Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Perang Jamal*. Show all posts
Showing posts with label Perang Jamal*. Show all posts

Kisah Imam Hasan al Mujtaba As Dalam sejarah


DeskripsiImam Hasan bin Ali As
PosisiImam Kedua Syiah dan Khalifah Kelima Sunni
NamaHasan
GelarSayyid, Taqi, Tayyib, Zaki
Tanggal Lahir15 Ramadhan tahun ketiga Hijriah
Tempat LahirMadinah
Tanggal Wafat28 Safar 50 H
Nama AyahAli bin Abi Thalib
Nama IbuSayyidah Fatimah binti Muhammad
Masa Hidup48 Tahun
Tempat DikuburkanBaqi, Madinah
Istri-istriUmmu Bashir, Khaulah, Ummu Ishaq, Hafsah, Hindun, Ja’dah
Anak-anakZaid, Ummul Hasan, Ummul Husain, Hasan, Amru, Qasim, Abdullah, Abdurrahman, Husain, Talhah, Fatimah, Ummu Abdullah, Ummu Salamah, Ruqayyah.

Hasan bin Ali bin Abi Thalib (الحسن بن علي بن أبي طالب )adalah Imam kedua Syiah putra dari Imam Ali as dan Sayidah Fatimah az Zahra as, dan dikenal sebagai sosok manusia suci yang ke empat yang di usianya yang ke 37 tahun telah mencapai derajat Imamah dan khilafah bagi kaum muslimin. Pada tahun 41 H beliau melakukan perdamaian dengan Muawiyah. Masa kekhilafahan beliau sekitar 6 bulan 3 hari. Setelah melakukan perdamaian beliau hijrah ke Madinah dan menetap di kota kelahirannya tersebut selama kurang lebih 10 tahun hingga akhirnya beliau mencapai kesyahidannya [1] dan dimakamkan di Pemakaman Baqi di kota Madinah.

Dua tugas berat yang diemban Imam Hasan as yaitu Imamah dan Khalifah menunjukkan peran penting beliau dalam menjaga keutuhan dan persatuan dalam tubuh kaum muslimin dan mencegah dari perselisihan dan perpecahan, kemudian beliau mengeluarkan keputusan untuk melakukan perdamaian dengan Muawiyah. Hal tersebut memberikan gambaran seutuhnya mengenai kepribadian beliau yang memiliki karakter tegar dan lebih mengutamakan toleransi dan persaudaraan kaum muslimin. Perdamaian yang dilakukannya dengan Muawiyah di masa kekhalifahannya, menjadi keputusan paling penting dalam hidupnya bahkan dikenang sebagai kebijakan yang paling berpengaruh dalam sejarah Islam dan kaum muslimin, khususnya dalam terwujudnya persatuan dan tersebarnya pelajaran agama dan akhlak yang memberikan keteladanan utama bagi umat Syiah, tentang bagaimana bertindak dan mengambil keputusan ketika terjadi perbedaan pendapat, juga hal-hal berkenaan dengan perdamaian dan peperangan. [2]

Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Imam kedua umat Islam Syiah dan putra pertama Imam Ali as, dikenal dengan sebutan Imam Hasan as. Ibu beliau adalah Sayidah Fatimah al-Zahra as putri kesayangan Nabi Muhammad Saw. [3]Panggilan beliau adalah Abu Muhammad. Dengan lakab gelar yang paling masyhur dari beliau adalah al-Taqi. Selain itu beliau juga memiliki lakab yang lain, seperti al-Tayyib, al-Zaki, al-Sayid dan al-Sibth. Sedang Nabi Muhammad Saw sendiri menlakabi beliau dengan al-Sayid. [4]

Kelahiran dan Kehidupannya

Imam Hasan as lahir di kota Madinah pada malam atau siang dari pertengahan bulan Ramadhan tahun ketiga Hijriah [5]. Sementara Syaikh Kulaini dalam kitabnya al Kafi menukilkan riwayat bahwa Imam Hasan as lahir pada tahun kedua Hijriah [6] Beliau wafat pada usia 48 tahun pada tahun ke 50 H [7]Tabarsi menukilkan wafat beliau pada tanggal 28 Safar [8]


Yang Memberikan Nama

Mengenai nama Imam Hasan as, diceritakan dimasa kelahiran beliau, Allah SWT berfirman kepada malaikat Jibril as untuk memerintahkan Nabi Muhammad Saw menemui puteranya yang baru lahir dan menyampaikan salam kepadanya dan mengucapkan selamat dan menyampaikan kepadanya, “Sesungguhnya posisi Ali di sisimu seperti Harun di sisi Musa, karenanya berilah nama putera Ali sebagaimana nama putera Harun.” Malaikat Jibrilpun menyampaikan apa yang telah diperintahkan Allah SWT untuk disampaikan kepada nabi Muhammad Saw. Setelah mengucapkan salam dan selamat sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT, malaikat Jibril berkata, “Allah SWT menghendaki kamu memberikan nama putera Ali sebagaimana nama putera Harun.” Nabi Muhammad Saw bertanya, “Nama putera Harun siapa?” Malaikat Jibril as menjawab, “Sabbar”. Nabi Muhammad Saw kembali bertanya, “Dalam bahasa Arabnya apa?” Malaikat Jibril as berkata, “Berikan namanya Hasan.” Dengan perintah itu, Nabi Muhammad Saw memberikan nama cucunya al-Hasan. [9]

Istri-Istri dan Keturunannya

Imam Hasan as: Puncak dari kecerdasan akal adalah akhlak yang baik kepada sesama manusia. Dan dengan akal dunia dan akhirat dapat diraih. Barang siapa yang tidak memanfaatkan akalnya, maka dunia dan akhiratpun tidak bermanfaat baginya. [Nahjul Sa’adah fi Mustarak Nahjul Balaghah, jilid 7 hal. 366]
Anak-anak kandung Imam Hasan as berjumlah 15 orang. 8 laki-laki dan 7 lainnya perempuan.
  • Zaid dan dua saudara perempuannya Ummul Hasan dan Ummul Husain dari istri beliau yang bernama Ummi Bashir putri *Ibnu Mas’ud ‘Aqabah bin Amru.
  • Hasan bin Hasan dari istri beliau yang bernama Khaulah binti Mandhur Fazari.
  • Amru dan dua saudara laki-lakinya Qasim dan Abdullah. Ibunya adalah seorang budak.
  • Abdurrahman. Ibunya juga dari seorang budak.
  • Husain dan saudara laki-lakinya Talhah dan saudara perempuannya Fatimah. Ibu mereka bernama Ummu Ishak binti *Talhah bin ‘Ubaidillah Taimi.
  • Putri-putri beliau, Ummu Abdullah, Fatimah, Ummu Salamah dan Ruqayyah dari istri-istri yang berbeda. [10]
Dari berbagai sumber-sumber yang ada, pernikahan ataupun perceraian yang dilakukan Imam Hasan as, baik dari sisi jumlah sekalipun, terdapat perbedaan pendapat. Hal tersebut bersumber dari adanya periwayatan yang berbeda-beda, yang kesemua itu tidak mungkin untuk dilakukan penerimaan begitu saja, dan juga tidak memungkinkan untuk ditolak dan pada dasarnya juga tidak menambah ataupun mengurangi nilai sejarah. Pada dasarnya kesemua perbedaan periwayatan tersebut bersumber dari berbagai aspek khususnya disebabkan oleh isu-isu sektarian dan politik. Para peneliti dan ulama dalam penjelasan mereka mengenai riwayat-riwayat yang beraneka ragam tersebut hanya sekedar menunjukkan sebagian dari kesalahan pada sanad ataupun mengenai muatan riwayat. [11]Khususnya harus dapat diterima, apa yang telah disampaikan oleh riwayat-riwayat yang ada sangat kabur dan tanpa catatan mengenai kesemua nama-nama istri Imam Hasan as.

Dari kesemua itu hanya nama Ja’dah binti Asy’at bin Qais yang sesuai dengan riwayat yang ada, yang disebutkan sebagai pelaku dari keracunan yang dialami Imam Hasan as yang kemudian merenggut nyawanya yang riwayatnya dapat diterima dan diakui. Meskipun terdapat kesimpang siuran dari riwayat-riwayat yang berkenaan dengan nama-nama istri Imam Hasan as namun mengenai keturunan Imam Hasan as terdapat kesepakatan bersama yang kemudian dengan dasar tersebut nama dari ibu-ibu mereka pun dapat dikenali, misalnya Khaulah binti Mandzhur bin Zabban Farazi. Ummu Bashir binti ‘Uqabah bin Amru Khazaraji, Ummu Ishak binti Talhah bin ‘Ubaidillah at Tamimi, Hafsah cucu Abu Bakar dan Hindun bin Sahil bin Amru. [12]

Kehidupannya di Sisi Rasulullah Saw

Baraa menukilkan, “Saya melihat Nabi Muhammad Saw bersama dengan Hasan bin Ali yang berada diatas pangkuannya dan dalam keadaan demikian beliau berkata, Ya Allah aku mencintainya, maka berikan juga kecintaanMu terhadapnya.”[13] Dalam hadits yang lain dinukilkan bahwa Nabi Muhammad dalam keadaan bersama dengan Hasan dan Husain yang duduk diatas pangkuannya dan berkata, “Ini adalah kedua putraku dan putra dari putriku. Ya Allah, aku mencintai keduanya, maka berikan juga kecintaanMu kepada keduanya dan cintai pula siapa saja yang mencintai keduanya.” [14] Nabi Muhammad Saw dalam hadits yang lain mengenai Imam Hasan as dan Imam Husain as bersabda, “Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda di surga.” [15] “Kedua puteraku ini adalah dua bunga wangiku di dunia.” [16]“Hasan dan Husain (atau kedua puteraku ini [17]adalah Imam, yang memimpin revolusi atau yang menciptakan perdamaian.” [18] “Jika akal seorang laki-laki terwujud sebagai manusia, maka dia adalah al Hasan.” [19]

Kehidupannya di Masa Kekhalifahan

Suatu hari Imam Hasan di masa kecilnya menemui Abu Bakar yang saat itu sedang berkhutbah di atas mimbar. Beliau mengajukan protes kepada Abu Bakar sembari berkata, “Turunlah dari atas mimbar ayahku.” Abu Bakarpun menanggapi pernyataan tersebut dengnan mengatakan, “Demi Allah, benarlah apa yang kamu katakan itu. Ini adalah mimbar ayahmu, bukan mimbarku.” [20] Imam Hasan dan Imam Husain pada saat perang menginvasi kerajaan Persia, keduanya tidak bergabung dalam laskar militer kaum muslimin. [21]Meskipun sebagian dari riwayat menyebutkan kehadiran Imam Hasan as di sejumlah peperangan. [22]

Disaat masa transisi dari pemerintahan Khalifah Umar kepada pemerintahan khalifah selanjutnya dan terbentuknya Dewan Syura yang kemudian menghasilkan keputusan yang menetapkan Utsman sebagai Khalifah selanjutnya, atas permintaan Umar bin Khattab, Imam Hasan as termasuk diantara enam orang yang dijadikan saksi dalam Dewan Syura yang terbentuk tersebut. Hal tersebut menunjukkan bukti betapa penting peran dan luasnya pengaruh beliau, sekaligus mengisyaratkan bahwa beliau bukan hanya diakui sebagai salah satu anggota dari Ahlul Bait Nabi Saw namun juga diakui sebagai tokoh berpengaruh yang memiliki peran sosial penting ditengah-tengah kaum Anshar dan Muhajirin. [23]

Sewaktu Utsman mengasingkan Abu Dzar al Ghiffari ke Rabadzhah dan menetapkan pelarangan untuk tidak seorang pun menemani dan berbicara dengannya, dan meminta kepada Marwan bin Hakam mengeluarkannya dari kota Madinah. Sewaktu Abu Dzar akhirnya dalam keadaan terusir keluar dari kota Madinah, tidak seorangpun yang berani untuk berbicara dan menemuinya, kecuali oleh Imam Ali as beserta saudaranya Aqil dan kedua putranya Hasan dan Husain serta Amar bin Yasir yang bahkan sampai mengawal kepergian Abu Dzar meninggalkan kota Madinah. [24]

Disaat terjadi kerusuhan, dengan adanya aksi pengepungan sejumlah pemberontak yang hendak membunuh khalifah Utsman bin Affan, sebagian catatan sejarah menyebutkan tindakan Imam Ali as untuk menjaga Islam adalah menjaga keselamatan khalifah. Beliau mengutus kedua puteranya Hasan dan Husain menuju rumah Utsman untuk menjamin keselamatannya. Sayang, situasi saat itu sangat sulit, dan pembunuhan terhadap khalifah Utsman tidak bisa dicegah. Disebutkan terjadi banyak perbedaan periwayatan dari berbagai sumber mengenai hal detail dari peristiwa pembunuhan tersebut. [25]

Imam Di Masa KeImamahan Imam Ali as

Imam Hasan as dan Imam Husain as bergabung dalam peperangan yang dipimpin oleh ayahnya, yaitu dalam perang Jamal, Shiffin dan perang Nahrawan. 26. [26]

Di Perang Jamal

Sewaktu Abu Musa al Asy’ari panglima perang Kufah yang diutus oleh Imam Ali as untuk menghadapi kaum pemberontak melakukan pembangkangan, Imam Ali as mengutus puteranya sendiri Imam Hasan bersama dengan Ammar bin Yasir dan sebuah surat ke Kufah. Dengan pidato yang disampaikannya di Masjid Kufah, beliau mampu mengumpulkan 10000 pasukan yang ikut serta bersamanya ke medan perang. [27] Imam Hasan menyampaikan pidatonya sebelum terjadi perang [28]dan Amirul Mukminin mengutus beliau dalam perang tersebut untuk bersiaga di Maimanah [bagian kanan] dari pasukan perang. [29] Sebagian sejarahwan menyebutkan dalam perang tersebut, Imam Ali as berkata kepada Hanafiah, “Ambillah tombak ini, dan bunuhlah unta itu [yang dimaksud adalah unta yang dikendarai Aisyah yang dalam menghadapinya telah banyak menelan korban]”. Muhammadpun pergi namun kembali dalam keadaan luka parah akibat terjangan panah disekujur tubuhnya. Setelah itu, Hasan mengambil tombak itu dan selanjutnya berhasil membunuh unta Aisyah. [30]

Imam Pada Perang Shiffin

Pada perang Shiffin, di tengah kecamuk menghadapi musuh-musuhnya, Imam Ali as tidak melepaskan perhatian dari kedua putranya yang turut berperang. Dalam menjaga keselamatan nyawa Hasan dan saudaranya Husain, Imam Ali as meminta keduanya untuk berada dibelakangnya. Imam Ali as berkata, “Ditengah kecamuk perang saya mengkhawatirkan keselamatan kedua puteraku, karena saya tidak mengingkankan keturunan Rasulullah Saw terputus.” [31] Dalam perang, sewaktu Muawiyah melihat Imam Hasan as, ia memerintahkan kepada Ubaidillah bin Umar –putera bungsu khalifah kedua- memasuki medan perang dan menemui Imam Hasan as. Ubaidillahpun mendekati Imam Hasan yang sedang sibuk menghadapi musuh-musuhnya, dan berkata kepadanya, “Saya ada urusan denganmu.” Imam Hasanpun mendekatinya. Ubaidillahpun menyampaikan pesan Muawiyah yang mengajaknya bergabung. Imam Hasan as dengan suara meninggi berkata, “Aku akan melihat, kau akan terbunuh hari ini atau besok. Namun syaitan telah menipumu dan memperindah perbuatan ini di matamu sampai akhirnya perempuan-perempuan Syam akan mengambil jenazahmu. Allah SWT akan mempercepat kematianmu dan kau akan berkalang tanah.” Mendengar jawaban tegas tersebut, Ubaidillah kembali keperkemahan dan ketika Muawiyah melihat keadaannya, ia langsung menanggapinya dengan berkata, “Anak laki-laki itu adalah juga ayahnya.” [32] Imam Ali as untuk mencegah terjadinya fitnah dan perpecahan pasca pemerintahannya, beliau secara terang-terangan mengingatkan masyarakat akan bahayanya, melalui pidato-pidato yang disampaikannya secara terbuka dengan penjelasan dalil dan argumentasi yang jelas. Hal demikian juga dilakukan oleh Imam Hasan as. [33] Surat ke-31 Imam Ali as yang terdokumentasikan dalam kitab Nahjul Balaghah berisikan surat wasiat yang penuh dengan pesan-pesan akhlak Imam Ali as kepada puteranya, Imam Hasan as. Surat tersebut disampaikan sewaktu Imam Hasan as dalam perkalanan pulang dari Shiffin disebuah tempat yang Hadhirin.

