Peristiwa yang terjadi di hari 10 Muharram 61H di Karbala, bukan saja
menjadi tragedi kemanusiaan terparah di dalam sejarah manusia, tetapi
juga menjadi tragedi paling mengerikan di dalam sejarah Islam. Namun
demikian, syahadah Imam Husain as di hari itu menjadi “keharusan” untuk
menyelamatkan agama datuknya, Muhammad Saw.
Ust Miftah F. Rakhmat menyarikan beberapa fakta penting kejadian ini dari berbagai sumber.
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad.
Imam
Husain as berangkat meninggalkan Madinah menuju Makkah pada 28 Rajab 60
H, bertepatan dengan 7 Mei 680 Masehi. Imam ditemani keluarganya baik
perempuan dan anak-anak. Jumlah anak-anak laki-laki yang ikut kafilah
Imam sebanyak 21 orang.
Muslim bin Aqil ra diutus Imam
menemui penduduk Kufah pada 15 Ramadhan. Ia ditemani dua orang. Ia
kembali ke Madinah, menyampaikan salam perpisahan pada keluarganya,
kemudian menempuh jalan menuju Kufah membawa surat Imam. Kedua temannya
gugur di tengah jalan karena kesulitan menempuh medan dan kehausan.
Muslim menuju Kufah sendirian.
Muslim bin Aqil ra
sampai di kufah pada 25 Syawal. Ia tinggal bersama Mukhtar Al-Tsaqafi.
Pertemuan-pertemuan dengan penduduk Kufah telah membuatnya menjadi musuh
Ubaidillah Ibnu Ziyad, penguasa Kufah waktu itu. Muslim dan sahabatnya,
Hani bin Urwah dijatuhkan dari masjid Kufah. Kepala mereka dipenggal,
dan dibawa ke pasar tempat biasa orang membeli kambing.
Imam
Husain as meninggalkan Makkah pada 8 Dzulhijjah. Bersama Imam ikut pula
keluarganya, para sahabat dan pengikutnya, juga orang-orang dari Hijaz,
Basrah, dan Kufah. Menurut kitab Nafas al-Mahmum dari Syaikh Abbas
al-Qummi (halaman 91), Imam memberi masing-masing orang itu sepuluh
dinar dan seekor unta untuk membantu mereka membawa barang-barang.
Tempat-tempat
yang dilalui Imam dalam perjalanannya menuju Karbala: Taff, Al-Sifah,
Dzat ‘Irq, Al-Hajir, Al-Khuzaymiyya, Zarood, Al-Tsalabiyya, Al-Shuquq,
Zubala, Al-‘Aqaba, Sharif, Al-Bayda, Ar-Ruhayma, al-Qadisiyya,
al-Uthayb, dan Qasr Muqatil. Keseluruhan jarak yang ditempuh Imam dari
Madinah menuju Makkah, dan dari Makkah menuju Karbala adalah sekitar
2300 kilometer.
Di Al-Sifah, Imam Husain as bertemu dengan penyair
Farazdaq yang berkata: “Hati penduduk Kufah bersamamu, tapi pedang
mereka (diarahkan) untuk membunuhmu.” (Tarikh Thabari, 6:218)
Ketika
sampai di Qasr Muqatil, tidak jauh dari Kufah, kafilah Imam dihadang
1000 pasukan musuh di bawah komando al-Hurr bin Yazid al-Riyahi. Pasukan
inilah yang mengalihkan perjalanan Imam dari Kufah dan mengarahkannya
menuju padang tandus Karbala. Pasukan al-Hurr kehausan, dan Imam
memerintahkan keluarga dan sahabat-sahabatnya untuk memberi mereka
minuman.
Sesampainya di Karbala, sekitar 11 – 12 km
dari Kufah, Imam turun dari kudanya, mengambil segenggam tanah Karbala
dan berkata: “Demi Allah, inilah tanah karbun (duka cita) wa bala (dan
musibah/ujian). Di sinilah para perempuan akan dijadikan tawanan. Di
sini anak-anakku dianiaya, dan di sini para pejuang akan berguguran. Di
sini (kehormatan) ahli bayt Rasulullah Saw dihinakan! Di sini, janggutku
akan berlumuran darah! Di sini sepetak bumi akan digali untuk jasad
kita.” (Al-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibn Hajar al-‘Asqalani). Menurut
sebagian kitab tarikh, Imam Husain as mencari pemilik tanah seluas empat
mil persegi itu, dan membelinya seharga 60.000 dinar, untuk dijadikan
pusara tempatnya kelak dan para syuhada lainnya dikebumikan. (Karbala
and Beyond, Yassin T, Jibbouri, halaman 72).
Ada banyak
versi tentang jumlah yang hadir di Karbala. Pasukan Imam mulai dari
tujuhpuluh dua orang hingga seratus lebih bahkan hingga 200 – 300.
Sedangkan pasukan musuh bervariasi, dengan catatan historis seperti ini
(nama yang disebut adalah komandan pasukan):
Umar bin Sa’ad, 6.000 orang.
Urwah bin Qais, 4.000 orang.
Sinan bin Anas, 4.000 orang.
Hasin bin Namir, 9.000 orang.
Syimr bin Dzil Jawsyan, 4.000 orang.
Mazar bin Ruhaynah, 3.000 orang.
Yazid bin Rikab, 2.000 orang.
Najr bin Kharsyi’ah, 2.000 orang.
Muhammad bin As’ath, 1.000 orang.
Abdullah bin Hasin, 1.000 orang.
Khawli bin Yazid, 1.000 orang.
Bakr bin Kasab, 3.000 orang.
Hijr bin Abjar, 1.000 orang.
Hurr bin Yazid, 3.000 orang.
Ditambah dengan pasukan Syabt bin Rabi’ sebanyak 24.000 orang, maka total pasukan musuh sekitar 68.000.
Peristiwa
Asyura terjadi pada hari Jumat, 10 Muharram 61 H. Pada hari itu, Imam
sempat berkhotbah dua kali mengingatkan pasukan musuh.
Menurut
Wikipedia, jumlah pasukan Imam sekitar 300 orang, dengan data syuhada
sebanyak 128 atau 136 orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Di antara nama para syuhada Karbala adalah berikut ini:
Keluarga Rasulullah Saw:
Imam Husain bin Ali, cucunda Rasulullah Saw, pemimpin kafilah.
Abbas bin Ali, saudara Imam Husain, pemimpin pasukan. Putra Imam Ali dari Ummul Banin. Pembawa bendera Karbala.
Ali Akbar bin Husain, putra Imam Husain dari Ummu Laila. Syahid pada usia 18 tahun.
Ali
Asghar bin Husain, dikenal dengan gelaran “Abdullah” (Imam Husain
adalah “Abu Abdillah”), usia enam bulan, putra Imam Husain dari Rubab
binti Imra al-Qays.
Umar bin Ali, saudara Imam Husain, adik Abbas bin Ali.
Ja’far bin Ali, saudara Imam Husain, adik Abbas bin Ali.
Abu Bakar bin Ali, saudara Imam Husain, adik Abbas bin Ali.
Abu Bakar bin Hasan, keponakan Imam Husain. Putra saudaranya Imam Hasan as.
Qasim bin Hasan, keponakan Imam Husain.
Qasim bin Abbas bin Ali, putra Abbas.
Fadhl bin Abbas bin Ali, putra Abbas (Abbas dikenal sebagai “Abul Fadhl”).
Abdullah bin Hasan bin Ali, keponakan Imam Husain.
‘Aun bin Abdillah bin Ja’far, putra Sayyidah Zainab sa.
Muhammad
bin ‘Abdillah bin Ja’far, putra Sayyidah Zainab sa. Kedua putra
Sayyidah Zainab syahid di hadapannya. Imam membawa mereka ke dalam
tenda. Semua keluarga menangis dan menjerit, kecuali Sayyidah Zainab. Ia
berkata: “Aku tidak ingin Husain melihatku berduka. Hari ini aku
bahagia dengan anak-anakku.”
Abdullah bin Muslim bin ‘Aqil, putra Muslim, saudara sepupu Imam Husain as.
Muhammad bin Muslim bin ‘Aqil.
Muhammad bin Sa’id.
Abdurrahman bin Aqil.
Ja’far bin Aqil bin Abi Thalib.
Syuhada dari Bani Asad:
Uns bin Hars al-Asadi.
Habib bin Mazahir, pemimpin pasukan sayap kiri. Di antara yang pernah berjumpa dengan Nabi Saw. Usia ketika syahid 70 tahun.
Muslim
bin Ausaja. Di antara sahabat Rasulullah Saw. Pada malam Asyura, ketika
Imam mengizinkan sekiranya ada yang hendak meninggalkan Karbala, untuk
menyelamatkan diri dari pembantaian, Muslim berkata: “Wahai putra
Rasulullah, ke mana aku harus berlari sekiranya aku tinggalkan engkau di
sini?”
Qais bin Masyir.
Abu Samama Amr bin ‘Abdillah.
Burair
Khuzair al-Hamadani, di antara yang sepuh di Karbala, sahabat Imam Ali
di Kufah. Pada usia tuanya ia berangkat ke Karbala meminta izin untuk
bertempur dan syahid bersama Imam.
‘Amir bin Abdillah al-Hamadani,
Syabib, mawla Hars bin Jabir,
Hanala bin Asad,
Abis Syakri,
Abdurrahman Arhabi,
Sayf bin Hars,
Malik, sepupu Sayf bin Hars,
Mauq bin Tsamamah al-Asadi,
Habsyi bin Qais al-Nahmi,
Syuhada dari Bani Jahni:
Junada bin Hars,
Majma bin Abdullah,
Hajjaj bin Masruq, muadzin kafilah Imam Husain as.
Syuhada dari Anshar:
Umar bin Qarza,
Abdurrahman bin Abdi Rabb Khazrji,
Junada bin Ka’ab,
Amer bin Junada bin Ka’ab, ia diantarkan untuk bergabung bersama Imam oleh ibunya.
Na’im bin Ajlan,
Sa’ad dan Abdul Hatuf bin Hars Anshari, sepasang saudara kembar di Karbala.
Syuhada dari Bani Biji dan Khas’ami
Zuhayr
bin Qayn, pemimpin pasukan sayap kanan. Ia kepala suku di kaumnya. Ia
punya banyak pengaruh di Kufah. Awalnya ia bekerja pada Khalifah Utsman.
Sepulang haji, ia bertemu Imam dan terpesona oleh keindahan akhlak
Al-Husain. Sebelum bergabung dengan Imam, ia menceraikan istrinya,
menyampaikan salam perpisahan dan memilih untuk bergabung dengan Imam
Husain as.
Salaman bin Mazarib, sepupu Zuhayr.
Sa’id bin ‘Umar,
Abdullah bin Basyir.
Syuhada dari Bani Kindi dan Ghiffari:
Yazid bin Zaid Kindi,
Harb bin Imru al-Qais,
Zahir bin ‘Amir,
Basyir bin ‘Amir,
Abdullah Arwah Ghiffari,
Jon, mawla Abu Dzarr al-Ghiffari,
Abdurrahman bin Urawah bin Harraq,
Abdullah bin Urawah bin Harraq,
Zawir bin Amr al-Kindi.
Syuhada dari Bani Kalbi:
Abdullah bin ‘Umair,
Istri
Abdullah bin ‘Umair, juga syahid di Karbala. Ketika ia memangku jasad
suaminya ia berkata: “Wahai Abdullah, engkau sudah masuk surga. Bawa aku
serta bersamamu…” Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, seorang dari
pasukan musuh menghantam kepalanya dengan kampak. Ia gugur sebagai
syahidah.
Abdul A’la bin Yazid,
Salim bin ‘Amir.
Syuhada dari Bani Azdi:
Qasim bin Habib,
Zaid bin Salim,
Nu’man bin ‘Umar,
Muslim bin Katsir,
Rafi’ mawla Muslim Azdi.
Syuhada dari Bani Tha`i dan Taymi:
Jabir bin Hajjaj,
Abdurrahman bin Mas’ud,
Bakr bin Hayy,
Ammar bin Hassan,
Mas’ud bin Hajjaj,
Habib bin Amir,
Syuhada dari Bani Abdi:
Yazid bin Tsabit,
Amir bin Muslim,
Saif bin Malik,
Abdi Qays,
Abdullah bin Zaid,
Ubadillah bin Zaid,
Adzan bin Umayya.
