Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label UMKM. Show all posts
Showing posts with label UMKM. Show all posts

Tender Siluman, Sebuah Kejahatan Terorganisasi

Mulanya saya tidak percaya  sewaktu seseorang yang ikut dalam proses lelang di sebuah pemprov diancam akan ditusuk. Bukan cuma diancam.

Di Bogor tahun 2008 seorang peserta lelang ditusuk betulan begitu ia memasukkan berkas penawaran (Pikiran Rakyat, 28/7). Lalu di Riau, panitia lelang juga ditusuk mafia lelang. Tetapi begitu membaca berita tentang pemenang-pemenang tender siluman di Pemprov DKI beserta lokasi kantornya beberapa hari ini, menjadi amat jelas.

Terang saja kita sering merasa pemerintah tidak hadir. Jalan-jalan di kampung diurus warga sendiri-sendiri, swasembada. Supaya kampungnya aman, warga  harus mencantol kabel PLN secara ilegal dengan lampu neon urunan warga.

Kita juga sering melihat betapa “bodohnya” pemerintah memberikan hibah peralatan yang sama sekali tak bisa dipakai. Pengusaha UMKM mendapat alat potong tempe, tetapi pisaunya kebesaran. Rumah sakit mendapatkan alat-alat kesehatan, tetapi jarumnya setebal jarum suntik  sapi, sarung tangan operasi untuk ukuran tangan orang Afrika, atau plester operasi yang lengket. Praktik seperti itu sudah lama kita dengar dan lihat sendiri.

Di kampung tempat saya tinggal di Jatimurni-Bekasi, warga masyarakat menaruh kaleng-kaleng sumbangan untuk merawat para janda dan anak yatim yang seharusnya diurus negara. Keamanan, sampah, penerangan, kegiatan sosial, bahkan pendidikan dan lingkungan hidup, hampir semuanya diurus warga tanpa keterlibatan pemerintah.

Tapi kalau hal ini ditanyakan pada gubernur atau walikota, mereka tidak terima. Pasalnya, Pak Guberbur atau Pak Wali (merasa) sudah bekerja keras.

Sekarang borok-borok yang sudah lama kita rasakan itu dibuka oleh Gubernur DKI. Saya berharap kita tidak buru-buru menutup kasus ini. Kita harus memasang lampu terang-terang di tengah-tengah sarang tikus, memasang jerat yang kuat dan memasang sistem pencegahan baru yang tak bisa lagi ditembus oleh siluman-siluman liar. Negeri ini tengah disandera para “mafioso” dari atas sampai ke bawah.

Penjahat Mengusir Si Baik
Hampir semua kontraktor tahu persis bahwa sebagian besar (sekitar 90 persen) peserta lelang barang-barang dan jasa pemerintah adalah pengusaha abal-abal. Selain alamat kantornya tidak jelas, pengurusnya pun tak banyak dikenal. Apalagi kehandalan teknisnya. Mereka umumnya punya beberapa bendera (perusahaan) yang dipakai dengan satu tujuan: memenangkan lelang.

Pada saat memasukkan dan pembukaan dokumen lelang yang dilakukan secara terbuka, mereka pun mengutus orang-orang berwajah garang. Kata-kata mereka sangat pedas, membuat nyali orang-orang baik cepat ciut. Jumlah mereka amat banyak. Kuat membentak, bahkan mengancam peserta lelang baru yang bersusah payah membangun reputasi dan kualitas.

Tetapi jangan salah, ada juga di antara mereka yang bertugas menggarap orang-orang baik itu agar bersiap-siap menjadi subkontraktor. Kadang mereka bekerjasama dengan panitia lelang. Maksud saya, kalau tak bisa diajak bekerjasama, mereka pun diberi ancaman yang serius.

Anda mungkin pernah membaca, panitia lelang di Riau yang ditusuk oleh seorang peserta lelang yang merasa terancam karena ia menduga panitia punya jagoan lain.

Jadi panitia lelang boleh saja punya “jagoan” calon pemenang. Tetapi pemenang yang sebenarnya tidak bisa lain selain para pemain yang sudah memasang pasukan lapangan tadi. Karena kewalahan, tak jarang terbentuklah sebuah persekongkolan. Pengusaha-pengusaha baik dikalahkan mafia, yang mengatur lelang bersama panitia.

Bila dulu subkontraktor bisa menerima 70 persen dari nilai proyek, maka pengamatan saya, kini mereka hanya menerima sekitar 30 persen saja. Maka tak heran kalau sekolah-sekolah yang tak memerlukan UPS dipaksa menerima barang yang harga sebenarnya hanya beberapa juta rupiah saja yang telah di mark up menjadi Rp 5 miliar hingga Rp 6 miliar.

Mengapa saya ingin agar kasus yang tengah terjadi di DKI ini dibuat terang benderang? Jawabnya adalah karena penyakit ini sesungguhnya merata terjadi di hampir semua provinsi dan kabupaten.
Setidaknya ada tiga dampak besar.  
Pertama, barang-barang yang diberikan negara bukanlah barang yang dibutuhkan rakyat, yang berakibat rakyat tak pernah merasakan kehadiran pemerintahnya.
Kedua, negara selalu dirugikan. Harga yang dibayar sangat mahal untuk barang berkualitas sangat buruk. Bayangkan saja nilai sebesar Rp 1,302 triliun yang dipakai untuk membangun kawasan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) atlet di Hambalang, akhirnya berakhir dengan terbengkalainya proyek tersebut.

Ketiga, pemain-pemain itu semakin kuat, semakin membesar akumulasi modalnya dan merasuk ke pusat-pusat pengambilan keputusan di atas. Kalau gubernur/ bupati atau walikota bersih, mereka akan menekan panitia-panitia lelang hingga satu level di bawah kepala dinas. Kalau mereka sudah dikawal oleh e-precurement dan sulit dimanipulasi, maka mereka akan membeli orang-orang di legislatif.
Kalau e-budgeting sudah terjadi, maka terjadilah upaya-upaya pemakzulan. Tak mustahil pula mereka sudah punya cukup uang untuk “nyaleg” dan terpilih, sehingga banyak yang telah menjadi bagian dari legislator atau pejabat yang sudah sering kita dengar peranannya.

Inilah sebenarnya musuh besar Republik Indonesia pasca-reformasi yang harus kita perangi bersama-sama. Saya ingin mengajak orang-orang partai politik yang merasa dirinya masih bersih untuk ikut berperang melawan para begal yang merusak nasib jutaan warganya lewat proses lelang.
Kita, warga negara Indonesia, bukan tengah membela Ahok, melainkan membela kepentingan kita sebagai warganegara. Janganlah kita pura- pura bodoh membaca kejadian ini hanya karena kita melihat dengan kacamata kepentingan atau ideologis. Ini adalah sebuah kejahatan terorganisir.

Prof Rhenald Kasali (kompas.com)

Prof. Rhenald Kasali 
adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model dari social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Merubah Mental Passengers Menjadi Drivers.

Ini 7 Alasan Penyebab 57 PNS DKI Dibebas Tugaskan Oleh Ahok Hari Ini


Sebanyak 57 pejabat eselon III dan IV PNS DKI distafkan alias demosi hari ini. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Agus Suradika mengatakan sedikitnya ada 7 alasan yang menyebabkan mereka diturunkan jabatannya.

"Kita ada beberapa kriteria. Kriteria yang pertama itu kalau dia mengundurkan diri pasti kita ganti. Kalau di bulan awal kemarin yang mundur kita bina, begitu mereka masih ingin mundur, kita ganti," ujar Agus kepada wartawan di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2015).

Faktor kedua, lanjut Agus, PNS yang sakit hingga tidak dapat menjalankan tugasnya dengan optimal. Kemudian alasan ketiga adalah memiliki masalah yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, seperti melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ataupun terlibat skandal.

"Yang keempat, tentu ini sudah melalui pemeriksaan inspektorat adalah mereka yang bermain-main dengan uang. Bisa sogok, bisa upeti dan bisa penyuapan. Jadi rambu-rambunya ini. Yang kelima, tidak disiplin. Tidak hadir (absen dalam waktu) lama," urainya.

Alasan keenam dikarenakan ada 'main' dengan proyek-proyek Pemprov DKI. Terakhir, ketidakikutsertaannya dalam berbagai kerja bakti di lingkungan Pemprov.

"Misalnya ada kerja bakti membersihkan saluran air, PU Air (Dinas Tata Air) harus hadir disitu. Camat lurah pasti punya catatan sapa saja pejabat eselon III dan IV yang nggak hadir di situ," pungkasnya.

Dari data yang diperoleh wartawan, 57 PNS DKI yang distafkan hari ini berasal dari 10 SKPD yang berbeda. Jumlah SKPD terbesar yang distafkan Ahok berasal dari Dinas Pelayanan Pajak yakni sebanyak 3 orang.

Selain itu terdapat masing-masing 2 pejabat eselon III dari Bappeda, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Dinas Penataan Kota yang terkena demosi. Selanjutnya dari BKD, BPLHD, Dinas Kependudukan, Dinas Pendidikan, Dinas Perumahan dan Gedung, dan Dinas Perhubungan dan Transportasi masing-masing didemosi satu pejabat.

Di eselon IV ada 41 orang yang diturunkan jabatannya. Mereka berasal dari 19 SKPD di DKI Jakarta.
Terdapat 8 pejabat eselon IV dari Dinas Penataan yang distafkan bulan ini. Di mana, SKPD dari Kota Administrasi Jakarta Timur terkena demosi dengan total mencapai 7 orang.

Sebanyak 3 pejabat dari Badan Perpustakaan dan Arsip, Dinas Pendidikan dan Dinas Bina Marga juga ditafkan Ahok. Sementara itu, Dinas Tata Air, Kominfomas dan Kebersihan harus rela 'membuang' dua pejabat eselon IV-nya akibat demosi.

Terakhir, 11 eselon IV yang distafkan masing-masing dinas, seperti Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan, Dinas Olahraga dan Pemuda, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Perindustrian dan Energi, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, serta SKPD Kota Administrasi Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan dan Kepulauan Seribu.

(detik.com)

Terkait Berita: