Lahirnya Sang Mentari, Imam Mahdi as
Bulan Syaban telah tiba, bulan penuh berkah ini juga menjadi saksi dari kelahiran sang juru selamat dunia, Imam Mahdi as. Manusia suci ini lahir di hari Jum'at, pertengahan bulan Syaban tahun 255 H di kota Samarra, Irak. Ayah beliau Imam Hasan Askari as dan ibunya bernama Nargies. Keturunan suci Rasulullah ini dipenuhi berbagai keajaiban, mulai dari proses kelahiran hingga masa ghaibnya.
Kelahiran manusia suci ini sangat menakjubkan di mana sang ibunda tidak tampak tanda-tanda kehamilan. Rahasia hal ini cukup jelas karena khalifah Bani Abbasiyah mengetahui dari berbagai riwayat Rasulullah Saw dan para Imam bahwa Imam Hasan Askari akan memiliki seorang putra yang mengikis sendi-sendi pemerintahan zalim. Sosok yang akan menumbangkan pemerintahan arogan dan zalim serta memenuhi dunia dengan keadilan.
Oleh karena itu, mata-mata Bani Abbasiyah diperintahkan mengawasi penuh setiap gerak-gerik keluarga suci ini dengan harapan mampu mencegah kelahiran bayi yang dijanjikan oleh Allah Swt tersebut. Dengan demikian tak heran jika proses kehamilan hingga kelahiran Imam Mahdi tidak biasa dan masyarakat tidak menyadarinya. Sejatinya apa yang terjadi dengan Imam Mahdi di proses kelahirannya merupakan pengulangan dari kelahiran Nabi Musa as. Musuh-musuh Imam Mahdi juga kembali mengulang strategi Firaun.
Firaun Mesir melakukan tindakan sadis dan biadab dengan mengawasi para wanita yang tengah hamil dan membunuh setiap bayi laki-laki. Tindakan Firaun tersebut tak lebih ditujukan untuk menghancurkan Musa yang nantinya diprediksikan akan meruntuhkan pemerintahan sang Firaun. Namun di sini, Firaun tidak memahami kekuasaan Allah Swt, Sang Pencipta Alam Semesta. Allah menjaga Musa dari pembantaian dan menyelamatkannya. Prosesnya pun tak berbeda dengan kehamilan ibunda Imam Mahdi. Nabi Musa dilahirkan secara rahasia. Sementara itu, penguasa Bani Abbasiyah pun berencana membunuh Imam Mahdi. Untuk mensukseskan ambisinya ini mereka tak segan-segan mengerahkan mata-mata dan pasukan untuk mengawasi penuh Imam Hasan Askari beserta keluarganya. Namun kekuasaan Allah membuyarkan angan-angan mereka.
Saat ini Imam Mahdi telah berusia 1178 tahun. Sebagian orang mungkin tidak mempercayai hal ini, bahwa ada seseorang yang berusia hingga sedemikan lama. Namun jika kita merujuk pada kekuasaan Allah yang tidak terbatas serta Tuhanlah yang menguasai usia manusia, maka hal ini sepenuhnya dapat diterima. Ini bukan suatu mukjizat atau sesuatu yang luar biasa. Karena baik menurut rasio atau sains, Allah Swt mampu memberikan usia manusia 60 tahun menjadi 200 tahun atau lebih.
Sementara itu, menurut sains usia manusia tergantung dengan kondisi lingkungan di mana mereka hidup. Jika seseorang hidup dalam kondisi yang tepat maka ia akan berusia cukup panjang. Uniknya lagi saat ini para ilmuwan berusaha mempersiapkan kondisi seperti ini bagi manusia serta membuat usia mereka bertambah beberapa kali lipat dengan teknologi genetik.
Selain itu, sepanjang sejarah kita menemukan manusia yang berusia panjang. Berbagai ayat suci al-Quran menceritakan usia panjang sejumlah umat terdahulu. Dengan bersandar pada ayat tersebut, maka kondisi Imam Mahdi yang berusia panjang pun secara ilmiah mampu dibuktikan. Ayat-ayat tersebut seperti ayat yang berkenaan dengan Nabi Nuh as. Allah Swt di surat al-Ankabut ayat 14 berfirman,"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim."
Saat menceritakan kehidupan Nabi Yunus as, Allah Swt di surat As-Saffat berfirman,"Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit." Ayat ini membuktikan bahwa Allah Swt mampu mempertahankan hidup manusia sekalipun di tempat yang tidak terdapat sarana kehidupan, seperti di perut ikan. Selain itu, umat terdahulu rata-rata berumur panjang. Dengan demikian wajar jika Allah Swt Yang Maha Mampu dan Perkasa dapat melindungi khalifah serta penggantinya di bumi dari incaran kematian yang datangnya dari penguasa zalim Bani Abbasiyah. Untuk merealisasikan hikmahnya, Allah Swt juga memberikan usia panjang kepada Imam Mahdi as.
Tak dapat diragukan bahwa tujuan dari pengutusan para Nabi dan pemimpin Ilahi adalah membimbing dan memberi hidayah kepada manusia. Namun demikan hidayah ini akan sukses jika masyarakat telah memiliki kesiapan untuk menerimanya. Jika sebuah masyarakat tidak memiliki kesiapan tersebut maka misi para Nabi pun tidak terlalu berhasil. Pembatasan ekstra ketat terhadap Imam Hadi as dan Imam Hasan Askari as membuat beliau tidak leluasa menyampaikan misinya.
Oleh karena itu, hikmah Ilahi mengharuskan Imam keduabelas (Imam Mahdi as) harus ghaib dari masyarakat hingga umat memiliki kesiapan untuk menerima beliau. Kini muncul pertanyaan, apa fungisnya Imam selama masa ghaib ? Apa faedah yang dapat diraih masyarakat dari seorang Imam yang ghaib ? Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama harus dipahami bahwa arti dari keghaiban Imam Mahdi bukan berarti beliau berubah menjadi ruh yang tidak kasatmata atau sesuatu yang misteri. Namun sebaliknya Imam Mahdi hidup secara normal, tidak ada perubahan dalam fisik beliau menjadi sesuatu yang lain.
Imam Mahdi as hidup secara normal di tengah-tengah masyarakat, namun beliau tidak dikenal. Beliau tidak hidup di satu tempat tertentu, Imam Mahdi hidup di berbagai belahan dunia. Di saat Rasulullah Saw ditanya mengenai usia panjang Imam Mahdi as, beliau menjawab,"Saya bersumpah atas nama Allah Swt yang mengutusku sebagai Nabi, di masa keghaiban Mahdi, umat manusia dapat memanfaatkan keberadaannya dan menikmati cahaya keimamahannya sama seperti matahari ketika berada di balik awan."
Manfaat matahari tidak terbatas ketika sinarnya lansung menyinari bumi. Ketika sang menteri berada di balik awan pun masih memberikan manfaat besar bagi kehidupan alam seperti produksi panas, pertumbuhan tumbuh-tumbuhan serta produk energi untuk menggerakkan mata rantai kehidupan. Oleh karena itu, pancaran religius keberadaan Imam Mahdi meski berada di balik keghaiban memiliki berbagai dampak yang dapat dirasakan. Salah satunya adalah harapan atas kemunculan sang juru selamat yang menjadi motor penggerak bagi manusia untuk meraih masa depan yang gemilang.
Keyakinan akan konsep juru selamat di akhir zaman mampu menjadi faktor pencegah perbuatan merusak hingga munculnya Imam Mahdi.Harapan dan penantian (intizar) kemunculan Imam Mahdi selain memberikan spirit bagi manusia juga mempersiapkan jalan masa depan juga memberi manusia kekuatan stabil dan spirit ini diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya hingga masa kemunculan Imam Mahdi. Hal inilah yang membuat manusia memiliki semangat kuat untuk menentang kezaliman sepanjang masa.
Sejatinya, penantian berarti tidak puas akan kondisi yang ada. Manusia menanti kebaikan menguasai dunia. Ketika manusia memiliki keyakinan seperti ini. Penantian adalah sebuah kondisi psikologis yang memunculkan persiapan terhadap sesuatu yang dinantikan dan lawan kata dari hal itu adalah putus asa. Setiap kali penantian meningkat, maka persiapan semakin banyak. Tidakkah Anda merasakan jika menanti seseorang yang akan datang, maka akan bertambah pula persiapan Anda ketika kedatangan seseorang itu semakin dekat.
Dari sisi ini, setiap kali tingkatan penantian mengalami perbedaan maka terjadi pula perbedaan kecintaan terhadap orang yang Anda nantikan. Manakala kecintaan semakin besar maka bertambah besar pula persiapan menyambut kedatangan orang yang dicintai. Perpisahan dengan sang kekasih membuatnya sedih. Sampai-sampai orang yang menanti melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan penjagaan dirinya, dia tidak lagi merasakan apa yang menimpa dirinya dari rasa sakit ataupun tekanan yang menyayat.
Seorang mukmin yang menanti pemimpinnya, manakala penantiannya semakin besar maka semakin besar pula upaya dirinya untuk mempersiapkan baik dengan berbuat warak, berupaya sungguh-sungguh, melakukan pembenahan diri, menghindari akhlak-akhlak yang buruk, menghiasi dengan akhlak-akhlak yang terpuji sehingga ia berhasil menjumpai pemimpinnya, menyaksikan keindahannya di masa kegaibannya. Sebagaimana hal ini terjadi pada sejumlah besar orang saleh. Karena itu, para imam maksum memerintahkan para pengikut mereka, sesuai dengan yang tercantum dalam riwayat-riwayat, untuk melakukan upaya pembenahan diri dan melaksanakan segala bentuk ketaatan.
Henry Corbin, guru besar filsafat di Universitas Sorbonne Perancis dan orientalis terkenal asal Perancis mengatakan,"Menurut saya mazhab Syiah merupakan satu-satunya mazhab yang tetap menjaga interaksi hidayah antara Tuhan dan makhluk serta senantiasa menghidupkan imamah." Ia pun melakukan riset di antara Yahud dan Kristen serta menyebut imamah (hidayah Ilahi) merupakan kekhususan mazhab Syiah. "Yahudi berkeyakinan bahwa kenabian yang menjadi jembatan antara Tuhan dan alam semesta terputus dengan berakhirnya kenabian Musa as. Adapun umat Kristen meyakini al-Masih sebagai nabi terakhir. Sementara di antara umat Islam terdapat berbagai kelompok. AhlulSunnah meyakini setelah berakhirnya kenabian Muhammad Saw maka terputus pulalah hubungan antara pencipta dan makhluk. Hanya mazhab Syiahlah yang selain meyakini Muhammad sebagai nabi terakhir, masih mengakui pula wilayah (hidayah Ilahi) tidak terputus dan untuk selamanya terus terpancar," tandas Corbin.
___________________________________
Imam Mahdi as Dalam Al-Quran
Konsep Imam Mahdi as sebagai juru penyelamat adalah sebuah konsep yang sudah diterima oleh semua agama samawi, bahkan oleh semua umat manusia meskipun nama yang ditentukan untuk menyebutnya berbeda-beda. Kesepakatan konsep ini dapat kita bahas pada kesempatan yang lain.
Oleh karena itu, dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang ditafsirkan dengan keberadaan Imam Mahdi as sebagai seorang juru penyelamat. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Surah al-Qashash (28) : 5;
وَ نُرِيْدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِيْنَ اسْتُضْعِفُوْا فِي الْأَرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِيْنَ
“Dan Kami ingin memberikan anugrah kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi ini, menjadikan mereka para pemimpin, dan menjadikan mereka sebagai para pewaris.”
Secara lahiriah, ayat ini menggunakan kata kerja mudhâri’ dalam menjelaskan maksud Allah. Secara realita, janji-janji yang termaktub dalam ayat tersebut belum terealisasikan hingga sekarang. Dengan pemerintahan yang telah dibentuk oleh Rasulullah saw di Madinah yang berjalan kurang lebih selama sepuluh tahun, kami kira hal itu belum terwujudkan secara sempurna mengingat masih banyak pojok dunia yang belum pernah mencicipi lezatnya hukumnya Islam.
Menurut beberapa hadis, ayat ini mengindikasikan tentang Imam Mahdi as, bahwa semua janji Allah itu akan terwujud pada saat beliau turun ke bumi dan membentangkan sayap keadilan di atasnya. Dalam Nahjul Balâghah, Imam Ali as berkata:
لَتَعْطُفَنَّ الدُّنْيَا عَلَيْنَا بَعْدَ شِمَاسِهَا عَطْفَ الضَّرُوْسِ عَلَى وَلَدِهَا
“(Pada waktu itu), dunia akan menganugrahkan kelembutannya kepada kami setelah ia membangkang sebagaimana unta betina yang membangkang (baca: enggan memberi air susu kepada anaknya) menyayangi anaknya.”
Ibnu Abil Hadid berkata: “Para sahabat (baca: ulama) kita berpendapat bahwa beliau menjanjikan (kemunculan) seorang imam yang akan menguasai bumi dan menaklukkan seluruh kerajaan dunia.”
Dalam sebuah hadis yang lain beliau berkata: “Orang-orang tertindas di muka bumi yang termaktub di dalam al-Quran dan akan dijadikan para pewaris oleh Allah adalah kami, Ahlulbait. Allah akan membangkitkan Mahdi mereka yang akan memuliakan mereka dan menghinakan para musuh mereka.” [1]
b. Surah an-Nûr (24) : 56;
وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِيْ لاَ يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْئًا وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih untuk menjadikan mereka sebagai khalifah di muka bumi ini sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai khalifah, menyebarkan bagi mereka agama yang telah diridhainya untuk mereka secara merata dan menggantikan ketakutan mereka dengan rasa keamanan (sehingga) mereka dapat menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku. Barangsiapa ingkar setelah itu, merekalah orang-orang yang fasiq.”
Secara lahiriah, kita dapat menagkap tiga janji dari ayat tersebut:
Pertama, menjadikan mereka sebagai khalifah di atas bumi ini.
Kedua, menyebarkan agama mereka (Islam) di atas bumi secara merata sehingga dapat dinikmati oleh seluruh penduduk dunia.
Ketiga, menggantikan rasa takut mereka dengan rasa aman sehingga mereka dapat menyembah Allah dengan penuh keleluasaan dan tidak menyekutukan-Nya.
Yang jelas, semua janji itu belum pernah terwujudkan hingga sekarang. Kapankah kita pernah merasakan Islam dijalankan secara sempurna? Oleh karena itu, dalam beberapa hadis Ahlulbait as, kita akan menemukan takwil dari ayat tersebut bahwa semua janji itu akan terealisasikan pada masa kemunculan Imam Mahdi as.
Dalam tafsir Majma’ al-Bayân disebutkan bahwa Imam Ali bin Husain as pernah membaca ayat tersebut. Setelah itu beliau berkata: “Demi Allah, mereka adalah para pengikut kami Ahlulbait as. Allah akan mewujudkan semua itu dengan tangan salah seorang dari kami. Ia Adalah Mahdi umat ini, dan ia adalah orang yang disabdakan oleh Rasulullah saw: “Jika tidak tersisa dari usia dunia ini kecuali satu hari, niscaya Allah akan memanjangkannya hingga seorang dari ‘Itrahku muncul. Namanya sama dengan namaku. Ia Akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman.”[2]
Tanpa diragukan lagi pembahasan tentang mahdi as telah tertera di pelbagai sumber dan kitab-kitab Islami. Rasul saw sendiri yang mengajarkan hal tersebut. Imam Ali as dan para imam yang lain juga tidak ketinggalan, mereka senantiasa menyinggung pembahasan yang satu ini dan mengulang-ulangnya. Para ulama dan pemuka sekte-sekte islam sepanjang sejarah juga satu demi satu di segenap penjuru Negara Islam telah menulis dan menyusun buku yang tidak sedikit jumlahnya.
Dengan pelbagai hal tersebut apakah dapat dibayangkan topik dan pembahasan yang begitu populer dan urgen ini tidak tertera dalam kitab suci al-Quran? Jawaban tentu tidak. Pasti pembahasan semacam ini benih-benihnya telah terdapat di dalamnya.
Al-Quran sebatas singgungan atau secara gamblang telah menjelaskan peristiwa dan kejadian yang nantinya akan terjadi di akhir zaman seperti kemenangan kaum mukmin terhadap kaum non-mukmin. Ayat-ayat semacam ini, telah ditafsirkan oleh para mufasir-dengan mengacu pada riwayat dan poin-poin tafisiri-berkaitan dengan pemerintahan Imam Mahdi as di akhir zaman.
Al-hasil para mufasir mutaakhir menghitung dan mentahqiq jumlah ayat-ayat yang berkaitan dengan beliau as, jumlah sensaionalpun mereka dapatkan yaitu sekitar 350 ayat. Tahqiq ini dilakukan oleh Yayasan Intidhare Nur. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa metode mereka dalam pencarian tersebut adalah umum mencakup ayat-ayat yang secara gamblang menjelaskan permasalahan Mahdawiyah dan yang lain, atau ayat yang para mufasir dengan suatu hal dalam tafsiran ayat tersebut membawakan riwayat atau pembahasan Mahdawiyah.
Pada kesempatan ini, kita akan membawakan 10 ayat saja yang memiliki indikasi yang jelas terhadap permasalahan Mahdawiyah.
Ayat pertama:
وَ لَقَدْ كَتَبْنا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأَْرْضَ يَرِثُها عِبادِيَ الصَّالِحُونَ
Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya kami telah menuliskan di Zabur setelah Dzikr, bahwa dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba yang saleh” (QS 21: Anbiya : 105).
Imam Muhammad Baqir as bersabda:”hamba-hamba tuhan yang akan menjadi pewaris bumi-yang tersebut dalam ayat-adalah para sahabat Mahdi as yang akan muncul di akhir zaman.”
Syekh Thabarsi setelah menukil riwayat ini mengatakan: sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Syi’ah dan Ahlusunnah menjelaskan dan menguatkan riwayat dari Imam baqir as di atas, hadis tersebut mengatakan ‘jika usia dunia sudah tidak tersisa lagi kecuali tinggal sehari, Allah SWT akan memanjangkan hari tersebut sehingga seorang saleh dari Ahlul-baitku bangkit, dia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana dunia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman”’. Imam Abu bakar Ahmad bin Husain Baihaqi dalam buku “al-Ba’tsu wa Nutsur” telah membawakan riwayat yang banyak tentang hal ini [3] .
Dalam kitab Tafsir Ali bin Ibrahim disebutkan: Kami telah menulis di Zabur setelah zikr … semua kitab-kitab yang berasal dari langit disebut dengan Zikr. Dan maksud dari bahwa dunia akan diwarisi oleh para hamba-hamba yang saleh adalah (Mahdi) Qaim as dan para pengikutnya [4] .
Ayat kedua:
وَ نُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأَْرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوارِثِينَ
“Kami menginginkan untuk menganugerahkan kepada mereka yang tertindas, dan akan Kami jadikan para pemimpin dan pewaris dunia.” (QS 28. al-Qashash: 5).
Ayat ini sesuai dengan beberapa ungkapan Imam Ali as di dalam Nahjul balagah serta sabda para imam yang lain berkaitan dengan Mahdawiyah, dan sesungguhnya kaum tertindas yang dimaksud adalah para pengikut konvoi kebenaran yang terzalimi yang akhirnya akan jatuh ke tangan mereka. Fenomena ini puncaknya akan terwujud di akhir zaman. Sebagaimana Syekh Shaduq dalam kitab Amali menukil sabda Imam Ali as yang berkata:”ayat ini berkaitan dengan kita”.
Ayat Ketiga:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَ يُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكافِرِينَ يُجاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَ لا يَخافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ
“Wahai orang-orang yang beriman barangsiapa dari kalian berpaling (murtad) dari agamanya maka Allah SWT akan memunculkan sekelompok kaum yang Dia cinta mereka dan mereka juga mencintaiNya,” (QS. Madinah: 54)
Dalam tafsir Ali bin Ibrahim disebutkan:”ayat ini turun berkaitan dengan Qaim dan para penguikutnya merekalah yang berjuang di jalan Allah SWT dan sama sekalim tidak takut akan apapun”.
Ayat Keempat:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَْرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفاسِقُونَ
Allah SWT menjanjikan orang-orang yang beriman dari kalian dan yang beramal saleh, bahwa mereka akan dijadikan sebagai khalifah di atas muka bumi, sebagaimana Ia juga telah menjadikan para pemimpin sebelum mereka dan –Ia menjanjikan untuk menyebar dan menguatkan agama yang mereka ridhai, dan menggantikan rasa takut mereka menjadi keamanan. (QS. Nuur: 54)
Syekh Thabarsi mengatakan:”dari para Imam Ahlul bait diriwayatkan bahwa ayat ini berkaitan dengan Mahdi keluarga Muhammad saw. Syekh Abu Nadhr ‘Iyasyi meriwayatkan dari imam Ali Zainal Abidin as bahwa beliau membaca ayat tersebut setelah itu beliau bersabda:”sumpah demi Allah SWT mereka yang dimaksud adalah para pengikut kita, dan itu akan terealisasi berkat seseorang dari kita. Dia adalah Mahdi (pembimbing) umat ini. Dialah yang rasul saw bersabda tentangnya:”jika usia dunia sudah tidak tersisa lagi kecuali sehari lagi, Allah SWT akan memanjangkan hari tersebut sampai seseorang dari keluarga ku muncul dan memimpin dunia. Namanya seperti namaku (Muhammad), riwayat semacam ini juga dapat ditemukan melalui jalur yang lain seperti dari imam Muhammad Baqir as dan imam Ja’far Shadiq as”.
Aminul Islam Syekh Thabarsi mengakhiri ucapan dan penjelasannya tentan ayat ini dengan penjelasan berikut ini:”mengingat penyebarluasan agama ke seluruh penjuru dunia dan belum betul-betul global, maka pastilah janji ini akan terwujud dalam masa yang akan datang, di mana hal tersebut-globalitas agama- tidak dapat dielakan dan dipungkiri lagi”. Dan kita ketahui bahwa janji Allah tidak akan pernah hanya janji semata.
Ayat Kelima:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدى وَ دِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dialah Zat yang yang telah mengutus rasulNya dengan hidayah dan agama yang benar untuk sehingga Ia menangkan agama tersebut terhadap agama-agama yang lain, kendati para musyrik tidak menginginkannya.
Dalam kitab tafsir Kasyful Asyrar, disebutkan:
Rasul dalam ayt tersebut adalah baginda nabi Muhammad saw, sedang hidayah yang dimaksud dari ayat tersebut adalah kitab suci al-Quran dan agama yang benar itu adalah agama Islam. Allah SWT akan memangkan agama (Islam)ini, atas agama-agama yang lain, artinya tiada agama atau pedoman di atas dunia, kecuali ajaran Islam telah mengalahkannya. Dan hal ini sampai sekarang belum terwujud. Kiamat tidak akan datang kecuali hal ini terwujud. Abu Said al-Khudri menukil, bahwa Rasul saw pad suatu kesempatan menyebutkan bala dan ujian yang akan datang kepada umat Islam, ujian itu begitu beratnya, sehingga beliau mengatakan bahwa setiap dari manusia tidak dapat menemukan tempat berlindung darinya. Ketika hal ini telah terjadi, Allah SWT akan memunculkan seseorang dari keluargaku yang nantinya dunia akan dipenuhi oleh keadilan. Seluruh penduduk langit dan bumi rela dan bangga dengannya. Di masanya hujan tidak akan bergelantungan di atas langit kecuali akan turun untuk menyirami bumi, dan tiada tumbuh-tumbuhan yang ada di dasar bumi kecuali bersemi dan tumbuh. Begitu indah dan makmurnya kehidupan di masa itu sehinga setiap orang berandai-andai jika sesepuh dan sanak keluaerganya yang telah meninggal dunia kembali lagi dan merasakan kehidupan yang sedang mereka rasakan.
Referensi:
[1] Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal. 63, bab ayat-ayat yang ditakwilkan dengan Imam Mahdi as.
[2] At-Thabarsi, Majma’ al-Bayân, jilid 7, hal. 152.
[3] Tafsir Majma’ul bayan, jild 7, hal 66-67.
[4] Tafsir Nur Tsaqalain, jild 3, hal 464.
_________________________________
Tanda-Tanda Kemunculan Imam Mahdi af
Melihat singkat pada sejarah kehidupan umat manusia, tampak jelas bahwa salah satu pertanyaan umat manusia adalah bagaimana dunia ini akan berakhir. Sesekali di berbagai sudut dunia, muncul klaim bahwa usia dunia sedang berakhir. Para pendukung klaim ini membuktikan ramalan mereka melalui berbagai artikel, buku dan film. Sebagian masyarakat dunia khawatir menanti akhir zaman. Akan tetapi faktanya adalah tidak satu pun dari klaim-klaim tersebut yang terealisasi. Namun semua itu mengindikasikan pentingnya masalah akhir zaman dan seluruh peristiwa di dalamnya bagi umat manusia. Akar dari masalah kiamat itu kembali pada agama-agama samawi.
Akhir zaman, sama seperti sebutannya, adalah berakhirnya sebuah periode dan perubahan dari satu periode ke periode baru. Kiamat dalam agama berkaitan dengan sebuah periode yang di dalamnya terjadi berbagai peristiwa besar dan aneh yang menggambarkan akhir kehidupan dengan bentuk seperti saat ini di muka bumi. Diharapkan bahwa dengan berlalunya akhir zaman, akan dimulai era baru dengan kondisi yang jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya. Begitu juga disebutkan bahwa pada periode itu akan muncul seseorang yang akan memusnahkan kezaliman dan kemunkaran serta mewujudkan keadilan di muka bumi.
Akhir zaman tidak jelas kapan akan terjadi dan tidak dapat diprediksi. Ilmu masa depan hanya di tangan Allah Swt dan hanya Dia yang menyingkap hakikat ini bagi para nabi dan wali-Nya agar menjadi bukti atas kebenaran dan kemukjizatan mereka. Oleh karena itu, berbagai riwayat Islam secara tegas melarang penentuan masa akhir zaman dan kemunculan sang juru selamat. Namun ada satu cara yang dapat digunakan untuk meraba dekatnya masa kiamat yaitu dengan memperhatikan tanda-tanda yang telah dijelaskan oleh para nabi dan pemimpin agama.
Dalam berbagai riwayat dan hadis dari para pemimpin agama Islam, disebutkan tanda-tanda kiamat akhir zaman dan kemunculan sang juru selamat. Secara keseluruhan, tanda-tanda kemunculan Imam Mahdi af terbagi menjadi dua kategori, pasti dan tidak pasti. Maksud dari tanda-tanda pasti adalah yang jika terjadi, maka memberikan kabar gembira kemunculan sang juru selamat. Adapun tanda-tanda tidak pasti adalah yang jika terjadi, bisa menjadi pertanda kemunculan beliau atau tidak demikian. Sebuah riwayat dari Imam Ja'far as-Sadiq as dalam hal ini menyebutkan, "Seruan langit merupakan pertanda pasti, keluarnya (seorang jahat bernama) Sufyani adalah pertanda pasti, tangan yang (merupakan manifestasi kekuatan Allah Swt) dan terbit di langit merupakan pertanda yang pasti, terbunuhnya Nafs al-Zakiyah dan peristiwa sangat mengerikan pada bulan Ramadhan yang akibatnya membuat semua orang heran, panik dan takut, adalah termasuk dari pertanda yang pasti."
Akan tetapi sejumlah pertanda akhir zaman yang lain bersifat lebih umum. Termasuk di antaranya adalah menjauhnya masyarakat dari agama, memudarnya keyakinan mereka kepada Allah Swt dan spiritualitas. Sebagai dampaknya, kondisi kezaliman, kesewenang-wenangan, peperangan dan pertumpahan darah, ketidakadilan, agresi, kemunkaran, serta berbagai bencana alam seperti banjir, gempa, badai, kekeringan dan lain-lain. Kondisi ini mengingatkan kita pada hadis terkenal tentang kemunculan Imam Mahdi af bahwa beliau akan muncul di saat bumi telah dipenuhi dengan kezaliman.
Salah satu pertanda yang disebutkan dalam riwayat mengenai kondisi dunia sebelum kemunculan Imam Mahdi af adalah meluasnya kemunkaran dan kebobrokan dalam masyarakat seperti kumpul kebo, hubungan sesama jenis, nudisme, korupsi, riba, suap dan lain-lain. Ketika itu, degradasi sosial dan runtuhnya struktur kekeluargaan, kecanduan, ketimpangan sosial, dan korupsi pemerintahan sangat menonjol.
Sayang sekali, dewasa ini, banyak televisi satelit dan media internet mengumbar tayangan-tayangan yang sangat tidak pantas serta banyak masyarakat yang sudah tidak lagi memperhatikan masalah pendapatan halal dan hanya mengacu pada keuntungan lebih banyak melalui cara-cara haram. Pada era ini, perang, pertumpahan darah dan kematian sangat meluas. Pada era ini, kaum laki-laki berpenampilan seperti kaum hawa, sementara kaum perempuan berpenampilan seperti laki-laki. Pernikahan sesama jenis juga meluas.
