Arab Saudi memastikan pada awal pekan kemarin bahwa mereka berencana menjual saham perusahaan minyak nasional, Saudi Aramco yang diharapkan akan dihargai senilai lebih dari USD2 triliun atau setara dengan Rp26.440 triliun. Penjualan ini untuk sekitar 5% dari saham perusahaan minyak raksasa dunia tersebut lewat initial public offering (IPO).
Pernyataan ini disampaikan oleh Pangeran Mohammed bin Salman dalam sebuah wawancara dengan televisi Al Arabiya News Channel, seperti dilansir CNBC, Selasa (26/4/2016). Dia juga menerangkan ada rencana untuk Aramco merubah namanya menjadi Arab American Oil Company dan menjadikannya sebagai holding company dengan pemilihan dewan.
"5% dari induk perusahaan. Kerajaan bisa bertahan pada 2020 tanpa adanya ketergantungan pada minyak. Kecanduan Saudi terhadap minyak telah mempengaruhi perkembangan banyak sektor dalam beberapa tahun terakhir. Kami berencana mendapatkan dana USD2 triliun, bagian dari aset yang datang dari penjualan sebagian kecil Aramco," jelas Pangeran Mohammed kepada Al Arabiya.
Pernyataan ini disampaikan setelah pemerintah Arab Saudi meluncurkan cetak biru ekonomi jangka panjang di tengah kejatuhan harga minyak mentah dunia sejak 2014 lalu. Dengan tajuk 'Visi Saudi 2030', di dalamnya memuat termasuk rencana peraturan, anggaran dan perubahan kebijakan yang akan dilaksanakan selama 15 tahun kedepan dengan harapan membuat kerajaan mengurangi ketergantungan kepada minyak mentah.
Hal ini diterangkan bertujuan untuk membangun masyarakat makmur dan memperkuat ekonomi masa depan kerajaan seperti dilansir keterangan resmi pihak Arab Saudi. Dijelaskan juga rincian tentang privatisasi dan pembentukan apa yang disebut 'kedaulatan kekayaan terbesar di dunia'. "Kami berharap semua warga negara akan bekerja sama untuk mencapai Saudi visi 2030," ucap Raja Salman.
Sebagai eksportir minyak terbesar di dunia, mayoritas pendapatan negara yang Riyadh sebagai ibukota berasal dari ekspor sektor energi. Tapi dengan harga minyak mentah yang merosot hingga harga Brent anjlok sebesar 60% sejak kejatuhan pertama yang dimulai Juni 2014 lalu. Saudi dengan mencatatkan defisit anggaran 98 miliar untuk tahun 2015. Kini Saudi mengambil tindakan untuk diversifikasi sumber pendapatan sebelum kas negara terkuras habis.
(Sindo-News/Shabestan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email