Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyah—rahimahullah, “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu Ziyad untuk mencegah Al Hasan menjadi penguasa negeri Iraq.”.
Ketika kabar tentang terbunuhnya Al Husain sampai kepada Yazid, maka nampak terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi rumahnya. Kaum wanita rombongan Al Husain yang ditawan oleh pasukan Ibnu Ziyad pun diperlakukan secara hormat oleh Yazid hingga mereka dipulangkan ke negeri asal mereka.
Dalam buku-buku Syiah, mereka mengangkat riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa wanita-wanita Ahlul Bait yang tertawan diperlakukan secara tidak terhormat. Mereka dibuang ke negeri Syam dan dihinakan di sana sebagai bentuk celaan kepada mereka. Semua ini adalah riwayat yang batil dan dusta. Justru sebaliknya, Bani Umayyah memuliakan Bani Hasyim.Disebutkan pula bahwa kepala Al Husain dihadapkan kepada Yazid. Tapi riwayat ini pun tidak benar, karena kepala Al Husain masih berada di sisi Ubaidillah bin Ziyad di Kufah.
Ibnu Taimiyah dan Ahlul bait.
Diatas disebutkan bahwa sumber yang dipakai untuk membantah bahwa Yazid bin Muawiyah tidak terlibat pembunuhan Imam Husain adalah Ibnu Taimiyah, seperti diketahui bersama bahwa Ibnu Taimiyah memiliki kebencian yang luar biasa pada Ahlul bait dan memiliki kecintaan yang bukan alang kepalang kepada Muawiyah dan Yazid sebuah kitab berjudul “Fadho’il Muawiyah wa Yazid” (Keutamaan Muawiyah dan Yazid) didesikasikan untuk Muawiyah dan Yazid. Berikut adalah bukti-bukti Ibnu taimiyah menampakan kebencian kepada Ahlul Ba’it (salah satunya Imam Ali bin Abi Tholib) yang dinukil dari kitabnyua sendiri Minhaj as Sunnah:
1. Ibnu Taimiyah menolak kekhalifahan Imam ali bin Abi Thalib “Diriwayatkan dari Syafi’i dan pribadi-pribadi selainnya, bahwa khalifah ada tiga; Abu Bakar, Umar dan Usman”.[1]
2. Ibnu Taimiyah menolak ke imamahan Imam Ali “Manusia telah bingung dalam masalah kekhilafan Ali (karena itu mereka berpecah atas) beberapa pendapat; Sebagian berpendapat bahwa ia (Ali) bukanlah imam, akan tetapi Muawiyah-lah yang menjadi imam. Sebagian lagi menyatakan, bahwa pada zaman itu tidak terdapat imam secara umum, bahkan zaman itu masuk kategori masa (zaman) fitnah”.[2]
3. “Dari mereka terdapat orang-orang yang diam (tidak mengakui) atas (kekhalifahan) Ali, dan tidak mengakuinya sebagai khalifah keempat. Hal itu dikarenakan umat tidak memberikan kesepakatan atasnya. Sedang di Andalus, banyak dari golongan Bani Umayyah yang mengatakan: Tidak ada khalifah. Sesungguhnya khalifah adalah yang mendapat kesepakatan (konsensus) umat manusia. Sedang mereka tidak memberi kesepakatan atas Ali. Sebagian lagi dari mereka menyatakan Muawiyah sebagai khalifah keempat dalam khutbah-khutbah jum’atnya. Jadi, selain mereka menyebutkan ketiga khalifah itu, mereka juga menyebut Muawiyah sebagai (khalifah) keempat, dan tidak menyebut Ali”.[3]
4. “Kita mengetahui bahwa sewaktu Ali memimpin, banyak dari umat manusia yang lebih memilih kepemimpinan Muawiyah, atau kepemimpinan selain keduanya (Ali dan Muawiyah)…maka mayoritas (umat) tidak sepakat dalam ketaatan”.[4]
