Terbongkarnya
ajaran Wahabi yang menyusup di Trans 7 adalah berawal dari KPI (Komisi
Penyiaran Indonesia) yang mendapatkan banyak pengaduan dari masyarakat. Menurut aduan masyarakat b bahwa acaraKhazanah Trans 7 melenceng dari ajaran Islam, yang mana Khazanah Trans 7 menganggap ajaran Islam berupa Tawassul dan Ziarah Kubur sebagai syirik (musyrik). Selain itu Khazanah Trans 7 juga membid’ahkan (mengharamkan) shalawat kepada Nabi saw.Pandangan
Khazanah Tarans 7 ini adalah khas ajaran Wahabi yang jelas-jelas
menyimpang dari ajaran Rasulullah Saw dan bahkan bermuatan fitnah bagi
ajaran Islam, sehingga masyarakat menjadi resah atas provokasi tayangan
acara Khazanah Trans 7 tersebut.
Berdasar pengaduan masyarakat itulah maka pada tanggal 17/4
2013 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memanggil Direktur Utama Trans 7 dan tim penyelenggara acara Khazanah tersebut.
Ketua KPI, Muhammad Riyanto mengatakan pemanggilan ini merupakan
langkah mediasi antara pihak pelapor, pihak Trans 7 dan KPI, termasuk
MUI sebagai penengah.
Adapun yang mewakili pihak pelapor yaitu: 1. Habib Musthafa Al Jufri. 2. Habib Fachry Jamalullail. 3. KH Thabary Syadzily. 4. Ketua Lembaga Da’wah NU.
Dalam mediasi yang berlangsung selama sembilan puluh menit
tersebut, pihak Trans 7 mengakui ada beberapa episode Khazanah memicu
kontroversial di masyarakat. Ada yang mendukung dan ada pihak yang keberatan karena bermuatan fitnah bagi ajaran Islam.
“Ke depannya, Trans 7 akan merubah konten dan materi di dalamnya, sesuai tuntutan pelapor dan kami,” kata Riyanto kepada wartawandi Jakarta, Rabu (17/4). Jika nantinya Trans 7 tetap menayangkan tayangan yang kontroversial, baru nanti akan dijatuhkan sanksi.
Dalam acara mediasi tersebut juga disinggung masalah penyimpangan yang ditayangkan acara Khazanah Trans 7, antara lain tentang pembagian tauhid menjadi tiga. Pembagian
Tauhid ini sudah jelas-jelas tidak punya dalil yang valid sehingga
menyalahi akidah umat Islam, selain itu juga menimbulkan efek fitnah.
Penyimpangan lainnya juga tersirat dari tayangan Khazanah Trans 7 yang melecehkan muslimin yang berziarah kubur. Padahal
ziarah kubur dalam ajaran islam hukumnya sunnah. Khazanah Trans 7 juga
menayangkan fakta sejarah shalawat Badar yang dimanipulasi, dan syair-syair shalawat ditafsirkan seenaknya agar timbul persepsi negative terhadap muslimin yang bershalawat Badar.
Dan kesemua penyimpangan ini adalah ajaran yang merupakan ciri khas
pemahaman kaum wahabi yang menyimpang dari ajaran Rasulullah saw. Maka
dengan demikian terbongkarlah ajaran Wahabi yang menyusup dalam acara Khazanah Trans 7.
Tayangan khazanah edisi 13 April 2013 menuai kontroversi, hal ini
dikarenakan penyebutan bahwa sholawat itu bagian daripada bid’ah
dholalah yang berpotensial musyrik.
Khazanah adalah salah satu
program tayangan berkonten islami yang hadir setiap hari senin sampai
jum’at jam 5.30 WIB di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia,
Trans 7. Sekilas tayangan ini menarik karena berkonten Islami. Akan
tetapi konten tayangan seperti itu memang tidak digarap dengan serius.
Memang
sering kali terjadi, pengelola media komersil tidak memperhatikan
validitas konten tayangan. Mereka hanya berpikir tayangan itu menarik
pemirsanya.
Dalam tayangan itu dijelaskan tentang
macam-macam sholawat yang diamalkan oleh umat Islam yang sejatinya
menurut mereka (redaksi red.) merupakan bid’ah yang diliputi khurafat
dan takhayul yang sesat karena tidak sesuai tuntunan Rasulullah Saw.
Sholawat yang dibaca dalam khasidah-khasidah apalagi dengan iringan
rebana dan goyangan badan orang-orang yang bersholawat, adalah bid’ah
dholalah yang menurut mereka berpotensial musyrik.
Dalam
pembahasan sholawat Nariyyah, diterangkan bahwa sholawat itu sejarahnya
berasal dari Syekh Nariyyah, salah seorang sahabat Nabi Saw yang
menyusun sholawat dan kemudian minta didoakan oleh Nabi Saw agar masuk
surga dan diperkenankan masuk surga. Kisah Syekh Nariyyah itu, menurut
narasi yang dibacakan seorang wanita itu, adalah kisah tanpa dasar
karena sahabat Nabi Saw tidak ada yang bernama Nariyyah dan gelar syekh
pada masa itu tidak ada digunakan oleh para sahabat. Jadi, menurut
Khazanah Trans7, sholawat Nariyyah itu karangan orang sesat untuk
menyesatkan umat Islam.
Sewaktu penyiar wanita itu menguraikan
asal-muasal Sholawat Badar. Dikisahkan, bahwa sholawat Badar dimulai
tahun 1960-an ketika seorang kyai bermimpi melihat para habib yang
berpakaian hijau mengumandangkan sholawat badar. Isteri kyai
bersangkutan juga bermimpi ketemu Rasulullah Saw. Lalu kyai itu
menghadap seorang habib yang dikenal ahli kasyaf, disebutkan bahwa habib
itu membenarkan mimpi kyai dan isterinya. Itu sebabnya, sholawat yang
disebut sholawat badar itu sangat baik diamalkan, terutama untuk
membangkitkan semangat umat Islam yang dewasa itu ditekan oleh aksi-aksi
PKI.
Hal ini tentu bisa dibantah, karena Sholawat Badar sudah dikumandangkan umat Islam sejak ratusan tahun silam.
Setelah
memaparkan sejumlah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Turmudzi dan
Ahmad yang ditafsir menurut tafsiran narrator acara khazanah Trans7
itu, pembacaan sholawat yang diamalkan umat Islam selama ini dianggap
sudah tidak sesuai lagi dengan yang diajarkan Rasulullah Saw.
Kenapa
narrator itu hanya berdalil hadits? Menurut Tim Sarkub, hal ini
dilakukannya untuk menyembunyikan ayat Al-Qur’an, yang tegas-tegas
menyatakan bahwa ALLAH dan para malaikat bersholawat kepada Nabi SAW.
Allah juga dalam ayat itu memerintahkan kepada semua kaum beriman untuk
bersholawat kepada Nabi SAW.
Menurut Agus Sunyoto di
forum milis ahlulbait Indonesia, narator Khazanah Trans7 menafsirkan
Qur’an dan Hadits itu dengan keyakinan mutlak bahwa tafsiran mereka yang
paling benar. Bagaimana narrator bisa haqq al-yaqiin bahwa tafsiran
mereka yang paling benar seolah-olah sudah konfirmasi kepada Allah bahwa
tafsir itu sudah dishahihkan kebenarannya oleh Allah sendiri. Ya itulah
sifat orang-orang yang men-tuhan-kan nafs-nya sendiri, sehingga tidak
ada kebenaran selain kebenaran narator dan kelompok sejenisnya yang di
dalam jiwanya selalu bergaung kalimah ana khoiru minhu.
Para
anggota milis itu juga mengajak melaporkan tayangan Khazanah Trans 7
tersebut ke KPI, hal ini diperlukan untuk mewaspadai nilai-nilai
keislaman termasuk pemutarbalikan sejarah Islam yang ditayangkan di
stasiun televisi. Karena, kebenaran nilai-nilai keislaman yang
ditayangkan di dalamnya tidak sesuai dengan sejarah Islam yang
sebenarnya.
ABI (Ahlulbait Indonesia) sebagai ormas
Islam menyatakan protes keras terhadap Trans7 dan KPI selaku regulator,
atas tayangan tersebut yang sangat tendensius. Apalagi dapat menciptakan
perpecahan di kalangan umat Islam.
Sholawat kepada
Nabi dan keluarganya adalah perintah Allah Swt dalam Al-Qur’an. Bahkan
Imam Syafi’I menyebutkan bahwa sholat seseorang tidak sah apabila tidak
membaca sholawat kepada Nabi dan keluarganya.
Berbagai bentuk ekspresi yang dilakukan para pelantun sholawat tidak lalu membuat bacaan sholawat adalah bid’ah.[] http://ahlulbaitindonesia.org
Simbol-Simbol TransTV Iluminati.
Pesan Hari Akhir – Sebuah fakta bahwasannya Illuminati sudah merasuki
dunia pertelevisian di Indonesia. Kali ini Simbol Illuminati muncul
dibeberapa program televisi swasta yg sangat terkenal. Trans7 dengan OVJ
nya kini melambung tinggi yang semakin digemari oleh penikmat acara
televisi di seluruh penjuru. Sebuah penampakan simbol Mata Satu alias
simbol Illuminati pemuja Dajjal yang ada pada OVJ episode ini. Sangat
jelas terlihat. Entah ini kebetulan semata atau hal yang disengaja oleh
tim OVJ.
Pada OVJ Award yang baru diadakan kemarin malam 07/7 juga terdapat One Eye dan Gambar kepala Baphomet.
Apakah trans corp memang dipimpin oleh kelompok illuminati, atau
disusupi kelompok illuminati, untuk meng-kampanye-kan simbol-simbol
nya…??? Atau hanya kebetulan semata…??? Di program lain ada simbol lagi
yang menampilkan bentuk mata satu dalam segitiga/piramid.
Percaya nggak percaya katanya logo Trans TV mirip dengan logo
freemason, yang merupakan sebuaah orgnisasi yahudi-kristen pada masa
Perang salib. Hal ini dikemukakan penulis buku Jejak Freemason dan
Zionis di Indonesia karangan Ust.Herry Nurdin.
Tapi menurut saya, hal ini hanyalah kebetulan sebab menurut pencipta
logo ini, lambang Trans TV meniru bentuk berlian yang berkilau. Bahkan
ada yang bilang logo ini berasal dari logo Acme Wiley,Inc (logo yang
dirancang oleh James Leinhart Design, United States (US)).
Siapa yang tidak tahu saluran tv swasta Trans TV, dimana diawal
kemunculannya banyak membuat decak kagum pemirsanya karena kemampuan
krunya membawakan acara berkonten lokal yang sangat informatif dan
berbobot. Tapi lihatlah sekarang, hampir semua isian acaranya
membosankan, sangat berbeda dengan acara-acara mereka sebelumnya, saat
ini Transtv lebih banyak memasukkan unsur komersil daripada kepuasan
penonton. Beberapa konten acara yang mereka sebut baru sebenarnya sudah
pernah ditayangkan di stasiun televisi lain, ya seperti Reality Show Big
Brother, yang sebelumnya pernah ditayangkan stasiun televisi ANTV
dengan slogan “Penghuni Terakhir.” Disamping ada hal lain yang mungkin
anda belum tahu bahwa acara baru di transtv ini juga memiliki motif dan
misi terselubung, anda mau tahu?
Ada simbol Dajjal dalam BIG BROTHER Indonesia (perhatikan)Program Baru
ini menggunakan simbol sebuah lensa kamera (simbol Mata Satu),
mengartikan bahwa setiap gerak-gerik para peserta akan selalu diawasi
oleh puluhan kamera yang dipasang disetiap sudut ruangan dan juga BIG
BROTHER (sang Dajjal yang selalu memberi perintah secara tersembunyi).
Simbol mata satu atau All seeing eye, istilah ini berarti “mata yang
melihat semua,” yaitu sebuah mata (mata Iblis) yang melihat segala
sesuatu terutama untuk melihat dan mengontrol semua manusia di dunia
ini. Dalam hal ini, Iblis suka meniru apa yang Allah kerjakan dan all
seeing eye juga adalah tiruan Iblis yang diambil dari lambang supreme
being-nya bangsa Israel, namun agak berbeda sedikit dimana mata yang
sebelumnya ada dua (sepasang) sekarang menjadi satu mata saja. Ke-Maha
Melihatan Tuhan dan kepercayaan bangsa Israel bahwa mereka adalah biji
mata Allah ditiru oleh Iblis.
Slogan Awal BBIndo.
Program reality show bernama Big Brother. Siapa sebenarnya sosok Big
Brtother ini? Jika dilihat dari namanya BigBrother, kita akan ingat
konsep brotherhood dalam kelompok rahasia freemason. Dari slogannya
jelas terlihat “BigBrother is watching you”,maksudnya mereka(freemason)
selama ini sedang mengawasi kita dan ini merupakan pesan2 alam bawah
sadar dari para petinggi freemason. Lambangnya adalah mata satu(The Eye)
dalam freemason yang berarti “one eye for one world”, satu mata untuk
satu dunia. Menurut teologi Yahudi (Kabbala), The eye atau Mata
merupakan mata Lucifer, Sang Pangeran Penguasa Kegealapan sekaligus Sang
Penguasa alam raya.
Jika anda mengamati setiap pekan tayangannya ini di televisi, maka
anda akan bisa mengetahui bahwa sosok Big Brother ini sangat dimuliakan
oleh para housematenya (diagung-agungkan). Pada setiap kesempatan
BigBrother memberikan reward, maka para haousemate harus mengucapkan
terima kasih dengan suara lantang. Dan jika Big Brother memberikan
perintah, maka perintah itu wajib dituruti tanpa boleh ditawar apalagi
protes, layaknya firman Tuhan yang memerintahkan umat-Nya untuk menuruti
semua kemauan sang Pemimpin.
Dalam setiap game yang disajikan, maka sebagian besar game itu
bertujuan untuk membuat para housemate saling membenci, membuat
ketegangan diantara mereka semakin memuncak dan mereka saling serang
secara terbuka. Apa pelajaran yang bisa kita ambil dari tayangan ini
adalah bahwa tanpa sadar kita sebagai penonton juga diajari nilai-nilai
untuk saling tidak menghargai, membenci, menyerang lawan dengan alasan
mempertahankan diri dan membiarkan orang lain memerintah kita seenak
hatinya. Lihatlah perilaku sebagian besar housemate yang rata-rata
kejiwaannya mulai terganggu, mereka secara terus terang bertindak
munafik dan disaat bersamaan mereka juga berperilaku sebaliknya. Tanpa
sadar mereka sudah membiarkan kondisi kejiwaan mereka dihancurkan dengan
cara sangat halus, alam bawah sadar mereka dikendalikan Sang Dajjal
demi segepok uang. Semakin lama mereka bertahan disana, maka semakin
berat tantangan yang akan dihadapi, yang mana sebelumnya diantara mereka
bisa sangat akrab, dilain kesempatan maka mereka akan dipaksa untuk
saling berhadapan dan saling benci. Rasanya ini bukanlah bentuk
pengajaran yang baik bagi masyarakat yang menyaksikannya, justru itu
menjadi contoh tayangan yang buruk dan hanya akan menimbukan kebencian
diantara
Sarat dengan Simbol ‘X’.
X-tra Ordinary Fress, X-tra Ordinary New, ‘X-tra Ordinary Weekend,
Super X-tion dan lain-lain. Simbol-simbol ‘X’ ini kerap muncul diantara
jeda iklan, yang ingin menginformasikan adanya tayangan baru.
Mengertikah anda apa makna sebenarnya dibalik simbol ‘X’ tersebut ?
Menurut DR. C.J. Koster, Kepala Penelitian Kitab Injil di Afrika
Selatan, huruf ‘X’ merupakan simbol lambang dari Chaldean yaitu Dewa
Matahari dari bangsa Babylonia kuno. Koster mengatakan bahwa huruf
tersebut merupakan simbol kuno bangsa babylon yang juga mengarah pada
konotasi Sexual/Persetubuhan (Hal ini mungkin yang menyebabkan film
porno diberi label film ‘X’). Dalam bahasa Semitic kuno, ‘X’ juga
diartikan sebagai lambang persilangan.
Dalam kelompok Freemasonry, ‘X’ sangat sering dipergunakan dalam
hampir setiap kesempatan. Hal itu disebabkan karna kontotasi sexual yang
tinggi (Baca : The Kitten Sexual Programming) juga karena lambang ini
merupakan lambang asli bangsa Babylon kuno (bangsa ini merupakan salah
satu bangsa idola dari Freemasonry).
Walau memang tidak semua acara mencakup hal diatas, ada juga beberapa
acara yang masih orisinil. Tetapi dominasi sang dajjal sangat terasa,
sehingga menghilangkan imeg independensi tivi swasta yang sudah sekian
lama memimpin dunia pertelevisian Indonesia ini. Buat sebagian orang hal
ini sangatlah disayangkan, dimana selama ini transtv sudah menjadi
bagian dari kebanggaan masyarakat indonesia yang sangat menyukai hasil
liputan langsung lapangan para kru-kru muda berbakat transtv, sekarang
kita dipaksa untuk menerima hiburan instan (film2 improt) yang
ditayangkan tanpa memiliki bobot informasi bernilai konten lokal yang
selain menghibur dan informatif juga berjiwa nasionalis tinggi.