Berbagai kerusakan lain yang terjadi pada akhir zaman adalah jauhnya jarak masyarakat dari para ulama yang saleh. Menjaga agama pada era ini sangat sulit sekali. Rasulullah Saw dalam hal ini bersabda, " Akan datang satu masa untuk umatku di mana mereka lari dari para ulama seperti kambing lari dari serigala dan orang yang bersabar menjaga imannya seperti menjaga api menyala di tangannya. Pada masa itu, para penguasa berpijak pada kesewenang-wenangan, para ulama mereka pada ketamakan, para hamba mereka pada riya, para penguasa mereka pada riba dan para perempuan mereka pada perhiasan duniawi... mereka melihat para ulama dengan busana yang baik dan al-Quran dengan lantunan merdu dan mereka beribadah kepada Allah Swt hanya di bulan Ramadhan." (Kashif al-Astar fi Tarjumati Jamiul Akhbar hal 183)
Rasulullah Saw juga menjelaskan kecenderungan masyarakat pada materialisme di akhir zaman dan bersabda, "Akan datang satu masa atas umatku di mana agama mereka akan menjadi dirham (uang) mereka dan perempuan sebagai kiblat mereka. Demi emas dan perak, mereka akan ruku' dan bersujud. Mereka selalu dalam kondisi terkesima dan terlena. Mereka tidak bermazhab Islam dan tidak beraliran Kristen." (Mustadrak al-Wasail, jilid 11, hal 379). Maksud dari menjauhnya masyarakat dari agama dan meluasnya materialisme, bukan berarti tidak ada orang yang beragama dan beriman, melainkan ada kelompok-kelompok orang beragama yang menanti kemunculan Imam Mahdi af.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa pada akhir zaman, Irak dan syam (meliputi Suriah, Lebanon, Palestina dan Yordania) akan menjadi transformasi politik penting. Para penguasa kejam Irak menjelang kemunculan Imam Mahdi af akan memulai perang dari titik itu. Imam Ali as dalam hal ini mengatakan, "...mereka meruntunhkan benteng-benteng, menaklukkan Irak, menjawab setiap akhlak dengan pertumpahan darah. Pada masa itu, kemunculan imam zaman (Imam Mahdi af) dinanti... terjadi berbagai peristiwa memilukan dan menyedihkan..." (Bisharatul Islam hal 74)
Dalam transformasi lain, Sufyani, seorang keji dan haus darah, setelah kudeta di Syam akan menaklukkan Irak. Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah mengatakan, "Seperti aku melihatnya (Sufyani) berteriak di Syam dan dengan panji-panjinya berkeliling di sekitar Kufah dan menyerang warga Kufah seperti onta yang tidak patuh (pada tuannya). Dia akan memenuhi muka bumi dengan kepala-kepala terpenggal. Mulutnya menganga, langkahnya berat, wilayah pengaruhnya luas dan sangat seram. Demi Allah, dia akan menyerakkan kalian ke sana dan ke sini sampai tidak ada yang tersisa dari kalian kecuali seperti celak (abu)."(Nahjul Balaghah 138)
Pada era ini, kezaliman dan kemunkaran telah meluas dan banyak manusia tak berdosa di muka bumi yang terbunuh. Hati-hati manusia telah mendingin dan tidak ada lagi yang peduli untuk membatu yang terzalimi.
Merujuk pada riwayat, maka kondisi Iran pada masa kemunculan Imam Mahdi af dapat digambarkan dengan bahwa kondisi sosial Iran pada masa itu bergerak menuju perjuangan kebenaran dan mempersiapkan diri menyambut kemunculan Imam Mahdi af. Dalam sebuah riwayat dari Imam Jafar as-Shadiq as disebutkan, "Dengan cepat Kufah akan terkosongi dari orang-orang mukmin dan ilmu pengetahuan seperti ular yang bersembunyi di sarangnya, mereka mengungsi dari kota itu, kemudian ilmu akan muncul di kota bernama Qom; kota itu adalah tambang ilmu dan keutamaan. Peristiwa ini terjadi menjelang kemunculan Imam Mahdi af... ilmu akan tersebar dari Qom ke berbagai kota di Timur dan Barat dan hujjah akan sempurna bagi para penghuni bumi sedemikian rupa sehingga tidak ditemukan satu orang pun di muka bumi ini yang agama dan ilmu tidak sampai padanya. Kemudian setelah itu, Qaim (Imam Mahdi af) akan bangkit dan membalaskan balasan Allah Swt dan murka-Nya kepada para hamba-Nya (yang zalim), karena Allah Swt tidak mengijinkan balasan (azab) terhadap hamba-hamba-Nya kecuali seluruh hujjah telah sempurna." (Biharul Anqar jilid 57 halaman 213).
Benar, al-Quran dan berbagai riwayat mutawatir Islam, telah mengabarkan umat manusia akan sebuah masa depan cerah yang di dalamnya hanya ada kemakmuran dan merupakan manifestasi kecil dari kehidupan sorga di bumi. Pada masa itu, kekuasaan dunia diambil dari para penjahat dan diserahkan kepada manusia yang layak dan beriman pilihan Allah Swt. Pemerintahan berada di tangan sang juru selamat dunia, Imam Mahdi af, untuk menyebarluaskan keadilan dan kemanusiaan di muka bumi.
___________________________________
Hadith Thaqalain (Hadith dua perkara yang berharga)
Sabda Nabi SAW:"Sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian thaqalain (dua perkara yang berharga) Kitab Allah dan itrah Ahlu l-Baitku. Sekiranya kalian berpegang kepada kedua-duanya nescaya kalian tidak akan sesat selepasku selama-lamanya."
Hadith ini telah mencapai kemuncak kemasyhurannya sehingga sumber-sumber rujukannya tidak dapat dipertikaikan lagi. Hadith ini telah diriwayatkan oleh Sunnah dan Syi'ah serta mereka mengakui kesahihannya. Malah ianya diketahui oleh segenap lapisan masyarakat dan dihafal oleh orang yang tua dan muda, alim dan jahil. Lantaran itu ianya hampir sampai had kemutawatirannya.
Meskipun perawi-perawinya tidak sepakat mengenai nas hadith ini, tetapi perselisihan pendapat itu tidak akan menambahkan matlamatnya sehingga ia tidak akan menjadi alasan bagi penakwilannya dan tidak akan menjadi sebab bagi melepaskan diri dari beban pengertiannya.
Tetapi perselisihan menyaksikan apa yang diperkatakan bahawa Rasulullah SAW telah bercakap mengenai pengertian hadith yang mulia ini di beberapa tempat dengan menjaga menyatuan makna serta matlamatnya.
Sebagaimana bilangan perawi-perawi di dalam hadith ini dan berbagai cara periwayatannya menggambarkan kepada kita bahawa ianya telah berlaku di beberapa tempat. Di antaranya berlaku di Haji Wida', di Hari Wida', di Hari Arafah ketika perhimpunan orang ramai, di Hari Ghadir Khum sebagaimana di dalam khutbahnya. Ianya berlaku ketika Nabi SAW sedang gering dan ketika berwasiat kepada ummatnya.
Di sini aku kemukakan kepada anda wahai pembaca yang budiman sebahagian daripada nama-nama pemuka Ahlu s-Sunnah yang meriwayatkan hadith thaqalain di dalam sahih-sahih, musnad-musnad, sunan-sunan, tafsir-tafsir, sirah-sirah, tarikh-tarikh mereka seperti berikut:
Muslim di dalam Sahihnya mengutip sabda Nabi SAW: Aku tinggalkan kepada kalian Thaqalain (dua perkara yang berharga) pertamanya Kitab Allah padanya petunjuk dan cahaya. Oleh itu ambillah kalian dengan Kitab Allah dan peganglah kepadanya. Aku peringatkan kalian kepada Allah tentang Ahlu l-Baitku ini.
Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya daripada Sa'id al-Khudri daripada Nabi SAW bersabda: Aku hampir dipanggil (oleh Tuhanku) dan aku segera menyahutinya. Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian al-Thaqalain (dua perkara yang berharga) Kitab Allah dan 'Itrahku. Kitab Allah adalah tali yang terbentang daripada langit ke bumi dan 'Itrahku Ahlu l-Baitku. Sesungguhnya Allah SWT memberitahuku tentang kedua-duanya. Sesungguhnya kedua-duanya tidak akan berpisah sehingga dikembali kepadaku di Haudh. Maka kalian jagalah baik-baik kedua peninggalanku itu.
Al-Muttaqi al-Hindi meriwayatkan hadith ini di dalam Kanz al-Ummal. Sementara al-Turmudhi di dalam Sahihnya daripada Jabir bin Abdullah al-Ansari dia berkata: Aku melihat Rasulullah SAWAW di Haji Wida' hari Arafah ketika beliau berada di atas unta dan bersabda: Wahai manusia! Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian, jika kalian mengambilnya nescaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya: Kitab Allah dan 'Itrah Ahlu l-Baitku. Al-Turmudhi berkata: Hadith ini diriwayatkan oleh Abu Dhar, Abu Sa'id, Zaid bin Arqam dan Huzaifah bin Usayd.
Al-Turmudhi juga meriwayatkannya daripada Zaid bin Arqam bahawa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian selama kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan sesat selepasku. Salah satunya lebih besar daripada yang lain: Kitab Allah merupakan tali yang terbentang daripada langit dan bumi dan 'Itrah Ahlu l-Baitku. Kedua-duanya tidak akan berpisah sehingga kedua-duanya dikembalikan di Haudh. Kalian jagalah baik-baik dan bagaimana kalian memperlakukan kedua-dua peninggalanku. Al-Turmudhi selepas mengeluarkan hadith ini menyatakan bahwa hadith ini adalah hadith Hasan.
Al-Tabari di dalam Dhakha'ir al-'Uqba, al-Hakim di dalam al-Mustadrak daripada Zaid bin Arqam, sesungguhnya Nabi SAW bersabda semasa Haji Wida': Sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian Thaqalain (dua perkara yang berharga) salah satunya lebih besar dari yang lain; Kitab Allah dan Itrahku. Oleh itu jagalah kedua-duanya peninggalanku itu. Sesungguhnya kedua-duanya itu tidak akan berpisah sehingga dikembalikan di Haudh. Al-Hakim selepas mengemukakan hadith ini menyatakan bahawa hadith ini adalah sahih menurut syarat Bukhari dan Muslim. Juga al-Dhahabi di dalam Talkhisnya.