Dan menariknya lagi ulama-ulama ahlu sunnah banyak juga yang mengomentari atas sikapnya yang berlebihan yang melecehkan Imam Ali dan Ahlul Ba’it Nabi dalam Kitab Minhaj dan tersebut :
1. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam menjelaskan tentang pribadi Ibnu Taimiyah mengatakan: “Ia terlalu berlebihan dalam menghinakan pendapat rafidhi (Allamah al-Hilli seorang ulama Syiah. red) sehingga terjerumus kedalam penghinaan terhadap pribadi Ali”.[5]
2. Allamah Zahid al-Kautsari mengatakan: “…dari beberapa ungkapannya dapat dengan jelas dilihat kesan-kesan kebencian terhadap Ali”.[5]
3. Syeikh Abdullah Ghumari pernah menyatakan: “Para ulama yang sezaman dengannya menyebutnya (Ibnu Taimiyah) sebagai seorang yang munafik dikarenakan penyimpangannya atas pribadi Ali”.[6]
4. Syeikh Abdullah al-Habsyi berkata: “Ibnu Taimiyah sering melecehkan Ali bin Abi Thalib dengan mengatakan: Peperangan yang sering dilakukannya (Ali) sangat merugikan kaum muslimin”.[7]
5. Hasan bin Farhan al-Maliki menyatakan: “Dalam diri Ibnu Taimiyah terdapat jiwa ¬nashibi dan permusuhan terhadap Ali”.[8]
6. Hasan bin Ali as-Saqqaf berkata: “Ibnu Taimiyah adalah seorang yang disebut oleh beberapa kalangan sebagai ‘syeikh Islam’, dan segala ungkapannya dijadikan argumen oleh kelompok tersebut (Salafy). Padahal, ia adalah seorang nashibi yang memusuhi Ali dan menyatakan bahwa Fathimah (puteri Rasulullah. red) adalah seorang munafik”.[9]
Demikian pula dalam kasus Imam Husain bagaimana Ibnu taimiyah membela matimatian Yazid bin Muawiyah, sebagaimana dalam Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan: “Yazid tidak menginginkan pembunuhan Husein, ia bahkan menunjukkan ketidaksenangannya atas peritiwa tersebut, Yazid tidak pernah memerintahkan untuk membunuh Husein, kepala-kepala (peristiwa Karbala) tidak dihadirkan di hadapannya, ia tidak memukul gigi-gigi kepala Husein dengan kayu. Akan tetapi, Ubaidillah bin Ziyad-lah yang melakukan itu semua” di halaman lain Ibnu taimiyah mengatakan pula “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu Ziyad untuk mencegah Al Hasan menjadi penguasa negeri Iraq.”.
saking ngefan dan memujanya Ibnu Taimiyah pada Yazid sampai-sampai dalam peristiwa Hara pun Ibnu taimiyah membelanya. bahkan ketika Yazid melakukan perusakan Ka’bah sebagaimana Abrahah Ibnu taimiyah pun membela lagi dalam kitabnya Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Tidak seorang muslim pun yang mau bermaksud menghinakan Ka’bah, bukan wakil Yazid, juga bukan wakil Abdul Malik yang bernama Hajjaj bin Yusuf, ataupun selain mereka berdua, bahkan segenap kaum muslimin bermaksud untuk mengagungkan Ka’bah. Jadi, kalaulah Masjid al-Haram dikepung, hal itu karena pengepungan terhadap Ibnu Zubair. Pelemparan menggunakan manjanik-pun tertuju kepadanya. Yazid tidak ada maksud untuk membakar dan merusak Ka’bah, Ibnu Zubair yang telah melakukan semua itu”. Dikalangan Ahlu sunnah sendiri Ibnu Taimiyah dikatagorikan orang yang sesat lihat di syiahnews.wordpress.com
Benarkah Muawiyah idak memerintahkan membunuh Husain AS ?
Kebencian Bani Umayyah yang oleh Allah dalam Al Qur’an al Isra : 60 dijuluki sebaga al syajarah al Mal’unah (pohon kayu terkutuk/terlaknat) kepada Rasulullah SAWW dan Ahlul Ba’itnya memang tak disangsikan lagi, termasuk diantaranya sekenario pembunuhan terhadap Imam Husain AS, perencanaan pembunuhan itu disusun sendiri oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan dan dilanjutkan oleh Yazid bin Muawiyah, adapun buktinya adalah surat yang dikirimkan oleh Muawiyyah kepada Yazid berikut isi surat itu :
Kepada Yazid dari Muawiyyah bin abi sufyan, tak pelak, kematian adalah peristiwa yang sungguh menyeramkan dan sangat merugikan bagi seorang lelaki berkuasa seperti ayahmu. Namun, biarkanlah, semua peran telah kumainkan. Semua impianku telah kuukirkan pada kening sejarah dan semuanya telah terjadi, Aku sangat bangga telah berjaya membangun kekuasaan atas nama para leluhur Umayyah.
Namun, yang kini membuatku gundah dan tak nyenyak tidur adalah nasib dan kelanggengan pada masa-masa mendatang, Maka camkanlah, putraku, meski tubuh ayahmu telah terbujur dalam perut bumi, kekuasaan ini, sebagaimana yang di inginkan Abu sofyan dan seluruh orang, haruslah menjadi hak abadi putra-putra dan keturunanku.
Demi mempertahankannya, beberapa langkah mesti kau ambil, Berikan perhatian istimewa kepada warga syam. Penuhi seluruh kebutuhan dan saran-saran mereka, Kelak mereka dapat kau jadikan sebagai tumbal dan perisai. Mereka akan menjadi serdadu-serdadu berdarah dingin yang setia kepadamu.
Namun, ketahuilah, kedudukan dan kekuasaan ini adalah incaran banyak orang bak seekor kelinci manis ditengah gerombolan serigala lapar. Maka, waspadalah terhadap 4 tokoh masyarakat yang ku sebut dibawah ini :
pertama adalah ‘Abdurahman bin Abu Bakar, pesanku, jangan terlalu khawatir menghadapinya, ia mudah di bius dengan harta dan gemerlap pesta. Benamkan dia dalam kesenangan, dan seketika ia menjadi dungu, bahkan menjadi pendukungnya.
Ke 2 Abdullah bin Umar bin al Khatab, ia menurut pengakuanya, hanya peduli pada agama damn akherat, seperti mendalami dan mengajarkan Al qur’an dan mengurung diri dalam mihrab masjid. Aku meramalkan, ia tidak terlalu berbahaya bagi keududkanmu, karena dunia dimatanya adalah kotor, sedangkan panji-panji Muhammad adalah harapan pertama dan terakhir. Biarkan putra kawanku ini larut dalam upacara-upacara keagamaanya dan menikmati mantra-mantranya.
Ke 3 adalah ‘Abdullah bin Zubair, Ia seperti ayahnya bisa memainkan 2 peran, serigala dan harimau. Pantaulah selalu gerak geriknya, jika berperan sebagai serigala, ia hanya melahap sisa-sisa makanan harimau dan ia tidak akan mengusikmu. Apabila memperlihatkan sikap lunak, sertakanlah cucu Al ‘Awam ini dalam rapat-rapat pemerintahanmu. Namun jika ia berperan seperti Harimau, yaitu berambisi merebut kekuasaanmu, maka janganlah mengulur-ulur waktu mengemasnya dalam keranda. Ia cukup berani, cerdik dan bangsawan.
Ke 4 adalah Husain bin Ali bin Abi Thalib, sengaja aku letakkan namanya pada urutan terakhir, karena ayahmu ingin mengulasnya lebih panjang. Nasib kekuasanmu sangat ditentukan oleh sikap dan caramuy dalam menghadapinya. Bila kuingat namanya, kuingat pada kakek, ayah, ibu dan saudaranya. Bila semua itu teringat, maka serasa sebonngkah kayu menghantam kepalaku dan jilatan api cemburu membakar jiwaku. Putra ke 2 musuh bebuyutanku ini akan menjadi pusat perhatian dan tumpuan masyarakat.