Apakah menurut anda ini memang cma secara kebetulan memiliki kesamaan
atau memang memiliki kaitan kuat, belum ada yang bisa memastikan.
Tetapi melihat sepintas logo Trans Corp memang menyerupai logo kelompok
rahasia freemason yang bermarkas di Inggris ini. Sebuah perkumpulan
rahasia yang sangat mengagungkan simbol-simbol magis dalam setiap
kesempatan, terutama di dunia hiburan.
Ada banyak pengikutnya dan mereka sangat loyal mengkampanyekan
simbol-simbol seperti mata satu, hexagram, pentagram, seperti yang
sering ditampilkan Artis Holywood Madona dan Lady Gaga pada setiap
kemunculannya di berbagai kesempatan.
Selain itu Pada Promo perayaan HUT ke-10 Trans TV & Trans 7 juga
banyak sekali simbol illuminati piramid ,formasi tangan freemason,dan
logo illuminati dengan cahaya keatas dan kebawah, kesimpulan transcorp
memang bagian dari mason corps.
Promo Dekade: Trans Untuk Indonesia - 2011
Di progam Mata Lelaki pada Trans7 juga terdapat lambang seeing eye.
Selanjutnya , coba lihat Iklan Mytrans, itu adalah yang katanya era baru digital entertainmetn tv . Coba lihat lambang A nya !
Selanjutnya lihat yang terbaru:
Selanjutnya Trans 7 menyebar Film Dajjal demi memfitnah Iran, Apakah yang dibuat oleh Trans bukan termasuk dirinya dajjal? Lihat logo diatas bukankah trans 7 sendiri menciptakan dajjal. Kita simak Video yang trans 7 buat dibawah ini:
apa ini sebuah kebetulan ? kenapa baru launching di akhir tahun 2011 sekarang ? Sungguh ini adalah konspirasi yang sangat aneh.
****
Bantahan kami Syiah dan Ahlus Sunnah Sebagai berikut:
Hadis tanduk setan menjadi polemik yang
berkepanjangan diantara pengikut salafy dengan orang-orang yang
kontrasalafy. Hadis ini seringkali dijadikan dasar bahwa salah satu yang
dimaksud fitnah Najd adalah dakwah wahabi yang ngaku-ngaku salafy.
Kami sendiri tidak berminat untuk membahas apakah benar wahabi adalah
fitnah Najd yang dimaksud atau bukan?, bagi kami pembahasan seperti itu
hanya spekulasi belaka, mungkin benar mungkin juga tidak. Fokus
pembahasan kami disini adalah cara pembelaan salafy yang absurd.
Pengikut salafy yang merasa tersinggung alias tidak terima menyatakan
pembelaan bahwa Najd yang dimaksud bukan Najd tempat lahirnya wahabi melainkan Iraq.
Betapa anehnya sejak kapan Najd menjadi Iraq? Sejak munculnya
orang-orang yang mengaku salafy. Berikut pembahasan yang menunjukkan
kekeliruan salafy.
عن عبيدالله بن عمر حدثني نافع عن ابن عمرأن
رسول الله صلى الله عليه و سلم قام عند باب حفصة فقال بيده نحو المشرق
الفتنة ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان قالها مرتين أو ثلاثا
Dari Ubaidillah bin Umar yang berkata
telah menceritakan kepadaku Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di pintu rumah Hafshah dan berkata
dengan mengisyaratkan tangannya kearah timur “fitnah akan datang dari
sini dari arah munculnya tanduk setan” beliau mengatakannya dua atau
tiga kali. [Shahih Muslim 4/2228 no 2905].
Nafi’ memiliki mutaba’ah yaitu dari Salim
bin ‘Abdullah bin Umar sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim
melalui periwayatan Az Zuhri, Ikrimah bin Ammar dan Hanzalah dengan
lafaz “timur”. Arah timur yang dimaksud adalah Najd sebagaimana yang
disebutkan dalam hadis shahih.
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami
Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun
dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam] bersabda “Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam
kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah akan muncul tanduk setan” [Shahih Bukhari 2/33 no 1037].
Husain bin Hasan memiliki mutaba’ah yaitu
Azhar bin Sa’d yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Aun dari Nafi dari Ibnu
Umar secara marfu’ juga dengan lafaz Najd [Shahih Bukhari 9/54 no 7094].
حدثنا الحسن بن علي المعمري ثنا إسماعيل بن
مسعود ثنا عبيد الله بن عبد الله بن عون عن أبيه عن نافع عن ابن عمر أن
النبي صلى الله عليه وسلم قال اللهم بارك لنا في شامنا، اللهم بارك في
يمننا، فقالها مراراً، فلما كان في الثالثة أو الرابعة، قالوا يا رسول
الله! وفي عراقنا؟ قال إنّ بها الزلازل والفتن، وبها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
Hasan bin Ali Al-Ma’mariy yang berkata telah menceritakan kepada kami
Ismaail bin Mas’ud yang berkata telah menceritakan kepada kami
‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Aun dari ayahnya, dari Naafi’ dari Ibnu
‘Umar bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Ya Allah,
berikanlah keberkatan kepada kami pada Syaam kami dan pada Yamaan kami”.
Beliau [shallallaahu ‘alaihi wa sallam ] mengatakannya beberapa kali.
Ketika beliau mengatakan yang ketiga kali atau yang keempat, para
shahabat berkata “Wahai Rasulullah, dan juga Iraq kami?”. Beliau
bersabda “Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah, dan
disanalah akan muncul tanduk setan” [Mu’jam Al Kabiir Ath Thabrani 12/384 no 13422].
Hadis ini mengandung illat [cacat]
Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Aun dalam periwayatan dari Ibnu ‘Aun telah
menyelisihi para perawi tsiqat yaitu Husain bin Hasan [At Taqrib 1/214]
dan ‘Azhar bin Sa’d [At Taqrib 1/74]. Kedua perawi tsiqat ini
menyebutkan lafaz Najd sedangkan Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Aun menyebutkan lafaz Iraq.
Ubaidillah bukan seorang yang tsiqat, Bukhari berkata “dikenal
hadisnya” [Tarikh Al Kabir juz 5 no 1247], Abu Hatim berkata “shalih al
hadits” [Al Jarh Wat Ta’dil 5/322 no 1531] dimana perkataan shalih al
hadits dari Abu Hatim berarti hadisnya dapat dijadikan i’tibar tetapi
tidak bisa dijadikan hujjah. Terdapat hadis lain yang dijadikan hujjah
salafy untuk menetapkan bahwa yang dimaksud sebenarnya adalah Iraq
حدثنا علي بن سعيد قال نا حماد بن إسماعيل
بن علية قال نا ابي قال نا زياد بن بيان قال نا سالم بن عبد الله بن عمر عن
ابيه قال صلى النبي صلى الله عليه و سلم صلاة الفجر ثم انفتل فأقبل على
القوم فقال اللهم بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك
لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله فسكت ثم قال اللهم
بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك لنا في حرمنا
وبارك لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله قال من ثم يطلع
قرن الشيطان وتهيج الفتن
Telah menceritakan kepada kami
‘Ali bin Sa’id yang berkata telah menceritkankepada kami Hammaad bin
Ismaa’iil bin ‘Ulayyah yang berkata telah menceritakan kepada kami
ayahku yang berkata telah mencertakan kepada kami Ziyaad bin Bayaan
yangberkata telah menceritakan kepada kami Saalim bin ‘Abdillah bin
‘Umar dari ayahnya yang berkata Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pernah shalat shubuh, kemudian berdoa, lalu menghadap kepada
orang-orang. Beliau bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami
pada Madinah kami berikanlah keberkatan kepada kami pada mudd dan shaa’
kami. Ya Allah, berikanlah keberkatan kepada kami pada Syaam kami dan
Yaman kami”. Seorang laki-laki berkata “dan ‘Iraq, wahai Rasulullah ?”.
Beliau diam, lalu bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami
pada Madinah kami berikanlah keberkatan kepada kami pada mudd dan shaa’
kami. Ya Allah, berikanlah keberkatan kepada kami pada tanah Haram kami,
dan berikanlah keberkatan kepada kami pada Syaam kami dan Yaman kami”.
Seorang laki-laki berkata “dan ‘Iraq, wahai Rasulullah ?”. Beliau
bersabda “dari sana akan muncul tanduk setan dan bermunculan fitnah” [Mu'jam Al Awsath Ath Thabraani 4/245 no 4098].
Hadis ini juga mengandung illat [cacat]. Ziyaad bin Bayaan dikatakan oleh Adz Dzahabi “tidak shahih hadisnya”. Bukhari berkata “dalam sanad hadisnya perlu diteliti kembali” [Al Mizan juz 2 no 2927] ia telah dimasukkan Adz Dzahabi dalam kitabnya Mughni Ad Dhu’afa no 2222 Al Uqaili juga memasukkannya ke dalam Adh Dhu’afa Al Kabir
2/75-76 no 522. Ziyad bin Bayaan Ar Raqiy memiliki mutaba’ah yaitu dari
Taubah ‘Al Anbari dari Salim dari Ibnu Umar secara marfu’.
حدثنا محمد بن عبد العزيز الرملي حدثنا ضمرة
بن ربيعة عن ابن شوذب عن توبة العنبري عن سالم عن ابن عمر قال قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم اللهم بارك لنا في مدينتنا وفي صاعنا، وفي مدِّنا
وفي يمننا وفي شامنا. فقال الرجل يا رسول الله وفي عراقنا ؟ فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم بها الزلازل والفتن، ومنها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Abdul Aziiz Ar Ramliy yang berkata telah menceritakan
kepada kami Dhamrah bin Rabi’ah dari Ibnu Syaudzab dari Taubah Al
Anbariy dari Salim dari Ibnu ‘Umar yang berkata Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami
pada Madinah kami, pada shaa’ kami, pada mudd kami, pada Yaman kami, dan
pada Syaam kami”. Seorang laki-laki berkata “Wahai Rasulullah, dan pada
‘Iraaq kami ?”. Beliau menjawab “di sana terdapat kegoncangan dan
fitnah dan di sana pula akan muncul tanduk setan” [ Ma’rifah Wal Tarikh Yaqub Al Fasawiy 2/746-747].
Secara zahir tidak ada masalah pada sanad ini hanya saja Taubah Al
Anbary walaupun seorang perawi yang tsiqat, ia dikatakan oleh Al Azdi
sebagai munkar al hadits [At Tahdzib juz 1 no 960]. Kesalahan besar
salafy adalah menyatakan berdasarkan hadis ini bahwa Najd adalah Iraq.
Telah disebutkan dari jama’ah tsiqat dari Salim dari Ibnu Umar secara
marfu’ dengan lafaz timur dan telah diriwayatkan dengan sanad yang
shahih dari Nafi’ bahwa yang dimaksud adalah Najd. Tentu saja jika
dilihat dari fakta geografis Najd memang terletak sebelah timur dari Madinah
sedangkan Irak terletak lebih ke utara. Jadi jika menerapkan metode
tarjih maka sangat jelas hadis Najd merupakan penjelasan bagi arah Timur
yang dimaksud apalagi hadis Najd memiliki sanad yang lebih kuat
daripada hadis Iraq. Tidak ada alasan bagi salafy untuk menetapkan Najd
adalah Iraq, gak ada logikanya sama sekali. Bagaimana mungkin Najd sebagai tempat yang berbeda dengan Iraq mau dikatakan sebagai Iraq.
حدثنا محمد بن عبد الله بن عمار الموصلي قال
حدثنا أبو هاشم محمد بن علي عن المعافى عن أفلح بن حميد عن القاسم عن
عائشة قالت وقَّت رسول الله صلى الله عليه وسلم لأهل المدينة ذا الحُليفة
ولأهل الشام ومصر الجحفة ولأهل العراق ذات عرق ولأهل نجد قرناً ولأهل اليمن
يلملم
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Ammar Al Maushulli yang berkata telah
menceritakan kepada kami Abu Haasyim Muhammad bin ‘Ali dari Al Mu’afiy
dari Aflah bin Humaid dari Qasim dari Aisyah yang berkata Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di
Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dan Mesir di Juhfah, bagi penduduk Iraq di Dzatu ‘Irq, bagi penduduk Najd di Qarn dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam [Shahih Sunan Nasa’i no 2656].
Hadis ini sanadnya shahih telah
diriwayatkan oleh para perawi terpercaya dan menjadi bukti atau hujjah
bahwa Najd dan Iraq di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah dua tempat yang berbeda. Berikut keterangan mengenai para
perawinya
Muhammad bin ‘Abdullah bin Ammar Al Maushulli
seorang hafizh yang tsiqat. Ahmad, Yaqub bin Sufyan, Shalih bin
Muhammad, Nasa’i, Daruquthni, Ibnu Hibban, Masalamah bin Qasim
menyatakan tsiqat. Abu Hatim berkata “tidak ada masalah padanya” [At
Tahdzib juz 9 no 444]. Ibnu Hajar menyatakan “tsiqat hafizh” [At Taqrib
2/98].
Muhammad bin ‘Ali Al Asdy adalah
perawi Nasa’i dan Ibnu Majah yang tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat.
Abu Zakaria menyatakan ia seorang yang shalih dan memiliki keutamaan [At
Tahdzib juz 9 no 592]. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang ahli ibadah
yang tsiqat [At Taqrib 2/116]. Adz Dzahabi menyatakan ia shaduq [Al
Kasyf no 5067].
Al Mu’afy bin Imran adalah
perawi Bukhari yang dikenal tsiqat. Abu Bakar bin Abi Khaitsamah
berkata “ia orang yang jujur perkataannya”. Ibnu Ma’in, Al Ijli, Abu
Hatim, Ibnu Khirasy dan Waki’ menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban
memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 10 no 374]. Ibnu Hajar
menyatakan ia tsiqat ahli ibadah seorang yang fakih [At Taqrib 2/194].
Aflah bin Humaid
adalah perawi Bukhari dan Muslim yang tsiqat. Ahmad berkata “shalih”.
Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Abu Hatim berkata “tsiqat tidak ada masalah
padanya”. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban
memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak
meriwayatkan hadis” [At Tahdzib juz 1 no 669]. Ibnu Hajar menyatakan ia
tsiqat [At Taqrib 1/108].
Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar
adalah seorang tabiin yang dikenal tsiqat, ia adalah salah seorang dari
fuqaha Madinah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar [At Taqrib
2/23]
Hadis Aisyah RA di atas juga dikuatkan oleh hadis Jabir yang membedakan miqat bagi penduduk Najd dan miqat bagi penduduk Iraq.
أبو الزبير أنه سمع جابر بن عبدالله رضي
الله عنهما يسأل عن المهل ؟ فقال سمعت ( أحسبه رفع إلى النبي صلى الله عليه
و سلم ) فقال مهل أهل المدينة من ذي الحليفة والطريق الآخر الجحفة ومهل
أهل العراق من ذات عرق ومهل أهل نجد من قرن ومهل أهل اليمن من يلملم
Abu Zubair mendengar dari Jabir
bin ‘Abdullah radiallahu ‘anhum ketika ditanya tentang tempat mulai
ihram. Jabir berkata ‘aku mendengar [menurutku ia memarfu’kannya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “tempat mulai ihram
bagi penduduk Madinah dari Dzul Hulaifah dan bagi penduduk yang melewati
jalan yang satunya di Juhfah, dan tempat mulai ihram bagi penduduk Iraq dari Dzatul ‘Irq dan tempat mulai ihram penduduk Najd dari Qarn dan tempat mulai ihram penduduk Yaman dari Yalamlam [Shahih Muslim 2/840 no 1183].
Walaupun para ulama berselisih apakah
perkataan Jabir RA ini marfu’ atau tidak kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam [pendapat yang rajih adalah marfu’] tetap saja membuktikan kalau Najd dan Iraq adalah dua tempat yang berbeda sehingga
para sahabat seperti Jabir RA membedakan antara penduduk Najd dan
penduduk Iraq. Para ulama juga telah membedakan antara Najd dan Iraq, An
Nasa’i ketika membahas hadis tentang miqat ia memberi judul Miqat Ahlul Najd kemudian di bawahnya ada judul Miqat Ahlul Iraq. Bagaimana mungkin Najd dikatakan Iraq?.
Fakta lain yang tidak terpikirkan oleh
salafy adalah orang-orang yang berada di Riyadh [Najd] jika melaksanakan
ibadah haji miqatnya adalah di Qarn Manazil dan orang-orang Iraq jika
beribadah haji miqatnya di Dzatul ‘Irq. Kenapa? Karena para ulama
termasuk ulama salafy sendiri berdalil dengan hadis shahih di atas kalau
miqat bagi penduduk Najd adalah Qarn Manazil dan bagi penduduk Iraq
adalah Dzatul ‘Irq. Kalau memang Najd adalah Iraq ngapain orang-orang di
Riyadh miqat di Qarn Manazil lha itu seharusnya jadi miqat bagi orang
Iraq. Fakta kalau orang-orang di Riyadh miqat di Qarn Manazil itu
menjadi bukti nyata kalau Najd itu ya tepat di sebelah timur Madinah
yaitu Riyadh dan sekitarnya. Nah penduduk Riyadh sendiri merasa kalau
yang dimaksud Najd yang dikatakan Nabi adalah tempat mereka tinggal
bukannya Iraq.