Al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi' al-Mawaddah meriwayatkan daripada Imam al-Ridha AS bahawa beliau berkata tentang itrah: Mereka disabdakan Rasulullah SAW: Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang berharga: Kitab Allah dan 'itrah Ahlu l-Baitku. Sesungguhnya kedua-duanya tidak akan berpisah sehingga kedua-duanya dikembalikan di Haudh. Dan jagalah baik-baik kedua-dua peninggalanku itu. Wahai manusia, janganlah kalian mengajar mereka kerana mereka lebih mengetahui daripada kalian. Ibn Kathir telah meriwayatkan hadith ini di dalam Tafsirnya.
Ibn Hajr di dalam Sawa'iqnya bab kesebelas menyatakan bahawa hadith ini telah diriwayatkan dengan banyak. Ketahuilah bahawa hadith Thaqalain telah diriwayatkan oleh lebih daripada dua puluh sahabat. Ada yang menyatakan ianya berlaku di Haji Wida' di Arafah, ada yang menyatakan di Madinah ketika Rasulullah SAW sedang gering di mana biliknya dipenuhi oleh para sahabat. Ada yang menyatakan ianya berlaku selepas beliau pulang dari Taif. Walau bagaimanapun ianya tidak menjadi halangan jika beliau mengulangi hadith tersebut di tempat-tempat yang berlainan kerana penekanan beliau yang serius terhadap Kitab Allah dan 'itrahnya yang suci.
Al-Ya'qubi di dalam Tarikhnya menyatakan bahawa Nabi SAW bersabda: Aku melintasi kalian ketika kalian dibentangkan di hadapan Haudh. Sesungguhnya aku akan bertanya kepada kalian ketika kalian dikembalikan kepadaku tentang Thaqalain. Dan lihatlah bagaimana kalian memperlakukan kedua-dua peninggalanku. Mereka bertanya: Apakah Thaqalain (dua perkara yang berharga) wahai Rasulullah SAW? Beliau menjawab: Yang pertama adalah yang paling besar iaitu Kitab Allah (berada) 'di tangan' Allah dan di tangan kalian. Justeru itu kalian berpeganglah dengannya. Janganlah kalian menjadi sesat, dan janganlah kalian menukarnya dan kedua 'itrah Ahlu l-Baitku.
Al-Darimi telah menyebutkannya di dalam al-Sunan, al-Nasa'i di dalam al-Khasa'is dan al-Khanji al-Syafi'i di dalam Kifayah al-Talib. Abu Nua'im al-Isfahani di dalam al-Hilyah, Ibn al-Kathir al-Jazari di dalam Usd al-Ghabah, Ibn Abd Rabbih di dalam al-Iqd al-Farid, Ibn al-Jauzi di dalam Tadhkirah al-Khawwas, al-Halabi al-Syafi'i di dalam Insan al-'Uyun, Fakhruddin al-Razi di dalam Mafatih al-Ghaib, al-Nisaburi di dalam Tafsirnya, al-Khazin di dalam Tafsirnya, Ibn Abi l-Hadid di dalam Syarh Nahj al-Balaghah, Syablanji di dalam Nur al-Absar, Ibn Sibaqh al-Maliki di dalam Fusul al-Muhimmah, dan al-Baghawi al-Syafi'i di dalam Masabih al-Sunnah.
Sayyid Syarafuddin RH menyatakan di dalam bukunya al-Muraja'at (Dialog Sunnah - Syi'ah) bahawa buku-buku sahih yang mewajibkan berpegang kepada Thaqalain (dua perkara berharga) adalah Mutawatir, dan ianya telah diriwayatkan oleh lebih dua puluh sahabat. Di mana Rasulullah SAW telah bersabda di tempat yang banyak, di hari Ghadir Khum, hari Arafah di Haji Wida', selepas kembalinya dari Taif, di atas mimbar masjidnya di Madinah dan akhirnya di dalam biliknya semasa sakitnya. Bilik di waktu itu dipenuhi oleh para sahabat. Beliau bersabda: Wahai manusia! Hampir nyawaku diambil dengan cepat, dia (Izra'il) sedang datang kepadaku. Dan sesungguhnya aku telah mengemukakan kepada kalian kitab Allah 'Azza Wa Jalla dan 'Itrah Ahlul Baitku. Kemudian beliau mengambil tangan 'Ali lalu mengangkatnya sambil bersabda: Ini 'Ali bersama al-Qur'an, dan al-Qur'an bersama 'Ali kedua-duanya tidak akan berpisah sehingga kedua-duanya kembali kepadaku di Haudh.
Anda mengetahui perkataan khutbah SAW di hari itu tidaklah berhenti dengan perkataan ini sahaja, tetapi sayangnya politik telah membelenggukan lidah-lidah pakar-pakar hadith, dan menahan pena penulis-penulis. Meskipun titisan yang sedikit (ini) dari lautan itu dan serpihan yang kecil dari keseluruhannya adalah memcukupi. al-Hamdulillah. Sayyid Hasyim al-Bahrani dalam Ghayat al-Muram menyatakan bahawa hadith Thaqalain telah diriwayatkan dengan tiga puluh sembilan cara menurut Ahlu l-Sunnah dan lapan puluh dua cara menurut Syi'ah daripada Ahlu l-Bait AS.
Ayatullah al-'Uzma Sayyid Mir Hamid Husain al-Nisaburi telah menyebutkan hadith Thaqalain di dalam bukunya 'Abaqat. Dia telah meriwayatkannya daripada hampir dua ratus para ulama yang besara daripada berbagai mazhab bermula tahun 102 Hijrah berakhir tahun 113 Hijrah, daripada para sahabat lelaki dan perempuan meriwayatkan hadith yang mulia ini daripada Nabi SAW.
Aku berkata: Seorang yang insaf akan membuat kesimpulan bahawa hadith Thaqalain jelas menunjukkan kekhalifahan Amiru l-Mukminin dan anak-anak lelakinya semua sebelas orang imam maksum AS kerana Nabi SAW telah menyamakan mereka dengan Kitab al-Qur'an. Al-Qur'an adalah rujukan yang pertama bagi ummat Islam, tanpa dipertikaikan lagi sejak permulaan dakwah sehingga akhir dunia. Demikian juga 'Ali dan kesebelas orang anak-anaknya AS akan mengakhiri dunia ini sepertilah al-Qur'an kerana beliau telah menjadikan dua khalifahnya di dunia ini. Dan kedua-duanya tidak akan berpisah sehingga kedua-duanya dikembalikan kepadanya di Haudh di hari kiamat. Dan beliau telah menjadikan berpegang kepada kedua-duanya sebagai syarat untuk tidak menjadi sesat. Dan sesiapa yang berpaling daripada kedua-duanya akan binasa kerana beliau menyamakan Ahlu -Baitnya dengan kitab Allah dan memerintahkan umatnya supaya berpegang kepada kedua-duanya sekali. Lantaran itu seorang itu tidak harus berpegang kepada salah satu daripada keduanya.
Justeru itu setiap mukallaf mesti berpegang kepada Thaqalain. Bukan hanya kepada Kitab Allah sahaja tanpa 'itrah dan bukan al-'itrah sahaja tanpa Kitab Allah. Oleh itu berpegang kepada kedua-dua sekali kerana ianya merupakan satu ikatan yang tidak dapat dipisahkan kerana 'itrah adalah lisan yang bercakap untuk kitab yang membisu. Justeru itu kita tidak dinilai sekiranya kita berpegang kepada Kitab Allah tanpa menurut cara mereka. Kerana mengetahui ayat-ayat muhkam, mutasyabih, nasikh dan mansukh dan lain-lain, tidak tepat selain daripada penerangan dan penjelasan mereka. Lantaran itu berpegang kepada kedua-duanya akan menjamin kejayaan seseorang. Dan penentang terhadap kedua-duanya atau salah satu daripadanya akan membawa kepada kebinasaan dan kerugian. Kerana Allah SWT telah memerintahkan orang ramai supaya berpegang kepada kedua-duanya. Rasulullah SAW tidak menyuruh orang ramai untuk melakukan sesuatu dengan sia-sia dan tidak menegah sesuatu dengan sia-sia. Kerana beliau tidak bercakap dengan hawa nafsunya malah dengan wahyu yang diwahyukan kepadanya. Oleh itu berpegang kepada Kitab Allah dan 'itrah yang suci adalah satu kewajipan bagi menjamin kejayaan manusia seluruhnya dengan nikmat yang abadi.
Sayyid Syarafuddin al-Musawi di dalam Muraja'atnya menegaskan bahawa mafhum sabda Nabi SAW: Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian sekiranya kalian berpegang kepadanya, kalian tidak akan sesat selamanya; Kitab Allah dan 'itrahku. Iaitu orang yang tidak berpegang kepada kedua-duanya adalah berada di dalam kesesatan. Sebagaimana diperkuatkan oleh Hadith Nabi SAW: Janganlah kalian mendahului kedua-duanya nescaya kalian akan binasa dan janganlah kalian mengabaikan kedua-duanya nescaya kalian juga akan binasa. Dan janganlah kalian mengajar mereka kerana mereka itu lebih mengetahui daripada kalian.
Ibn Hajr berkata tentang sabdanya SAW di dalam al-Sawa'iqnya:"Janganlah kalian mendahului kedua-duanya, maka kalian akan binasa atau janganlah kalian mengabaikan kedua-duanya, nescaya kalian akan binasa. Dan janganlah kalian mengajar mereka kerana mereka lebih mengetahui daripada kalian, adalah dalil ke atas orang yang layak di kalangan mereka untuk memegang jawatan yang tinggi di dalam agama. Dan mereka diutamakan daripada orang lain. Aku berpendapat: Rasulullah SAW menamakan Thaqalain kerana kedua-duanya mempunyai nilai yang tinggi. Lantaran itu pakar-pakar bahasa mengatakan setiap yang bernilai tinggi itu thiqal. Kerana berpegang kepada kedua-duanya bukanlah perkara yang mudah. Atau kerana beramal dengan kedua-duanya adalah berat sebagaimana telah dinyatakan oleh Ibn Hajr dalam al-Sawa'iq Muhriqah bab wasiat Nabi SAW. Ini menunjukkan bahawa khilafah dan imamah adalah untuk mereka Ahlu l-Bait AS. Sebagaimana kata seorang penyair:
Mereka menyamai Kitab Allah yang bisu, sedangkan mereka adalah kitab yang bercakap.
Dari hadith Thaqalain ini menunjukkan kemaksuman Ahlu l-Bait AS sepertilah kemaksuman al-Qur'an yang tidak syak pada kemaksumannya kerana perintah Nabi SAW kepada ummatnya supaya merujuk kepada mereka selepasnya. Oleh itu segala urusan tidak akan diselesaikan melainkan oleh orang yang telah dipelihara dari kesalahan dan dosa. Dan dalil kemaksuman mereka ialah sabitnya kekhalifahan dan imamah untuk mereka. Justeru itu kemaksuman adalah menjadi syarat di dalam Khilafah dan Imamah. Dan orang yang selain daripada mereka tidaklah maksum secara ijmak.
Pengganti Nabi SAW kepada 12 orang
Hadith-hadith yang menghadkan pengganti Nabi SAW kepada dua belas orang
Hadith-hadith yang menghadkan pengganti-pengganti Nabi SAW kepada dua belas orang, telah diriwayatkan oleh jumhur ulama Muslimin Sunnah dan Syi'ah di dalam Sahih-sahih dan Musnad-musnad mereka.
Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadya meriwayatkan hadith ini daripada Sya'bi daripada Masruq berkata:"Kami berada di sisi 'Abdullah bin Mas'ud yang sedang memperdengarkan bacaan al-Qur'an kepada kami. Tiba-tiba seorang lelaki bertanya kepadanya: Wahai Abu 'Abdu r-Rahman! Adakah anda telah bertanya Rasulullah SAW berapakah ummat ini memiliki khalifah?" Abdullah bin Mas'ud menjawab:"Tiada seorangpun bertanya kepadaku mengenainya semenjak aku datang ke Iraq sebelum anda." Kemudian dia berkata:"Ya! Sesungguhnya kami telah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenainya. Maka beliau menjawab:"Dua belas (khalifah) seperti bilangan naqib Bani Israil."
Di dalam riwayat yang lain Ahmad bin Hanbal meriwayatkan daripada Jabir bin Samurah, sesungguhnya dia berkata:"Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda semasa Haji Wida':"Urusan agama ini masih pada zahirnya di tangan penentangannya dan tidak akan dihancurkan oleh orang-orang yang menyalahinya sehingga berlalunya dua belas Amir, semuanya daripada Quraisy."
Muslim di dalam Sahihnya meriwayatkan daripada Jabir bin Samurah sesungguhnya dia berkata:"Aku bersama bapaku berjumpa Nabi SAW, Maka aku mendengar Nabi SAW bersabda:"Urusan 'ini' tidak akan selesai sehingga berlaku pada mereka dua belas khalifah." Dia berkata: Kemudian beliau bercakap dengan perlahan kepadaku. Akupun bertanya bapaku apakah yang diucapkan oleh beliau? Dia menjawab:"Semuanya daripada Quraisy."
Muslim juga meriwayatkan di dalam Sahihnya daripada Nabi SAW beliau bersabda:"Ugama sentiasa teguh sehingga hari kiamat dan dua belas khalifah memimpin mereka, semuanya daripada Quraisy. Di dalam riwayat yang lain "Urusan manusia berlalu dengan perlantikan dua belas lelaki dari Quraisy," "Sentiasa Islam itu kuat sehingga kepada dua belas khalifah daripada Quraisy" dan "Sentiasa ugama ini kuat dan kukuh sehingga dua belas khalifah daripada Quraisy"
Al-Turmudzi di dalam al-Sunannya mencatat hadith tersebut dengan lafaz amir bukan khalifah.
Sementara al-Bukhari di dalam Sahihnya meriwayatkannya daripada Jabir bin Samurah bahawa Nabi SAW bersabda:"Selepasku ialah dua belas amir." Maka beliau berucap dengan perkataan yang aku tidak mendengarnya. Bapaku memberitahuku bahawa beliau bersabda:"Semuanya daripada Quraisy."
Al-Muttaqi al-Hindi di dalam Kanz al-Ummal, meriwayatkan bahawa Nabi SAW bersabda:"Selepasku akan (diikuti) oleh dua belas khalifah."
Ibn Hajr di dalam al-Sawa'iq al-Muhriqah meriwayatkan daripada Jabir bin Samurah bahawa Nabi SAW bersabda:"Selepasku akan (dikuti) dua belas amair semuanya daripada Quraisy."
Al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi' al-Mawaddah mencatat riwayat daripada Jabir bin Samurah sesungguhnya dia berkata:"Aku bersama bapaku di sisi Nabi SAW beliau bersabda:"Selepasku dua belas khalifah." Kemudian beliau merendahkan suaranya. Maka akupun bertanya bapaku mengenainya. Dia menjawab: Beliau bersabda:"Semuanya daripada Bani Hasyim."
Samak bin Harb juga meriwayatkannya dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan daripada al-Sya'bi daripada Masruq daripada Ibn Mas'ud bahawa sesungguhnya Nabi SAW telah menjanjikan kita bahawa selepasnya dua belas khalifah sama dengan bilangan naqib Bani Isra'il. Dan dia berkata di dalam bab yang sama bahawa Yahya bin al-Hasan telah menyebutkannya di dalam Kitab al-Umdah dengan dua puluh riwayat bahawa khalifah-khalifah selepas Nabi SAW adalah dua belas orang. Semuanya daripada Quraisy. Al-Bukhari telah menyebutkannya dengan tiga riwayat, Muslim sembilan riwayat. Abu Daud tiga riwayat, al-Turmudhi satu riwayat dan al-Humaidi tiga riwayat.
Pengkaji-pengkaji menegaskan bahawa hadith-hadith tersebut menunjukkan bahawa khalifah-khalifah selepas Nabi SAW ialah dua belas orang. Dan maksud hadith Nabi SAW ialah dua belas orang daripada Ahlu l-Baitnya. Kerana tidak mungkin dikaitkan hadith ini kepada khalifah-khalifah yang terdiri daripada bilangan mereka kurang daripada dua belas orang. Dan tidak mungkin dikaitkan dengan khalifah-khalifah Bani Umaiyyah kerana bilangan mereka melebihi dua belas orang dan kezaliman mereka yang ketara selain daripada 'Umar bin Abdu l-Aziz. Tambahan pula mereka bukan daripada Bani Hasyim. Di dalam riwayat yang lain beliau memilih Bani Hasyim di kalangan Quraisy dan memilih Ahlu l-Baitnya di kalangan Bani Hasyim.
Di dalam riwayat 'Abdu l-Malik daripada Jabir bahawa Nabi SAW telah merendahkan suaranya ketika menyebutkan Bani Hasyim kerana 'mereka' tidak menyukai Bani Hasyim. Hadith ini juga tidak boleh dikaitkan dengan khalifah-khalifah Bani 'Abbas kerana bilangan mereka melebihi bilangan tersebut. Dan mereka tidak mengambil berat tentang firmanNya "Katakan!" Aku tidak meminta upah daripada kamu kecuali mencintai keluargaku," sebagaimana juga mereka tidak menghormati hadith al-Kisa'. Justeru itu, hadith tersebut mestilah dikaitkan dengan dua belas Ahlu l-Baitnya kerana merekalah orang yang paling alim, warak, takwa, paling tinggi keturunan dan ilmu-ilmu mereka adalah daripada datuk-datuk mereka yang berhubungkait dengan datuk mereka Rasulullah SAW dari segi warisan dan hikmah. Mereka pula dikenali oleh para ilmuan. Oleh itu apa yang dimaksudkan oleh hadith tersebut ialah dua belas Ahlu l-Bait Rasulullah SAW. Ianya diperkuatkan oleh hadith thaqalain, hadith al-Safinah, hadith al-Manzilah dan lain-lain.
Al-Qunduzi al-Hanafi juga telah meriwayatkan hadith daripada Jabir dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:"Akulah penghulu para Nabi dan 'Ali adalah penghulu para wasi. Dan sesungguhnya para wasi selepasku ialah dua belas orang, pertama 'Ali dan yang akhirnya Qaim al-Mahdi."
Hadith-hadith yang menerangkan bahawa merekalah para wasi Rasulullah SAW di dalam buku-buku Ahlu l-Sunnah adalah banyak, dan ianya melebihi had mutawatir. Ini tidak termasuk hadith-hadith riwayat Syi'ah. Umpamanya hadith daripada Salman RD berkata: Aku berjumpa Nabi SAW dan Husain berada di atas dua pahanya. Nabi SAW sedang mengucup dahinya sambil berkata:'Anda adalah Sayyid bin Sayyid dan adik Sayyid. Anda adalah imam bin imam dan adik imam. Anda adalah Hujjah bin Hujjah dan adik Hujjah dan bapa hujjah-hujjah yang sembilan. Dan yang kesembilan mereka ialah Mahdi al-Muntazar."
Al-Hamawaini al-Syafi'i di dalam Fara'id al-Simtin, meriwayatkan daripada 'Ibn Abbas berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:"Aku , Ali, Hasan, Husain dan sembilan daripada anak-anak Husain adalah disuci dan dimaksumkan."
Ibn 'Abbas juga meriwayatkan bahawa Nabi SAW bersabda:"Wasi-wasiku, hujjah-hujjah Allah ke atas makhlukNya dua belas orang, pertamanya saudaraku dan akhirnya ialah anak lelakiku (waladi)." Lalu ditanya Rasulullah siapakah saudara anda wahai Rasulullah? Beliau menjawab:'Ali. Dan ditanya lagi siapakah anak lelaki anda? Beliau menjawab: al-Mahdi yang akan memenuhi bumi ini dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana ianya dipenuhi dengan kerosakan dan kezaliman. Demi Tuhan yang mengutusku dengan kebenaran sebagai kegembiraan dan peringatan, sekiranya dunia ini tinggal hanya satu hari lagi nescaya Allah akan memanjangkannya sehingga keluar anak lelakiku al-Mahdi. Kemudian diikuti oleh 'Isa bin Maryam. Beliau akan mengerjakan solat di belakang anak lelakiku. Dunia pada ketika itu berseri dengan cahaya Tuhannya dan pemerintahannya meliputi Timur dan Barat.
Al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi' al-Mawaddah bab 95 meriwayatkan bahawa Jabir bin 'Abdullah berkata: Rasulullah SAW bersabda: Wahai Jabir! Sesungguhnya para wasiku dan para imam selepasku pertamanya 'Ali kemudian Hasan kemudian Husain kemudian 'Ali bin Husain kemudian Muhammad bin 'Ali al-Baqir. Anda akan menemuinya wahai Jabir sekiranya anda mendapatinya, maka sampailah salamku kepadanya. Kemudian Ja'far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja'far, kemudian 'Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin 'Ali, kemudian 'Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin 'Ali. Kemudian al-Qa'im namanya sama dengan namaku dan kunyahnya sama dengan kunyahku, anak Hasan bin 'Ali. Dengan beliaulah Allah akan 'membuka' seluruh pelusuk bumi di Timur dan di Barat, dialah yang ghaib dari penglihatan. Tidak akan percaya kepada imamahnya melainkan orang yang telah diuji hatinya oleh Allah SWT. Jabir berkata: Wahai Rasulullah! Adakah orang ramai boleh mengambil faedah darinya ketika ghaibnya? Beliau menjawab:"Ya! Demi yang mengutuskan aku dengan kenabian sesungguhnya mereka mengambil cahaya daripada wilayahnya ketika ghaibnya, seperti orang mengambil faedah dari matahari sekalipun ianya ditutupi awan." Ini adalah di antara rahsia-rahsia ilmu Allah yang tersembunyi. Justeru itu rahsiakanlah mengenainya melain kepada orang yang ahli.
Di dalam Yanabi' al-Mawaddah bab 76 daripada Jabir al-Ansari berkata: Junda; bin Janadah berjumpa Rasulullah SAW dan bertanya kepada beliau beberapa masalah. Kemudian dia berkata: Beritahukan kepadaku wahai Rasulullah tentang wasi-wasi anda selepas anda supaya aku berpegang kepada mereka. Beliau menjawab: Wasi-wasiku dua belas orang. Lalu Jundal berkata: Begitulah kami dapati di dalam Taurat. Kemudian dia berkata: Namakan mereka kepadaku wahai Rasulullah. Maka beliau menjawab:"Pertamanya penghulu dan bapa kepada wasi-wasi adalah 'Ali. Kemudian dua anak lelakinya Hasan dan Husain. Justeru itu berpeganglah kepada mereka dan janganlah kejahilan orang-orang yang jahil itu memperdayakan anda. Kemudian 'Ali bin Husain Zaina l-Abidin Allah akan mematikan anda ('Ali bin Husain) dan menjadikan air susu sebagai bekalan terakhir di dunia ini."
Jundal berkata: Kami telah mendapatinya di dalam Taurat dan di dalam buku-buku para Nabi AS seperti Iliya, Syibra dan Syabir. Maka ini adalah nama 'Ali, Hasan dan Husain, maka imam selepasnya dipanggil Zaina l-Abidin selepasnya anak lelakinya Muhammad, dipanggil al-Baqir. Selepasnya anak lelakinya Ja'far dipanggil al-Sadiq. Selepasnya anak lelakinya Musa dipanggil al-Kazim. Selepasnya anak lelakinya 'Ali dipanggil al-Ridha. Selepasnya anak lelakinya 'Ali dipanggil al-Naqiyy al-Hadi. Selepasnya anak lelakinya Hasan dipanggil al-Askari. Selepasnya anak lelakinya Muhammad dipanggil al-Mahdi al-Qa'im dan al-Hujjah. Beliau ghaib dan akan keluar memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana ianya dipenuhi dengan kefasadan dan kezaliman. Alangkah beruntungnya bagi orang-orang yang bersabar semasa ghaibnya. Dan alangkah beruntungnya bagi orang-orang yang bertaqwa terhadap Hujjah mereka. Dan mereka itulah orang yang disifatkan oleh Allah di dalam firmanNya (Surah al-Baqarah(2): 2-3"Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa iaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib." Kemudian beliau membaca (Surah al-Mai'dah(5):56)"Sesungguhnya parti Allahlah yang pasti menang."Beliau bersabda: Mereka itu adalah daripada parti Allah (hizbullah).
Al-Hamawaini di dalam Fara'id al-Simtin telah meriwayatkan hadith ini dan dinukilkan oleh al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi' al-Mawaddah bab 76 dengan sanad daripada Ibn 'Abbas dia berkata: Seorang Yahudi bernama Na'thal datang kepada Rasulullah SAWAW dan berkata: Wahai Muhammad! Aku akan bertanya anda beberapa perkara yang tidak menyenangkan hatiku seketika. Sekiranya anda dapat memberi jawapan kepadaku nescaya aku akan memeluk Islam di tangan anda. Beliau SAWAW bersabda:"Tanyalah wahai Abu 'Ammarah.' Dia bertanya beberapa perkara sehingga dia berkata: Beritahukan kepadaku tentang wasi anda siapa dia? Tidak ada seorang Nabi melainkan ada baginya seorang wasi. Dan sesungguhnya Nabi kami Musa bin 'Imran telah berwasiatkan kepada Yusyu' bin Nun. Maka Nabi SAW menjawab"Sesungguhnya wasiku ialah 'Ali bin Abi Talib, selepasnya dua anak lelakinya Hasan dan Husain kemudian diikuti oleh sembilan imam daripada keturunan Husain.' Dia berkata: Namakan mereka kepadaku. Beliau menjawab:'Apabila wafatnya Husain, maka anaknya 'Ali apabila wafatnya 'Ali, anaknya Muhammad, Dan apabila wafatnya Muhammad, anaknya Ja'far. Apabila wafatnya Ja'far anaknya Musa. Apabila wafatnya Musa, anaknya Ali. Apabila wafatnya Ali, anaknya Muhammad. Apabila wafatnya Muhammad, anaknya 'Ali. Apabila wafatnya 'Ali anaknya Hasan. Apabila wafatnya Hasan, anaknya Muhammad al-Mahdi. Mereka semua dua belas orang....."Akhirnya lelaki Yahudi tadi memeluk Islam dan menceritakan bahawa nama-nama para imam dua belas telah tertulis di dalam buku-buku para Nabi yang terdahulu, dan ia termasuk di antara apa yang telah dijanjikan oleh Musa AS.
Al-Hamawaini di dalam Fara'id al-Simtin meriwayatkan sanadnya kepada Abu Sulaiman penjaga unta Rasulullah SAW, dia berkata:"Aku mendengar Rasulullah SAWAW bersabda:"Di malam aku diperjalankan atau dibawa ke langit, Allah SWT berfirman:"Rasul mempercayai apa yang telah diturunkan kepadanya oleh TuhanNya."Aku bersabda: Mukminun. Dia menjawab: Benar. Allah SWT berfirman lagi: Wahai Muhammad! Kali pertama Aku memerhatikan ahli bumi, Aku memilih anda. Aku menamakan anda dengan salah satu daripada nama-namaku. Oleh itu dimana sahaja Aku diingati, anda diingati bersama. Akulah al-Mahmud dan andalah Muhammad. Kemudian Aku memerhatikannya kali kedua, maka Aku memilih 'Ali. Maka Aku menamakannya dengan namaku. Wahai Muhammad! Aku telah menjadikan anda dari Aku dan menjadikan 'Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan imam-imam daripada keturunan Husain daripada cahayaKu. Akupun membentangkan wilayah mereka kepada seluruh ahli langit dan bumi. Sesiapa yang menerimanya akan berada di sisiKu sebagai Mukminin. Dan sesiapa yang mengingkarinya akan berada di sisiKu sebagai kafirin. Wahai Muhammad! Sekiranya seorang daripada hamba-hambaKu beribadat kepadaKu tanpa terhenti-henti kemudian mendatangiKu dalam keadaan mengingkari wilayah kalian, nescaya Aku tidak mengampuninya. Allah SWT berfirman lagi kepada Nabi SAW: Adakah anda ingin melihat mereka? Beliau menjawab: Ya! Wahai Tuhanku. Dia berfirman: Lihatlah di kanan 'Arasy, maka aku dapati 'Ali, Fatimah, Hasan, Husain, 'Ali bin Husain, Muhammad bin 'Ali, Ja'far bin Muhammad, Musa bin Ja'far, 'Ali bin Musa, Muhammad bin 'Ali, 'Ali bin Muhammad, Hasan bin 'Ali dan Muhammad al-Mahdi bin Hasan. Mereka diibaratkan bintang-bintang yang bersinar di kalangan mereka. Kemudian Dia berfirman lagi: Mereka itulah hujjah-hujjah ke atas hamba-hambaKu, mereka itulah wasi-wasi anda. Dan al-Mahdi adalah daripada 'itrah anda. Demi kemuliaanKu dan kebesaranKu, dia akan membalas dendam terhadap musuh-musuhKu."
Muwaffaq bin Ahmad al-Hanafi di dalam Manaqibnya meriwayatkan daripada Salman daripada Nabi SAW, sesungguhnya beliau bersabda kepada Husain:"Andalah imam anak lelaki seorang imam, saudara kepada imam, bapa kepada sembilan imam. Dan yang kesembilan daripada mereka ialah Qaim mereka (al-Mahdi AS).