Pesanku, dalam jangka sementara, bersikaplah lembut padanya, karena, sebagaimana kau sendiri ketahui, darah Muhammad mengalir di tubuhnya, Ia pria satria, putra pangeran jawara, susu penghulu para ksatria. Ia pandai, berpenampilan sangat menarik, dan gagah. Ia mempunyai semua alasan untuk disegani, dihormati dan di taati.
Namun, bila sikap tegas dibutuhkan dan keadaan telah mendesak, kau harus mempertahankan kekuasaan yang telah kuperoleh dengan susah payah ini, apapun akibatnya, tak terkecuali menebas batang leher al Husain dan menyediakan sebidang tanah untuk menanam seluruh keluarga dan pengikutnya. Demikianlah surat pesan ayahmu yang ditulis dalam keadaan sakit. Harapanku, kau siap-siap melaksanakan pesan-pesanku tersebut “.
Dan surat tersebut di antar oleh Adh Dhahhak bin Qais al Fihri kepada Yazid bin Muawiyah, sebagian sejahrawan menyebutkan bahwa Muawiyyah sempat menasehati Yazid dengan statment sama seperti surat yang tertulis diatas. [10]
Reaksi Yazid bin Muawiyyah setelah matinya Muawiyah adalah memerintahkan Al Walid bin Uthbah untuk memaksa orang-orang yang disebut dalam waisat bapaknya agar berbai’at kepadanya. Surat perintah tersebut didokumentasikan oleh para ahli sejarah, berikut kutipan lengkapnya :
Surat ditujukan kepada al Walid Ibn Utba :
Panggil al Husain Ibn Ali Ibn Abi Thalib (AS) dan Abdullah Ibn Zubair, Minta padanya untuk membaiat kekhalifaanku ! dan jika mereka menolak, pisahkan kepalanya dari tubuhnya dan kirimkan padaku di Damaskus ! Juga galanglah baiat untukku dari orang-orang madinah, dan jika ada yang menolak, maka perintah yang telah aku keluarkan juga berlaku untuk mereka ! [11]
Bukti ke 2 bukti surat diatas adalah bukti difinitif yang membuktikan bahwa Muawiyah dan Yazid memerintahkan untuk membunuh Husain as. Kegagalan pengambilan paksa bai’at kepada Imam Husain tersebut diteruskan kepada perwira-perwira lapangan, salah 1 surat tersebut memerintahkan pembunuhan dan perusakan jenazah Imam Husain, dalam surat tersebut di Perintah kepada Ibn Sa’ad, agar memilih 1 diantara 2 perintah : segera menyerang Husain atau menyerahkan komando tentara kepada Syimr, dan bila Husain gugur dalam pertempuran, tubuhnya harus di injak-injak [12]
Benarkah Yazid tidak memukul kepala dan gigi imam Husain ?
Dalam kitabnya Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan: “Yazid tidak menginginkan pembunuhan Husein, ia bahkan menunjukkan ketidaksenangannya atas peritiwa tersebut, Yazid tidak pernah memerintahkan untuk membunuh Husein, kepala-kepala (peristiwa Karbala) tidak dihadirkan di hadapannya, ia tidak memukul gigi-gigi kepala Husein dengan kayu. Akan tetapi, Ubaidillah bin Ziyad-lah yang melakukan itu semua”.
Benarkah bualan Ibnu Taimiyah itu ? mari kita uji dengan pandangan ulama Sunni yang lain :
Ibnu Atsir dalam kitabnya menukil ucapan Abdullah bin Abbas ra kepada Yazid, Ibnu Abbas berkata, “Engkaulah (Yazid) yang telah penyebab terbunuhnya Husein bin Ali”. Ibnu Atsir dalam kitab yang sama menulis, “Yazid memberi izin kepada masyarakat untuk menemuinya sedangkan kepala Husein bin Ali as ada di sisinya, sambil ia memukuli muka kepala tersebut sembari mengucapkan syair”. Sementara Taftazani, seorang pemuka Ahlusunnah mengatakan: “Pada hakikatnya, kegembiraan Yazid atas terbunuhnya Husein dan penghinaannya atas Ahlul Bait (keluarga Rasul) merupakan suatu hal yang mutawatir (diterima oleh mayoritas), sedang kami tidak lagi meragukan atas kekafirannya (Yazid), semoga laknat Allah tertuju atasnya dan atas penolong dan pembelanya”. Sedang Mas’udi dalam kitab Muruj adz-Dzahab dengan jelas menuliskan “Suatu hari, setelah peristiwa terbunuhnya Husein, Yazid duduk di hidangan minuman khamr sedang di samping kanannya duduk Ibnu Ziyad”.
Menarik lagi jika diperhatikan Sabath Ibn al Jauzi ia menuliskan : Ketika ahlul bait sampai ke syam dalam keadaan tertawan, Yazid duduk di Istananya, menghadap ke arah balkon, dan Yazid meminta sorang penyair melantunkan syairnya :
Ketika kepala-kepala itu mulai tampak,
Terlihatlah kepala para pembangkang itu di atas balkon,
Burung gagak berkoak koak,
Aku berkata ” Hutang-Hutangku kepada Nabi telah terlunasi. [13]
Ulama-ulama ahlu sunnah lainya menceritakan dalam kitab-kitabnya : Yazid menyambut gembira dengan terbunuhnya Imam al Husain, ia kemudian mengundang kaum yahudi dan Nasrani untuk mendatangi majelisnya, yazid meletakkan kepala al husain di Hadapanya sambil mendengarkan syair-syair yang dilantunkan oleh Asyar bin al Zubari :
Seandainya para leluhurku di Badar,
Menyaksikan kesedihan kaum al Khazraj,
Karena patahnya lembing mereka,
Mereka pasti akan senenang melihat hal ini.
Kemudian mereka berkata :
”Hai Yazid seharusnya jangan kau potong kepalanya,
Sesungguhnya kami telah membunuh pemuka mereka,
Terbunuhnya ia sebanding dengan kekalahan kita di Badar,
Hasyim mencoba bermain-main dengan Sang Penguasa,
Akibatnya, tidak ada berita dan tidak ada yang hidup,
Aku bukannya sombong, jika aku tidak membalas dendam kepada keturunan Bani Muhammad,
Namun, kami telah membalas dendam kepada Ali Dengan mebunuh si Husain pengendara kuda. Si singa pemberani.
Para sejahrawan ahlu sunnah seperti menuliskan bahwa ketika lantunkan syair bait ke 2 di atas Yazid memukul gigi depan Imam Husain dengan tongkatnya [14]
Tentang Tangisan Yazid (dan Muawiyah)
Mengapa mereka tidak mau belajar tentang tangisan dari Kitab Agung Al Qur’an ? sehingga dapat dibuai oleh tangisan palsu Muawiyah dan Yazid. Ibnu Jawi al Jogjakartani menulis tentang tangisan Muawiyah dan Yazid ini dalam artikel Tangisan Politik Muawiyah dan Yazid Tangisan Palsu Yang Menipu.
Tentang wanita-wanita Ahlul ba’it yang tertawan.
Sejahrawan menuliskan secara jelas bagaimana tawanan itu digiring, bagaimana Zainnab, Ummu kultsum, Sukainah, Atikah, Shafiyah, ”ali awsath bagaimana Yazid begitu kegirangan menyaksikan tawanan tersebut, silahkan merujuk ke maqtal Abu Mikhnaf, Mir’at al jinan Juz I , al Kamil Juz 4, al Iqad al farid juz 2, Majma’ az zawa’id juz 1 dll terlalu banyak untuk disebutkan kitab yang menyebutkan serangkaian tindakan penawanan keluarga Nabi Saw. Adalah aneh jika dikatakan bahwa riwayat penawanan wanita-wanita ahlul ba’it sebagai batil dan dusta, bukankah begitu banyak saksi yang melihat dan mendengar pidato-pidato keluaraga nabi di istana Yazid ? mengapa kalian mendustakan itu ?
kami akan menyebutkan nama-nama sebagian yang turut menyaksikan peristiwa tersebut, diantarannya :
1. Al Ghazu bin Rabi’ah al Jusrasyi (ia berada di dalam Istana Yazid dan menyaksikan peristiwa penawanan wanita-wanita Ajlul Ba’it dan arak-arakan kepala keluarga Nabi SAWW).