Dalil-dalil KeImamahan

Imam Hasan as: “Ketakwaan adalah puncak dari keridhaan Ilahi, awal dari semua pertobatan, puncak dari segala hikmah dan kemuliaan dari setiap perbuatan.”
Tahaf al ‘Uqul, hal. 232.

Hadits yang berbunyi, “Kedua puteraku ini, Hasan dan Husain adalah imam, baik dalam keadaan bangkit maupun tidak.” [34], dari Rasulullah ini adalah hujjah yang jelas dan terang mengenai keimamahan Imam Hasan dan Imam Husain.

Imam Ali as mewasiatkan kepada puteranya Imam Hasan as. “Wahai puteraku, Rasul Akram Saw memerintahkan kepadaku, agar aku menjadikan engkau sebagai washiku dan memberikan kepadamu kitab dan persenjataanku, sebagaimana Rasulullah Saw menjadikan aku washinya dan menyerahkan keduanya kepadaku serta memerintahkan kepadaku untuk melakukan hal yang sama terhadapmu. Dan sewaktu engkau menyadari akan mendekatnya tanda-tanda kematianmu, maka amanah ini serahkan kepada saudaramu, al Husain.” [35]

Masa ke Imamahannya

Imam Hasan al Mujtaba as pada malam Jum’at 21 Ramadhan tahun ke 40 H bersamaan dengan kesyahidan ayahnya Imam Ali as ditangan Ibnu Muljam, urusan kepemimpinan dan kewilayahan atas ummat beralih ke atas pundak beliau, dan penduduk Kufah secara berkelompok-kelompok berdatangan untuk memberikan baiat mereka kepada beliau. Beliaupun kemudian mengangkat sejumlah pejabat dan pembantunya dalam pemerintahan serta menunjuk Abdullah bin Abbas sebagai gubernur di Basrah. [36]

Perang dengan Muawiyah

Sewaktu Muawiyah mendapat kabar akan kesyahidan Imam Ali as dan paham akan pembaiatan yang telah dilakukan umat Islam atas Imam Hasan as, diapun kemudian mengirimkan dua orang untuk menjadi mata-mata dan memprovokasi masyarakat untuk melawan Imam Hasan as ke kota Basrah dan Kufah. Imam Hasan as ketika mengetahui hal tersebut segera memerintahkan untuk melakukan penangkapan atas keduanya dan menjatuhkan hukuman yang setimpal.

Surat menyurat yang terjadi antara Imam Hasan as dengan Muawiyah, menunjukkan kelayakan Imam Hasan as sebagai khalifah atas kaum muslimin. [37]Muawiyah sesuai perintahnya melalui surat, mampu memobilisasi pasukannya untuk bergerak ke Irak bersamanya dan dia sendiri yang bertindak langsung sebagai komandan pasukan, dan memerintahkan Zahaak bin Qais Fahri sebagai wakilnya di ibu kota. Disebutkan sekitar 60000 pasukan bersama Muawiyah, dan riwayat lain menyebutkan lebih dari jumlah tersebut. [38]
Imam Hasan as: "Memikirkan pikiran, jiwa, hati dan visi adalah kunci pintu kebijaksanaan.” [Musnad al Imam al Mujtaba, hal. 718]
Imam Hasan as mengutus Hujr bin Adi ke medan perang untuk mengambil alih komando dan mengajak kepada ummat untuk berjihad. Awalnya mereka mengalami kekalahan, namun akhirnya meraih kemenangan. [39]Imam as kemudian mengutus Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah menuju Syam dan beliau sendiri menuju Madain. Setiap hari beliau mendapat kabar baru disetiap perjalanannya. Suatu hari beliau mendapatkan kabar akan gugurnya Qais. Berita tersebut dengan cepat menyebar dan menimbulkan kegoncangan dikalangan pasukan. Tanpa adanya komando, pasukan yang tersisa kemudian menyerbu tenda-tenda dan menjarah apapun yang ada. [40]Imam Hasan as dengan melihat adanya kejadian indisipliner tersebut dari pasukannya sendiri, kemudian berkesimpulan tetap melakukan perlawanan akan tidak ada manfaatnya. Tetap bertahan dengan kondisi pasukan seperti itu hanya akan membawa kerugian dan mudharat yang lebih besar. Karenanya Imam Hasan as kemudian memilih untuk sepakat untuk melakukan perdamaian dengan Muawiyah. [41]

Perdamaian dengan Muawiyah

Imam Hasan as: “Demi Allah kembalinya kami dari medan perang melawan orang-orang Syam bukan karena kami ragu atau karena kami diliputi rasa sesal melainkan karena sebelumnya kami menghadapi orang-orang Syam dengan dengan kejernihan pikiran dan konsistensi namun karena permusuhan semua itu jadi berubah. Dan kalian [orang-orang Kufah] pada awal pekerjaan kalian di Shiffin kalian lebih mengutamakan agama kalian daripada kepentingan dunia kalian, namun hari ini kalian lebih mengutamakan kepentingan dunia kalian dari agama kalian.” [Tuhuf al ‘Uqul, hak. 234]

Baladzari [بلاذری ] menulis: “Muawiyah mengirim kertas kosong yang di bagian bawahnya diberi cap stempel kepada Imam Hasan dan meminta apapun yang dikehendaki oleh Imam Hasan dalam perjanjian tersebut untuk menuliskannya. Berikut surat rekonsiliasi/perdamaian antara Hasan bin Ali dan Muawiyah bin Abi Sofyan yang kepemimpinan kaum muslim beralih ke tangan Muawiyah dengan persyaratan sebagai berikut:
  • Akan bertindak sesuai dengan kitab Allah, Sunnah Nabi dan sirah para khalifah yang saleh.
  • Tidak mengangkat putra mahkota dan mengembalikan amanah kepada permusyawaratan kaum muslimin.
  • Rakyat dimanapun berada, nyawa, harta dan keturunannya harus dijamin keamanannya.
  • Muawiyah tidak boleh baik secara terang-terangan maupun tersembunyi mengusik Imam Hasan as dan mengancam dan serta menakut-nakutinya pengikutnya.
Abdullah Haarat dan Amruh bin Salamah menjadi saksi dari penandatanganan deklarasi perdamaian tersebut. [42]Dengan persyaratan yang telah dibuat melalui Imam Hasan as, perjanjian tersebut ditandatangani di awal tahun 41 H. [43]Akan tetapi Muawiyah meskipun menyepakati perjanjian tersebut namun berlaku tidak layak. Disaat Imam Hasan as menawarkan perdamaian, Muawiyah justru tidak memberikan penghormatan yang semestinya, malah mengatakan hal yang tidak layak mengenai Imam Ali as. Imam Husain as awalnya hendak membalas pelecehan tersebut namun dicegah oleh Imam Hasan as yang kemudian menyampaikan pidatonya mengenai pentingnya perdamaian dan kemudian membandingkan nasab beliau dengan Muawiyah sebagai balasan dari sikap tidak hormat Muawiyah terhadap ayahnya, Imam Ali as. [44] Hal tersebut menjadikan Muawiyah terdiam malu. [45]

Setelah Perdamaian hingga Wafatnya

Imam Hasan setelah melakukan perdamaian dengan Muawiyah, beliau berhijrah ke Madinah. Dan di kota tersebut beliau menjadi sumber rujukan ilmu, agama, masalah sosial dan politik. Beliau berkali-kali melakukan perdebatan dengan Muawiyah dan para pengikutnya di kota Madinah dan Damaskus, yang riwayat-riwayat mengenai hal tersebut diantaranya ditulis oleh Tabarsi dalam kitabnya Ihtijaj. [46]

Kesyahidan

Muawiyah sangat berambisi untuk menghabisi nyawa imam Hasan as. Telah berkali-kali ia mengupayakan cara untuk meracuni beliau namun tidak pernah berhasil. [47]Sampai akhirnya Muawiyah secara licik berusaha merayu istri Imam Hasan as, Ja’dah binti Asy’at bin Qais dan menjanjikannya untuk dinikahkan dengan Yazid putranya dan akan diberikan seratus ribu dirham dengan syarat mampu membunuh imam Hasan. Diapun kemudian berhasil melakukan keinginan Muawiyah tersebut dengan cara meracuni Imam Hasan as dengan racun yang mematikan. Diapun mendapat uang seratus ribu dirham yang telah dijanjikan Muawiyah namun janji untuk menikahkannya dengan Yazid tidak dipenuhi Muawiyah. [48] Sewaktu Imam Husain menghantarkan jenazah saudaranya untuk dimakamkan disisi makam kakeknya Nabi Muhammad Saw, Aisyah, Marwan dan sejumlah pembesar dari Bani Umayyah mencegat dan mencegah proses pemakaman tersebut. Untuk mencegah perselisihan dan pertikaian yang bisa saja lebih meluas antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah, Ibnu Abbas kemudian membawa jenazah Imam Hasan ke pemakaman Baqi dan dimakamkan di sisi neneknya, Fatimah binti Asad. [49]

Kepribadian dan Keutamaannya

Imam Hasan as adalah yang paling mirip dengan Rasulullah Saw baik secara fisik, penampilan, perangai maupun akhlaknya. [50] Diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang bersabda kepadanya, “Wahai Hasan, kamu dari penciptaan bentuk dan akhlak sangat mirip denganku.” [51]Imam Hasan as adalah salah satu dari Ashabul Kisa [52]] dan disaat mubahalah dengan rohaniawan Kristiani, Nabi Muhammad Saw membawa serta Imam Hasan, Imam Husain, Imam Ali dan Sayyidah Fatimah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT. [53]Turunnya Ayat Tathir juga menunjukkan mengenai keutamaan beliau yang sangat besar, demikian juga dengan Ahlul Bait yang lain. [54]
Imam Hasan sebanyak 25 kali menunaikan ibadah Haji dan tiga kali mensedekahkan semua hartanya di jalan Allah, sampai sepatunyapun diserahkannya dan hanya menyisakan sandal untuknya. [55]

Catatan Kaki

  1. Jump up Arbili, Kasyf al-Ghummah, jld. 2, hlm. 489. .
  2. Jump up Haj Manuchahri, Faramarz, Dāirah al-Ma’ārif Buzurg Islami, jld. 20, Madkhal Imam Husain, hlm. 532. .
  3. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 3. .
  4. Jump up Arbili, Kasyf al-Ghummah, jld. 2, hlmn 296. .
  5. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 3. .
  6. Jump up Kulaini, Ushul Kāfi, jld. 2, hlm. 499. .
  7. Jump up Kulaini, Kāfi, jld. 2, hlm. 501. .
  8. Jump up Thābarsi, I’lām al-Wara, jld. 1, hlm. 403. .
  9. Jump up Shaduq, al-Amāli, hlm. 134. .
  10. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 16. .
  11. Jump up Untuk contoh bisa merujuk ke ‘Aqiqi, jld. 4, hlm. 523; Qarsyi, 1413 H, jld. 2, hlm. 443 dst; Madelung, 380-387 yang dinukil oleh Haj Manucahri, Faramarz, Dāirah al-Ma’ārif Buzurg Islami, jld. 20, Madkhal Imam Husain, hlm. 545. .
  12. Jump up Rujuk ke kitab Ya’qubi, jld. 2, hlm. 228; al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 20; Ibnu Shaufi, hlm. 19; Bukhari, Sahal, 5; Ibn Syahr Asyub, Manāqib, jld. 3, hlm. 192; Ibnu ‘Unabah, 68 yang dinukil Haj Manucahri, Faramarz, Dāirah al-Ma’ārif Buzurg Islami, jld. 20, Madkhal Imam Husain, hlm. 545. .
  13. Jump up Bukhari, Shahih Bukhari, jld. 2, hlm. 432; Suyuti, Jalal al-Din, Tārikh al-Khulafa, Tahqiq Lajnah Min al-Adbā, Tauzih Dār al-Ta’āwun Abbas Ahmad al-Bāz, Makah al-Mukaramah, hlm. 206. .
  14. Jump up Suyuti, Jalal al-Din, Tārikh al-Khulafa, Tahqiq Lajnah Min al-Adbā, Tauzih Dār al-Ta’āwun Abbas Ahmad al-Bāz, Makah al-Mukaramah, hlm. 207. .
  15. Jump up Shaduq, Amāli, hlm. 333; Suyuti, Jalal al-Din, Tārikh al-Khulafa, Tahqiq Lajnah Min al-Adbā, Tauzih Dār al-Ta’āwun Abbas Ahmad al-Bāz, Mekah al-Mukaramah, hlm. 207. .
  16. Jump up Majlisi, Bihār al-Anwar, jld. 37, hlm. 73; Suyuti, Jalal al-Din, Tārikh al-Khulafa, Tahqiq Lajnah Min al-Adbā, Tauzih Dār al-Ta’āwun Abbas Ahmad al-Bāz, Makah al-Mukaramah, hlm. 207. .
  17. Jump up Shaduq, ‘Ilal al-Syarā'i, jld. 1, hlm. 211. .
  18. Jump up Al-Mufid, al-Arsyād, jld. 2, hlm. 27. .
  19. Jump up Juwaini, Farāidh al-Simthain, jld. 2, hlm. 68. .
  20. Jump up Suyuti, Tārikh al-Khulafā, hlm. 80. .
  21. Jump up ‘Amali, Tahlili az Zendegi Imam Hasan Mujtaba, hlm. 170. .
  22. Jump up Daneshnāmeh Buzurgh Islami, jld. 20, Madkhal Hasan As, Imam, hlm. 534. .
  23. Jump up Ibnu Qutaibah, al-Imāmah wa al-Siyāsah, Kairom Muasassah al-Halbi, jld. 1, hlm. 30; Ibnu abd al-Bar, Yusuf, al-Isti’āb, Beirut, jld. 1, hlm. 391, 1412 H; Jauhari Ahmad, al-Saqifah wa Fadak, Riset oleh Muhammad Hadi Amini, Tehran, 1401 H; Sarasar Kitab, Danesh Nameh Buzurg Islami, jld. 20, Madkhal Hasan As, Imam, hlm. 534. .
  24. Jump up Mas’udi, Murūj al-Dzahab, jld. 1, hlm. 698. .
  25. Jump up Ibnu Qutaibah, al-Imāmah wa al-Siyāsah, Kairom Muasassah al-Halbi, jld. 1, hlm. 40; Baladzuri, Ahmad, Ansāb al-Asyrāf, Riset oleh Muhammad Baqir Mahmudi, Beirut, jld. 2, hlm. 216-217, 1394 H; Maliki, Muhammad, al-Tamhid wa al-Bayān, Qatar, hlm. 119, 194, 1405 H; Muqaddasi, Mathar al-Bada wa al-Tārikh, Kairo, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, jld. 5, hlm. 206; ‘Amuli, Ja’far Murtadha, al-Hayat al-Siyāsah al-Imam al-Hasan, Qom, hlm. 140 dst, Daneshname Buzurg Islami, jld. 20, Madkhal Hasan As, Imam, hlm. 534, 1363 H. .
  26. Jump up Al-Amin, al-Sayyid Muhsin, A’yān al-Syiah, jld. 2, Haqaqah wa Akhrajah al-Sayyid Muhsin al-Amin, Beirut, Dār al-Ta’ārif lil Mathbu’āt, hlm. 370, 1418 H..
  27. Jump up Ja’fariyan, Hayāt Fikri wa Siyāsi Imāmān Syiah, hlm. 124. .
  28. Jump up Al-Mufid, al-Jamal, hlm. 327. .
  29. Jump up Al-Mufid, al-Jamal, hlm. 348. .
  30. Jump up Al-Qarsyi, Mausu’ah Sirah Ahl al-Bait, jld. 10, Riset oleh Mahdi Baqir al Qarasyi, Qom, Dār al-Ma’ruf, hlm. 403, 1430 H. .
  31. Jump up Qarsyi, Hayāt al-Hasan, hlm. 219. .
  32. Jump up Qarsyi, Hayāt al-Hasan, hlm. 218. .
  33. Jump up Qarsyi, Hayāt al-Hasan, hlm. 245. .
  34. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, Qom: Sa’id bin Jabir, hlm. 290, 1428 H. .
  35. Jump up Kulaini, Ushul al-Kafi, jld. 1, hlm. 297. .
  36. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 350. .
  37. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 350. .
  38. Jump up Qarsyi, Zendegi Imam Hasan As, Penerjemah: Fakhr al-Din Hijazi, hlm. 334-335. .
  39. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 351. .
  40. Jump up Syahidi, Tārikh Tahlil Islam, hlm. 159. .
  41. Jump up Syahidi, Tārikh Tahlil Islam, hlm. 160. .
  42. Jump up Baladzuri, Ahmad, Ansāb al-Asyrāf, Dār al-Ta’ārif, jld. 3, hlm. 41-42, 1397 H; Syahidi, Tārikh Tahlil Islam, hlm. 162. .
  43. Jump up Khalifah bin Khiyat, Tārikh, Riset oleh Akram Dhaya ‘Umri, Beirut, 1397 H. .
  44. Jump up Thabari, jld. 4, hlm. 124-125, 128-129; Abu al-Faraj, 45 dst, Ibnu Syu’bah, hlm. 232 dst, Risalah al-Imam Hasan, Riset oleh Zainab Hasan Abdul Kadir, hlm. 29, Kairo, hlm. 1411 H. .
  45. Jump up Haj Manuchahri, Faramarz, Dāirah al-Ma’ārif Buzurg Islami, jld. 20, Madkhal Imam Husain, hlm. 538. .
  46. Jump up Thabarsi, al-Ihtijāj, jld. 2, hlm. 45-65. .
  47. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 357. .
  48. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 13. .
  49. Jump up Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 280-281, 1428 H. .
  50. Jump up Arbali, Kasyf al-Ghummah, jld. 2, hlm. 290. .
  51. Jump up Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 43, hlm. 294. .
  52. Jump up Shaduq, al-Khishal, jld. 2, hlm. 550; Shaduq, ‘Uyun Akhbar al-Ridha, Agha Najafi, jld. 1, hlm. 55. .
  53. Jump up Ali bin Ibrahim Qumi, Tafsir Qumi, jld. 1, hlm. 104; al-Zamakhsyari, al-Kassyāf, jld. 1, hlm. 368. .
  54. Jump up Ali bin Ibrahim Qumi, Tafsir Qumi, jld. 2, hlm. 193. .
  55. Jump up Al-Sunan al-Kubra lil Baihaqi, jld. 4, hlm. 331, Tarjamah al-Imam Ali As min Tārikh Dimasyq, hlm. 142, dinukil dari Muntakhab Fadhāil al-Nabi wa Ahli Baitihi ‘alaihim al-Salam min al-Shihāh al-Sittah wa Gairihuma min al-Kutub al-Mu’tabar ‘inda Ahl al-Sunnah,hlm. 279. .


Daftar Pustaka

  • Al-‘Athardi, Azizallah, Musnad al-Imam al-Mujtaba, Qum, ‘Athardi, 1373 H.
  • Al-Harrani, Ibnu Syu’bah, Tuhuf al-‘Uqūl ‘an Ali al-Rasūl Saw, Riset: Ali Akbar al-Ghaffari, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1404 H.
  • Al-Mahmudi, Nahj al-Sa’ādah fi Mustadrak Nahj al-Balāghah, jld. 7, Najaf, 1385 H/1965 M.
  • Sotfware Nur al-Sirah 2, Markaz Tahqiqat Komputeri Ulūm Islami Nur.
  • Al-‘Amali, Ja’far Murtadha, al-Hayat al-Siyāsiah lil Imam al-Hasan, Qum, 1363 H.
  • ‘Amuli, Tahlili az Zendegi Imam Hasan Mujtaba, Penerjemah: Saihari, Intisyarat Daftar Tablighat, 1376 S.
  • Ibnu Sufi, Ali, al-Majdi, Riset: Ahmad Mahdawi Damaghani, Qum, 1409 H.
  • Ibnu ‘Unabah, Ahmad, ‘Umdah al-Thālib, Riset: Muhamammad Hasan Ali Thaliqani, Najaf, 1380 H/1960 M.
  • Al-Bukhari, Sahal, Sirr al-Silsilah al-‘Alawiyah, Riset: Muhammad Shadiq Bahr al-Ulum, Najaf, 1381 H/1962 M.
  • Ja’fariyan, Hayāt Fikri wa Siyāsi Imāmān Syiah, Intisyarat Anshariyan, 1381 H.
  • Qarasyi, Baqir Syarif, Hayāt al-Imām al-Hasan bin Ali As, Dirasah wa Tahlil, Beirut, 1413 H.
  • Muntakhab Fadhāil al-Nabi wa Ahli Baitihi ‘alaihim al-Salam min al-Shihāh al-Sittah wa Gairihuma min al-Kutub al-Mu’tabar ‘inda Ahl al-Sunnah, Disusun oleh: Muhammad Bayaumi Mihran, Beirut, al-Ghadir, 1423 H.
  • Al-Mufid, al-Jamal, Nasyir Maktab al-‘Alām al-Islami, 1371 S.
  • Al-Thabari, Muhammad bin Jarir, Tārikh Thabari, Muassasah al-‘Alami lil Mathbu’āt, Beirut, tanpa tahun.
  • Radhi Yasin, Sulh al-Hasan, Penerjemah: Sayid Ali Khamanei, Intisyarat Ghulsyan cet. 13, 1378 S.
  • Ya’qubi, Tārikh Ya’qubi, Penerjemah: Muhammad Ibrahim Ayati, Intisyarat ‘Ilmi wa Farhanggi, 1362 S.
  • Thabarsi, al-Ihtijāj, Intisyarat Uswah, 1413 H.
  • Syaikh Shaduq, Amāli, Intisyarat Kitab Khaneh Islami 1362 S.
  • Arbali, Kasyf al-Ghumah, Nāsyir Majma Jahani Ahl Bait, 1426 H.
  • ‘Aqiqi Bakhsyayasyi, Abd al-Rahim, Chahardah Nur_e Pak, Tehran, 1381 S.
  • Al-Mufid, al-Irsyad, Penerjemah: Khurasani, Intisyarat ‘Ilmiah Islamiyah 1380 S.
  • Qarsyi, Baqir Syarig, al-Hayāt al-Hasan, Penerjemah: Fakhr al-Din Hijazi, Intisyarat Bitsat, 1376 S.
  • Suyuti, Tārikh al-Khulafa, tanpa tahun.
  • Shaduq, Amāli, Penerjemah: Kumrehi, 1363 S.
  • Shaduq, ‘Uyun Akhbar al-Ridha, Penerjemah: Ali Akbar Ghafari, Akhtar Syumal, 1373 S.
  • Software Islami Jami al-Hadits, Markaz Tahqiqat Komputeri ‘Ulum Islami Nur.
  • Kulaini, Ushul Kāfi, Dār al-Hadits.
  • Thabarsi, I’lām al-Wara, Muassasah ali Al-Bait Liahya al-Turat.
  • Bukhari, Shahih Bukhari, Nasyir Dār al-Fikr.
  • Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Alu Abi Thālib, Nasyir Dzu al-Qurba.
  • Majlisi, Bihār al-Anwār, Beirut.
  • Jawini, Faraid al-Simthain, Muassasah al-Mahmudi, Beirut, 1980 M.
  • Syaikh Shaduq, Khishal.
  • Tafsir Qumi, Nasyir Maktabah al-Hadi, Najaf.
  • Al-Zamakhsyari, Mahmud, al-Kassyāf ‘an Haqāiq Ghawāmidh al-Tanzil, jld. 1, Qum, Nasyr al-Balagāh, al-Thaba’ah al-Tsaniah, 1415 H.
  • Syahidi, Sayid Ja’far, Tārikh Tahlili Islāmi, Tehran, Markaz Nasyr Danesgahi, 1390 S.
  • Madelung, W., The Succession to Muhammad, Cambridge, 1977.

