا وَ هِيَ التَّنَاصُفُ وَ التَّرَاحُمُ وَ نَفْيُ الْحَسَدِ

Abû ‘Abdillâh as berkata, “Persaudaraan yang ada di antara mereka itu membutuhkan tiga perkara kalau mereka mau mengamalkannya, jika tidak, maka mereka akan saling merasa paling benar sendiri (tabâyun ) dan akan saling membenci. Dan yang tiga perkara itu adalah saling menginsafkan, saling menyayangi dan meniadakan sifat iri.”


7. Bengis 

Bengis adalah sifat yang sangat buruk dan merupakan cerminan dari kasar hati. Orang yang punya perangai bengis pasti akan dijauhi banyak orang, atau orang-orang yang dekat dengannya akan disingkirkannya jika tidak mematuhinya.

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِيَّاكُمْ وَ الْجَفَاءَ فَإِنَّهُ يُفْسِدُ الإِخَاءَ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Janganlah kamu bersifat bengis, sebab bengis itu merusak persaudaraan.”


8. Bergurau, Bertengkar dan Membanggakan Diri

قَالَ الصَّادِقُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : يَا ابْنَ النُّعْمَانِ إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَصْفُوَ لَكَ وُدُّ أَخِيْكَ فَلاَ تُمَازِحَنَّهُ وَ لاَ تُمَارِيَنَّهُ وَ لاَ تُبَاهِيَنَّهُ وَ لاَ تُشَارَّنَّهُ

Al-Shâdiq as berkata, “Wahai putra Al-Nu‘mân, apabila kamu menginginkan kecintaan saudaramu itu tulus, maka jangan sekali-kali kamu bergurau dengannya, janganlah bertengkar dengannya, janganlah membanggakan diri terhadapnya dan janganlah bergaul secara tidak baik dengannya.”


قَالَ أَبُو الْحَسَنِ الثَّالِثُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : الْمِرَاءُ يُفْسِدُ الصَّدَاقَةَ القَدِيْمَةَ وَ يُحَلِّلُ العُقْدَةَ الوَثِيْقَةَ وَ أَقَلُّ مَا فِيْهِ أَنْ تَكُونَ فِيْهِ الْمُغَالَبَةُ وَ الْمُغَالَبَةُ أُسُّ أَسْبَابِ القَطِيْعَةِ

Abû Al-Hasan yang ketiga as berkata, “Berbantah-bantahan itu akan merusak persahabatan yang telah lama terjalin dan akan menguraikan tali persahabatan yang telah kuat, dan sekurang-kurangnya berbantah-bantahan itu akan menjurus kepada sikap saling mengalahkan sedangkan sikap ingin menang sendiri itu adalah dasar dari penyebabnya putus hubungan.”


9. Takjub dan Tidak Sabaran 

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ ع قَالَ : قَالَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فِي وَصِيَّتِهِ لِابْنِهِ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ : إِيَّاكَ وَ الْعُجُبَ وَ سُوْءَ الْخُلُقِ وَ قِلَّةَ الصَّبْرِ فَإِنَّهُ لاَ يَسْتَقِيْمُ لَكَ عَلَى هَذِهِ الْخِصَالِ الثَّلاَثِ صَاحِبٌ وَ لاَ يَزَالُ لَكَ عَلَيْهَا مِنَ النَّاسِ مُجَانِبٌ

Dari Abû ‘Abdillâh as berkata: Amîrul Mu`minîn as berkata dalam wasiatnya kepada putranya Muhammad bin Al-Hanafiyyah, “Jauhkanlah dirimu dari kagum dengan dirimu, jelek akhlak dan tidak sabaran, karena ketiga perkara itu akan menjadikan sahabat tidak istiqâmah (konsisten) kepadamu dan orang-orang pun akan senantiasa menjauh darimu.”

Pada hakikatnya yang merusak dan yang membangun persaudaraan dan persahabatan itu sumbernya di dalam hati kita sendiri, dan hancurnya ukhuwwah islâmiyyah adalah disebabkan hati-hati kita yang busuk lagi berpenyakit!


Etika Bersaudara 

Dalam etika bersaudara serta bersahabat dengan sesama muslim, sebaiknya kita mengetahui namanya, nama kunyah -nya, nama orang tuanya, nama sukunya, tempat tinggalnya dan kalau berjumpa, pasanglah wajah yang ramah.

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَلْيَسْأَلْهُ عَنِ اسْمِهِ وَ اسْمِ أَبِيهِ وَ اسْمِ قَبِيلَتِهِ وَ عَشِيرَتِهِ فَإِنَّ مِنْ حَقِّهِ الْوَاجِبِ وَ صِدْقِ الْإِخَاءِ أَنْ يَسْأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ وَ إِلَّا فَإِنَّهَا مَعْرِفَةُ حُمْقٍ

Dari Abû ‘Abdillâh as berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Apabila salah seseorang dari kamu mencintai saudaranya yang muslim, maka, tanyakanlah kepadanya tentang namanya, nama ayahnya, nama sukunya dan keluarganya (tempat tinggalnya), sebab yang demikian itu termasuk hak yang wajib, dan benarnya persaudaraan adalah dia mananyakan padanya tentang hal itu, dan jika tidak, maka persaudaraan itu merupakan pengenalan orang-orang yang ahmaq (orang yang ucapannya mendahului pikirannya atau asal bicara dan tidak diperhatikan benar tidaknya).”


عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : ثَلَاثَةٌ مِنَ الْجَفَاءِ أَنْ يَصْحَبَ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فَلَا يَسْأَلَهُ عَنِ اسْمِهِ وَ كُنْيَتِهِ وَ أَنْ يُدْعَى الرَّجُلُ إِلَى طَعَامٍ فَلَا يُجِيبَ أَوْ يُجِيبَ فَلَا يَأْكُلَ وَ مُوَاقَعَةُ الرَّجُلِ أَهْلَهُ قَبْلَ الْمُلَاعَبَةِ

Dari Ja‘far bin Muhammad dari ayahnya berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Ada tiga perkara yang termasuk perangai bengis, yaitu orang yang bersahabat dengan seseorang lalu dia tidak menanyakan tentang namanya dan nama kunyah-nya (nama yang pakai Abu…atau Ummu…misalnya Abû ‘Abdillâh atau Ummu Salamah), apabila diundang untuk makan tidak memenuhi undangan atau dia datang namun tidak mau makan, dan lelaki yang mengaguli istrinya sebelum bermain-main.”


Saudara Sejati 

Saudara yang baik itu bukanlah orang yang suka menjilat kita, memuji-muji kita dan mempromosikan kita kepada yang lain, akan tetapi saudara kita yang baik itu adalah orang yang suka mengingatkan kita ketika kita salah atau menyimpang dari jalan yang benar. Tegurannya sepahit apa pun adalah bukti kasih-sayangnya, dan saudara sejati itu selalu membantu kita dalam beramal untuk akhirat kita. Biasanya orang tidak suka kalau diingatkan oleh orang lain akan kesalahannya, celanya atau celanya, padahal orang yang mengingatkan kita dari kesalahan kita justru itulah saudara yang baik yang sayang kepada kita yang tidak mau kita tersesat.


قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ بَصَّرَكَ عَيْبَكَ وَ حَفِظَكَ فِي غَيْبِكَ فَهُوَ الصَّدِيْقُ فَاحْفَظْهُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang memperlihatkan celamu kepadamu dan menjagamu pada saat kamu tidak ada di hadapannya, maka dia itu shadîq (sahabat yang baik), maka jagalah dia.”


قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : مَنْ دَعَاكَ إِلَى الدَّارِ الْبَاقِيَةِ وَ أَعَانَكَ عَلَى الْعَمَلِ لَهَا فَهُوَ الصَّدِيْقُ الشَّفِيْقُ

Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang mengajakmu ke negeri yang kekal dan membantumu dalam beramal untuknya, maka dia adalah sahabat yang sayang.”


Doa untuk Persaudaraan 

Dalam persaudaraan Islam hendaknya kita berhati-hati, janganlah sampai memusuhi orang yang Allah swt cintai atau mencintai orang yang Dia musuhi; janganlah sampai melaknat orang yang diberi rahmat atau sebaliknya; dan jangan sampai dengki atau membenci orang yang benar-benar beriman kepada Allah. Doa di bawah ini mengajari kita untuk berlaku hati-hati.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَ لإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ, وَ لاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا, رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Rabbanaghfir lanâ wa li`ikhwâninal ladzîna sabaqûna bil îmân, wa lâ taj‘al fî qulûbinâ ghillal lillal lilladzîna ãmanû, rabbanâ innaka ra`ûfur rahîm.

Wahai Tuhan kami! Ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam beriman, dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati-hati kami ghillan (kebencian dan kedengkian) kepada orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau maha pengasih lagi maha penyayang.


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُعَادِيَ لَكَ وَلِيًّا أَوْ أُوَالِيَ لَكَ عَدُوًّا أَوْ أَرْضَى لَكَ سَخَطًا أَبَداً. اللَّهُمَّ مَنْ صَلَّيْتَ عَلَيْهِ فَصَلاَتُنَا عَلَيْهِ, وَ مَنْ لَعَنْتَهُ فَلَعْنَتُنَا عَلَيهِ. اللَّهُمَّ مَنْ كَانَ فِي مَوْتِهِ فَرَجٌ لَنَا وَ لِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ فَأَرِحْنَا مِنْهُ وَ أَبْدِلْنَا بِهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لَنَا مِنْهُ, حَتَّى تُرِيَنَا مِنْ عِلْمِ اْلإِجَابَةِ مَا نَعْرِفُهُ فِي أَدْيَانِنَا وَ مَعَايِشِنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ

Allâhumma innî a‘ûdzu bika an u‘âdiya laka waliyyan au uwâliya laka ‘aduwwan au ardhâ laka sakhathan abadâ. Allâhumma man shallaita ‘alaihi fashalâtunâ ‘alaih, wa man la‘antahu fala'natunâ ‘alaih. Allâhumma man kâna fî mautihi farajun lanâ wa lijamî‘il muslimîna fa`arihnâ minhu wa abdilnâ bihi man huwa khairun lanâ minhu hattâ turiyanâ min ‘ilmil ijâbati mâ na‘rifuhu fî adyâninâ wa ma‘âyisyinâ yâ arhamar râhimîn. Wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadinin nabiyyi wa ãlihi wa sallam.

Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari memusuhi kekasih-Mu atau mencintai musuh-Mu, atau rela kepada kebencian-Mu untuk selama-lamanya. Ya Allah orang yang Engkau ber-shalawât baginya, maka shalawât kami pun baginya juga, dan orang yang Engkau laknat atasnya, maka laknat kami juga ditujukan atasnya. Ya Allah orang yang dalam kematiannya adalah kelapangan buat kami dan buat semua kaum yang berserah diri, maka rehatkanlah kami darinya dan dengan kematiannya, gantikan untuk kami dengan orang yang lebih baik buat kami darinya hingga Engkau perlihatkan kepada kami dari ilmu pengkabulan yang kami kenal di dalam ajaran kami serta penghidupan kami, wahai Tuhan yang maha pengasih dari semua yang mengasihi! Dan Allah ber-shalawât dan mencurahkan salâm atas Muhammad Sang Nabi dan keluarganya.

(Abu-Zahra/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Terkait Berita: