Djohan Sjahroezah. (Foto: wikimedia.org)
Namanya, tak cukup dikenal seperti nama-nama pendiri bangsa lainnya, seperti Bung Karno, Bung Hatta dan Bung Sjahrir yang hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenalnya. Padahal, ia adalah sosok yang tak asing bagi mereka – utamanya dalam pergerakan nasional pra kemerdekaan Indonesia. Ia adalah salah seorang tokoh penting dalam Revolusi Indonesia, bahkan Adam Malik menyebut Djohan Sjahroezah sebagai orang yang berada di belakang hampir semua peristiwa. Memang, kenyataannya peran yang dimainkan Djohan Sjahroezah, mengandung konsekuensi logis. Seorang aktor gerakan bawah tanah yang berjalan di tepi sejarah ini, mempersiapkan pribadi-pribadi revolusioner guna mendukung berbagai aktivitas komunikasi politik praksis, menyatakan dukungan kepada aktor-aktor di panggung kekuasaan yang sedang mengukir sejarah.
Ia lahir di Muara Enim, Sumatera Selatan, pada tahun 1912 dan meninggal di Jakarta, 2 Agustus 1968 di usia 56 tahun. Djohan Sjahroezah melalui masa pendidikannya di Medan (ELS), Bandung (MULO), Jakarta (AMS), serta mengikuti macam-macam kursus mandiri yang diselenggarakan oleh Golongan Merdeka di berbagai kota.
Pada zamannya, ia akrab disapa Bung Djohan. Ia bergerak dengan komitmen mengambil posisi di balik peristiwa-peristiwa historis. Bung Djohan berkontribusi penuh dalam setiap fase perjuangan, mulai dari kolonialisme Belanda, fasisme Jepang, pertempuran Surabaya hingga masa-masa jatuh bangun Republik. Sejak remaja, Bung Djohan telah aktif berpolitik. Ia aktif di PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia), kemudian menjadi aktivis Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Pendidikan) setelah PNI (Partai Nasional Indonesia) dilarang dan dibubarkan oleh penjajah Belanda. Bung Djohan pun berperan besar di dunia pers: ia merupakan salah seorang perintis kantor berita Antara yang didirikan 13 Desember 1937 bersama Adam Malik dkk.
Setelah Indonesia merdeka, Bung Djohan aktif di Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan menjadi sekretaris PSI saat dipimpin oleh Sutan Sjahrir hingga PSI dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada 1960. Ia sempat menjadi anggota DPR periode 1950-1956 dengan mendorong tersusunnya UUD RIS. Selain dekat dengan PM Sjahrir, Djohan juga dekat dengan tokoh revolusioner Tan Malaka. Kedekatan kedua tokoh gerakan bawah tanah kemerdekaan RI ini muncul dalam peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Selain itu, Bung Djohan juga aktif menyusun jaringannya. Ia memberikan pendidikan di kalangan anak-anak didiknya, melatih dalam kerja keras dengan ketabahan dan derita, serta meminta disiplin baja untuk tidak membocorkan gerakannya. Ia juga aktif dalam mendirikan Serikat Buruh Minyak (SBM) di Surabaya – salah satu organisasi buruh yang memiliki peran besar dalam mobilisasi massa saat gejolak sosial dan pertempuran yang terjadi di Surabaya.
(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email