Jadi jika telah terbukti dari dalil shahih bahwa Najd dan Iraq adalah nama dua tempat yang berbeda
maka logika salafy yang mengatakan Najd adalah Iraq jelas salah besar.
Walaupun kita menerima hadis Iraq maka itu tidak menafikan keshahihan
hadis Najd. Dengan kata lain jika kita mau menerapkan metode jama’ maka
ada dua tempat yang dikatakan sebagai tempat munculnya fitnah yaitu Najd
dan Iraq [dan kami lebih cenderung pada pendapat ini]. Kalau salafy
masih tidak mengerti maka kita beri contoh yang mudah. Misalnya ada
orang berkata “di Jawa ada gempa bumi” kemudian di saat lain ia berkata “di Jakarta ada gempa bumi”, terus di saat yang lain orang itu berkata “di Surabaya ada gempa bumi”. Orang yang ngakunya salafy mikir begini nah itu berarti Jakarta adalah Surabaya.
Bagaimana? Bahkan anak SD pun tahu kalau kesimpulan seperti ini tidak
ada logikanya sama sekali. Justru cara berpikir yang benar [dengan dasar
kesaksian orang tersebut benar] adalah di Jakarta dan Surabaya terjadi
gempa bumi dan ini tidak bertentangan dengan perkataan di Jawa terjadi
gempa bumi, toh kedua kota itu memang terletak di Jawa.
Lucunya para pengikut salafy menganggap
dalil salafy terang benderang seterang matahari padahal jelas-jelas
fallacy [kapan salafy mau belajar tentang fallacy]. Justru dalil Najd
jauh lebih terang benderang karena memang sebelah timur dari Madinah itu ya Najd sedangkan
Iraq lebih kearah utara [timur laut]. Pengikut salafy mengatakan kalau
Iraq juga adalah timur madinah karena pada zaman orang arab dahulu tidak
ada istilah utara selatan, timur laut dan sebagainya yang ada hanya
timur dan barat atau kanan kiri. Pernyataan salafy ini bisa saja benar
tetapi logikanya terbalik, zaman dahulu orang menentukan timur dan barat
tergantung dengan arah matahari terbit atau terbenam. Jadi jika
seseorang mau menunjuk kearah timur ia tahu dengan jelas kearah mana ia
akan menunjuk apalagi jika orang tersebut adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang jelas adalah utusan Allah SWT yang dijaga dan
diberi petunjuk langsung oleh Allah SWT.
Apakah jika ada orang arab disuruh
menunjuk kearah timur, mereka akan menunjuk ke berbagai macam arah
termasuk miring ke ke utara atau miring ke selatan?. Apakah ketika
mereka menunjuk ke arah timur mereka mengarahkan tangannya ke utara yang
miring 10 derajat ke arah timur ?. kayaknya tidak, mereka akan
sama-sama menunjuk tepat kearah matahari terbit yaitu arah timur. Jadi
Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjuk ke arah
timur harus dipahami secara zahir tepat timur Madinah dan ini sesuai
dengan hadis Najd karena Najd memang terletak tepat di timur madinah.
Para sahabat bisa langsung mempersepsi arah timur karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tepat menunjuk kearah timur atau
arah matahari terbit [alias gak pakai miring ke utara atau selatan].
Analisis Hadis Tanduk Setan : Najd Bukan Iraq.
Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan
sebelumnya, yang akan membahas lebih rinci bahwa tempat yang dimaksud
dalam hadis tersebut adalah Najd bukan Iraq. Tulisan ini juga akan
membahas lebih rinci mengenai hadis Iraq yang sering dijadikan hujjah
oleh salafiyun.
وحدثني حرملة بن يحيى أخبرنا ابن وهب أخبرني
يونس عن ابن شهاب عن سالم بن عبدالله عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و
سلم قال وهو مستقبل المشرق ها إن الفتنة ههنا ها إن الفتنة ههنا ها إن
الفتنة ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepadaku Harmalah
bin Yahya yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang
berkata telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Salim bin
‘Abdullah dari ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berkata dan Beliau menghadap kearah timur “fitnah datang dari sini,
fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, dari arah munculnya
tanduk setan” [Shahih Muslim 4/2228 no 2905].
Hadis ini juga diriwayatkan dalam Shahih
Bukhari 4/181 no 3511 dan Sunan Tirmidzi 4/530 no 2268 dengan jalan dari
Ibnu Syihab Az Zuhri dari Salim dari ayahnya secara marfu’. Az Zuhri
memiliki mutaba’ah yaitu Hanzalah bin ‘Abi Sufyan sebagaimana yang
disebutkan dalam Shahih Muslim 4/2228 no 2905 dan Musnad Ahmad 2/40 no
2980 dengan jalan dari Ishaq bin Sulaiman dari Hanzalah dari Salim dari
ayahnya secara marfu’.
Kemudian Az Zuhri juga memiliki mutaba’ah
dari Fudhail bin Ghazwan dari Salim dari ayahnya secara marfu’
sebagaimana yang disebutkan dalam Musnad Abu Ya’la 9/383 no 5511 dengan
sanad yang shahih. Dan dari Ikrimah bin ‘Ammar dari Salim dari ayahnya
Ibnu Umar secara marfu’ sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim
4/2228 no 2905. Dan dari Umar bin Muhammad bin Zaid Al Madini dari Salim
dari ayahnya secara marfu’ sebagaimana yang disebutkan dalam Musnad
Abdu bin Humaid 1/241 no 739 dengan sanad yang shahih. Az Zuhri, Ikrimah
bin ‘Ammar, Hanzalah, Fudhail dan Umar bin Muhammad semuanya
meriwayatkan dari Salim dari Ibnu Umar dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dengan lafaz bahwa fitnah tersebut datang dari Timur.
Salim bin ‘Abdullah bin Umar memiliki
mutaba’aah dari Nafi’ dan ‘Abdullah bin Dinar. Diriwayatkan dari Nafi’
dari Ibnu Umar secara marfu’ sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih
Muslim 4/2228 no 2905, Musnad Ahmad 2/18 no 4679 dan Musnad Ahmad 2/91
no 5659.
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا ليث ح وحدثني
محمد بن رمح أخبرنا الليث عن نافع عن ابن عمر أنه سمع رسول الله صلى الله
عليه و سلم وهو مستقبل المشرق يقول ألا إن الفتنة ههنا ألا إن الفتنة ههنا
من حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
Qutaibah bin Sa’id yang berkata menceritakan kepada kami Laits. Dan
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh yang berkata telah
mengabarkan kepada kami Laits dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Beliau menghadap ke Timur
seraya bersabda “dari sini fitnah, dari sini fitnah dari arah munculnya
tanduk setan” [Shahih Muslim 4/2228 no 2905].
Diriwayatkan dari Malik dari ‘Abdullah
bin Dinar dari Ibnu Umar secara marfu’ sebagaimana yang disebutkan dalam
Al Muwatta 2/975 no 1757, Musnad Ahmad 2/73 no 5428, Shahih Ibnu Hibban
15/24 no 6648 dan Shahih Bukhari 4/123 no 3279.
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Maslamah dari Malik dari ‘Abdullah bin Dinar dari
‘Abdullah bin Umar radiallahu ‘anhuma yang berkata aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan tangannya ke
timur dan berkata “fitnah akan datang dari sini, fitnah akan datang dari
sini dari arah munculnya tanduk setan” [Shahih Bukhari 4/123 no 3279].
Sebagaimana yang terlihat Salim bin
‘Abdullah, Nafi’ dan Abdullah bin Dinar semuanya meriwayatkan dari Ibnu
Umar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lafaz bahwa fitnah tersebut datang dari timur dari arah munculnya tanduk setan.
Secara zahir jelas arah yang dimaksud adalah tepat arah timur Madinah
yaitu arah matahari terbit karena dari arah itulah munculnya tanduk
setan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
قال صل صلاة الصبح ثم أقصر عن الصلاة حتى تطلع الشمس حتى ترتفع فإنها تطلع حين تطلع بين قرني شيطان
[Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam] bersabda “kerjakanlah shalat shubuh kemudian tahanlah dari
mengerjakan shalat hingga matahari terbit sampai tinggi karena matahari
terbit diantara dua tanduk setan. [Shahih Muslim 1/569 no 832].
Hal ini juga selaras dengan hadis shahih
yang menyebutkan kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap
kearah matahari terbit seraya mengucapkan “fitnah datang dari sini”.
Hadis tersebut telah diriwayatkan dengan jalan yang shahih dari Uqbah
bin Abi Shahba’ dari Salim dari ayahnya secara marfu’ sebagaimana yang
disebutkan dalam Musnad Ahmad 2/72 no 5410:
حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى
بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال صلى
رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا
ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah yang menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah
menceritakan kepada kami Abu Sa’id mawla bani hasyim yang berkata telah
menceritakan kepada kami Uqbah bin Abi Shahba’ yang berkata telah
menceritakan kepada kami Salim dari ‘Abdullah bin Umar yang berkata
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat fajar
kemudian mengucapkan salam dan menghadap kearah matahari terbit seraya
bersabda “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini dari arah
munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/72 no 5410].
Hadis ini sanadnya shahih. Telah diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat [terpercaya]. Abu Sa’id mawla bani hasyim
adalah Abdurrahman bin ‘Abdullah bin Ubaid Al Bashri. Ahmad bin Hanbal,
Ibnu Ma’in, Ath Thabrani, Al Baghawi, Daruquthni dan Ibnu Syahin
menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 6 no 429]. Adz Dzahabi menyatakan ia
seorang yang hafizh dan tsiqat [Al Kasyf no 3238]. Uqbah bin Abi Shahba’ telah
dinyatakan Ahmad bin Hanbal sebagai seorang syaikh yang shalih. Ibnu
Ma’in menyatakan ia tsiqat dan Abu Hatim berkata “tempat kejujuran” [Al
Jarh Wat Ta’dil 6/312 no 1738]. Hadis ini dengan jelas menyebutkan kalau
arah yang dimaksud adalah arah timur yaitu arah matahari terbit.
Hadis Dengan Lafaz Najd.
Kemudian telah disebutkan dengan sanad
yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kalau tempat
yang dimaksud adalah Najd. Diriwayatkan dari Husain bin Hasan dari Ibnu
‘Aun dari Nafi dari Ibnu Umar secara marfu’ [Shahih Bukhari 2/33 no
1037] dan dari Azhar bin Sa’d dari Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu Umar
secara marfu’ [Shahih Bukhari 9/54 no 7094].
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami
Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun
dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam] bersabda “Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam
kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”.
Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah
muncul tanduk setan” [Shahih Bukhari 2/33 no 1037].
Hadis ini menjelaskan kalau tempat
munculnya fitnah yang dimaksud adalah Najd dan Najd memang terletak
tepat di timur Madinah pada arah matahari terbit dari Madinah. Najd yang
dimaksud dalam hadis ini adalah Najd yang memang sudah ada pada zaman
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebutkan dalam salah satu hadis
shahih bahwa Yamamah termasuk Najd dan penduduknya dari bani hanifah
termasuk penduduk Najd.
أخبرنا قتيبة حدثنا الليث عن سعيد بن أبي
سعيد أنه سمع أبا هريرة يقول بعث رسول الله صلى الله عليه وسلم خيلا قبل
نجد فجاءت برجل من بني حنيفة يقال له ثمامة بن آثال سيد أهل اليمامة فربط
بسارية من سواري المسجد مختصر
Telah mengabarkan kepada kami
Qutaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Laits dari Sa’id
bin Abi Sa’id yang mendengar Abu Hurairah berkata Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengutus pasukan berkuda ke Najd kemudian pasukan ini
datang dengan membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah yang bernama
Tsumamah bin Utsal pemimpin penduduk Yamamah kemudian diikat di salang
satu tiang masjid, demikian secara ringkas. [Shahih Sunan Nasa’i Syaikh Al Albani no 712].
Salafy merasa sangat keberatan kalau Najd
yang dimaksud dalam hadis tanduk setan tersebut adalah Najd yang
terletak tepat di timur Madinah. Salafy melakukan pembelaan dengan
mencatut hadis-hadis yang menunjukkan bahwa tempat yang dimaksud adalah
Iraq. Secara zahir, Iraq tidak terletak di arah timur Madinah. Iraq
tidak terletak di arah matahari terbit dari Madinah. Dari Madinah, Iraq
terletak di arah timur laut yang lebih dekat ke utara. Jadi dari segi
matan sudah jelas hadis Iraq bermatan mungkar karena bertentangan dengan dalil shahih dan fakta yang ada.
Salafy berapologi kalau Iraq juga
termasuk timur Madinah karena pada zaman dulu orang arab tidak mengenal
arah timur laut yang ada pada zaman dulu hanya arah timur dan barat.
Pernyataan ini jelas tidak bisa dijadikan hujjah karena telah disebutkan
dalam dalil yang shahih bahwa arah timur yang dimaksud adalah arah
matahari terbit dan telah disebutkan dalam dalil shahih bahwa arah
munculnya tanduk setan adalah pada arah matahari terbit. Arah matahari
terbit adalah tepat di arah timur dan Iraq tidak terletak di arah ini
dari Madinah.
Selain itu tidak jarang salafy mencatut
para ulama seperti Al Khattabi, Al Kirmany dan Syaikh Mahmud Syukri Al
Alusy. Kami katakan pendapat ulama tidak menjadi hujjah jika
bertentangan dengan dalil yang shahih. Ditambah lagi terdapat ulama yang
justru menyatakan bahwa arah timur yang dimaksud terletak tepat di
timur Madinah, Ibnu Hibban setelah mengutip hadis tanduk setan tersebut
menyebutkan kalau timur yang dimaksud adalah timur madinah yaitu bahrain
tempat keluarnya Musailamah yang pertama kali membuat bid’ah di dalam
islam dengan mengaku sebagai Nabi [Shahih Ibnu Hibban 15/24 no 6648].
Tidak diragukan lagi tempat keluarnya Musailamah ini adalah Najd dan ia
sendiri termasuk penduduk Najd.
Hadis Dengan Lafaz Iraq.
Selain memiliki matan yang mungkar,
hadis-hadis yang dijadikan hujjah oleh salafy tersebut tidaklah shahih
dan mengandung illat [cacat] pada sanadnya. Berikut adalah hadis-hadis
yang dijadikan hujjah oleh salafy.
حدثنا الحسن بن علي المعمري ثنا إسماعيل بن
مسعود ثنا عبيد الله بن عبد الله بن عون عن أبيه عن نافع عن ابن عمر أن
النبي صلى الله عليه وسلم قال اللهم بارك لنا في شامنا، اللهم بارك في
يمننا، فقالها مراراً، فلما كان في الثالثة أو الرابعة، قالوا يا رسول
الله! وفي عراقنا؟ قال إنّ بها الزلازل والفتن، وبها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
Hasan bin Ali Al-Ma’mariy yang berkata telah menceritakan kepada kami
Ismaail bin Mas’ud yang berkata telah menceritakan kepada kami
‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Aun dari ayahnya, dari Naafi’ dari Ibnu
‘Umar bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Ya Allah,
berikanlah keberkatan kepada kami pada Syaam kami dan pada Yamaan kami”.
Beliau [shallallaahu ‘alaihi wa sallam ] mengatakannya beberapa kali.
Ketika beliau mengatakan yang ketiga kali atau yang keempat, para
shahabat berkata “Wahai Rasulullah, dan juga Iraq kami?”. Beliau
bersabda “Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah, dan
disanalah akan muncul tanduk setan” [Mu’jam Al Kabiir Ath Thabrani 12/384 no 13422].
Hadis ini tidak shahih.
Hadis ini mengandung illat [cacat] Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Aun
dalam periwayatan dari Ibnu ‘Aun telah menyelisihi para perawi tsiqat
yaitu Husain bin Hasan [At Taqrib 1/214] dan ‘Azhar bin Sa’d [At Taqrib
1/74]. Kedua perawi tsiqat ini menyebutkan lafaz Najd sedangkan
Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Aun menyebutkan lafaz Iraq. Ubaidillah
bukan seorang yang tsiqat, Bukhari berkata “dikenal hadisnya” [Tarikh Al
Kabir juz 5 no 1247], Abu Hatim berkata “shalih al hadits” [Al Jarh Wat
Ta’dil 5/322 no 1531] dimana perkataan shalih al hadits dari Abu Hatim
berarti hadisnya dapat dijadikan i’tibar tetapi tidak bisa dijadikan
hujjah. Jika perawi seperti Ubadilillah ini menyelisihi perawi yang
tsiqat maka hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah dan mesti ditolak.
Pernyataan bahwa hadis Ubadilillah tidak
bertentangan melainkan menafsirkan hadis Najd sehingga Najd yang
dimaksud adalah Iraq merupakan pernyataan yang bathil. Najd adalah Najd
sedangkan Iraq adalah Iraq. Najd yang dimaksud dalam hadis tanduk setan
adalah nama suatu negeri yang memang sudah ada di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, oleh karena itu para sahabat menyebutnya “Najd kami”.
