Pesan Rahbar

Home » » Kisah Petisi Soetardjo dan Tuntutan “Indonesia Berparlemen”

Kisah Petisi Soetardjo dan Tuntutan “Indonesia Berparlemen”

Written By Unknown on Wednesday 9 March 2016 | 13:55:00

Suasana di Volksraad zaman saat itu (Foto: matulanda.wordpress.com)

Perubahan pola pemerintahan penjajahan Belanda yang diselenggarakan mengikuti kebijakan politik etis adalah pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) pada 1916 melalui Undang-Undang yang disahkan pada 16 Desember 1916 (Staatsblad 1916 Nomor 4). Volksraad dibentuk melalui Dekrit Ratu pada 30 Maret 1917 dan mulai berlaku sejak 1 Agustus 1917. Volksraad diresmikan oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum pada 18 Mei 1918.

Volksraad pada awalnya hanya difungsikan sebagai lembaga penasihat, bukan penyusun Undang-Undang. Akan tetapi pada 1925 diberikan kekuasaan untuk mengajukan petisi, mengajukan Undang-Undang Hindia Belanda, dan memberikan persetujuan. Gubernur Jenderal memiliki hak veto atas Rancangan Undang-Undang yang dibahas tersebut.


Bergabung dengan Boedi Utomo

Lahir di Blora, Jawa Tengah, 22 Oktober 1892, Soetardjo Kartohadikoesoemo adalah putra seorang Assistant-Wedono di onder-distrik Kunduran, Ngawi, yaitu Kiai Ngabehi Kartoredjo. Sedangkan Ibunda Soetardjo, Mas Ajoe Kartoredjo, adalah keturunan keluarga pemerintahan dari Banten.

Keluarga Soetardjo adalah keluarga pamong praja. Semua saudara laki-lakinya menjadi pegawai negeri, sedangkan yang perempuan menjadi istri pegawai negeri. Walaupun berasal dari keluarga pegawai pemerintahan yang terpandang, masa kecil Soetardjo banyak dilalui bersama masyarakat desa. Hal itu mengilhaminya di kemudian hari untuk menulis buku tentang desa.

Di akhir masa sekolahnya, Soetardjo mengikuti dan lulus ujian menjadi pegawai rendah (kleinambtenaarsexamen) pada 1906. Tetapi Soetardjo tidak memilih menjadi pegawai rendah, melainkan melanjutkan pendidikan di OSVIA. Disinilah Soetardjo mulai bersentuhan dengan organisasi pergerakan.

Pada 1919, Soetardjo yang saat itu berusia 19 tahun telah terpilih sebagai Ketua Cabang Boedi Oetomo hingga 1911 saat meninggalkan sekolah dan “magang” kerja pada kantor Assisten Resident di Blora. Saat itu yang menjadi Ketua Boedi Oetomo adalah R.T.A. Tirtokoesoemo, Bupati Karanganyar. Pada tanggal 19 Oktober 1911 Soetardjo diangkat sebagai pembantu juru tulis (hulpschrijver) pada kantor Resident Rembang. Dua bulan kemudian, yaitu pada 23 Desember 1911, diangkat sebagai juru tulis jaksa, serta lima bulan kemudian diangkat sebagai Mantri Kabupaten. Setelah menduduki jabatan tersebut selama 19 bulan, Soetardjo diangkat sebagai Assistant-Wedono.


Petisi Soetardjo

Sutardjo mengajukan usul kepada pemerintah Hindia-Belanda agar diadakan konferensi Kerajaan Belanda yang membahas status politik yang berupa otonomi meskipun masih ada dalam batas pasal 1 Undang-Undang Dasar Kerajaan Belanda. Hal ini dimaksudkan agar tercapai kerjasama yang mendorong rakyat untuk memajukan negerinya dengan rencana yang mantap dalam menentukan kebijakan politik, ekonomi dan sosial. Jelas bahwa petisi ini bersifat moderat dan kooperatif melalui cara-cara yang sah dalam Dewan Rakyat.

Landasan usul adalah pasal 1 Undang-Undang Dasar kerajaan Belanda yang berbunyi bahwa kerajaan Nederland meliputi wilayah Nederland, Hindia Belanda, Suriname dan Curacao, yang menurut pendapat Sutardjo keempat wilayah itu di dalam kerajaan Nederland mempunyai derajat sama. Usul tersebut didukung oleh Ratu Langie, Datuk Tumenggung, Alatas, I.J Kasimo, dan Ko Kwat Tiong. Dukungan ini menurut Sutardjo mencerminkan keinginannya bahwa usul petisi didukung oleh berbagai golongan suku bangsa dan agama yang ada di Indonesia.

Adapun isi petisi itu ialah permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan negeri Belanda, sedangkan anggota-anggotanya memiliki hak yang sama. Tujuannya adalah untuk menyusun suatu rencana otonomi Indonesia, suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1 Undang-Undang Dasar Kerajaan Belanda.

Pada tanggal 29 September 1936 selesai sidang perdebatan diadakanlah pemungutan suara dimana petisi disetujui oleh Volksraad dengan perbandingan suara 26 suara setuju lawan 20 suara menolak. Dan pada tanggal 1 Oktober 1936 petisi yang telah menjadi petisi Volksraad itu dikirim kepada Ratu, Staten-Generaal dan Menteri Koloni di negeri Belanda.


Tuntutan Indonesia Berparlemen

Kemunduran PPPKI (Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) serta gagalnya perjuangan Petisi Soetardjo menjadi salah satu cambuk bagi kaum pergerakan nasional untuk menuntut dan menyusun barisan kembali dalam wadah organisasi persatuan, yakni Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang menuntut “Indonesia Berparlemen”.

Keputusan kerajaan Belanda No. 40 tanggal 14 November 1938, petisi yang diajukan atas nama Volksraad ditolak oleh Ratu Belanda. Alasan penolakannya antara lain ialah: “Bahwa bangsa Indonesia belum matang untuk memikul tanggung jawab memerintah diri sendiri”.

GAPI telah melakukan beberapa aksi diantaranya membentuk Kongres Rakyat Indonesia ( 4 Juli 1939), mengeluarkan Manifest GAPI ( 20 September 1939 ). Kerajaan Belanda tetap saja mengabaikan tuntutan GAPI, hingga menjelang runtuhnya kekuasaan Belanda di Indonesia, GAPI membentuk MARI (Majelis Rakyat Indonesia ) pada 16 November 1941 yang tujuannya untuk melanjutkan aksi GAPI.

Tidak lama setelah terbentuknya badan baru tersebut, tanggal 7 Desember 1941 Jepang menyerang pakalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour. Mengetahui kejadian ini Mr. Sartono dan Sukardjo Wirjopranoto mengeluarkan anjuran agar rakyat Indonesia berdiri di belakang Belanda untuk mempertahankan Hindia Belanda. Anjuran ini menimbulkan perselisihan, yang menyebabkan Abikusno keluar dari MARI dan GAPI, sebab anjuran itu diterbitkan tanpa persetujuan dari anggota-anggotanya.

Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat. “Serah terima” itu diwaklili oleh Jendral Ter Poorten (Belanda) kepada Jendral Hitoshi Imamura (Jepang) di lapangan terbang dekat Bandung. Sejak saat itu, kekuasaanpun berganti, dari Belanda ke Jepang. Dimulailah sebuah babak baru, pemerintahan Jepang di nusantara.

(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: