Upaya
untuk membenturkan sesama umat Islam dengan menciptakan konflik
sektarian tak henti-hentinya dilakukan oleh agen-agen musuh Islam
terutama dari Barat seperti CIA Amerika, MI6 Inggris dan Mossad Israel
dengan cara menyokong dan menciptakan gerakan-gerakan Islam ekstrem baik
di kalangan Sunni seperti halnya Salafi-Wahabi, juga di dalam kalangan
Syiah ekstrem yang keduanya tersebar di seluruh dunia termasuk
Indonesia.
Rencana untuk menghancurkan umat Islam dengan menciptakan konflik
sektarian antara Sunni-Syiah telah menjadi agenda global musuh-musuh
Islam. Salah satu buktinya adalah yang telah diungkap oleh media
Amerika
www.newyorker.com pada
tanggal 5 Maret 2007 dengan sebuah strategi bernama “The Redirection”,
yaitu sebuah strategi untuk menyebarkan konflik sektarian antara
Sunni-Syiah.
Strategi yang dilancarakan oleh Barat dan musuh-musuh Islam untuk
menghancurkan umat Islam dengan cara menyebarkan konflik sektarian ini
juga disampaikan oleh ulama Syiah terkemuka Sayyid Ali Khamenei dalam
sebuah pidatonya enam tahun kemudian, yaitu pada 13 September 2013 yang
mengingatkan akan bahaya saluran berita Syiah yang berbasis di
negara-negara Barat.
Syiah MI6
Sayyid Ali Khamenei menyebut mereka dengan tentara bayaran yang dibayar
untuk menyiramkan bensin hingga menciptakan konflik Sunni-Syiah. Mereka
inilah yang dikenal dengan Syiah Ekstrem atau “Syiah MI6”. Disebut MI6
mengacu agen rahasia Inggris karena dana yang digelontorkan oleh Inggris
untuk menyokong gerakan Syiah ekstrem ini seperti hanya kelompok
puritan Islamic State (ISIS) ataupun al-Qa’idah.
Kemudian keberadaan “Syiah MI6” kembali dipertegas dalam sebuah
pertemuan ulama dan Cendekiawan Muslim dari berbagai negara yang
berkumpul di Qum, Iran pada Februari lalu, untuk membahas metode
pendekatan (taqrib) di antara mazhab-mazhab Islam, khususnya dalam
mazhab Syiah.
Ayatullah Muhsin Araki sebagai
keynote speaker pada
saat itu dengan tegas mengkritik “Syiah MI6” yang gemar menghina
simbol-simbol yang dihormati oleh saudara-saudara kita dari Muslim Sunni
dan juga gemar melakukan “tathbir”, yaitu ritual memukul kepala mereka
sendiri dengan benda tajam hingga berdarah-darah dalam rangka
memperingati kesyahidan Imam Husain.
Bahaya “Syiah MI6” kembali dipertegas oleh Prof. Dr. Hasan Zamani,
Deputi Hubungan Internasional Hauzah Ilmiah Qum dan Pakar Ulumul Quran
dan Hadis dalam sebuah Seminar Islam Rahmatan Lil’alamin yang
diprakarsai oleh salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu
Nahdlatul Ulama (NU) di gedung Smesco, Jakarta bulan Oktober kemarin.
Hasan Zamani kembali menegaskan apa yang disampaikan oleh Ayatullah
Muhsin Araki, bahwa “Syiah MI6” gemar melakukan penghinaan kepada para
Sahabat Nabi untuk segaja dilimpahkan kepada mayoritas Syiah. Padahal
menurutnya, pemimpin Syiah, Sayyid Ali Khamenei telah mengeluarkan fatwa
yang melarang menghina para Sahabat Nabi. Namun “Syiah MI6” ini memang
seringkali bertentangan jalan dengan Sayyid Ali Khamenei.
Di Situs
Al-Monitor dijelaskan
bahwa mereka yang disebut dengan “Syiah MI6” adalah mereka yang
tergabung dalam ‘Shirazian’, merujuk pada pengikut Ayatullah Shadiq
Shirazi. Ulama yang berada di Qum ini mengasuh 19 stasiun TV dalam
Bahasa Persia, Arab, Inggris dan Turki. Sebagian dari stasiunnya
berpusat di Inggris, seperti TV Khadijah di Peterborough dan TV Al Zahra
di Harrow, London, Inggris.
Dalam sebuah wawancara Ayatullah Muhsin Araki di situs
www.mehrnews.com, menerangkan dan memberikan bukti hubungan antara “Syiah MI6” dengan pemerintahan Inggris.
Saat berada di Inggris, Araki menerima laporan bahwa kelompok tentara
bayaran berhasil merekrut sejumlah pemuda Syiah dan Sunni untuk operasi
intelijen mereka. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah Inggris mendukung
kelompok-kelompok tertentu di masjid-masjid universitas dan
tempat-tempat ibadah lainnya.
Semua dilakukan terencana dan sistematis. Itulah sifat dari ‘Syiah MI6’
yang didukung dan dikelola oleh mesin intelijen pemerintah.
Salah satu bukti bahwa “Syiah MI6” menjalankan agenda Barat dan musuh
Islam untuk terjadinya perpecahan dan konflik sektarian adalah ketika
pemerintah Iran mendukung program Pekan Persatuan Sunni-Syiah, jejaring
TV Shirazi justru mengkampanyekan Pekan Bara’ah. Yang mengambil istilah
dari Al-Qur’an, berarti “berlepas diri” atau memutus hubungan dengan
mereka yang dianggap kafir, termasuk sebagian sahabat yang dihormati
mayoritas umat Islam baik di kalangan Sunni maupun Syiah.
Belum lagi sepak terjang Yasser Habib, menantu Ayatullah Mujtaba
Shirazi, adik Shadiq Shirazi yang saat ini menetap di London yang kerap
tampil di TV Fadak dan kerap menyerang para sahabat dan istri Nabi. Dia
juga menulis sebuah buku
Prostitute: The Other Face of Aisha, yang dijadikan rujukan kelompok Islam ektremis lainnya untuk menyerang mayoritas muslim Syiah.
Sikap Syiah Indonesia
Syiah mayoritas di Indonesia yang direpresentasikan oleh dua Ormas,
yaitu Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) dan Ahlul Bait
Indonesia (ABI) sangat tegas menolak “Syiah MI6” ini. Hal tersebut
dibuktikan dengan penolakan mereka terhadap kedatangan Syekh Tawhidi,
seorang ulama ‘kontroversial’ yang berasal dari Australia pada awal
bulan Oktober lalu.
Sikap Ahlul Bait Indonesia (ABI) tersebut tertuang dalam siaran pers di laman website resminya
www.ahlulbaitindonesia.or.id dalam poin kedua.
“Kita
tidak dibenarkan menyelenggarakan acara bertajuk hari Al-Ghadir dengan
menghadirkan orang-orang yang diduga penghina simbol-simbol yang
dihormati kaum Muslimin. Ahlul Bait Indonesia dengan
ini berlepas diri dari gerakan dan kegiatan yang dapat mencederai
persatuan kaum Muslimin dan seluruh anak bangsa.”
Dari pernyataan sikap kedua Ormas Syiah di Indonesia tersebut,
mengindikasikan bahwa mayoritas Syiah di Indonesia bukanlah ‘Syiah MI6’
yang suka mencaci-maki sahabat serta istri Nabi ataupun menghina
simbol-simbol yang disucikan oleh saudara-saudara muslim Sunni.
Namun hal ini juga membuktikan bahwa ‘Syiah MI6’ bukan tidak ada di
Indonesia. Mereka ada dan sedang menjalankan agenda-agenda intelijen
Barat untuk menyulut api sektarian di Indonesia yang mayoritas merupakan
muslim Sunni.
Maka dari itu kita harus cerdas dan jeli untuk membedakan mana ‘Syiah
MI6’ yang tidak menginginkan persatuan Sunni-Syiah, yang mencaci maki
sahabat dan istri Nabi, serta melakukan ‘tathbir’ dan mana Syiah
Indonesia yang melarang mencaci sahabat dan istri Nabi, menyerukan
persatuan Sunni-Syiah dan mengharamkan ‘tathbir’.
(ABI-Press/Shabestan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email