Syuhada dari Bani Taqlibi:
Zurghama bin malik,
Kanana bin ‘Atiq,
Qasith bin Suhair,
Kardus bin Zuhair,
Musqit bin Zuhair,
Syuhada Dari Bani Jahani wa Tamimi:
Aqaba bin Sulth
Syuhada Lainnya:
Wahab bin Abi Wahab,
Istrinya, syahidah pertama di Karbala,
Jibilath bin Ali Syaibani,
Yazid bin Maghfal, sahabat Imam Ali as, dan seorang penyair yang menyenandungkan kasidah kecintaan Ahlul Bait.
Nasr bin Naizar, yang berkhidmat pada Imam Ali as. Ia hadiah dari Raja Persia untuk Rasulullah Saw. Ia dimerdekakan.
Qan’ab bin Namir,
Kannah Taqlabi,
Ammara bin Salama al-Da’alani,
Amr bin Hasan Tali,
Amr bin Ha’b,
Amr bin Abdullah Jundayni,
Amir bin Muslim,
Salim mawla Amir bin Muslim,
Abis bin Abi Syabib al-Syakiri,
Syanib Syakiri,
Sulaiman bin Razin, pembawa surat Imam Husain as untuk penduduk Basrah. Ia syahid ditangkap pasukan Ibnu Ziyad.
Suwaid bin Amr bin Abil Mata’,
Sawar bin Manyim,
Sayid
bin Abdillah Hanafi, yang syahid ketika melindungi Imam Husain as
shalat Zhuhur. Ia juga yang mengantarkan surat Muslim bin Aqil dari
Kufah untuk Imam Husain. Ia gugur dengan beberapa anak panah di dadanya.
Ziad bin Arib al-Sa’idi,
Aslam, yang berkhidmat pada Imam Husain as,
Qarib,
Munjih, Sa’d, Salim, dan Hars. Masing-masing pernah bekerja sebagai
budak kemudian dimerdekakan dan memilih untuk bergabung dengan keluarga
Rasulullah Saw. Hars dulu bekerja pada Sayyidina Hamzah.
Hanzala bin As’ad, pembawa pesan Imam Husain untuk Ibn Sa’ad di Karbala.
Hallas bin Amr,
Hajjaji bin Badr,
Jundab bin Muji,
Umayyib Sa’d,
Anas bin Hars Kahili,
Qan’ab bin Umair,
Ghumal al-Turki, yang berkhidmat pada Imam Ali Zainal Abidin as.
Dari pasukan musuh yang bergabung dan syahid membela Imam:
Al-Hurr
bin Yazid al-Riyahi al-Tamimi, pemimpin pasukan yang memilih bergabung
dengan Imam bersama enam orang pasukannya, termasuk dua putranya.
Ayiz bin Majama.
Amr
bin Khalid Saidavi dan tiga orang sahabatnya. Ketika empat orang ini
merapat ke arah Imam, Al-Hurr meminta izin Imam untuk mencegat mereka
mendekat. Karena mereka adalah tokoh-tokoh dari barisan musuh. Imam
mencegahnya seraya berkata: “Jangan kauhadang mereka. Mereka datang
kepadaku dengan niat baik. Mereka akan membantuku.”
Hars bin Imra
al-Qais al-Kindi dan tiga orang sahabatnya. Hars berhadapan dengan
pamannya yang bergabung dalam pasukan musuh. Pamannya bertanya:
“Kauhendak membunuh pamanmu sendiri?” Ia menjawab tegas: “Ya! Engkau
pamanku, tiada ragu. Tapi Allah Tuhanku dan kau datang ke sini untuk
menentang-Nya.” Kemudian ia bunuh pamannya.
Umar bin Zabi’ah
Abdurrahman bin Mas’ud
Abdullah bin Busyr
Sa’ad bin Hars
Abu al-Hatuf bin Hars
Jaun bin Malik al-Tamimi
Sumber rujukan dan cerita lebih jauh tentang masing-masing syuhada di atas dapat merujuk pada situs
http://www.convertstoislam.com/Karbala/martyrs.html
Selanjutnya, beberapa fakta tentang Karbala adalah seperti berikut:
Wahab
bin Abi Wahab dan istrinya yang merupakan syahidah pertama di Karbala
adalah sepasang suami istri yang baru menikah. Keduanya memeluk Islam
karena tersentuh oleh khutbah Imam dalam perjalanan menuju Karbala.
Ibunda Wahab yang Nasrani juga hadir dan membela Imam di Karbala
(Karbala and Beyond, Yasin T. Jibouri, halaman 79-80).
John
adalah budak merdeka yang dibebaskan dan berkhidmat pada Abu Dzarr
al-Ghiffari. Ia seorang nasrani. Ketika syahid di Karbala, usianya 90
tahun. (Karbala and Beyond, halaman 80).
Zuljanah adalah nama kuda
Imam Husain as. Konon, nama sebelumnya adalah Murtajiz. Ia diberi nama
Zuljanah karena lengkingan suaranya yang khas: merdu, menjerit, tegas
dan tinggi. Nabi Saw membelinya dari seorang Arab bernama Haris.
Dikabarkan kulit Zuljanah putih tegas.
Jasad suci para syuhada
dikebumikan oleh Bani Asad pada hari ketiga setelah mereka gugur. Selama
beberapa hari, jasad suci itu terbaring dibakar terik matahari.
Jarak
yang ditempuh oleh kafilah Asyura pasca Syahadah Imam Husain as,
sekitar 1500 kilometer, dengan beberapa tempat persinggahan seperti
Mausul di Irak dan Halb (Aleppo) di Suriah sekarang ini.
Ya
laitanaa kunna ma’ahum wa nafuuza fawzan ‘azhiima…duhai, seandainya kami
bergabung bersama mereka, dan beroleh kemenangan yang nyata…
…
Imam
Husain as lahir di Madinah, 3 Sya’ban 3 Hijriah. Saudaranya adalah Imam
Hasan as. Hasan dan Husain adalah juga nama kedua putra Nabi Harus as,
Syabar dan Syubair. Imam Husain adalah satu-satunya manusia yang ayahnya
Imam, saudaranya Imam, dan putranya juga Imam. Tidak ada seorang pun
dalam sejarah yang memperoleh keistimewaan seperti itu. Ibunya adalah
Sayyidah Fatimah sa, ayahandanya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as,
dan kakek neneknya adalah Rasulullah Saw dan Sayyidah Khadijah sa.
Ketika
lahir, bayi mungil nan molek itu dibawa ke hadapan Rasulullah Saw. Nabi
kemudian bersabda: “Husain dariku, dan aku dari Husain.” Husain minni
wa ana min al-Husain. (Sunan al-Turmudzi, hadis nomor 2970, derajat
hadis hasan menurut al-Albani).
Al-Husain jelas dari Rasulullah
Saw, karena ia keturunan Sang Nabi. Tapi apa makna “dan aku dari
Husain”? Yassin Al-Jibouri menafsirkannya sebagai berikut. Nabi Saw
adalah perwujudan Islam. Nabi adalah manifestasi Islam seluruhnya.
Ketika Nabi menyampaikan itu, Nabi Saw tahu bahwa keberlangsungan agama
Islam yang dibawanya hanya akan tegak sampai hari kiamat melalui
Al-Husain. Syahadah Imam Husain di Karbala-lah yang menyelamatkan Islam.
Benar kiranya, bahwa setiap muslim sekarang ini berutang terima kasih
dan kewajiban atas pengorbanan keluarga Rasulullah Saw di Karbala.
Maka
tumbuhlah Al-Husain dalam dekapan Rasulullah Saw. Imam
Ali—ayahnya—sering membawa Al-Husain ke pangkuan Nabi. Setiap kali Nabi
menimang Al-Husain, ia memeluknya dan menciumi lehernya berulang-ulang.
Sempat Ali bertanya: “Mengapa leher itu yang sering kaucium ya
Rasulallah?” Dan Nabi menitikkan airmatanya…
Nabi
sering menggendong Imam Hasan dan Imam Husain di pundaknya. Ketika Nabi
membeli Zuljanah, kuda putih besar itu dari Haris, ia melihat Al-Husain
sering mendekatinya. Seolah ada percakapan antara anak kecil dan kuda
itu. Nabi bertanya, “Maukah engkau mengendarainya?” Al-Husain
mengiyakan. Nabi meminta kuda itu dibawa mendekat. Ketika sudah dekat
benar, Zuljanah tiba-tiba merebahkan tubuhnya, sehingga Al-Husain kecil
dengan mudah naik di atasnya.