Imam Hasan Al-Mujtaba a.s



a. Biografi Singkat Imam Hasan AL-Mujtaba a.s.

Imam Hasan a.s. adalah putra pertama pasangan Imam Ali a.s. dan Fathimah Az-Zahra` a.s. Ia dilahirkan di Madinah pada tanggal 15 Ramadhan 2 atau 3 H. Setelah sang ayah syahid, ia memegang tampuk pemerintahan Islam selama enam bulan. Ia syahid pada tahun 50 H. setelah meminum racun yang disuguhkan oleh istrinya sendiri, Ja'dah di usianya yang ke-48 tahun. Ia dikuburkan di Perkuburan Baqi' di samping tiga imam ma'shum lainnya dan menjadi tempat ziarah para pencinta Ahlul Bayt a.s.

Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Tarikhul Khulafa` bercerita: "Imam Hasan a.s. dilahirkan pada tahun 3 H. Ia adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah SAWW. Pada hari ketujuh dari kelahirannya, Rasulullah SAWW menyembelih kambing untuk akikahnya dan ia mencukur rambutnya. Rambut itu kemudian ditimbang dan sesuai dengan kadar timbangannya Rasulullah SAWW bersedekah perak. Ia adalah salah satu ahli kisa`. Rasulullah SAWW bersabda: "Ya Allah, aku sangat mencintainya, oleh karena itu, cintailah dia". Pada kesempatan yang lain ia bersabda: "Hasan dan Husein adalah dua penghulu penghuni surga".

Ibnu Abbas berkata: "Suatu hari Hasan naik di atas pundak Rasulullah SAWW. Salah seorang sahabat berkata: "Wahai anak muda, engkau memiliki tunggangan yang sangat bagus!". "Tidak begitu, ia adalah penunggang yang terbaik", jawab Rasulullah SAWW menimpali. Ia memiliki jiwa yang tenang, berwibawa, tegar, pemaaf dan sangat disukai masyarakat. Ia sangat peduli terhadap orang-orang miskin. Ia sering membantu mereka melebihi kebutuhan mereka sehingga kehidupan mereka sedikit lebih makmur. Hal ini karena ia tidak ingin seorang peminta datang beberapa kali kepadanya untuk meminta sesuatu yang akhirnya ia merasa malu. Di sepanjang umurnya, ia telah menginfakkan seluruh kekayaannya sebanyak dua kali dan mewakafkan hartanya sebanyak tiga kali.

Ia adalah seorang pejuang pemberani. Selama menjadi anggota pasukan ayahnya, dalam setiap peperangan ia menjadi anggota pasukan terdepan. Pada peristiwa perang Jamal dan Shiffin, ia termasuk salah seorang pejuang berani mati.

b. Kondisi Negara pada Masa Keimamah-annya

Imam Hasan a.s. ketika memegang tampuk kekuasaan, negara sedang mengalami kondisi kritis, serba tidak menentu dan didominasi oleh usaha-usaha merebut kekuasaan yang muncul setelah Imam Ali a.s. syahid. Kondisi serba ruwet yang dihadapinya memaksanya untuk memilih salah satu dari dua jalan yang harus ditempuh: pertama, berperang melawan musuh yang hasilnya adalah ia dan semua pengikutnya akan terbunuh dan kedua, mengadakan perdamaian dengan mereka sebagai salah satu pilihan yang lebih menguntungkan masyarakat Islam. Hal yang lumrah ketika masyarakat melihat bahwa berperang tidak akan memberikan hasil apa-apa, hal itu akan menjenuhkan dan tidak akan memberikan secuil pun harapan.

Terdapat banyak bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Hasan a.s. sangat cerdik dalam membaca situasi masanya. Ia memahami bahwa berperang melawan Mu'awiyah dengan adanya keraguan yang menghantui mayoritas masyarakat kala itu tidak mungkin akan menghasilkan kemenangan.

Para pengikut Imam Hasan a.s. malah berani berkhianat. Karena tipuan gemerlapnya harta dunia dan kedudukan yang dijanjikan oleh Mu'awiyah mereka bergabung dengannya dan meninggalkan Imam Hasan a.s. sendirian.

Para pembesar Kufah telah tega menulis kepada Mu'awiyah sebuah surat yang berbunyi: "Kapan pun engkau mau, kami siap mengirimkan Imam Hasan a.s. kepadamu dengan tangan terikat". Akan tetapi, ketika mereka berhadapan dengan Imam, mereka dengan pura-pura menampakkan ketaatan dan kecintaan kepadanya seraya berkata: "Engkau adalah pengganti dan washi ayahmu, dan kami siap melaksanakan setiap instruksimu. Jika ada perintah, silakan".

Imam Hasan a.s. menjawab: "Demi Allah, kalian bohong. Demi Allah, kalian telah melakukan pengkhianatan kepada orang yang lebih baik dariku. Bagaimana mungkin kalian akan setia kepadaku? Bagaimana aku percaya kepada kalian? Jika kalian berkata benar, kita akan bertemu di Al-Mada`in. Pergilah ke sana".

Imam Hasan a.s. pergi ke Al-Mada`in. Akan tetapi, mayoritas anggota pasukannya meninggalkannya pergi sendirian. Dengan kondisi semacam ini, bisakah Imam Hasan a.s. berperang melawan Mu'awiyah? Tentu tidak. Dengan demikian, karena tidak memiliki SDM yang cukup dan dapat dipercaya, Imam Hasan a.s. terpaksa harus menerima perdamaian yang dipaksakan.

c. Isi Surat Perdamaian antara Imam Hasan a.s. dan Mu'awiyah

Pertama, pemerintahan akan diserahkan kepada Mu'awiyah dengan syarat ia harus beramal sesuai dengan kitab Allah, sunnah Rasulullah SAWW dan para khalifah yang saleh.
Kedua, Setelah Mu'awiyah mati, urusan pemerintahan akan diserahkan kepada Imam Hasan a.s. Jika terjadi sesuatu atasnya, pemerintahan akan diserahkan kepada Imam Husein a.s. dan Mu'awiyah tidak dapat menyerahkannya kepada orang lain.

Ketiga, kebiasaan mencerca dan mencela Imam Ali a.s. ketika shalat harus dihapuskan dan ia tidak dikenang kecuali dengan nama baik.

Keempat, semua yang ada di baitul mal Kufah (sebanyak lima juta Dirham atau Dinar) harus dikecualikan dari pengawasan negara. Mu'awiyah harus mengirimkan bantuan sebanyak dua juta Dirham kepada Husein a.s. setiap tahun. Berkenaan dengan hadiah dan segala pemberian yang dilakukan oleh negara, Bani Hasyim harus mendapat perlakuan yang lebih dari Bani Abdi Syams. Anak-anak para pengikut Amirul Mukminin Ali a.s. yang telah berperang bersamanya di perang Jamal dan Shiffin harus diberi bantuan sebesar satu juta Dirham. Dan bantuan ini harus diambil dari pajak kota Darab-gard (salah satu kota di Ahwaz, Iran--pen.).

