Selasa, 01 Oktober 2013
Pengikut Syiah di desa tersebut saat ini sekitar 100 hingga 150
keluarga. Dari 12 Rukun Warga (RW) di Desa Banjaran pengikut Syiah
paling banyak berada di RW 1 dengan sebaran di RT 2, 3, dan 4. Pengikut
Sunni yang merupakan mayoritas di desa tersebut merata berada di seluruh
wilayah itu.
Meski demikian baik pengikut Sunni maupun Syiah lebih memilih
menunjukkan wajah harmonis dalam hubungan kemasyarakatan. Kedua belah
pihak menyadari ada perbedaan dalam ibadah, tetapi mereka tak ingin
memperlebar jurang perbedaan itu. Mereka juga memilih untuk bersama-sama
dalam ibadah ketika dalam konteks ada hubungan kemanusiaan.
Misalnya ada warga desa yang meninggal dari aliran apapun, pengikut
Syiah dan Sunni bersama-sama untuk melakukan shalat Jenazah hingga
proses penguburan. Tak hanya itu, mereka juga tetap menjaga kebersamaan
dengan tahlil atau doa bersama bagi jenazah. Sesepuh alirah Syiah Ahmad
Badawi (65), warga RT 3 RW 1, menjelaskan Syiah mulai ada di Desa
Banjaran pada 1980 yang dibawa Sayyid Abdul Qodir Bafaqih yang berasal
dari Kauman Desa/Kecamatan Bangsri.
’’Awalnya dari Bafaqih kemudian terus berkembang hingga sekarang. Kami
jamaah melakukan pengajian di Mushala Al Khusainiyah. Tapi, kalau urusan
kemasyarakatan kami gabung jadi satu. Bahkan seperti ada urusan
pembangunan masjid pengikut Sunni yang Syiah membantu begitu pula
sebaliknya,’’ urai Badawi.
Dia menambahkan setiap warga di Desa Banjaran sudah memahami hal itu.
Tak jarang yang satu rumah dan memiliki pertalian darah berbeda aliran.
’’Jadi satu rumah itu ada yang Syiah ada yang Sunni. Saya memiliki anak
yang nomor pertama itu juga akan dapat orang Sunni. Saya tidak ada
masalah yang penting ibadah biar Allah yang nanti menilai,’’ terangnya.
Badawi menambahkan di keluarganya sendiri juga ada perbedaan aliran.
Empat saudaranya sebagai pengikut Sunni dan ada dua orang yang menjadi
pengikut Syiah. ’’Banyak yang masih memiliki hubungan darah. Saat
Lebaran, karena saya ini termasuk yang tua di sini, maka baik Sunni
maupun Syiah datang berkunjung untuk bermaaf-maafan. Semoga kondisi di
sini bisa menjadi contoh yang baik,’’ harapnya.
Bagaimana kondisi itu bisa berjalan baik hingga sekarang dan apakah
sama sekali tak ada ketegangan? Badawi menjelaskan itu sempat terjadi di
awal dengan memegang keyakinan masing-masing. ’’Setelah berjalan satu
dua tahun hubungan dua pengikut semakin cair dan hingga sekarang,’’
tuturnya.
Hal senada disampaikan Zabidi toko dari Sunni yang merupakan ketua
Ranting Nahdhatul Ulama (NU) di Desa Banjaran. Dia menegaskan tidak ada
masalah dalam hal kemasyarakatan. Dia juga menandaskan anak-anak muda
yang ada di desa tersebut sudah paham dengan kondisi itu. ’’Karena sudah
turun temurun tidak ada permasalahan. Masing-masing pihak sudah
memahami. Selain itu juga banyak yang memiliki ikatan saudara,’’
jelasnya.
Meski memiliki talian darah, kata Zabidi, ada upaya untuk mewujudkan
wajah harmonis antara Syiah dengan Sunni di desa tersebut. Wadah yang
dibentuk para sesepuh adalah Jamiyah Muawanah. Organisasi itu adalah
untuk menampung semua aliran untuk memabahas hubungan kemasyarakatan.
’’Kalau pertemuan besar dilakukan setahun sekali dalam momentum Lebaran.
Tapi kalau pengurus inti dilakukan sebulan sekali,’’ ucapnya yang
menjadi pengurus di Bidang Kegamaan di Jamiyah Muawanah.
Dalam Jamiyah Muawanah tak ada pembedaan warga. Yang utama adalah
kepentingan bersama. Untuk mewujudkan keharmonisan organisasi ada
giliran ketua antara Syiah dan Sunni. Sementara itu, Zaenal Arifin (48),
warga RT 5 RW 1 yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kecamatan
Bangsri menambahkan jalinan baik dua aliran terjaga dengan komunikasi
yang terjaga baik.
’’Meski ada kabar soal bentrok di Sampang tidak ada masalah di sini.
Warga di sini baik-baik saja. Semua masih memiliki hubungan keluarga
untuk menjaga kerukunan. Istri saya sendiri dulunya Syiah dan sekarang
Sunni tetapi pihak keluarga istri juga ada yang Syiah. Tapi itu tidak
mengganggu hubungan keluarga,’’ katanya.
Dia menambahkan sebagai warga dan juga perangkat pemerintah berharap
kondisi itu tetap terjaga. Apalagi ada forum yang bisa digunakan untuk
memecahkan persoalan masyarakat. ’’Intinya soal kemasyarakatan
bersama-sama tapi kalau ibadah sendiri-sendiri seperti Shalat Jumat itu
mereka sendiri. Tapi kalau sudah kematian, atau kebutuhan hajat yang
lain saling membantu,’’ tandasnya.
Ini sampai Sekaran Masing tetap terjaga.
Sumber: Gusdurian.net
Post a Comment
mohon gunakan email