Begitulah juga Syahabuddin al-Hindi di dalam Manaqibnya telah menerangkan sanadnya daripada Nabi SAW bahawa beliau bersabda:"Sembilan imam adalah daripada anak cucu (keturunan) Husain bin 'Ali dan yang kesembilan mereka adalah Qaim mereka (imam al-Mahdi al-Muntazar AS).
Al-Hamawaini al-Syafi'e meriwayatkan di dalam Fara'id al-Simtin bahawa Nabi SAW bersabda: "Siapa yang suka berpegang kepada ugamaku dan menaiki bahtera kejayaan selepasku, maka hendaklah dia mengikuti 'Ali bin Abi Talib, memusuhi seterunya dan mewalikan walinya kerana beliau adalah wasiku, dan khalifahku ke atas ummatku semasa hidupku dan selepas kewafatanku. Beliau adalah imam setiap muslim dan amir setiap mukmin, perkataannya adalah perkataanku, perintahnya adalah perintahku. Larangannya adalah laranganku. Pengikutnya adalah pengikutku. Penolongnya adalah penolongku. Orang yang menjauhinya adalah menjauhiku."
Kemudian Nabi SAW bersabda lagi: Sesiapa yang menjauhi 'Ali selepasku, dia tidak akan 'melihatku.' Dan aku tidak melihatnya di hari kiamat. Dan siapa yang menentang 'Ali, Allah haramkan ke atasnya syurga dan menjadikan tempat tinggalnya di neraka. Siapa yang menjauhi 'Ali, Allah akan menjauhinya di hari kiamat. Di hari itu akan didedahkan segala-galanya dan sesiapa yang menolong 'Ali, nescaya Allah akan menolongnya.
Kemudian beliau bersabda lagi: Hasan dan Husain kedua-duanya adalah imam ummatku selepas bapa mereka berdua adalah penghulu-penghulu pemuda syurga. Ibu kedua-duanya adalah penghulu para wasi. Dan sembilan imam adalah daripada anak cucu Husain. Dan yang kesembilan mereka adalah Qaim mereka (imam al-Mahdi). Mentaati mereka adalah ketaatan kepadaku. Mendurhakakan mereka adalah mendurhakaiku. Kepada Allah aku mengadu bagi orang yang menentang kelebihan mereka, dan menghilangkan kehormatan mereka selepasku. Cukuplah bagi Allah sebagai wali dan penghulu kepada 'itrahku, para imam ummatku. Pasti Allah akan menyiksa orang yang menentang hak mereka."Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali."(Al-Syuara'(26): 227).
Ayatullah al-'Uzma al-Hulli di dalam bukunya Kasyf al-Haq telah menerangkan sebahagian daripada hadith dua belas khalifah dengan riwayat yang bermacam-macam. Seorang musuh ketatny bernama Fadhl bin Ruzbahan al-Nasibi adalah orang yang paling kuat menentang Ahlu l-Bait AS, di dalam jawapan kepadanya mengakui bahawa apa yang disebutkan oleh Allamah al-Hulli mengenai dua belas khalifah adalah Sahih dan telah dicatat di dalam buku-buku Sahih Ahlu s-Sunnah.
Aku berkata: Riwayat hadith dua belas imam daripada Nabi SAW adalah terlalu banyak. Kami hanya menyebutkan sebahagian kecil daripada buku-buku Ahlu s-Sunnah wa l-Jama'ah yang mencatatkan hadith tersebut. Seperti al-Bayan karangan al-Hafiz al-Khanji, Fasl al-Khittab karangan Khawajah Faris al-Hanafi, Arba'in karangan Syeikh As'ad bin Ibrahim al-Hanbali, Arba'in karangan Ibn Abi l-Fawarith dan lain-lain buku Ahlu s-Sunnah. Adapun riwayat Syi'ah mengenainya adalah tidak terhitung banyaknya.
Sayyid Hasyim al-Bahrani di dalam bukunya Ghayah al-Maram telah menjelaskan hadith dua belas imam sebanyak enam puluh riwayat dengan sanad-sanadnya menurut metod Ahlu s-Sunnah wa l-Jama'ah. Tujuh riwayat daripada buku Manaqib Amiru l-Mukminin AS karangan Maghazali al-Syafi'i, dua puluh tiga riwayat daripada Fara'id al-Simtin karangan al-Hamawaini, satu riwayat daripada Fusul al-Muhimmah karangan Ibn al-Sibagh al-Maliki dan satu riwayat daripada Syarh Nahj al-Balaghah karangan Ibn Abi l-Hadid.
Aku berkata: Sesungguhnya aku telah mengkaji risalah karangan Syaikh Kazim 'Ali Nuh RH berjodol Turuq Hadith al-A'immah min Quraisy, hlm. 14. Dia berkata bahawa 'Allamah Sayyid Hasan Sadr al-Din di dalam bukunya al-Durar al-Musawiyyah Fi Syarh al-'Aqa'id al-Ja'fariyyah telah mengeluarkan hadith dua belas khalifah daripada Ahmad bin Hanbal sebanyak tiga puluh empat riwayat. Hadith ini telah dikeluarkan juga oleh al-Bukhari, Muslim, al-Humaidi, beberapa riwayat Razin di dalam Sahih Sittah, riwayat al-Tha'labi, Abu Sa'id al-Khudri, Abu Bardah, Ibn Umar, Abdu r-Rahman Ibn Samurah, Jabir, Anas, Abu Hurairah, Ibn 'Abbas, 'Umar bin al-Khattab, 'Aisyah, Wa'ilah dan Abi Salma al-Ra'i.
Adapun riwayat Umar bin al-Khattab yang telah dikaitkan kepadanya oleh 'Ali bin al-Musayyab mengenai sabda Nabi SAW ialah: Para imam selepasku di antaranya Mahdi ummat ini. Siapa yang berpegang kepada mereka selepasku, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada tali Allah. Hadith ini juga telah dikaitkan dengan al-Durasti dengan Ibn al-Muthanna yang bertanya kepada 'Aisyah:"Berapakah khalifah Rasulullah SAW. 'Aisyah menjawab:'Beliau (Rasulullah SAW) memberitahuku bahawa selepasnya dua belas khalifah.' Aku bertanya: Siapakah mereka? Maka 'Aisyah menjawab:'Nama-nama mereka tertulis di sisiku dengan imla Rasulullah SAW.' Maka aku bertanya kepadanya: Apakah nama-nama mereka? Maka dia enggan memperkenalkannya kepadaku.'
Sayyid al-Bahrani juga mencatat sebahagian daripada buku-buku Ahlu s-Sunnah yang menyebutkan dua belas khalifah. Di antaranya Manaqib Ahmad bin Hanbal, Tanzil al-Qur'an fi Manaqib Ahlu l-Bait karangan Ibn Nu'aim al-Isfahani, Faraid al-Simtin karangan al-Hamawaini, Matalib al-Su'ul karangan Muhammad bin Talhah al-Syafi'i, Kitab al-Bayan karangan al-Kanji al-Syafi'i, Musnad al-Fatimah karangan al-Dar al-Qutni, Fadhail Ahlu l-Bait karangan al-Khawarizmi al-Hanafi, al-Manaqib karangan Ibn al-Maghazali al-Syafi'i, al-Fusul al-Muhimmah karangan Ibn al-Sibagh al-Maliki, Jawahir al-'Aqdain karangan al-Samhudi, Dhakha'ir al-'Uqba karangan Muhibbuddin al-Tabari, Mawaddah al-Qurba karangan Syihab al-Hamdani al-Syafi'i, al-Sawa'iq al-Muhriqah karangan Ibn Hajr al-Haithami, al-Isabah karangan Ibn Hajr al-'Asqalani, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Abi Ya'la al-Mausuli, Musnad Abi Bakr al-Bazzar, Mu'jam al-Tabrani, Jam' al-Saghir karangan al-Suyuti, Kunuz al-Daqa'iq karangan al-Munawi dan lain-lain.
Aku berkata: Sesungguhnya riwayat-riwayat yang berbilang-bilang yang datang kepada kita menurut metod Ahlu s-Sunnah adalah sekuat dalil, dan hujjah yang paling terang bahawa sesungguhnya khalifah selepas Rasulullah SAW secara langsung ialah Imam Amiru l-Mukminin 'Ali bin Abi Talib AS. Dan selepasnya ialah anak-anaknya sebelas imam yang maksum, pengganti Rasul dan para imam Muslimin satu selepas satu sehingga manusia 'berhadapan' dengan Tuhan mereka. Tiada seorangpun yang dapat mengingkari hadith-hadith yang sabit yang diriwayatkan menurut riwayat para ulama besar Ahlu s-Sunnah dan pakar-pakar hadith mereka, lebih-lebih lagi menurut riwayat Syi'ah. Kecuali cahaya pemikirannya telah dipadamkan dan dijadikan di hatinya penutup. Justeru itu ia adalah termasuk di dalam firmanNya di dalam (Surah al-Baqarah (2): 171)"Mereka itu bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti."Dan firmanNya (Surah al-Zukhruf(43):36)"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah, Kami akan adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya."Dan firmanNya (Surah al-Kahf(18):57)"Kami jadikan di hati mereka tutupan (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinga mereka, sekalipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, nescaya tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya."
Ini adalah disebabkan penentangan mereka kepada dalil yang terang dan nas yang zahir kerana fanatik, kufur, dan kedegilan mereka.
Muhammad bin Idris al-Syafi'i memperakui kesahihan apa yang kami telah menyebutkannya dengan syairnya yang masyhur:
Manakala aku melihat manusia telah berpegang
kepada mazhab yang bermacam-macam
di lautan kebodohan dan kejahilan
Aku menaiki dengan nama Allah bahtera kejayaan
mereka itulah Ahlu l-Bait al-Mustaffa
penamat segala Rasul.
Pengiktirafan Syafi'i bahawa 'Ali adalah imam dan selepasnya sebelas imam merupakan pengiktirafan yang besar daripada seorang imam mazhab empat. Dan ianya menjadi hujjah keimamahan dua belas imam maksum daripada keluarga Rasulullah SAW.
(IRIB-Indonesia/Erfan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email