Keindahan akhlak Imam
Husain, sebagaimana Ahlul Bayt lainnya, adalah yang paling menyerupai
Rasulullah Saw. Shahih Bukhari meriwayatkan hadis dari Muhammad bin
Husain bin Ibrahim, yang memperolehnya dari Husain bin Muhammad: “Telah
bercerita kepada kami Jarir dari Muhammad dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu: “Kepala (terputus) Al-Husain didatangkan pada
Ubaidullah bin Ziyad. Ia meletakkanya di atas nampan, kemudian
menekan-nekannya. Ia lalu berkata sesuatu tentang Al-Husain.” Anas
berkata: “Al-Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah
Saw.” (Shahih Bukhari, hadis nomor 3465, Kitab Manaqib).
Maka
ketika Al-Husain as berdiri di padang Karbala, ia mengingatkan
musuh-musuhnya tentang dirinya. Bahwa ia adalah Ahli Bait Rasulillah.
Bahwa pedang yang ia bawa adalah pedang Nabi, jubah yang ia pakai adalah
jubah Nabi. Serban yang ia kenakan adalah serban Rasulullah Saw. Tetapi
semua itu tidak membuat pasukan yang sudah tergoda dengan gelimang
janji dan harta itu berpaling. Ketika Imam Husain bertanya, apa yang
membuat mereka memeranginya? Mereka menjawab: “Karena ketaatan kami pada
Amir Ubaidillah bin Ziyad.” Karena ketaatan mereka pada penguasa yang
zalim.
Di Karbala, perang itu tak terelakkan. Dalam
Injil, Perjanjian Lama, Yeremia 46:6 dan 46:10 mencatat sebuah peristiwa
di tanah utara, di dekat sungai Efrat. Entah sebuah nubuwat atau
peristiwa yang sama terulang. Berikut kutipan perjanjian lama tentang
peristiwa di tepi sungai Efrat: Orang yang tangkas tidak dapat melarikan
diri, pahlawan tidak dapat meluputkan diri; di utara, di tepi sungai
Efratlah mereka tersandung dan rebah… Hari itu ialah hari Tuhan ALLAH
semesta alam, hari pembalasan untuk melakukan pembalasan kepada para
lawan-Nya. Pedang akan makan sampai kenyang, dan akan puas minum darah
mereka. Sebab Tuhan ALLAH semesta alam mengadakan korban penyembelihan
di tanah utara, dekat sungai Efrat.
Ketika satu persatu pahlawan
Islam itu gugur, dan sejarah mencatatkan kesetiaan dan pengorbanan
mereka dengan teladan yang sempurna, keluarga Rasulullah Saw yang
tersisa meniti perjalanan menuju istana penguasa. Sebelum Imam Husian
syahid, setelah bertempur dan bersimbah darah, ia kembali ke tendanya.
Memegang tangan kanan Imam Ali Zainal Abidin yang terbaring sakit,
menekannya ke dadanya dan mengajarkannya doa. Sebuah hadiah terakhir.
Persiapan bagi lautan musibah dan bencana yang akan dihadapi As-Sajjad
as. Imam pun melepas keluarganya dan menjemput syahadah.
Ketika
Imam tersungkur dan jatuh, Zuljanah berjalan mengitarinya, melindungi
junjungannya dari serangan musuh yang datang. Ia mengusap kepala Imam
yang bersimbah darah dengan kepalanya. Di saat seperti itu, Ibn Sa’ad
berteriak lantang: “Tangkap kuda itu! Itu salah satu kuda Rasulullah!”
Puluhan orang merangsek mendekati Zuljanah, tapi ia dengan tangkas
mengibaskan kaki dan ekornya, bergeliat begitu perkasa, sehingga
beberapa orang dan kuda-kuda yang lain jatuh binasa. Ibn Sa’ad kemudian
berkata: “Biarkan dia…kita lihat apa yang mau dilakukannya…” Merasa
aman, kuda itu kembali menemui Imam Husain as, mengusap dan menghirup
darah yang mengalir dari kepala Imam. Ia melengking dengan keras.
Jeritan, teriakan, kesedihan perpisahan. Kemudian dengan cepat ia
berlari ke arah tenda perempuan dan anak-anak. Konon, setelah itu,
Zuljanah tak pernah terlihat lagi…
Di padang Karbala,
Al-Husain seorang diri. Sahabat-sahabatnya telah banyak yang gugur.
Seiring dengan teriakan Sayyidah Zainab sa, sekelompok musuh mendekati
Imam yang tengah terbaring. Imam berkata ke arah Umar bin Sa’ad: “Hai
Umar, apakah Abu Abdillah mesti dibunuh dan engkau menyaksikannya?” Imam
memalingkan wajahnya. Airmata membasahi janggutnya. Sayyidah Zainab
menjerit: “Tidakkah ada seorang muslim di antara kalian?” Mereka tidak
memedulikannya. Kemudian Umar bin Sa’ad berteriak: “Habisi dia!” Syimr
bin Zil Jawsyan yang pertama menaatinya. Ia menendang Imam dengan
kakinya. Duduk di atas pundaknya. Mencengkeram dengan kencang janggut
sucinya. Menusuknya dengan duabelas tikaman. Kemudian ia menebas dan
memisahkan kepala suci itu dari jasadnya…
Salam bagimu Ya Aba ‘Abdillah…
Orang-orang
keji itu kini mengerumuni jasad suci tanpa kepala. Ishaq bin Hawayh
menarik paksa jubahnya. Akhnas bin Murtsid bin Alqamah al-Hadhrami
mengambil serbannya. Aswad bin Khalid melepaskan sandalnya. Jami’ bin
Khalq al-Awdi dan seorang dari Bani Tamim bernama Aswad bin Khanzalah
mengambil pedangnya.
Datanglah Bajdal. Ia melihat ada
cincin yang diselimuti darah merah di tangan Imam. Ia memotong jari
Imam, mengambil cincin itu. Qays bin al-Asy’ats menjarah pelana tempat
duduk Imam yang terlepas dari Zuljanah. Sobekan-sobekan pakaian Imam
diambil paksa oleh Ja’unah bin Hawiyah. Busur panah dan baju luarnya
direnggut oleh Rahil bin Khaytsamah, Hani bin Syahib al-Hadhrami dan
Jarar bin Mas’ud al-Hadhrami. Ada orang yang hendak mengambil apa yang
tersisa dari baju yang melekat pada tubuh Imam. Konon, ia tidak dapat
melakukannya. Tangan Imam terasa berat menghalanginya. Ia tebas tangan
kanannya. Tangan kiri Imam menghalanginya. Ia potong juga tangan kiri
Imam itu. Ketika ia hendak melepaskan yang tersisa dari pakaian di tubuh
Imam, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh yang mengguncang bumi. Ia
urung melakukan niatnya. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Ketika
pingsan—ia melihat Rasulullah, Imam Ali, Sayyidah Fatimah dan Imam
Hasan. Ia melihat Sayyidah Fatimah berkata kepada Al-Husain: “Duhai
anakku, mereka telah membunuhmu. Semoga Allah membunuh mereka.”
Al-Husain berkata kepada ibunya sambil menunjuk orang itu: “Wahai Ibu,
orang ini telah menebas tanganku.” Kemudian Sayyidah Fatimah berkata:
“Semoga Allah memutus kedua tangan dan kakinya, membuatnya buta, dan
menariknya pada siksa neraka.” Ujarnya kemudian: “Sungguh, aku sekarang
buta. Tangan dan kakiku sudah tiada. Satu-satunya yang tersisa tinggal
api neraka…” (Sumber: Karbala and Beyond, Yasin T. Jibouri halaman 86).
…
Doa Ziarah Singkat
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad
Salam bagi rambut putih yang dicelup darah
Salam bagi paras yang tertutup debu-debu tanah
Salam bagi tubuh yang dijarah
Salam bagi lisan yang dihantam ujung pedang
Salam bagi kepala yang terhunus di tombak pancang
Salam bagi tubuh-tubuh yang dibiarkan tergeletak di padang gersang
Salam bagi dia yang berselimutkan tetes darah
Salam bagi dia yang dihancurkan kehormatannya
Salam bagi dia, yang kelima dari Ashabil Kisa
Salam bagi dia, penghulu para syuhada
Salam bagi dia, yang terasing dari semua yang terasing
Salam bagi dia, penentang musuh zalim
Salam bagi dia, yang didekap tanah Karbala
Salam bagi dia, yang menangis malaikat karenanya
Salam bagimu Ya Aba ‘Abdillah…
“Dengan semangat Al-Husain, kita bebaskan Al-Quds!”
Duka dan cinta kita untuk bangsa Palestina.
sumber:
http://www.majulah-ijabi.org/9/post/2012/11/mengenal-lebih-dekat-fakta-karbala.html