Lihat saja matan hadisnya yang dengan jelas menyebutkan Negeri Syam dan Yaman kemudian sahabat bertanya bagaimana dengan Najd kami, jadi Najd disini adalah nama suatu negeri. Pada zaman itu tidak ada yang menyebut Iraq sebagai Najd bahkan telah terbukti dengan dalil shahih bahwa Najd dan Iraq adalah dua tempat yang berbeda. Jadi menyatakan Najd adalah Iraq jelas tidak berdasar sama sekali.
حدثنا علي بن سعيد قال نا حماد بن إسماعيل
بن علية قال نا ابي قال نا زياد بن بيان قال نا سالم بن عبد الله بن عمر عن
ابيه قال صلى النبي صلى الله عليه و سلم صلاة الفجر ثم انفتل فأقبل على
القوم فقال اللهم بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك
لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله فسكت ثم قال اللهم
بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك لنا في حرمنا
وبارك لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله قال من ثم يطلع
قرن الشيطان وتهيج الفتن
Telah menceritakan kepada kami
‘Ali bin Sa’id yang berkata telah menceritkankepada kami Hammaad bin
Ismaa’iil bin ‘Ulayyah yang berkata telah menceritakan kepada kami
ayahku yang berkata telah mencertakan kepada kami Ziyaad bin Bayaan
yangberkata telah menceritakan kepada kami Saalim bin ‘Abdillah bin
‘Umar dari ayahnya yang berkata Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pernah shalat shubuh, kemudian berdoa, lalu menghadap kepada
orang-orang. Beliau bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami
pada Madinah kami berikanlah keberkatan kepada kami pada mudd dan shaa’
kami. Ya Allah, berikanlah keberkatan kepada kami pada Syaam kami dan
Yaman kami”. Seorang laki-laki berkata “dan ‘Iraq, wahai Rasulullah ?”.
Beliau diam, lalu bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami
pada Madinah kami berikanlah keberkatan kepada kami pada mudd dan shaa’
kami. Ya Allah, berikanlah keberkatan kepada kami pada tanah Haram kami,
dan berikanlah keberkatan kepada kami pada Syaam kami dan Yaman kami”.
Seorang laki-laki berkata “dan ‘Iraq, wahai Rasulullah ?”. Beliau
bersabda “dari sana akan muncul tanduk setan dan bermunculan fitnah” [Mu'jam Al Awsath Ath Thabraani 4/245 no 4098].
Hadis ini tidak shahih. Hadis ini juga mengandung illat
[cacat]. Ziyaad bin Bayaan dikatakan oleh Adz Dzahabi “tidak shahih
hadisnya”. Bukhari berkata “dalam sanad hadisnya perlu diteliti kembali”
[Al Mizan juz 2 no 2927] ia telah dimasukkan Adz Dzahabi dalam kitabnya
Mughni Ad Dhu’afa no 2222 Al Uqaili juga memasukkannya ke dalam Adh
Dhu’afa Al Kabir 2/75-76 no 522. Perawi dengan kedudukan seperti ini
tidak bisa dijadikan hujjah apalagi jika ia meriwayatkan kabar yang
menyelisihi kabar shahih kalau daerah yang dimaksud adalah Najd bukan
Iraq sebagaimana yang diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Nafi’.
حدثنا محمد بن عبد العزيز الرملي حدثنا ضمرة
بن ربيعة عن ابن شوذب عن توبة العنبري عن سالم عن ابن عمر قال قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم اللهم بارك لنا في مدينتنا وفي صاعنا، وفي مدِّنا
وفي يمننا وفي شامنا. فقال الرجل يا رسول الله وفي عراقنا ؟ فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم بها الزلازل والفتن، ومنها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Abdul Aziiz Ar Ramliy yang berkata telah menceritakan
kepada kami Dhamrah bin Rabi’ah dari Ibnu Syaudzab dari Taubah Al
Anbariy dari Salim dari Ibnu ‘Umar yang berkata Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami
pada Madinah kami, pada shaa’ kami, pada mudd kami, pada Yaman kami, dan
pada Syaam kami”. Seorang laki-laki berkata “Wahai Rasulullah, dan pada
‘Iraaq kami ?”. Beliau menjawab “di sana terdapat kegoncangan dan
fitnah dan di sana pula akan muncul tanduk setan” [ Ma’rifah Wal Tarikh Yaqub Al Fasawiy 2/746-747].
Pada tulisan sebelumnya kami menganggap tidak ada masalah pada sanad
hadis ini kecuali Taubah Al Anbary yang dikenal tsiqat tetapi dinyatakan
mungkar al hadits oleh Al Azdy. Setelah kami teliti kembali ternyata hadis ini juga mengandung illat [cacat] yaitu
Ibnu Syaudzab tidak mendengar hadis ini dari Taubah Al Anbary, ia
melakukan tadlis yaitu menghilangkan nama gurunya yang meriwayatkan dari
Taubah Al Anbary.
Hadis dengan matan seperti di atas
diriwayatkan juga dari Walid bin Mazyad Al Udzriy Al Bayruuti dari
Abdullah bin Syaudzaab dari Abdullah bin Qasim, Mathr, Katsir Abu Sahl
dari Taubah Al Anbary dari Salim dari ayahnya secara marfu’ sebagaimana
yang disebutkan oleh Al Fasawi dalam Ma’rifat Wal Tarikh 2/747, Ath
Thabrani dalam Musnad Asy Syamiyyin 2/246 no 1276, Ibnu Asakir dalam
Tarikh Dimasyq 1/130-131 dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya 6/133.
حدثنا عبد الله بن العباس بن الوليد بن مزيد
البيروتي حدثني أبي أخبرني أبي حدثني عبد الله بن شوذب حدثني عبد الله بن
القاسم ومطر الوراق وكثير أبو سهل عن توبة العنبري عن سالم بن عبد الله بن
عمر عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك في مكتنا
وبارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في شامنا وبارك لنا في يمننا اللهم بارك
لنا في صاعنا وبارك لنا في مدنا فقال رجل يا رسول الله وعراقنا فأعرض عنه
فرددها ثلاثا وكان ذلك الرجل يقول وعراقنا فيعرض عنه ثم قال بها الزلازل
والفتن وفيها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin ‘Abbas bin Walid bin Mazyad Al Bayruutiy yang berkata telah
menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepadaku
Abdullah bin Syawdzab yang berkata telah menceritakan kepadaku Abdullah
bin Qasim, Mathr Al Waraaq dan Katsir Abu Sahl dari Taubah Al Anbariy
dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan
kepada Mekkah kami, dan berikanlah keberkatan kepada kami pada Madinah
kami, pada shaa’ kami, pada mudd kami, pada Yaman kami, dan pada Syaam
kami”. Seorang laki-laki berkata “Wahai Rasulullah, dan pada ‘Iraaq kami
?”. Beliau menjawab “di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di
sana pula akan muncul tanduk setan” [Musnad Asy Syamiyyin Thabrani 2/246 no 1276].
Dengan mengumpulkan semua hadis riwayat Ibnu Syaudzab maka diketahui kalau Ibnu Syaudzab terbukti melakukan tadlis.
Riwayatnya dari Taubah Al Anbary dengan ‘an ‘anah ternyata ia dengar
dari Syaikhnya Abdullah bin Qasim, Mathr dan Katsir Abu Sahl. Ada
sedikit perbedaan lafaz antara riwayat Ibnu Syawdzab dari Taubah Al
Anbary dan riwayat Ibnu Syawdzab dari ketiga syaikhnya dari Taubah Al
Anbary yaitu pada riwayat dimana Ibnu Syawdzab menyebutkan mendengar
langsung dari Syaikhnya terdapat lafaz “ya Allah berilah keberkatan pada
Mekkah kami” sedangkan pada riwayat an ‘an ah Ibnu Syaudzab dari Taubah
Al Anbary tidak terdapat lafaz tersebut.
Illat atau cacat yang ada pada riwayat Ibnu Syawdzab adalah tidak diketahui dari syaikhnya yang mana lafaz Iraq tersebut berasal. Disini terdapat kemungkinan:
Ibnu Syawdzab mendengar langsung dari
ketiga Syaikhnya yaitu Abdullah bin Qasim, Mathr dan Katsir Abu Sahl
dimana ketiganya memang menyebutkan lafaz “Iraq”.
Ibnu Syawdzab mendengar langsung dari
ketiga syaikhnya dimana lafaz Iraq tersebut hanya berasal dari salah
satu Syaikhnya sehingga disini Ibnu Syawdzab menggabungkan sanad hadis
tersebut dan matan hadis yang berlafaz Iraq berasal dari salah satu
syaikhnya.
Terdapat kemungkinan kalau riwayat Ibnu Syawdzab dengan lafaz Iraq ini berasal dari Mathar bin Thahman Al Warraq dan
disebutkan Ibnu Hajar kalau ia seorang yang shaduq tetapi banyak
melakukan kesalahan [At Taqrib 2/187]. Abu Nu’aim ketika membawakan
riwayat Ibnu Syawdzab dari Taubah Al Anbary, ia berkata:
كذا رواه ضمرة عن ابن شوذب عن توبة ورواه الوليد بن مزيد عن ابن شوذب عن مطر عن توبة
Begitulah riwayat Dhamrah dari
Ibnu Syawdzab dari Taubah dan telah meriwayatkan Walid bin Mazyad dari
Ibnu Syawdzab dari Mathr dari Tawbah [Hilyatul Auliya 6/133].
Setelah itu Abu Nu’aim mengutip riwayat Ibnu Syawdzab dari ketiga syaikhnya di atas.
Jadi kemungkinan besar lafaz Iraq pada hadis ini berasal dari Mathr bin
Thahman. Dan telah ditunjukkan bahwa riwayat yang tsabit sanadnya
adalah riwayat shahih dari Nafi’ dengan lafaz Najd.
Oleh karena itu matan hadis ini mungkar lafaz yang benar hadis ini
adalah Najd dan lafaz Iraq kemungkinan berasal dari kesalahan perawinya
yaitu Mathr bin Thahman syaikhnya Ibnu Syawdzab.
Peringatan Salim Terhadap Penduduk Iraq.
Ada hadis lain yang dijadikan hujjah
salafy untuk menyatakan kalau tempat tanduk setan yang dimaksud adalah
Iraq yaitu hadis Salim bin Abdullah bin Umar berikut:
حدثنا عبدالله بن عمر بن أبان وواصل بن
عبدالأعلى وأحمد بن عمر الوكيعي ( واللفظ لابن أبان ) قالوا حدثنا ابن فضيل
عن أبيه قال سمعت سالم بن عبدالله بن عمر يقول يا أهل العراق ما أسألكم عن
الصغيرة وأركبكم للكبيرة سمعت أبي عبدالله بن عمر يقول سمعت رسول الله صلى
الله عليه و سلم يقول إن الفتنة تجئ من ههنا وأومأ بيده نحو المشرق من حيث
يطلع قرنا الشيطان وأنتم يضرب بعضكم رقاب بعض وإنما قتل موسى الذي قتل من
آل فرعون خطأ فقال الله عز و جل له { وقتلت نفسا فنجيناك من الغم وفتناك
فتونا } [ 20 / طه / 40 ] قال أحمد بن عمر في روايته عن سالم لم يقل سمعت
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin ‘Umar bin Abaan, Waashil bin ‘Abdul A’laa, dan Ahmad bin
‘Umar Al Wakii’iy [dan lafaznya adalah lafaz Ibnu Abaan] ketiganya
berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail, dari ayahnya yang
berkata Aku mendengar Saalim bin ‘Abdillah bin ‘Umar berkata “Wahai
penduduk ‘Iraaq, aku tidak bertanya tentang masalah kecil dan aku tidak
mendorong kalian untuk masalah besar. Aku pernah mendengar ayahku,
Abdullah bin ‘Umar berkata Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa salam bersabda ‘Sesungguhnya fitnah itu datang dari sini ia
menunjukkan tangannya ke arah timur dari arah munculya dua tanduk
setan’. Kalian saling menebas leher satu sama lain. Musaa hanya membunuh
orang yang ia bunuh yang berasal dari keluarga Fir’aun itu karena tidak
sengaja. Lalu Allah ‘azza wa jalla berfirman padanya ‘Dan kamu pernah
membunuh seorang manusia, lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan
Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.” [Thaahaa: 40]”. Berkata
Ahmad bin Umar dalam riwayatnya dari Salim tanpa mengatakan “aku
mendengar”[Shahih Muslim 4/2228 no 2905].
Jika dilihat baik-baik tidak ada
penunjukkan bahwa timur yang dimaksud oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah Iraq. Disini Salim bin Abdullah bin Umar mengingatkan
penduduk Iraq bahwa terdapat hadis Nabi akan ada fitnah yang datang dari
arah timur. Oleh karena itu Salim memberi peringatan kepada penduduk
Iraq agar mereka tidak menjadi fitnah yang dimaksud dalam hadis
tersebut. Telah lazim kalau mengingatkan seseorang bukan berarti menuduh
orang tersebut. Lagipula perkataan seorang tabiin tidaklah menjadi
hujjah jika telah jelas dalil shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam. Bisa jadi Salim tidak mengetahui hadis shahih dari Ibnu Umar
kalau tempat yang dimaksud adalah Najd sebagaimana yang telah
diriwayatkan dari Nafi’.
Hadis ini juga menjadi bukti kelemahan
hadis Ibnu Syawdzab dari Taubah Al Anbary. Perhatikanlah hadis riwayat
Muslim tersebut ia menggabungkan sanad hadis dimana ia mengambil hadis
tersebut dari ketiga syaikhnya yaitu Abdullah bin Umar bin Aban, Washil bin Abdul A’la dan Ahmad bin Umar. kemudian meriwayatkan dengan satu matan yang ada lafaz “wahai penduduk Iraq”.Lafaz ini berasal dari Abdullah bin Umar bin Aban sedangkan pada riwayat Washil bin Abdul A’la tidak ada lafaz tersebut:
حدثنا واصل بن عبد الأعلى الكوفي حدثنا ابن
فصيل عن ابيه عن سالم عن ابن عمر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم –
يقول : إن الفتنة تجيء من ها هنا وأومأ بيده نحو المشرق حيث يطلع قرن
الشيطان وأنتم يضرب بعضكم بعض رقاب بعض وإنما قتل موسى الذي قتل من آل
فرعون خطأ قال الله له : { وقتلت نفسا فنجيناك من الغم وفتناك فتونا }
Telah menceritakan kepada kami
Washil bin Abdul A’la Al Kufiy yang berkata telah menceritakan kepada
kami Ibnu Fudhail dari ayahnya dari Salim dari Ibnu Umar yang berkata
aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
“‘Sesungguhnya fitnah itu datang dari sini ia menunjukkan tangannya ke
arah timur dari arah munculya dua tanduk setan’. Kalian saling menebas
leher satu sama lain. Musaa hanya membunuh orang yang ia bunuh yang
berasal dari keluarga Fir’aun itu karena tidak sengaja. Lalu Allah ‘azza
wa jalla berfirman padanya ‘Dan kamu pernah membunuh seorang manusia,
lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan
beberapa cobaan.” [Musnad Abu Ya’la 9/383 no 5511 dishahihkan oleh Husain Salim Asad].
Jadi perkara perawi menggabungkan sanad
para syaikh-nya dengan mengambil satu matan saja dari salah satu
syaikh-nya adalah perkara yang ma’ruf dalam ilmu hadis. Jika semua
syaikh-nya itu perawi yang tsiqat tsabit maka tidak ada masalah tetapi
jika salah satu syaikh-nya dhaif atau banyak melakukan kesalahan maka
lafaz matan tersebut mengandung kemungkinan dhaif. Inilah illat [cacat]
yang ada pada riwayat Ibnu Syawdzab.
Selain itu bukti kalau hadis dengan lafaz
Iraq [riwayat Ibnu Syawdzab] tidak tsabit sampai ke Salim bin ‘Abdullah
dapat dilihat dalam hadis Muslim di atas dimana ketika Salim
mengingatkan penduduk Iraq, ia malah membawakan hadis tanduk setan dengan lafaz timur.
Kalau memang terdapat hadis tanduk setan dengan lafaz Iraq maka mengapa
pada saat itu Salim bin Abdullah bin Umar tidak menyebutkan hadis itu,
ia malah menyebutkan hadis tanduk setan dengan lafaz timur. Bukankah
sangat cocok kalau mau mengingatkan penduduk Iraq dengan hadis yang
memang mengandung lafaz Iraq?. Jadi Salim sendiri tidak mengetahui
adanya hadis tanduk setan dengan lafaz Iraq sehingga ketika ia
mengingatkan penduduk Iraq, ia malah mengutip hadis tanduk setan dengan
lafaz timur.
Kesimpulan:
Berdasarkan penjelasan di atas maka tempat yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai tempat munculnya atau datangnya fitnah adalah Najd di sebelah timur Madinah.
Hadis Najd telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih lagi tsabit
sedangkan hadis Iraq diriwayatkan dengan sanad yang tidak shahih dan
mengandung illat [cacat]. Dengan menerapkan metode tarjih maka Hadis
Najd lebih layak dijadikan pegangan sedangkan hadis Iraq tertolak dan
matannya dinilai mungkar.
Najd Bukan Iraq? : Bantahan Bagi Salafy.
Ini merupakan kelanjutan dari tulisan
kami sebelumnya yang berjudul Analisis Hadis Tanduk Setan : Najd Bukan
Iraq?. Tulisan kami tersebut ternyata ditanggapi oleh salah satu situs
salafy dan kali ini kami berusaha meluruskan bantahannya yang berkesan
“tidak paham dengan tulisan orang lain”. Sudah sewajarnya sebelum
membantah tulisan orang lain kita hendaknya memahami betul-betul tulisan
yang ingin dibantah supaya tidak terjadi pengulangan-pengulangan yang
tidak perlu. kita akan lihat bersama tanggapan orang tersebut tetapi
sebelumnya kami akan memperjelas lagi hujjah atau dalil kalau tempat
yang dimaksud sebagai fitnah itu adalah Najd. Silakan perhatikan
hadis-hadis berikut:
وحدثني حرملة بن يحيى أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب عن سالم بن عبدالله عن أبيه
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال وهو مستقبل المشرق ها إن الفتنة ههنا
ها إن الفتنة ههنا ها إن الفتنة ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepadaku Harmalah
bin Yahya yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang
berkata telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Salim bin
‘Abdullah dari ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berkata dan Beliau menghadap kearah timur “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan” [Shahih Muslim 4/2228 no 2905].
حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى
بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال صلى
رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا
ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah yang menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah
menceritakan kepada kami Abu Sa’id mawla bani hasyim yang berkata telah
menceritakan kepada kami Uqbah bin Abi Shahba’ yang berkata telah
menceritakan kepada kami Salim dari ‘Abdullah bin Umar yang berkata
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat fajar
kemudian mengucapkan salam dan menghadap kearah matahari terbit seraya bersabda “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/72 no 5410].
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا وكيع عن
عكرمة بن عمار عن سالم عن ابن عمر قال خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم
من بيت عائشة فقال رأس الكفر من ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان يعني المشرق
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Waki’
dari Ikrimah bin ‘Ammar dari Salim dari Ibnu Umar yang berkata
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari pintu rumah Aisyah
dan berkata “sumber kekafiran datang dari sini dari arah munculnya
tanduk setan yaitu timur [Shahih Muslim 4/2228 no 2905].
حدثنا مسدد حدثنا يحيى عن إسماعيل قال حدثني
قيس عن عقبة بن عمرو أبي مسعود قال أشار رسول الله صلى الله عليه وسلم
بيده نحو اليمن، فقال الإيمان يمان هنا هنا، ألا إن القسوة وغلظ القلوب في
الفدادين، عند أصول أذناب الإبل، حيث يطلع قرنا الشيطان، في ربيعة ومضر
Telah menceritakan kepada kami
Musaddad yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya dari Isma’il
yang berkata telah menceritakan kepadaku Qais bin Uqbah bin Amru Abi
Mas’ud yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengisyaratkan tangannya kearah Yaman dan berkata “Iman di Yaman disini
dan kekerasan hati adalah milik orang-orang Faddadin [arab badui yang bersuara keras] di belakang unta-unta mereka dari arah munculnya tanduk setan [dari] Rabi’ah dan Mudhar [Shahih Bukhari no 3126].
حدثنا يحيى بن يحيى قال قرأت على مالك عن
أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال
رأس الكفر نحو الشرق والفخر والخيلاء في أهل الخيل والإبل الفدادين أهل
الوبر والسكينة في أهل الغنم
Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Yahya yang berkata qara’tu ala Malik dari Abi Zanad dari Al A’raj
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
“sumber kekafiran datang dari timur, kesombongan dan keangkuhan adalah
milik orang-orang pengembala kuda dan unta Al Faddaadin Ahlul Wabar [arab badui] dan kelembutan ada pada pengembala kambing [Shahih Muslim 1/71 no 52].
حدثنا عبدالله بن عبدالرحمن أخبرنا أبو
اليمان عن شعيب عن الزهري حدثني سعيد بن المسيب أن أبا هريرة قال سمعت
النبي صلى الله عليه و سلم يقول جاء أهل اليمن هم أرق أفئدة وأضعف قلوبا
الإيمان يمان والحكمة يمانية السكينة في أهل الغنم والفخر والخيلاء في
الفدادين أهل الوبر قبل مطلع الشمس
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin ‘Abdurrahman yang berkata telah mengabarkan kepada kami
Abul Yaman dari Syu’aib dari Az Zuhri yang berkata telah mengabarkan
kepadaku Sa’id bin Al Musayyab bahwa Abu Hurairah berkata aku mendengar
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Penduduk Yaman datang,
mereka bertingkah laku halus dan berhati lembut iman di Yaman, hikmah di
Yaman, kelembutan ada pada penggembala kambing sedangkan kesombongan
dan keangkuhan ada pada orang-orang Faddadin Ahlul Wabar [arab badui] di arah terbitnya matahari [Shahih Muslim 1/71 no 52]
حدثنا موسى بن هارون ثنا عبد الله بن محمد
بوران نا الأسود بن عامر نا حماد بن سلمة عن يحيى بن سعيد عن سالم عن بن
عمر أن النبي صلى الله عليه و سلم استقبل مطلع الشمس فقال من ها هنا يطلع
قرن الشيطان وها هنا الفتن والزلازل والفدادون وغلظ القلوب
Telah menceritakan kepada kami Musa
bin Harun yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin
Muhammad Fuuraan yang berkata telah menceritakan kepada kami Aswad bin
‘Aamir yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah
dari Yahya bin Sa’id dari Salim dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menghadap ke arah matahari terbit seraya
berkata “dari sini muncul tanduk setan, dari sini muncul fitnah dan
kegoncangan dan orang-orang yang bersuara keras dan berhati kasar [Mu’jam Al Awsath Thabrani 8/74 no 8003].
Hadis riwayat Thabrani di atas sanadnya shahih. Musa bin Harun Abu ‘Imran seorang imam yang tsiqat [Su’alat Al Hakim no 229]. Abdullah bin Muhammad bin Muhaajir Fuuraan adalah sahabat Ahmad bin Hanbal seorang yang tsiqat ma’mun [Takmilat Al Ikmal Muhammad bin Abdul Ghaniy no 4757]. Aswad bin ‘Aamir seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/102]. Hammad bin Salamah seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/238]. Yahya bin Sa’id Al Anshari seorang yang tsiqat tsabit [At Taqrib 2/303].
Hadis-hadis di atas menyebutkan kalau tempat munculnya fitnah tersebut adalah timur Madinah dan arah timur yang dimaksud adalah arah matahari terbit dari Madinah. Dengan fakta ini saja maka diketahui bahwa Najd merupakan tempat yang lebih sesuai daripada Iraq karena Najd terletak di arah timur matahari terbit dari Madinah sedangkan Iraq tidak terletak di arah matahari terbit dari Madinah.
Dari hadis-hadis di atas juga diketahui kalau tempat yang dimaksud
tertuju pada kediaman orang-orang arab badui Rabi’ah dan Mudhar. Telah
ma’ruf bahwa pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Najd merupakan
kediaman orang-orang arab badui [ahlul wabar] Rabi’ah dan Mudhar
bukannya Iraq, Jadi semua hadis-hadis di atas menyiratkan kalau tempat
fitnah yang dimaksud adalah Najd. Oleh karena itu jika menerapkan metode
tarjih maka hadis Najd lebih didahulukan daripada hadis Iraq.
Hadis Ubadillah bin ‘Abdullah bin ‘Aun.
حدثنا الحسن بن علي المعمري ثنا إسماعيل بن
مسعود ثنا عبيد الله بن عبد الله بن عون عن أبيه عن نافع عن ابن عمر أن
النبي صلى الله عليه وسلم قال اللهم بارك لنا في شامنا، اللهم بارك في
يمننا، فقالها مراراً، فلما كان في الثالثة أو الرابعة، قالوا يا رسول
الله! وفي عراقنا؟ قال إنّ بها الزلازل والفتن، وبها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami Hasan
bin Ali Al-Ma’mariy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ismaail
bin Mas’ud yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin
‘Abdillah bin ‘Aun dari ayahnya, dari Naafi’ dari Ibnu ‘Umar bahwa Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Ya Allah, berikanlah keberkatan
kepada kami pada Syaam kami dan pada Yamaan kami”. Beliau [shallallaahu
‘alaihi wasallam] mengatakannya beberapa kali. Ketika beliau mengatakan
yang ketiga kali atau yang keempat, para shahabat berkata “Wahai
Rasulullah, dan juga Iraq kami?”. Beliau bersabda “Sesungguhnya di sana
terdapat kegoncangan dan fitnah, dan disanalah akan muncul tanduk
setan” [Mu’jam Al Kabiir Ath Thabrani 12/384 no 13422].
Kami sebelumnya mengatakan hadis ini tidak shahih karena
Ubaidillah telah menyelisihi dua orang perawi tsiqat yaitu Azhar bin
Sa’d dan Husain bin Hasan dimana keduanya menyebutkan lafaz Najd bukan
lafaz Iraq. Orang tersebut membantah dengan berkata
Saya katakan : Nampaknya orang ini
sedang berandai-andai dengan pemikirannya. Yang dikatakan ta’arudl
(dalam matan) dalam ilmu hadits adalah jika bertentangan dalam makna dan
tidak bisa untuk dijamak. Pengandai-andaiannya bahwa lafadh Najd dan
‘Iraq adalah bertentangan (ta’arudl) adlah sesuai dengan definisi dan
keinginannya. Bukan sesuai dengan ilmu ushul hadits dan ushul-fiqh yang
ma’ruf. Telah saya tulis sebelumnya bahwa lafadh Najd dan ‘Iraq tidak
bertentangan dan bisa dijamak. Sesuai dengan lisan dan pemahaman orang
‘Arab. Telah saya sebutkan perkataan Al-Khaththaabiy dan Al-Kirmaaniy
bagaimana makna kata ‘Najd’ bagi orang ‘Arab (bukan menurut orang
tersebut).
Sungguh orang ini patut dikasihani,
bagaimana mungkin ia bisa tidak mengerti panjang lebar hujjah kami dalam
masalah ini. Lafaz Najd dan Iraq bertentangan karena keduanya adalah nama negeri yang berbeda.
Seandainya pun kedua lafaz itu mau dijamak maka itu berarti kedua
tempat tersebut adalah tempat munculnya fitnah. Bukan seperti logika
aneh salafy yang mengatakan kalau Najd adalah Iraq. Perhatikan baik-baik hadis berikut:
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami
Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun
dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam] bersabda “Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam
kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah muncul tanduk setan” [Shahih Bukhari 2/33 no 1037].
Zahir hadis di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan Syam dan Yaman,
keduanya adalah nama Negri yang sudah ada di zaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian para sahabat bertanya bagaimana
dengan “Najd kami”. Tentu saja secara zahir maksud Najd disini
adalah nama suatu Negeri seperti halnya Syam dan Yaman. Dan telah kami
sebutkan bahwa di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
masyhur Negeri yang bernama Najd dan negri itu berbeda dengan Iraq
seperti dalam hadis berikut:
حدثنا محمد بن عبد الله بن عمار الموصلي قال
حدثنا أبو هاشم محمد بن علي عن المعافى عن أفلح بن حميد عن القاسم عن
عائشة قالت وقَّت رسول الله صلى الله عليه وسلم لأهل المدينة ذا الحُليفة
ولأهل الشام ومصر الجحفة ولأهل العراق ذات عرق ولأهل نجد قرناً ولأهل اليمن
يلملم
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Ammar Al Maushulli yang berkata telah
menceritakan kepada kami Abu Haasyim Muhammad bin ‘Ali dari Al Mu’afiy
dari Aflah bin Humaid dari Qasim dari Aisyah yang berkata Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di
Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dan Mesir di Juhfah, bagi penduduk Iraq di Dzatu ‘Irq, bagi penduduk Najd di Qarn dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam [Shahih Sunan Nasa’i no 2656].
أخبرنا قتيبة حدثنا الليث عن سعيد بن أبي
سعيد أنه سمع أبا هريرة يقول بعث رسول الله صلى الله عليه وسلم خيلا قبل
نجد فجاءت برجل من بني حنيفة يقال له ثمامة بن آثال سيد أهل اليمامة فربط
بسارية من سواري المسجد مختصر
Telah mengabarkan kepada kami
Qutaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Laits dari Sa’id
bin Abi Sa’id yang mendengar Abu Hurairah berkata Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengutus pasukan berkuda ke Najd kemudian pasukan ini datang dengan membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal pemimpin penduduk Yamamah kemudian diikat di salang satu tiang masjid, demikian secara ringkas. [Shahih Sunan Nasa’i Syaikh Al Albani no 712].
Hadis di atas bahkan menyebutkan kalau Najd yang dimaksud termasuk Yamamah yang
pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terletak tepat disebelah
timur Madinah dan yang sekarang telah menjadi daerah Riyadh dan
sekitarnya. Justru membedakan Najd dan Iraq telah sesuai dengan lisan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamdan
pemahaman para sahabat bahwa Najd dan Iraq memang kedua tempat yang
berbeda pada masa itu. Jadi tidak ada gunanya perkataan ulama yang
dicatut oleh orang salafy itu.
Kembali ke hadis riwayat Thabrani di
atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan Syam dan Yaman,
kemudian para sahabat bertanya bagaimana dengan “Iraq kami”. Anehnya
salafy langsung bisa paham kalau Iraq yang dimaksud disini adalah nama
suatu negeri tapi kalau di hadis Najd salafy jadi pura-pura tidak paham.
Salafy itu mengutip perkataan Ibnu Mandzur:
وما ارتفع عن تِهامة إِلى أَرض العراق، فهو نجد
“Semua tanah yang tinggi dari Tihaamah sampai tanah ‘Iraaq, maka itu Najd” [lihat dalam Lisaanul-‘Arab].
Bagi kami tidak ada masalah dengan
istilah itu. Najd yang ada pada hadis tanduk setan adalah nama suatu
negeri yang memang sudah masyhur dikenal sahabat sebagaimana halnya
negeri Syam dan Yaman. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para
sahabat telah membedakan Najd dan Iraq jadi tidak ada gunanya perkataan
Ibnu Mandzur disini. Apalagi kalau diperhatikan ternyata ulama lain
justru mengatakan hal yang lebih aneh yaitu Al Khaththabi [sebagaimana
yang ditulis sendiri oleh salafy itu]. Ia berkata:
نجد: ناحية المشرق، ومن كان بالمدينة كان
نجده بادية العراق ونواحيها، وهي مشرق أهلها، وأصل النجد: ما ارتفع من
الأرض، والغور: ما انخفض منها، وتهامة كلها من الغور، ومنها مكة، والفتنة
تبدو من المشرق، ومن ناحيتها يخرج يأجوج ومأجوج والدجال، في أكثر ما يروى
من الأخبار
“Najd adalah arah timur.
Dan bagi Madinah, najd-nya gurun ‘Iraaq dan sekelilingnya. Itulah arah
timur bagi penduduk Madinah. Asal makna dari najd adalah : setiap tanah
yang tinggi; sedangkan ghaur adalah setiap tanah yang rendah. Seluruh wilayah Tihaamah adalah ghaur,
termasuk juga Makkah. Fitnah muncul dari arah timur; dan dari arah itu
pula akan keluar Ya’juuj, Ma’juuj, dan Dajjaal sebagaimana terdapat
dalam kebanyakan riwayat” [I’laamus-Sunan, 2/1274].
Anehnya Al Khattabi mengatakan kalau Najd adalah arah timur dan menurut Al Khaththabi timurnya madinah adalah Iraq
maka Najd-nya madinah adalah Iraq. Pertanyaannya sejak kapan Najd yang
secara etimologi [asal kata] bermakna tanah yang tinggi berubah maknanya
menjadi “arah timur”?. Kemudian apa gunanya perkataan Ibnu Mandzur “semua tanah yang tinggi dari Tihamah sampai Iraq maka itu Najd” padahal Al Khaththabi mengatakan seluruh wilayah Tihamah adalah ghaur. Salafy itu hanya bisa bertaklid tetapi tidak bisa memahami perkataan ulama yang ia kutip.
Pada dasarnya setiap kata memiliki makna
secara etimologi tetapi selain itu ternyata ada beberapa kata yang dalam
perkembangannya berubah secara historis. Seperti halnya kata Najd
secara etimologi memang bermakna tanah yang tinggi, tetapi secara
historis maksud Najd yang ada dalam hadis Tanduk setan adalah nama suatu
negri yang masyhur saat itu yaitu Najd di sebelah timur Madinah oleh
karena itu para sahabat menisbatkannya dengan kata “Najd kami”.
Negri ini dinamakan Najd karena memang tempat tersebut adalah dataran
tinggi. Tidak hanya Najd, kata Iraq pun secara etimologi bermakna “daerah tepian” atau “daerah yang terletak diantara sungai sungai”
dan secara historis Iraq dikenal sebagai nama suatu negri karena memang
negri tersebut terletak diantara sungai sungai sehingga dinamakan Iraq.
Pada hadis tanduk setan, kata Najd dan Iraq yang dinisbatkan dengan
kata “kami” adalah nama suatu Negri bukan makna kata secara etimologi.
Kita telah buktikan kalau Najd dan Iraq yang ada di hadis Ibnu Umar adalah dua negri yang berbeda
sehingga penjamakan yang dilakukan oleh salafy itu terlalu memaksa.
Kesannya justru malah mendistorsi makna hadis tersebut. Yang
meriwayatkan dari Ibnu ‘Aun dari Nafi’ ada tiga orang yaitu Husain bin
Hasan, Azhar bin Sa’d dan Ubaidillah. Husain dan Azhar menyebutkan kalau
tempat yang dimaksud adalah Najd sedangkan Ubaidillah menyebutkan Iraq.
Ubaidillah telah menyelisihi dua orang perawi tsiqat yang meriwayatkan
dari Nafi’ sedangkan kedudukannya sendiri paling tinggi hanya dikatakan “shalihul hadits”.
Perawi seperti ini jika bertentangan dengan perawi yang lebih tsiqat
maka hadisnya tidak bisa diterima. Kaidah ini sesuai dengan yang berlaku
dalam ilmu hadis.
Hadis Ziyaad bin Bayaan.
حدثنا علي بن سعيد قال نا حماد بن إسماعيل
بن علية قال نا ابي قال نا زياد بن بيان قال نا سالم بن عبد الله بن عمر عن
ابيه قال صلى النبي صلى الله عليه و سلم صلاة الفجر ثم انفتل فأقبل على
القوم فقال اللهم بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك
لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله فسكت ثم قال اللهم
بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك لنا في حرمنا
وبارك لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله قال من ثم يطلع
قرن الشيطان وتهيج الفتن
Telah menceritakan kepada kami ‘Ali
bin Sa’id yang berkata telah menceritkankepada kami Hammaad bin
Ismaa’iil bin ‘Ulayyah yang berkata telah menceritakan kepada kami
ayahku yang berkata telah mencertakan kepada kami Ziyaad bin Bayaan
yangberkata telah menceritakan kepada kami Saalim bin ‘Abdillah bin
‘Umar dari ayahnya yang berkata Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pernah shalat shubuh, kemudian berdoa, lalu menghadap kepada
orang-orang. Beliau bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami
pada Madinah kami berikanlah keberkatan kepada kami pada mudd dan shaa’
kami. Ya Allah, berikanlah keberkatan kepada kami pada Syaam kami dan
Yaman kami”. Seorang laki-laki berkata “dan ‘Iraq, wahai Rasulullah ?”.
Beliau diam, lalu bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami
pada Madinah kami berikanlah keberkatan kepada kami pada mudd dan shaa’
kami. Ya Allah, berikanlah keberkatan kepada kami pada tanah Haram kami,
dan berikanlah keberkatan kepada kami pada Syaam kami dan Yaman kami”.
Seorang laki-laki berkata “dan ‘Iraq, wahai Rasulullah ?”. Beliau
bersabda “dari sana akan muncul tanduk setan dan bermunculan fitnah” [Mu'jam Al Awsath Ath Thabraani 4/245 no 4098].
Pada tulisan sebelumnya kami menyatakan bahwa hadis ini tidak shahih karena mengandung illat [cacat] pada Ziyaad bin Bayaan. Ziyaad bin Bayaan dikatakan oleh Adz Dzahabi “tidak shahih hadisnya”. Bukhari berkata “dalam sanad hadisnya perlu diteliti kembali”
[Al Mizan juz 2 no 2927] ia telah dimasukkan Adz Dzahabi dalam kitabnya
Mughni Ad Dhu’afa no 2222 Al Uqaili juga memasukkannya ke dalam Adh
Dhu’afa Al Kabir 2/75-76 no 522. Salafy itu menanggapi dengan berkata
Saya katakan : Ia hanya menyebutkan
jarh-nya saja. Padahal kedudukan yang benar atas diri Ziyaad bin Bayaan
adalah shaduuq lagi ‘aabid [Taqriibut-Tahdziib, hal. 343 no. 2068].
An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya (laisa bihi ba’s)”. Ibnu
Hibbaan memasukkanya dalam Ats-Tsiqaat, dan berkata : “Ia seorang syaikh
yang shaalih”. Tautsiq Ibnu Hibbaan jika dijelaskan seperti ini adalah
diterima, sebagaimana penjelasan Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy dalam
At-Tankiil.
Mengenai perkataan Nasa’i maka begitulah
yang dinukil Ibnu Hajar dalam At Tahdzib tetapi mengenai perkataan Ibnu
Hibban maka ini patut diberikan catatan. Ibnu Hibban tidak hanya
menta’dil Ziyaad bin Bayaan, Ibnu Hibban juga memasukkan nama Ziyaad bin
Bayaan dalam kitabnya Adh Dhu’afa yang memuat nama perawi dhaif menurutnya. Ibnu Hibban berkata “Ziyaad bin Bayaan mendengar dari Ali bin Nufail, dalam sanad hadisnya perlu diteliti kembali (fii isnad nazhar)” [Al Majruhin no 365].
Ibnu ‘Adiy memasukkan dalam Al-Kaamil
karena mengambl pertimbangan perkataan Al-Bukhaariy. Dan sebab
pendla’ifan Al-Bukhaariy pun dijelaskan, yaitu dengan sebab hadits
Al-Mahdiy. Al-Bukhaariy berkata : “Fii isnadihi nadhar”. Jarh ini kurang
shariih.
Perkataan salafy kalau jarh ini kurang
sharih hanyalah andai-andai dirinya yang memang tidak bisa memahami
dengan baik. Justru jarh Bukhari telah dijelaskan bahwa dalam sanad
hadis Ziyaad bin Bayaan perlu diteliti kembali [fii isnadihi nazhar]. Ziyaad bin Bayaan terbukti meriwayatkan hadis mungkar dan
kemungkarannya terletak pada sanad hadis tersebut. Hadis yang dimaksud
adalah hadis Al Mahdi dimana Ziyad bin Bayaan membawakan dengan sanad
dari Ali bin Nufail dari Ibnu Musayyab dari Ummu Salamah secara marfu’.
Hadis ini yang diingkari oleh Bukhari dan pengingkaran tersebut terletak
pada sanadnya. Ibnu Ady dalam Al Kamil dengan jelas mengatakan kalau
Bukhari mengingkari hadis Ziyad bin Bayaan ini.
Al Uqaili sependapat dengan pengingkaran
Bukhari dan menunjukkan kalau yang tsabit hadis dengan lafaz seperti itu
adalah perkataan Sa’id bin Al Musayyab bukan hadis Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam [Adh Dhu’afa Al Uqaili 2/75 no 522]. Ibnu Jauzi dalam
Al Ilal Al Mutanahiyah juga menegaskan bahwa hadis dengan lafaz seperti
itu adalah perkataan Ibnu Musayyab bukan hadis Nabi dan disini Ziyaad
bin Bayaan yang merafa’kan atau menyambungkan hadis tersebut kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi kesimpulannya Ziyaad bin Bayaan
tertuduh meriwayatkan hadis mungkar dan pengingkaran Bukhari terhadap
hadisnya justru menunjukkan kalau disisi Bukhari Ziyaad bin Bayaan
adalah seorang yang dhaif. Perkataan Bukhari ini adalah perkataan yang
tsabit bersumber darinya dan kedudukan dirinya lebih dijadikan pegangan
daripada penta’dilan Nasa’i. Apalagi telah ma’ruf dalam ilmu hadis bahwa
jarh yang mufassar lebih didahulukan dari ta’dil.
Ibnu ‘Adiy pun menyebutkan
pentautsiqan Abul-Maliih (Al-Hasan bin ‘Umar – seorang yang tsiqah) pada
Ziyaad bin Bayaan saat menyebutkan sanad hadits Al-Mahdiy; Abul-Maliih
berkata : “Telah menceritakan kepada kami seorang yang tsiqah”. Ibnu
‘Adiy menjelaskan : “Telah menceritakan kepada kami sorang yang tsiqah,
maksudnya adalah Ziyaad bin Bayaan”. Kemudian Ibnu ‘Adiy menyebutkan
sanad yang lain yang menjelaskan hal tersebut [Al-Kaamil, 4/144-145 no.
697].
Perkataan salafy ini sangat patut diberikan catatan, entah ia pura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu bahwa tautsiq Abul Maliih ini tidaklah tsabit. Ibnu Ady membawakan dengan sanad telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdurrahman bin Yazid bin ‘Aqaal Al Harrani
yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far An Nufaili yang
berkata telah menceritakan kepada kami Abul Maliih yang berkata telah
menceritakan kepada kami seorang yang tsiqah [Al Kamil 3/196. Hadis ini
tidak tsabit karena Ahmad bin Abdurrahman Al Harrani adalah seorang yang
dhaif. Adz Dzahabi memasukkannya kedalam perawi dhaif seraya mengutip
jarh Abu Arubah [Al Mughni 1/46 no 346]. Ibnu Jauzi memasukkannya dalam
Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Ibnu Jauzi no 200]. Al Haitsami berkata “riwayat Thabrani dalam Al Ausath dari syaikh-nya Ahmad bin ‘Abdurrahman bin ‘Aqaal dan dia dhaif”
[Majma’ Az Zawaid 5/65 no 8057]. Jadi tautsiq Abul Maliih disini
tidaklah benar. Apalagi penetapan kalau orang yang dimaksud Ziyaad bin
Bayaan tidak nampak dalam sanad tersebut melainkan dugaan Ibnu Adiy.
Hal yang sama pada Al-‘Uqailiy,
dimana ia memasukkan dalam Adl-Dlu’afaa dengan pijakan perkataan
Al-Bukhaariy di atas [2/430-431 no. 523]. Adz-Dzahabiy pun demikian,
yaitu menyandarkan ketidakshahihan haditsnya pada hadits Al-Mahdiy. Akan
tetapi ia memberikan penghukuman akhir terhadap Ziyaad : “Shaduuq”
[Al-Kaasyif, 2/408 no. 1671].
Al Uqaili dalam hal ini sepakat dengan Al
Bukhari dan disini ia telah menjelaskan kalau hadis Ziyaad bin Bayaan
adalah mungkar dan yang benar hadis tersebut adalah perkataan Ibnu
Musayyab. Mengenai perkataan Adz Dzahabi walaupun ia menyatakan Ziyaad
bin Bayaan shaduq ia sendiri telah menyebutkan dalam Al Mizan dan Al Mughni kalau Ziyaad bin Bayaan tidak shahih hadisnya
dan penulisannya dalam dua kitab tersebut menunjukkan kalau Adz Dzahabi
lebih cenderung dengan pendapat yang menjarh Ziyaad bin Bayaan.
Oleh karenanya, pentautsiqan
An-Nasaa’iy, Ibnu Hibbaan, dan Abul-Maliih lebih kuat dari perkataan
yang mendla’ifkannya. Kaidah mengatakan : Ta’diil lebih didahulukan
daripada jarh yang mubham.
Pentautsiqan Nasa’i adalah penukilan
sedangkan jarh Bukhari terhadap Ziyaad bin Bayaan berasal dari kitab
Bukhari sendiri. Pentautsiqan Ibnu Hibban juga bertentangan dimana ia
sendiri memasukkan Ziyaad bin Bayaan dalam kitabnya Adh Dhu’afa
sedangkan pentautsiqan Abul Maliih tidak tsabit. Tidak benar kalau jarh
terhadap Ziyaad dikatakan mubham justru jarh terhadapnya mufassar yaitu
dimana ia telah meriwayatkan hadis dengan sanad yang mungkar dan ini
telah terbukti dari riwayat-riwayat yang disebutkan oleh para ulama
seperti Al Bukhari, Al Uqaili dan Ibnu Jauzi. Mengenai pernyataan Ibnu
Hajar dalam At Taqrib kalau Ziyaad bin Bayaan seorang yang shaduq, itu
telah dikritik dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib bahwa kedudukan sebenarnya
Ziyaad bin Bayaan adalah “dhaif ya’tabaru bihi” [Tahrir At Taqrib no 2057].
Kedudukan hadis yang diriwayatkan perawi
seperti Ziyaad bin Bayaan jika bertentangan dengan hadis shahih maka
hadisnya mesti ditolak. Hadis tanduk setan yang sanadnya shahih adalah
hadis dengan lafaz Najd sedangkan hadis dengan lafaz Iraq matannya
mungkar. Sebagaimana telah kami tunjukkan bahwa di hadis shahih Najd
merupakan tempat timbulnya fitnah.
Hadis ‘Abdullah bin Syawdzab.
حدثنا محمد بن عبد العزيز الرملي حدثنا ضمرة بن ربيعة عن ابن شوذب عن توبة العنبري
عن سالم عن ابن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اللهم بارك لنا
في مدينتنا وفي صاعنا، وفي مدِّنا وفي يمننا وفي شامنا. فقال الرجل يا رسول
الله وفي عراقنا ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم بها الزلازل والفتن،
ومنها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Abdul Aziiz Ar Ramliy yang berkata telah menceritakan
kepada kami Dhamrah bin Rabi’ah dari Ibnu Syaudzab dari Taubah Al Anbariy
dari Salim dari Ibnu ‘Umar yang berkata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan kepada kami pada
Madinah kami, pada shaa’ kami, pada mudd kami, pada Yaman kami, dan pada
Syaam kami”. Seorang laki-laki berkata “Wahai Rasulullah, dan pada
‘Iraaq kami ?”. Beliau menjawab “di sana terdapat kegoncangan dan fitnah
dan di sana pula akan muncul tanduk setan” [ Ma’rifah Wal Tarikh Yaqub Al Fasawiy 2/746-747].
Mengenai hadis ini kami katakan Ibnu Syawdzab melakukan tadlis,
ia tidak mendengar hadis ini dari Taubah Al ‘Anbari. Terdapat hadis
yang menyebutkan kalau ia mendengar hadis tersebut melalui perantara.
حدثنا عبد الله بن العباس بن الوليد بن مزيد البيروتي حدثني أبي أخبرني أبي حدثني عبد الله بن شوذب حدثني عبد الله بن القاسم ومطر الوراق وكثير أبو سهل عن توبة العنبري
عن سالم بن عبد الله بن عمر عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال
اللهم بارك في مكتنا وبارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في شامنا وبارك لنا
في يمننا اللهم بارك لنا في صاعنا وبارك لنا في مدنا فقال رجل يا رسول الله
وعراقنا فأعرض عنه فرددها ثلاثا وكان ذلك الرجل يقول وعراقنا فيعرض عنه ثم
قال بها الزلازل والفتن وفيها يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin ‘Abbas bin Walid bin Mazyad Al Bayruutiy yang berkata telah
menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepadaku Abdullah
bin Syawdzab yang berkata telah menceritakan kepadaku Abdullah bin
Qasim, Mathr Al Waraaq dan Katsir Abu Sahl dari Taubah Al Anbariy
dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Ya Allah berikanlah keberkatan
kepada Mekkah kami, dan berikanlah keberkatan kepada kami pada Madinah
kami, pada shaa’ kami, pada mudd kami, pada Yaman kami, dan pada Syaam
kami”. Seorang laki-laki berkata “Wahai Rasulullah, dan pada ‘Iraaq kami
?”. Beliau menjawab “di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di
sana pula akan muncul tanduk setan” [Musnad Asy Syamiyyin Thabrani 2/246 no 1276].
Pada riwayat pertama Ibnu Syawdzab membawakan hadis dengan lafaz ‘an ‘anah dari Taubah Al ‘Anbari kemudian pada riwayat kedua
Ibnu Syawdzab membawakan hadis dengan lafaz telah menceritakan padanya
Abdullah bin Qasim, Mathr Al Waraaq dan Katsir Abu Sahl dari Taubah.
Sanad ini menjadi bukti bahwa pada riwayat pertama Ibnu Syawdzab
melakukan tadlis. Riwayat ‘an ‘an ah-nya dari Taubah ia dengar dari para
syaikh-nya.
Illat [cacat] riwayat Ibnu Syawdzab disini adalah ia
menggabungkan hadis dari ketiga syaikh-nya yaitu Abdullah bin Qasim,
Mathr Al Waraaq dan Katsir Abu Sahl dalam satu lafaz matan hadis.
Tetapi tidak disebutkan lafaz matan hadis yang ia sebutkan itu adalah
milik siapa. Apakah ketiga syaikh-nya menyebutkan dengan matan yang sama
yang mengandung lafaz Iraq atau hanya salah satu saja dari syaikh-nya
yang menyebutkan lafaz Iraq. Jika kemungkinan yang kedua maka itu
berarti Ibnu Syawdzab menggabungkan sanad hadis ketiga syaikh-nya dengan
menyebutkan matan yang mengandung lafaz Iraq. Kemungkinan ini cukup
beralasan mengingat Ibnu Syawdzab sendiri terbukti melakukan tadlis dari
hadis ini. Jika semua syaikh-nya itu tsiqat tsabit maka tidak ada
masalah dengan kemungkinan ini tetapi ternyata diantara syaikh-nya
terdapat perawi yang banyak melakukan kesalahan dalam hadis yaitu Mathr Al Waraaq
jadi terdapat kemungkinan kalau lafaz Iraq itu berasal dari kesalahan
Mathr Al Waraaq. Mengapa dikatakan kesalahan karena telah disebutkan di
awal pembahasan di atas kalau tempat yang dimaksud adalah Najd bukannya
Iraq. Jadi kemungkinan kalau perawi disini melakukan kesalahan dengan
menyebutkan lafaz Najd menjadi illat [cacat] hadis tersebut. Salafy itu
mengatakan:
Pertama, menyandarkan keterputusan
Ibnu Syaudzab dengan Taubah hanya karena Ibnu Syaudzab juga meriwayatkan
melalui perantaraan ‘Abdullah bin Al-Qaasim, Mathr, dan Katsiir bin
Sahl; dari Taubah, bukan sebab yang kuat. Alasannya, telah ma’ruf bahwa
salah satu guru/syaikh dari Ibnu Syaudzab adalah Taubah Al-‘Anbariy
[lihat : Tahdziibul-Kamaal, 15/94]. Jadi bukan satu hal yang mustahil ia
meriwayatkan dari Taubah, dan bersamaan dengan itu ia juga meriwayatkan
melalui perantaraan orang lain. Semuanya dihukumi bersambung.
Alasan yang dikemukan salafy kalau Taubah
ma’ruf dikenal sebagai syaikh-nya Ibnu Syawdzab patut diberikan
catatan. Dalam Tahdzib Al Kamal juga disebutkan kalau salah satu Syaikh
Ibnu Syawdzab adalah Hasan Al Bashri [Tahdzib Al Kamal 15/94] dan Abu
Hatim mengatakan kalau Ibnu Syawdzab tidak melihat Hasan dan tidak mendengar dari-nya
[Al Marasil Ibnu Abi Hatim 1/116 no 94]. Bagaimana mau dikatakan
syaikh-nya kalau tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar
darinya?. Jadi mengatakan Taubah ma’ruf sebagai syaikh Ibnu Syawdzab
berdasarkan penyebutan dalam Tahdzib Al Kamal bukan hujjah yang kuat.
Sejauh yang kami tahu, tidak ada hadis Ibnu Syawdzab dari Taubah Al
‘Anbari kecuali dari hadis ini dan di hadis ini ia terbukti melakukan
tadlis.
Misalnya, Hafsh bin Ghiyaats
meriwayatkan hadits puasa Syawal melalui jalan Sa’d bin Sa’iid bin Qais
[Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar 6/123 no.
2345 dan Ath-Thabaraaniy 4/136 no. 3912]. Namun, di lain kesempatan ia
juga meiwayatkan melalui perantaraan Yahyaa bin Sa’iid bin Qais.
Keduanya adalah riwayat bersambung. Hafsh bin Ghiyaats sendiri berkata :
“Kemudian aku bertemu dengan Sa’d bin Sa’iid, lalu ia menceritakan
kepadaku (hadits ini)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy 4/136 no.
3912].
Dalam contoh yang disebutkan salafy itu jelas-jelas Hafsh bin Ghiyaats mengatakan “kemudian aku bertemu Sa’d bin Sa’id lalu ia menceritakan kepadaku”.
Kalau sudah seperti ini ya mana mungkin mau dikatakan tadlis berbeda
dengan contoh yang ia sebutkan tidak ada pengakuan dari Ibnu Syawdzab
kalau ia bertemu dengan Taubah atau tidak ada Ibnu Syawdzab menyebutkan
dengan lafaz sima’ langsung dari Taubah. Riwayat Ibnu Syawdzab dari
Taubah adalah riwayat ‘an anah dan riwayat Ibnu Syawdzab dari ketiga
syaikhnya dari Taubah itu dengan lafaz sima’ langsung. Jadi dalam hadis
tanduk setan dengan lafaz Iraq, Ibnu Syawdzab terbukti melakukan tadlis.
Kasus seperti ini termasuk salah satu cara ulama untuk menetapkan
seseorang itu melakukan tadlis atau tidak.
Kedua, taruhlah kita terima bahwa
riwayat Al-Fasawiy di atas munqathi’; maka sejak kapan meriwayatkan
hadits secara munqathi’ seperti ini langsung di-ta’yin melakukan tadlis ?
Jelas beda antara irsal dan tadlis. Pensifatan tadlis itu hanya
diterima jika ada perkataan para ulama yang menjelaskan bahwa ia orang
yang melakukan tadlis.
Pernyataan salafy ini menunjukkan kalau
ia memang susah sekali untuk memahami tulisan orang dengan baik.
Sebelumnya kami mengatakan kalau Ibnu Syawdzab tidak mendengar hadis ini dari Taubah.
Apa buktinya? Buktinya adalah terdapat riwayat kalau Ibnu Syawdzab
mengambil hadis ini dengan perantaraan ketiga syaikh-nya dari Taubah.
Kami pribadi tidak pernah memastikan bahwa Ibnu Syawdzab tidak mendengar
satupun hadis dari Taubah atau Ibnu Syawdzab tidak pernah bertemu
dengan Taubah. Illat [cacat] yang kami sebutkan adalah Ibnu Syawdzab
tidak mendengar hadis ini dari Taubah. Bisa saja dikatakan kalau Ibnu Syawdzab pernah bertemu dengan Taubah Al Anbari,
tetapi ini adalah kemungkinan yang perlu dibuktikan walaupun kami
sendiri tidak menafikan kemungkinan ini. Berbeda halnya dengan salafy
yang dengan angkuhnya mengatakan kalau Taubah ma’ruf dikenal sebagai
syaikh-nya Ibnu Syawdzab padahal kemungkinan irsal tetap ada. Oleh
karena kemungkinan bertemu antara Ibnu Syawdzab dan Taubah itu masih ada
maka kami menggunakan kata-kata tadlis bukan irsal. Sangat maklum kalau
pengertian tadlis adalah seorang perawi semasa dan pernah bertemu
dengan perawi lain tetapi ia meriwayatkan suatu hadis dari perawi lain
tersebut [yang sebenarnya ia dengar melalui perantara] tetapi ia
mengatakan seolah-olah ia mengambil hadis itu langsung dari perawi lain
tersebut.
Yang lebih lucu bin ajaib adalah
perkataan salafy kalau pensifatan tadlis hanya diterima jika ada ulama
yang menjelaskan bahwa ia melakukan tadlis. Lha memangnya seorang ulama
bisa tahu si perawi melakukan tadlis dengan cara apa, wangsit dari
langit, asal tebak sesuai selera, atau sok berasa-rasa. Dalam ilmu hadis
justru disebutkan kalau salah satu cara ulama mensifatkan tadlis kepada
seorang perawi adalah dengan melihat hadis yang ia riwayatkan. Jika
terdapat riwayat bahwa ia membawakan suatu hadis dengan ‘an anah dari
seorang perawi [semasa dan pernah bertemu] dan disaat lain ia
menyebutkan riwayat dengan sima’ langsung melalui perantara dari perawi
tersebut maka orang ini dikatakan melakukan tadlis.
Kalau hanya sekedar meriwayatkan
secara maushul di satu jalan dan mursal/munqathi’ di jalan yang lain,
itu bukan tadlis namanya. Saya pingin tahu rujukannya di kitab ilmu
hadits yang menjelaskan kaedah aneh ini. Jika ini diterapkan, maka
jumlah perawi mudallis yang ditulis Ibnu Hajar dalam Ath-Thabaqaat akan
bertambah tebal dua kali lipat atau lebih.
Lha iya, saya juga pingin tahu rujukan
mana yang mengatakan seperti yang salafy katakan itu. Seharusnya salafy
itu memahami dulu tulisan orang lain dengan baik baru membantah. Jika
kasus seperti Ibnu Syawdzab ini tidak dikatakan tadlis dengan alasan mungkin saja Ibnu Syawdzab juga mendengar hadis ini dari Taubah secara langsung
maka kami katakan dengan cara seperti ini mungkin jumlah perawi
mudallis yang ditulis Ibnu Hajar dalam Ath Thabaqaat akan berkurang dua
kali lipat atau lebih. Kenapa? karena setiap perawi tidak bisa dituduh
melakukan tadlis [kecuali ia sendiri yang mengaku] bisa saja dikatakan
mungkin saja ia mendengar secara langsung. Kami perjelas kembali jika
ada suatu hadis diriwayatkan oleh seorang perawi [kita sebut A] dengan
dua kondisi
A meriwayatkan dengan ‘an anah dari B
A meriwayatkan dengan sima’ langsung dari C dari B
Maka si A dikatakan melakukan tadlis
dalam riwayat ini. Jika mau dikatakan A juga mendengar langsung hadis
ini dari si B maka harus dicari riwayat yang memang menyebutkan riwayat
A dari si B dengan lafal sima’ langsung sehingga dari sini baru kita
dapat menyebutkan kalau A mengambil hadis ini secara langsung dari B dan
C sehingga terangkatlah ia dari tuduhan melakukan tadlis dalam hadis
tersebut.
Ketiga, taruhlah kita terima bahwa
riwayat Al-Fasaawiy di atas munqathi’, justru riwayat Ibnu Syaudzaab
yang secara shaarih berkata : “Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah
bin Al-Qaasim, Mathr, dan Katsiir bin Sahl, dari Taubah Al-‘Anbariy”
menunjukkan penyambungan riwayat munqathi’ tadi.
Lha iya, justru riwayat inilah yang
langsung kita fokuskan untuk dibahas dan dikritik dengan menunjukkan
illat [cacat] yang berupa kemungkinan kesalahan perawinya yaitu Mathar Al Warraq. Riwayat Al Fasawy langsung kita palingkan pada riwayat Ibnu Syawdzab dari ketiga syaikh-nya.
Keempat, ‘Abdullah bin Al-Qaasim
adalah seorang yang shaduuq. Mathr Al-Warraaq ini adalah shaduuq, namun
banyak salahnya. Katsiir (bin Ziyaad) Abu Sahl ini adalah seorang yang
tsiqah. Ketiganya meriwayatkan dari Taubah, dari Saalim, dari Ibnu ‘Umar
secara marfuu’. Riwayat ketiganya saling menjadi saksi dengan yang
lain, sehingga tidak ragu untuk mengatakan bahwa riwayat ini shahih.
Pernyataan ini kembali membuktikan ia
tidak memahami atau tidak berniat mau memahami illat [cacat] yang kami
sebutkan. Satu hal yang harus kami tekankan kembali disini, Ibnu
Syawdzab menggabungkan ketiga sanad dari gurunya itu dalam satu sanad
hadis bukannya membawakan sanad beserta matan hadis dari guru-gurunya
secara terpisah. Pada pembahasan sebelumnya kami menunjukkan bahwa dalam penggabungan sanad seperti ini terdapat dua kemungkinan:
Ibnu Syawdzab mendengar langsung
dari ketiga Syaikhnya yaitu Abdullah bin Qasim, Mathr dan Katsir Abu
Sahl dimana ketiganya memang menyebutkan lafaz “Iraq”.
Ibnu Syawdzab mendengar langsung
dari ketiga syaikhnya dimana lafaz Iraq tersebut hanya berasal dari
salah satu Syaikhnya sehingga disini Ibnu Syawdzab menggabungkan sanad
hadis tersebut dan matan hadis yang berlafaz Iraq berasal dari salah
satu syaikhnya.
Untuk kemungkinan pertama maka benarlah
apa yang dikatakan oleh salafy itu bahwa ketiga syaikh-nya itu saling
menjadi saksi dengan yang lain. Tetapi mengenai kemungkinan kedua maka
itu tidak bisa, jika lafaz Iraq itu berasal dari Mathar Al Warraq maka
sudah jelas dhaif.
Oleh karena itu, perkataan : Illat
atau cacat yang ada pada riwayat Ibnu Syawdzab adalah tidak diketahui
dari syaikhnya yang mana lafaz Iraq tersebut berasal; tidak perlu
dihiraukan.
Silakan saja, sejak kapan salafy itu
menghiraukan argumen orang lain. Pada pembahasan sebelumnya kami telah
menunjukkan kepada pembaca contoh penggabungan sanad seperti ini, kami
tidak keberatan untuk menyebutkannya kembali.
أخبرنا أبو عبد الله الحافظ ثنا أبو علي الحسين بن علي الحافظ أنا أبو يعلى الموصلي ثنا واصل بن عبد الأعلى و عبد الله بن عمر ثنا محمد بن فضيل عن أبيه قال سمعت سالم بن عبد الله بن عمر يقول : يا أهل العراق
و ما أسألكم للصغيرة و أركبكم للكبيرة سمعت أبي عبد الله بن عمر يقول :
رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : إن الفتنة تجيء من ها هنا و أومأ
بيده نحو المشرق من حيث يطلع قرنا الشيطان و انتم يضرب بعضكم رقاب بعض و
إنما قتل موسى الذي قتل من آل فرعون خطا فقال الله عز و جل قتلت نفسا
فنجيناك من الغم و فتناك فتونا
Telah menceritakan kepada kami Abu
‘Abdullah Al Hafizh yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ali
Husain bin Ali Al Hafizh yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Ya’la Al Maushulli yang berkata telah menceritakan kepada kami Waashil bin ‘Abdul A’laa dan ‘Abdullah bin ‘Umar
berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail, dari
ayahnya yang berkata Aku mendengar Saalim bin ‘Abdillah bin ‘Umar
berkata “Wahai penduduk ‘Iraaq, aku
tidak bertanya tentang masalah kecil dan aku tidak mendorong kalian
untuk masalah besar. Aku pernah mendengar ayahku, Abdullah bin ‘Umar
berkata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam bersabda ‘Sesungguhnya
fitnah itu datang dari sini ia menunjukkan tangannya ke arah timur dari
arah munculya dua tanduk setan’. Kalian saling menebas leher satu sama
lain. Musaa hanya membunuh orang yang ia bunuh yang berasal dari
keluarga Fir’aun itu karena tidak sengaja. Lalu Allah ‘azza wa jalla
berfirman padanya ‘Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu kami
selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa
cobaan.” (Thaahaa: 40)”. [Syu’aib Al Iman Baihaqi 4/346 no 5348].
Pada hadis riwayat Baihaqi ini disebutkan bahwa Abu Ya’la menggabungkan sanad kedua syaikh-nya yaitu Abdullah bin Umar bin Aban dan Washil bin ‘Abdul A’la
dengan satu matan hadis. Padahal sebenarnya matan hadis Abdullah bin
Umar bin Aban berbeda dengan matan hadis Washil bin Abdul A’la. Hadis
riwayat Baihaqi di atas yang mengandung lafaz “wahai penduduk irak” adalah matan hadis Abdullah bin Umar bin Aban sedangkan matan hadis Washil bin Abdul A’la tidak ada lafaz “wahai penduduk irak”. Buktinya adalah apa yang tertera dalam Musnad Abu Ya’la.
حدثنا واصل بن عبد الأعلى الكوفي
حدثنا ابن فصيل عن ابيه عن سالم عن ابن عمر قال سمعت رسول الله صلى الله
عليه و سلم – يقول : إن الفتنة تجيء من ها هنا وأومأ بيده نحو المشرق حيث
يطلع قرن الشيطان وأنتم يضرب بعضكم بعض رقاب بعض وإنما قتل موسى الذي قتل
من آل فرعون خطأ قال الله له : { وقتلت نفسا فنجيناك من الغم وفتناك فتونا }
Telah menceritakan kepada kami Washil bin Abdul A’la Al Kufiy
yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail dari ayahnya
dari Salim dari Ibnu Umar yang berkata aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “‘Sesungguhnya fitnah itu datang
dari sini ia menunjukkan tangannya ke arah timur dari arah munculya dua
tanduk setan’. Kalian saling menebas leher satu sama lain. Musaa hanya
membunuh orang yang ia bunuh yang berasal dari keluarga Fir’aun itu
karena tidak sengaja. Lalu Allah ‘azza wa jalla berfirman padanya ‘Dan
kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu kami selamatkan kamu dari
kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.” [Musnad Abu Ya’la 9/383 no 5511 dishahihkan oleh Husain Salim Asad].
حدثنا عبد الله بن عمر بن أبان حدثنا محمد فضيل عن أبيه قال : سمعت سالم بن عبد الله بن عمر يقول يا أهل العراق ما أسألكم عن الصغير وأترككم للكبير !
! سمعت أبي عبد الله بن عمر يقول : سمعت رسول الله ـ صلى الله عليه و سلم ـ
يقول : الفتنة تجيء من ها هنا ـ وأومأ بيده نحو المشرق ـ وأنتم يضرب بعضكم
رقاب بعض وإنما قتل موسى ـ صلى الله عليه و سلم ـ الذي قتل من آل فرعون
خطأ قال الله { وقتلت نفسا فنجيناك من الغم وفتناك فتونا }
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Umar bin Aban
yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail dari
ayahnya yang berkata aku mendengar Salim bin Abdullah bin Umar berkata “Wahai penduduk ‘Iraaq, aku tidak bertanya tentang masalah kecil dan aku tidak mendorong kalian untuk masalah besar.
Aku pernah mendengar ayahku, Abdullah bin ‘Umar berkata Aku pernah
mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam bersabda
‘Sesungguhnya fitnah itu datang dari sini ia menunjukkan tangannya ke
arah timur dari arah munculya dua tanduk setan’. Kalian saling menebas
leher satu sama lain. Musaa hanya membunuh orang yang ia bunuh yang
berasal dari keluarga Fir’aun itu karena tidak sengaja. Lalu Allah ‘azza
wa jalla berfirman padanya ‘Dan kamu pernah membunuh seorang manusia,
lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan
beberapa cobaan.” [Musnad Abu Ya’la 9/420 no 5570 dishahihkan oleh Husain Salim Asad].
Perhatikanlah riwayat Baihaqi sebelumnya,
Abu Ya’la menggabungkan sanad hadis dimana ia mengambil hadis tersebut
dari kedua syaikhnya yaitu Abdullah bin Umar bin Aban dan Washil bin
Abdul A’la kemudian meriwayatkan dengan satu matan yang ada lafaz “wahai
penduduk Iraq”. Lafaz ini berasal dari Abdullah bin Umar bin Aban
sedangkan pada riwayat Washil bin Abdul A’la tidak ada lafaz tersebut.
Ini contoh nyata kalau seorang perawi bisa saja menggabungkan sanad para
syaikhnya dan membawakan matan salah satu syaikhnya saja. Seandainya
ini seandainya lho, Abdullah bin Umar bin Aban ini dhaif maka lafaz
tersebut “wahai penduduk Irak…” adalah dhaif. Tidak bisa dikatakan kalau
Washil bin ‘Abdul A’la menjadi saksi atas lafaz tersebut karena matan
hadis Washil tidak memuat lafaz yang dimaksud.
Kembali ke riwayat Ibnu Syawdzab dari ketiga syaikh-nya maka kami katakan tidak ada penjelasan dari Ibnu Syawdzab kalau lafaz tersebut milik syaikh-nya yang mana.
Bisa saja memang dari ketiga syaikh-nya tetapi bisa saja dari salah
satu syaikhnya. Poin kami disini kemungkinan dhaif itu ada apalagi Ibnu Syawdzab terbukti melakukan tadlis
maka bisa saja disini lafaz matan itu milik Mathar Al Waraaq tetapi
Ibnu Syawdzab menggabungkan sanadnya dengan syaikh-nya yang lain.
Anehnya, ada metode pilih-pilih
perawi saat orang itu berkata : Terdapat kemungkinan kalau riwayat Ibnu
Syawdzab dengan lafaz Iraq ini berasal dari Mathar bin Thahman Al Warraq
dan disebutkan Ibnu Hajar kalau ia seorang yang shaduq tetapi banyak
melakukan kesalahan [At Taqrib 2/187]. Mengapa harus Mathar bin Thahmaan
? Ya, karena ia adalah perawi yang paling mungkin untuk dijadikan
alasan pendla’ifan. Padahal, sanad hadits itu satu, dimana Mathar ini
diikuti (punya mutaba’ah) dari ‘Abdullah bin Al-Qaasim dan Katsiir bin
Ziyaad Abu Sahl.
Lucu sekali salafy ini, kami telah panjang lebar menjelaskan dan jelas-jelas kami katakan disitu terdapat kemungkinan kalau lafaz tersebut berasal dari Mathar Al Warraq. Kami tidak berani memastikan tetapi kami menunjukkan kemungkinan ini apalagi telah kami kutip perkataan Abu Nu’aim
كذا رواه ضمرة عن ابن شوذب عن توبة ورواه الوليد بن مزيد عن ابن شوذب عن مطر عن توبة
Begitulah riwayat Dhamrah dari Ibnu
Syawdzab dari Taubah dan telah meriwayatkan Walid bin Mazyad dari Ibnu
Syawdzab dari Mathar dari Tawbah [Hilyatul Auliya 6/133].
Perhatikan baik-baik disini Abu Nu’aim
hanya menyebutkan Mathar padahal setelah itu ia menyebutkan hadis Ibnu
Syawdzab dari ketiga syaikh-nya. Mengapa Abu Nu’aim hanya menyebutkan
Mathar dalam komentarnya di atas?. Mengapa Abu Nu’aim tidak menyebutkan
Abdullah bin Qasim dan Katsir Abu Sahl?. Abu Nu’aim pilih-pilih perawi?.
Bagi kami disini terdapat isyarat kalau matan tersebut adalah milik
Mathar Al Warraq. Kemungkinan dhaif yang kami paparkan disini menjadi
illat [cacat] karena hadis ini bertentangan dengan hadis shahih kalau
tempat keluarnya fitnah tersebut adalah Najd. Jadi pada awalnya kami
menganggap hadis Iraq matannya mungkar sehingga kemungkinan dhaif atau
illat yang seperti itu sudah cukup menjadi alasan kalau hadis tersebut
tidak bisa dijadikan hujjah.
Hadis Salim bin ‘Abdullah bin Umar.
حدثنا عبدالله بن عمر بن أبان وواصل بن
عبدالأعلى وأحمد بن عمر الوكيعي ( واللفظ لابن أبان ) قالوا حدثنا ابن فضيل
عن أبيه قال سمعت سالم بن عبدالله بن عمر يقول يا أهل العراق ما أسألكم عن الصغيرة وأركبكم للكبيرة
سمعت أبي عبدالله بن عمر يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول إن
الفتنة تجئ من ههنا وأومأ بيده نحو المشرق من حيث يطلع قرنا الشيطان وأنتم
يضرب بعضكم رقاب بعض وإنما قتل موسى الذي قتل من آل فرعون خطأ فقال الله
عز و جل له { وقتلت نفسا فنجيناك من الغم وفتناك فتونا } [ 20 / طه / 40 ]
قال أحمد بن عمر في روايته عن سالم لم يقل سمعت
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin ‘Umar bin Abaan, Waashil bin ‘Abdul A’laa, dan Ahmad bin
‘Umar Al Wakii’iy [dan lafaznya adalah lafaz Ibnu Abaan] ketiganya
berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail, dari ayahnya yang
berkata Aku mendengar Saalim bin ‘Abdillah bin ‘Umar berkata “Wahai penduduk ‘Iraaq, aku tidak bertanya tentang masalah kecil dan aku tidak mendorong kalian untuk masalah besar.
Aku pernah mendengar ayahku, Abdullah bin ‘Umar berkata Aku pernah
mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam bersabda
‘Sesungguhnya fitnah itu datang dari sini ia menunjukkan tangannya ke
arah timur dari arah munculya dua tanduk setan’. Kalian saling menebas
leher satu sama lain. Musaa hanya membunuh orang yang ia bunuh yang
berasal dari keluarga Fir’aun itu karena tidak sengaja. Lalu Allah ‘azza
wa jalla berfirman padanya ‘Dan kamu pernah membunuh seorang manusia,
lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan
beberapa cobaan.” [Thaahaa: 40]”. Berkata Ahmad bin Umar dalam
riwayatnya dari Salim tanpa mengatakan “aku mendengar” [Shahih Muslim 4/2228 no 2905].
Hadis ini shahih dan menunjukkan kalau
Salim bin ‘Abdullah bin Umar sedang mengingatkan penduduk Iraq atas
sikap mereka. Perhatikan baik-baik perkataan Salim terhadap penduduk
Iraq hanya berupa kata-kata “Wahai penduduk ‘Iraaq, aku tidak bertanya tentang masalah kecil dan aku tidak mendorong kalian untuk masalah besar”
selebihnya ia menyebutkan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
tentang fitnah sampai akhir hadis. Jadi sangat wajar kalau kami katakan
Salim sedang mengingatkan atas sikap penduduk Irak karena sikap mereka
tersebut dapat menimbulkan fitnah.
Adapun perkataannya bahwa perkataan
tabi’in tidak menjadi hujjah, maka ini bukan konteksnya. Konteks yang
berlaku di sini adalah perkataan Saalim diterima dalam penafsiran
hadits. Asal perkataan perawi terhadap hadits yang dibawakannya lebih
didahulukan daripada selainnya. Ini yang ma’ruf.
Silakan saja, sebagai suatu penafsiran
maka itu mengandung kemungkinan benar atau salah. Apalagi jika hadis
yang dimaksud terkait dengan ramalan maka penafsiran Salim tidak
bersifat mutlak. Kaidah perkataan perawi terhadap hadis yang dibawakannya lebih didahulukan
jelas tidak relevan disini karena perkara yang ada dalam hadis Salim
adalah Nubuwat atau ramalan, bisa jadi si perawi kurang memahami hadis
tersebut karena dimasa ia hidup belum nampak nubuwatnya. Diketahui dari
hadis shahih yang diriwayatkan oleh Salim sendiri bahwa arah timur yang
dimaksud dalam hadis tanduk setan adalah arah matahari terbit sedangkan Irak tidak terletak pada arah matahari terbit dari Madinah.
Berdasarkan fakta yang ada sekarang Irak terletak di arah timur laut
yang lebih dekat ke utara dari Madinah. Sejak kapan matahari terbit dari
arah ini di madinah. Silakan bagi siapa yang berminat untuk pergi ke
Madinah dan lihat dimana arah matahari terbit disana, kemudian teruslah
berjalan menelusuri arah itu. Apakah akan sampai di Irak? silakan
pembaca menjawabnya sendiri.
Lagipula terdapat hadis lain riwayat Nafi
dari Ibnu Umar kalau tempat yang dimaksud adalah Najd dan ini sesuai
dengan hadis Salim bahwa tempat tersebut terletak pada arah matahari
terbit dari Madinah. Jadi bisa saja Salim tidak mengetahui dengan tepat
arah yang dimaksud [karena keterbatasan ilmu alam saat itu] dan bisa
saja Salim tidak mengetahui hadis Najd yang diriwayatkan oleh Nafi’.
Yang ia tahu adalah hadis dengan lafaz timur sehingga ia menafsirkan
timur disini bisa termasuk Irak. Oleh karena itu kami katakan perkataan
tabiin tidak menjadi hujjah disini karena yang menjadi hujjah adalah
hadis shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Terakhir ada hadis pamungkas yang dijadikan hujjah oleh salafiyun bahwa
timur yang dimaksud Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Iraq.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا بن نمير ثنا حنظلة عن سالم بن عبد الله بن عمر عن بن عمر قال رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يشير بيده يؤم العراق ها ان الفتنة ههنا ها ان الفتنة ههنا ثلاث مرات من حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah telah menceritakan kepadaku ayahku [Ahmad bin Hanbal] yang
berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair yang berkata telah
menceritakan kepada kami Hanzalah dari Salim bin ‘Abdullah bin Umar dari
Ibnu Umar yang berkata “aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengisyaratkan tangannya ke Iraq [dan bersabda] “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, tiga kali dari arah munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/143 no 6302].
Hadis ini khata’ [salah] dan
kesalahan ini kemungkinan berasal dari Ibnu Numair [atau bisa saja
terjadi tashif]. Telah diriwayatkan dari Salim, Nafi dan Abdullah bin
Dinar dari Ibnu Umar semuanya dengan lafaz timur dan telah diriwayatkan dari jama’ah tsiqat dari Salim hadis tersebut semuanya dengan lafaz “timur” bukan Iraq bahkan Hanzalah bin Abi Sufyan sendiri juga meriwayatkan dari Salim hadis dengan lafaz timur.
Disebutkan dalam Shahih Muslim 4/2228 no 2905 dan Musnad Ahmad 2/40 no
4980 riwayat Ishaq bin Sulaiman dari Hanzalah bin Abi Sufyan dari Salim
dari ayahnya secara marfu’ dengan lafaz timur.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا إسحاق بن
سليمان سمعت حنظلة سمعت سالما يقول سمعت عبد الله بن عمر يقول رأيت رسول
الله صلى الله عليه و سلم يشير إلى المشرق أو قال إن رسول الله صلى الله
عليه و سلم يشير إلى المشرق يقول ها إن الفتنة ههنا ها إن الفتنة ههنا ها إن الفتنة ههنا من حيث يطلع الشيطان قرنيه
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata
telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Sulaiman yang berkata aku
mendengar Hanzalah berkata aku mendengar Salim berkata aku mendengar
Abdullah bin Umar berkata “aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengisyaratkan tangannya ke arah timur atau [Ibnu Umar] berkata
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan tangannya ke arah timur dan bersabda “ fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/40 no 4980].
Riwayat Ishaq bin Sulaiman Ar Razi dari
Hanzalah ini sesuai dengan riwayat shahih yang lain dimana disebutkan
dengan lafaz timur. Ishaq bin Sulaiman adalah seorang yang tsiqat dan
memiliki keutamaan [At Taqrib 1/81] sedangkan Abdullah bin Numair adalah
seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/542]. Jadi riwayat Ishaq bin Sulaiman
dari Hanzalah lebih didahulukan daripada riwayat Ibnu Numair.
Selain itu bukti kalau hadis ini khata’
adalah pada hadis Muslim dimana Salim mengingatkan penduduk Iraq, Salim
sendiri tidak mengutip hadis ini padahal hadis ini mengandung lafaz
Iraq. Salim malah membawakan hadis dengan lafaz timur yang menunjukkan
bahwa lafaz timur itulah yang tsabit sedangkan lafaz Iraq adalah
kesalahan dari perawinya. Bukankah kalau mau mengingatkan penduduk Irak
maka digunakan hadis yang memang menunjukkan kata Irak. Ada baiknya
salafy itu melihat hadis berikut:
حدثنا موسى بن إسماعيل حدثنا جويرية، عن نافع، عن عبد الله رضي الله عنه قال قام النبي صلى الله عليه وسلم خطيبا، فأشار نحو مسكن عائشة، فقال هنا الفتنة – ثلاثا – من حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami Musa
bin Ismail yang berkata telah menceritakan kepada kami Juwairiah dari
Nafi’ dari ‘Abdullah radiallahu’anhu yang berkata Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berdiri menyampaikan khutbah kemudian Beliau berisyarat menunjuk tempat tinggal Aisyah dan berkata “disini fitnah” tiga kali dari arah munculnya tanduk setan [Shahih Bukhari no 2937].
Hadis dengan lafaz seperti ini anehnya
ditolak oleh para salafiyun dengan alasan telah diriwayatkan oleh
jama’ah dengan lafaz timur dan itulah yang tsabit. Pada hadis ini
dikatakan kalau yang sebenarnya ditunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah arah timur. Kalau tempat tinggal Aisyah yang sangat
dekat itu saja bisa terjadi salah persepsi maka apalagi hadis dengan
lafaz Iraq. Karena telah ma’ruf bahwa Iraq itu terletak sangat jauh dari
Madinah. Jadi jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengarahkan
tangannya ke suatu arah maka yang dipersepsi oleh mereka yang melihat
adalah arah seperti arah timur atau barat. Jika memang tempatnya dekat
seperti rumah Aisyah ra, rumah Hafsah ra atau rumah salah satu sahabat
ra maka mereka yang melihat dapat mengetahui bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam memang menunjuk ke tempat tersebut. Tetapi jika tempat
yang dimaksud adalah Iraq yang jauh sekali dari Madinah, bagaimana
mungkin orang tahu kalau yang ditunjuk oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah Iraq padahal dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam tidak ada disebutkan Iraq, disinilah keanehan lafaz
tersebut. Sudah jelas bahwa hadis-hadis shahih dari Ibnu Umar [termasuk
riwayat Salim] menyebutkan kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengisyaratkan tangannya ke arah timur dan timur yang dimaksud disini
adalah arah matahari terbit arah munculnya tanduk setan dan sekali lagi
Irak tidak terletak pada arah matahari terbit dari Madinah.
Soal pernyataan salafy bahwa para ulama
terdahulu menjelaskan kalau tempat yang dimaksud adalah Irak maka kami
katakan terdapat juga ulama yang mengatakan kalau tempat yang ada pada
hadis fitnah itu adalah tepat di timur Madinah termasuk Najd. Kami
sebelumnya sudah mengutip pernyataan Ibnu Hibban
dimana ia setelah mengutip hadis tanduk setan menyebutkan kalau timur
yang dimaksud adalah timur madinah yaitu bahrain tempat keluarnya
Musailamah yang pertama kali membuat bid’ah di dalam islam dengan
mengaku sebagai Nabi [Shahih Ibnu Hibban 15/24 no 6648].
Kesimpulan:
Hadis
tanduk setan dengan lafaz Iraq tidaklah shahih baik dari segi matan
maupun sanad, sebagiannya dhaif dan sebagian mengandung illat.
Seandainya kita menutup mata terhadap illat [cacat] tersebut, itu tetap
saja tidak mendukung hujjah salafy. Karena itu berarti ada dua hadis
yang menunjukkan tempat munculnya fitnah yaitu Najd dan Irak. Jika kedua
hadis tersebut diterima maka ada dua tempat dimana munculnya fitnah
yang dimaksud oleh hadis tersebut yaitu Najd dan Irak. Sedangkan logika salafy kalau Najd adalah Irak
sudah jelas fallacy. Adakah salafy memahami hal ini? Tidak tidak dan
tidak, sejak kapan salafy bisa memahami logika berpikir yang baik.
Kebanyakan mereka hanya sibuk membaca kitab dan sibuk membantah
disana-sini tapi cara berpikir benar tidak dipelajari dengan baik.
Akibatnya sangat susah berdialog dengan mereka yang ngaku-ngaku salafy,
sudah ditunjukkan kalau mereka fallacy ya tetap tidak paham dan
berulang-ulang mereka membantah kembali hal yang sama.