Kelima, setiap orang di mana pun ia berada, baik di Syam, Irak, Hijaz maupun Yaman, baik ia berkulit putih maupun berkulit hitam harus dijamin keamanannya. Mu'awiyah harus menahan diri dan memaafkan segala kesalahan-kesalahan mereka. Ia tidak berhak menghukum perbuatan seseorang karena kesalahan-kesalahan masa lalunya dan tidak memperlakukan penduduk Irak dengan penuh permusuhan dan rasa dengki. Ia juga harus memberikan suaka politik kepada semua pengikut Imam Ali a.s. dan tidak mengganggu ketenteraman kehidupan mereka. Para pengikut Imam Ali a.s. harus hidup dengan aman, baik jiwa, harta, istri dan anak-anaknya. Tidak seorang pun berhak mengganggu mereka. Setiap orang yang memiliki hak, ia harus dapat menikmati haknya. Hasan bin Ali, saudaranya, Husein dan Ahlul Bayt Rasulullah SAWW tidak boleh dikenang kecuali dengan nama baik, baik di depan khalayak maupun di tempat sepi. Dan hal ini harus dijaga dan diperhatikan di setiap penjuru negara.

Taktik perdamaian yang dijalankan oleh Imam Hasan a.s. telah berhasil membongkar jati diri Mu'awiyah yang sebenarnya. Akhirnya, dengan taktik tersebut Mu'awiyah --pada sebuah kesempatan setelah memegang tampuk kekuasaan-- berpidato di hadapan khalayak seraya berkata: "Demi Allah, aku berperang melawan kalian bukan supaya kalian mendirikan shalat, berpuasa, melaksanakan haji dan membayar zakat. Akan tetapi, aku berperang melawan kalian supaya aku dapat berkuasa dan memerintah. Allah telah memberikan kedudukan ini kepadaku ketika kalian tidak rela akan itu. Sesungguhnya aku telah memberikan harapan kepada Hasan (seperti yang telah tertulis dalam surat perdamaian di atas–-pen). Telah kuberikan segalanya kepadanya, dan sekarang semua itu berada di bawah telapak kakiku dan aku tidak akan melaksanakan semua kesepakatan yang telah disepakati".

Selama dua puluh tahun memerintah Mu'awiyah selalu menyusun sebuah program untuk membungkam segala kemauan dan kehendak rakyat dengan tujuan supaya mereka tidak ikut campur dalam memikirkan problema besar sosial yang sedang menimpa negara. Dengan itu ia menginginkan supaya mereka hanya memikirkan problema-problema kecil yang menimpa mereka sehari-hari, lupa dari segala tujuan yang telah dicanangkan oleh Rasulullah SAWW, hanya memikirkan kepentingan individu dan segala jenis bantuan yang akan mereka terima dari baitul mal.

Sebagian pembesar-pembesar Kufah meskipun mereka adalah para pengikut Imam Ali a.s., akan tetapi mereka juga memerankan pemain sebagai antek-antek Mu'awiyah. Mereka melaporkan segala yang mereka lihat dan terjadi di kabilah mereka, dan tidak lama setelah itu pasukan kerajaan akan menangkap orang-orang yang angkat bicara menentang Mu'awiyah. Begitulah seterusnya khilafah menjadi sebuah alat permainan di tangan-tangan Bani Umaiyah.

Mu'awiyah memahami dengan baik bahwa Imam Hasan a.s. memiliki sebuah aliran pemikiran dan tujuan, dan ia --demi memperluas jangkauan risalahnya--, tidak akan pernah putus asa dalam berusaha. Ia akan menggunakan segala tenaga dan usahanya demi mengangkat martabat risalahnya yang bertujuan ingin mengadakan sebuah revolusi dalam diri umat manusia. Dengan ini, Mu'awiyah merasakan bahaya sedang mengancamnya. Ia mengadakan rencana untuk meneror Imam a.s. Akhirnya, ia mengambil keputusan untuk meracunnya. Melalui perantara istri Imam a.s. sendiri, Mu'awiyah berhasil membunuhnya dengan racun.

Abul Faraj Al-Ishfahani dalam bukunya Maqaatiluth Thaalibiyyiin menulis: "Mu'awiyah ingin mengambil bai'at untuk putranya, Yazid. Demi merealisasikan tujuannya ini ia tidak melihat penghalang yang besar melintang kecuali Imam Hasan a.s. dan Sa'd bin Abi Waqqash. Dengan demikian, ia membunuh mereka berdua secara diam-diam dengan racun".

As-Sibth bin Jauzi meriwayatkan dari Ibnu Sa'd dalam kitab At-Thabaqaat dan ia meriwayatkan dari Al-Waqidi bahwa Imam Hasan bin Ali a.s. ketika sedang menghadapi sakaratul maut pernah berwaiat: "Kuburkanlah aku di samping kakekku Rasulullah SAWW". Akan tetapi, Bani Umaiyah, Marwan bin Hakam dan Sa'd bin Al-'Ash sebagai gubernur Madinah kala itu tidak mengizinkannya untuk dikuburkan sesuai dengan wasiatnya.

Ibnu Sa'd pengarang kitab At-Thabaqaat berkata: "Salah seorang sahabat yang menentang penguburan Imam Hasan a.s. di samping Rasulullah SAWW adalah A'isyah. Ia berkata: "Tidak ada seorang pun yang berhak dikubur di samping Rasulullah".

Akhirnya, jenazah Imam Hasan a.s. diboyong menuju ke pekuburan Baqi' dan dikuburkan di samping kuburan neneknya, Fathimah binti Asad.

Dalam kitab Al-Ishaabah, Al-Waqidi bercerita: "Pada hari (penguburan Imam Hasan a.s.) orang-orang yang menghadirinya sangat banyak sekiranya jarum dilemparkan di atas mereka, niscaya jarum tersebut akan jatuh di atas kepala mereka dan tidak akan menyentuh tanah".

Semoga salam sejahtera selalu terlimpahkan atasnya pada hari ia dilahirkan, meneguk cawan syahadah dan dibangkitkan kelak.

Pada kesempatan ini kami haturkan ucapan-ucapan suci yang pernah diucapkan oleh Imam Hasan Al-Mujtaba a.s. dengan harapan semoga ucapan ucapan suci tersebut menjadi kunci pembuka pintu akhlak insani bagi kita semua.

1. Nasihat dengan penuh ikhlas

"Wahai manusia, barang siapa yang menasihati (orang lain) demi Allah dan menjadikan firman-Nya sebagai petunjuk bagi dirinya untuk menempuh jalan yang lurus, maka Ia akan menunjukkannya ke jalan yang lurus dan mempermudah baginya jalan kebaikan. Karena orang yang berlindung kepada Allah akan merasa aman terjaga dan musuh-Nya akan merasa takut dan terhina. Maka mintalah perlindungan kepada Allah dengan memperbanyak zikir".

2. Zuhud, kesabaran dan kebenaran

Ia pernah ditanya tentang zuhud. Ia menjawab: "(Zuhud) adalah membekali diri dengan takwa dan meninggalkan dunia".

Ia pernah ditanya tentang kesabaran. Ia menjawab: "(Kesabaran) adalah menahan emosi dan dapat menguasai diri".

Ia pernah ditanya tentang kebenaran. "Menghancurkan kemungkaran dengan perbuatan ma'ruf", jawabnya singkat.

3. Takwa

"Takwa adalah pintu setiap taubat, puncak segala hikmah dan kemuliaan setiap amalan. Dengan takwa yang dimilikinya orang-orang yang bertakwa bisa jaya".

4. Khalifah yang benar

"Khalifah yang benar adalah yang berjalan di atas sunnah Rasulullah SAWW, beramal sesuai dengan ketaatan kepada Allah. Demi Allah, kami (Ahlul Bayt) adalah bendera hidayah dan penunjuk kepada jalan ketakwaan".