2. Al Qasim bin ’Abdurrahman (budak yazid bin Muawiyah, ia mendengar ucapan penistaan pada kepala Imam husain dan menyaksikan rombongan tawanan wanita ahlul ba’it).
3. Abu ’Imarah al Absi (ia yang menyaksikan bagaimana Yazid memerintahkan putranya Khalid agar mendebat Ali bin Husain dan bagaimana menyaksikan bagaimana ia berkata pada wanita-wanita Ahlul Ba’it yang dicela oleh khalid.
4. Fatimah binti Ali bin Abi Thalib (ia menceritakan bagaimana perdebatan antara Zaenab dan Yazid dan menyaksikan bagaimana Yazid mencoba cuci tangan dari peristiwa pembunuhan Imam Husain seraya melemparkan tanggungjawab pada Ibnu Marjanah.
5. Kesaksian ’Uwanah bin al hakam al kalbi (ia menyaksikan bagaimana Yazid meperlakukan wanita-wanita ahlul bait tersebut).
6. Kesaksian al Qasim bin Bukhait (ia menyaksikan tawanan dibawa ke istana Yazid dan melihat bagaimana Yazid memukul dan menusuk-nusuk mulut Imam Husain).
Penutup:
Jika argumentasi didfasarkan pada presentasi dan pendapat Ibnu taimiyah bisa dipastikan terdapat distorsi sejarah yang teramat besar, ia banyak sekali mendhoifkan hadis keutamaan ahlul ba’it demi membela Bani Umayyah demikianpula dalam masalah kesejarahan banyak pula yang ia distorsi demi membela banu Umayah bani yang dikutuk oleh Allah azza wajala sebagai Pohon kayu terkutuk.
Wallahu alam bhi showab
Rujuk:
[1] Minhaj as-Sunnah Jil:2 Hal:404
[2] Ibid Jil:1 Hal:537
[3] Ibid Jil:6 Hal:419
[4] Lisan al-Mizan Jil:6 Hal:319-320
[5] Al-Hawi fi Sirah at-Thahawi Hal:26
[6] Ar-Rasail al-Ghomariyah Hal:120-121
[7] Al-Maqolaat as-Saniyah Hal:200
[8] Dinukil dari kitab Nahwa Inqod at-Tarikh al-Islami karya Sulaiman bin Shaleh al-Khurasyi hal:35
[9] At-Tanbih wa ar-Rad Hal:7[4] Ibid Jil:4 Hal:682
[10] Surat ini di dokumentasikan oleh : Al Khawarizmi, Maqtal al Husain hal 175; Maqtal abu Mikhnaf, baladzuri Ansab al Asyraf IV hal 122, ThabariTarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 196 ; Dinawari Kitab al Akhbar at Tiwal, 226
[11]. Surat Yazid ini terdokumentasikan dalam Kitab Baladzuri, Ansab al Asyraf Juz IV hal 12, Ya’qubi, ath Tarikh Juz II hal 2414, Thabari, Tarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 216, Bidayah Juz VIII hal 146.
[12] lebih detail lihat di Thabari, Tarikh ar rasul wa al Muluk,II hal 308-16. Dinawari, al akhbar at Tiwal hal 253, Bidayah,Juz VIII hal 175
[13] al tadzkirah, hlm 148
[14] Silahkan rujuk detailnya di Abu al faraj Ibnu al Jauzi, al Tadzkirah h 148, Abdullah bin Muhammad bin Amir al Syabrawi, al Ittihaf bi Hubb al asyaraf, h 18; al Khathib al Khawarizmi, Maqtal al Husain, juz 2.