5. Hakikat kedermawanan dan kehinaan

Ia pernah ditanya tentang kedermawanan. Ia menjawab: "Memberi terlebih dahulu sebelum diminta dan memberikan makanan ketika musim paceklik".

Dan ia pernah ditanya tentang kehinaan. "Memiliki pandangan yang sempit dan enggan memberi walaupun sedikit", jawabnya tegas.

6. Pentingnya Musyawarah

"Sebuah kaum tidak melaksanakan musyawarah kecuali mereka akan mendapat petunjuk menuju kesempurnaan mereka".

7.Kehinaan

"Engkau hina ketika engkau tidak menyukuri nikmat".

8.Lebih buruk dari sebuah kehinaan

"Kehinaan lebih ringan daripada siksa api neraka".

9.Mengenal sahabat

Imam Hasan a.s. berpesan kepada sebagian putra-putrinya: "Wahai anak-anakku, jangan kau bersahabat dengan seseorang kecuali engkau telah mengetahui di mana ia berada dan ke mana ia pergi. Jika engkau telah mengetahui keahliannya dan rela untuk bersahabat dengannya, maka bersahabatlah dengannya atas dasar memaafkan segala kesalahannya dan selalu bersamanya dalam setiap kesulitan".

10.Bekerja sambil bertawakal

"Janganlah engkau mencari keinginanmu seperti orang yang sok menang dan janganlah bersandar kepada qadha dan qadar bak orang yang kalah, (bahkan berusahalah selalu sambil bertawakal kepada Allah)".

11.Kerabat dekat dan orang asing

"Kerabat dekat adalah orang yang didekatkan oleh rasa cinta meskipun nasabnya berjauhan dan orang asing adalah orang yang tidak dihubungkan oleh rasa cinta kasih meskipun nasabnya dekat".

12.Percaya kepada ketentuan Allah

"Barang siapa yang percaya atas kebaikan pilihan Allah untuknya, maka ia tidak akan berharap berada di dalam selain kondisi yang telah ditentukan untuk dirinya".

13.Pengaruh pergi ke masjid

"Barang siapa yang pergi ke masjid secara kontinyu, maka ia akan mendapatkan salah satu dari delapan hal berikut: memahami ayat-ayat Ilahi, sahabat yang dapat bermanfaat baginya, ilmu baru, rahmat yang sedang menunggunya, nasihat yang akan menunjukkannya ke jalan petunjuk, nasihat yang akan mencegahnya dari kehinaan, meninggalkan dosa karena malu (kepada Allah), dan meninggalkan dosa karena takut kepada Allah".

14.Mata, hati dan telinga terbaik

"Mata yang paling tajam adalah mata yang digunakan untuk melihat kebaikan, telinga yang paling pendengar adalah telinga yang menerima segala nasihat dan dapat mengambil faedah darinya, dan hati yang paling selamat adalah hati yang bersih dari segala syubhah".

15.Tazkiah tersirat dalam ibadah

"Barang siapa yang melaksanakan ibadah, maka ia telah membersihkan diri. Jika shalat sunnah menghalangi (terlaksananya) shalat wajib, maka tinggalkanlah shalat sunnah tersebut".

16.Orang yang berakal

"Orang yang berakal tidak akan menipu orang yang meminta nasihat darinya".

17.Menghargai ibadah

"Jika seseorang dari kalian bertemu saudaranya (seiman), maka ciumlah keningnya, (karena tempat itu) adalah tempat memancarnya cahaya ibadah".

18.Harapan

"Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok, dan jika engkau menginginkan kemuliaan tanpa dukungan kerabat dan kewibawaan tanpa kerajaan, maka keluarlah dari lingkaran maksiat menuju ke puncak ketaatan kepada Allah azza wa jalla".

19.Tanda-tanda akhlak mulia

"(Tanda-tanda) akhlak mulia adalah sepuluh hal: jujur, jujur ketika ditimpa musibah, memberikan bantuan kepada para peminta, berakhlak mulia, memberikan upah untuk setiap pekerjaan, silaturahmi, membela tetangga, memperhatikan hak-hak sahabat, menjamu tamu dan yang lebih penting adalah memiliki rasa malu".

20.Memuji dan mengghibah

Imam Hasan a.s. berkata kepada seseorang: "Jangan terlalu memujiku karena aku lebih tahu tentang diriku darimu, jangan engkau membohongkanku karena aku tidak pernah melihat diriku berkata bohong, dan jangan mengghibah seseorang di hadapanku".

21.Faktor-faktor pembinasa manusia

"Kebinasaan seseorang tersembunyi di balik tiga hal: kesombongan, ketamakan dan kedengkian. Kesombongan adalah faktor pembinasa agama dan karena kesombongan tersebut Iblis dilaknat. Ketamakan adalah musuh hati dan karena ketamakan tersebut Nabi Adam dikeluarkan dari surga. Kedengkian adalah sumber keburukan dan karena rasa dengki tersebut Qabil tega membunuh Habil".

22.Takwa dan tafakur

"Aku wasiatkan takwa kepada kalian dan selalu bertafakur. Karena tafakur adalah ayah dan ibu segala kebaikan".

23.Mencuci tangan sebelum dan setelah makan

"Mencuci tangan sebelum makan dapat memusnahkan kefakiran dan mencuci tangan setelah makan dapat menghilangkan kesusahan".

24.Dunia adalah tempat beramal

"Seluruh manusia sekarang berada di sebuah rumah kelupaan, mereka beramal dan tidak tahu (apa akibat sebenarnya). Ketika mereka sudah masuk ke dunia akhirat, mereka akan berada di sebuah rumah keyakinan. Mereka akan mengetahui (seluruh balasan amalan) dan tidak perlu lagi untuk beramal".

25.Sejalan dengan masyarakat

"Bergaullah dengan masyarakat sekitarmu dengan cara yang engkau sukai diperlakukan oleh mereka ".

26.Peran akal, kemauan dan agama

"Orang yang tidak berakal tidak akan memiliki etika, orang yang tidak memiliki kemauan tidak akan memiliki kejantanan, dan orang yang tidak beragama tidak akan memiliki rasa malu".

27.Mengajar dan belajar

"Ajarkanlah kepada orang lain ilmu yang kau miliki dan belajarlah ilmu yang dimiliki oleh orang lain".

28.Kepada siapakah kita harus pergi?

"Jangan kau mendatangi seseorang kecuali engkau mengharapkan kebaikannya, takut akan kelalimannya, mengambil manfaat dari ilmunya, mengharapkan berkah atau doanya, atau menyambung silaturahmi antara dia dan dirimu".

29.Akal dan kebodohan

"Tiada kekayaan yang lebih besar dari akal, tiada kefakiran seperti kebodohan, tiada yang lebih ditakuti dari sifat berbangga diri, dan tiada kehidupan yang lebih indah dari pada akhlak yang mulia".

30.Ali a.s. adalah lambang keimanan

"Sesungguhnya Ali a.s. adalah bak sebuah pintu. Barang siapa yang memasukinya, maka ia adalah beriman, dan barang siapa keluar darinya, maka ia adalah kafir".

31.Awal salam, kemudian kalam

"Barang siapa yang memulai pembicaraan sebelum mengucapkan salam, maka janganlah kalian hiraukan".

32.Memberi sebelum diminta

"Mendahului berbuat kebajikan dan memberi sebelum diminta adalah kemuliaan teragung".

33.Belajar dan menulis ilmu

"Pelajarilah ilmu. Jika kalian tidak dapat untuk menghafalkannya, tulislah dan simpanlah di rumah kalian".

34.Doa yang dikabulkan

"Orang yang tidak terbersit di hatinya kecuali (mengharap) ridha (Allah) kemudian ia berdoa kepada-Nya, aku jamin doanya akan dikabulkan".

35.Pengaruh ibadah

"Barang siapa yang beribadah kepada Allah, maka Ia akan menundukkan segala sesuatu di hadapannya".

Terkait Berita: