Pesan Rahbar

Home » » Qana’ah (Qana’ah Tangga Menuju Kemulian Jiwa)

Qana’ah (Qana’ah Tangga Menuju Kemulian Jiwa)

Written By Unknown on Saturday 7 May 2016 | 21:02:00


Salah satu masalah yang sangat prinsip dalam kehidupan social manusia adalah qana’ah. Qana’ah merupakan sifat yang dapat mencegah manusia dari rasa tamak dan rakus terhadap dunia. Ketamakkan juga termasuk hal yang menjerumuskan manusia pada kehinaan. Rakus, tamak, cinta dunia menyebabkan manusia melakukan segala cara untuk mendapatkan dunia meskipun dirinya hina dihadapan orang lain. Sebaliknya rasa puas justru akan menghindarkan manusia dari hal tersebut dan menjadikannya mulia.

Disini, kami ingin memaparkan dasar munculnya sifat qana’ah dan hasil yang didapat secara ringkas. Karena mengetahui dasar-dasar yang melatar belakangi munculnya sifat tersebut, akan memudahkan kita untuk menapaki jejak-jejak kemuliaan.


Makna Qana’ah

Qana’ah adalah sikap rela menerima, merasa cukup dan rasa puas atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Dalam riwayat terkadang qana’ah bermakna sikap rela secara mutlak. Sebagaimana surat imam Ali kepada Utsman bin Hanif;

”Apakah saya akan puas dipanggil amirul mukminin, walaupun saya tidak turut serta dengan rakyat dalam kesukaran-kesukaran dunia?”.[1]

Dalam ilmu akhlak qana’ah lawan kata dari Hirs (rakus). Sikap puas akan menyebabkan manusia merasa cukup pada apa yang dibutuhkan dan tidak menuntut lebih. Sehingga orang yang meiliki sifat ini akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mancari dan mendapatkan kemuliaan dunia dan akhirat. Sebaliknya hirs (rakus) sifat yang mendorong manusia mengumpulkan lebih dari apa yang dibutuhkan. Bahkan sifat ini dapat mencegah manusia berbuat baik dan melupakan akhirat.


Asal-Usul Qana’ah 

1. Akal dan Pengetahuan.

Akal berperan penting dalam menumbuhkan sifat qana’ah. Sebagaimana imam Ali as berkata, “Orang yang berakal orang yang merasa cukup”. Akal memandang bahwa sifat qana’ah-lah yang membuat manusia tidak butuh kepada selainnya, dan membuatnya tahan dan sabar atas ketidak cukupan. Meskipun manusia yang qana’ah pada kenyataannya tidak menggunakan kemampuannya secara maksimal.

Semakin tinggi pengetahuan manusia tentang alam semesta dan dirinya, serta semakin ia memperhatikan masalah-masalah dirinya, maka semakin memiliki kesiapan dalam menerima sifat-sifat baik dan terpuji, seperti; sifat qana’ah.

Imam Ali as dalam masalah ini mengatakan;

ینبغی لمن عرف نفسه ان یلزم القناعة والعفة

“Orang yang mengenali dirinya, akan melazimkan baginya sifat qana’ah dan Iffah”.[2]

Karena orang mengenali dirinya, akan mengetahui hubungannya dengan alam malakut dan akan menyebabkan dirinya tidak butuh pada urusan dunia.

2. Kehormatan Diri.

Secara bahasa, ‘iffah adalah menahan. Adapun secara istilah; menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dengan demikian, seorang yang ‘afif adalah orang yang bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan. Maka orang yang demikian ini akan terjaga kesucian dan kehormatannya, sehingga disebut ‘afifah.

Sifat kesucian ini, yang membuat akal selalu menyeleksi keinginan-keinginan jiwa, hingga membuatnya lebih adil dalam bertindak. Meskipun orang yang afif sebenarnya mampu melakukan pekerjaan apapun, tetapi ia lebih menahan dan mawas diri dalam melakukan aktivitasnya.

Salah satu dari buah iffah adalah sifat qana’ah, sebagaimana yang dikatakan Imam Ali as;

ثمرة العفة القناعة

“Buah iffah adalah qana’ah”.[3]

3. Banyak Mengingat Kematian.

Banyak mengingat kematian akan membuat rasa cinta pada dunia menjadi hambar, dan mematikan kecenderungan hewaninya. Orang yang merasa cukup akan menjauhkan dirinya dari mengumpulkan hal-hal yang sia-sia, dan akan lebih cenderung pada akhirat. Imam Ali as berkata;

من اكثر من ذكر الموت رضی من الدنیا بالیسیر

“Orang yang banyak mengingat kematian, minatnya pada dunia menjadi sedikit”.[4]

4. Uswah Pemimpin yang Ideal.

Prilaku sederhana dari pemimpin-pemimpin yang bijak sangat berperan dalam menciptakan dan membentuk masyarakat yang sederhana. Oleh karena itu kata-kata populer yang sering kita dengar mengatakan bahwa الناس على دين ملوكهم “manusia bergantung pada agama pemimpin-pemimpin mereka”, menjelaskan hakekat taklid buta masyarakat pada pemimpinnya. Imam Ali as dalam Nahjul Balagah mengatakan;

الا و ان لكل ماموم اماما یقتدی به و یستضیئ بنور علمه؛ الا و ان امامكم قد اكتفی من دنیاه بطمریه و من طعمه بقرصیه. الا و انكم لا تقدرون علی ذلك ولكن اعینونی بورع واجتهاد و عفة و سداد

“Ingatlah bahwa setiap pengikut mempunyai pemimpin yang ia ikuti dan dari sinar pengetahuannya ia mengambil cahaya. Sadarilah bahwa imam anda telah berpuas diri dengan kerat pakaian jembel dari dunia, dan dua potong roti umtuk makanannya. Tentulah anda tidak dapat berbuat demikian, tetapi setidaknya dukunglah saya dalam kesalehan, usaha, kesucian dan kejujuran”.[5]


Pengaruh Positif Qana’ah

1. Kemulian Jiwa.

Tamak adalah sifat yang mengkerdilkan jiwa dan menjadikan manusia budak. Sebagaimana imam Ali as berkata;

الطمع رق مؤبد

“Keserakahan adalah perbudakan yang langgeng”.[6]

Beliau juga mengatakan;

ازری بنفسه من استشعر الطمع و رضی بالذل من كشف عن ضره و هانت علیه نفسه من امر علیها لسانه

“Barangsiapa mengambil serakah sebagai kebiasaan, ia menurunkan harga dirinya sendiri. Barangsiapa membeberkan kesukaran-kesukarannya, ia menyetujui penghinaan. Dan barangsiapa memperkenankan lidahnya menguasai jiwanya, ia telah mengaibkan jiwanya”.[7]

Akantetapi orang yang qana’ah dan rela terhadap apa yang dimilikinya tidak akan pernah butuh kepada yang lain. Inilah yang menjadikannya mulia dan menghindarkannya dari kehinaan.

2. Kehidupan yang Baik.

من عمل صالحا من ذكر او انثی و هو مؤمن فلنحیینه حیاة طیبة

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik”.[8]

Imam Ali as dalam tafsirannya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hayatan tayyibah adalah qana’ah. Beliau juga mengatakan, القناعة اهنا عیش artinya Qana’ah adalah kehidupan menyegarkan.

Seorang qana’ah selalu mensyukuri nikmat-nikmat Allah SWT, dan merasa cukup atas apa yang didapatnya. Oleh karena itu ia akan selalu menjaga kemuliaannya dan tidak akan membiarkan keyakinannya (agama) tercoreng hanya karena dunia.

3. Kemampuan Menginfaqkan Harta.

Seorang yang qana’ah akan menggunakan hartanya pada hal-hal yang dibutuhkannya saja, adapun sisinya akan diinfaqkan kepada orang yang lebih membutuhkan. Pemakaian harta yang berlebihan akan menyebabkan pendapatannya tidak dapat diinfaqkan di jalan Allah. Sementara menghemat pemakaian akan semakin membuka peluang seseorang untuk saling memberi dan menolong. Imam Ali as berkata;

ما احسن بالانسان ان یقنع بالقلیل و یجود بالجزیل

“Alangkah baiknya manusia, sedikitnya merasa cukup dan banyaknya berlaku dermawan”.[9]

Atas dasar ini, qana’ah berperan dalam perbaikan keadaan finansial seorang faqir. Dimana ia lebih mementingkan kemakmuran dan kesejahteraan bersama dari pada hidup poya-poya. Dan ini sangat penting, karena memutus keterkaitan dengan harta akan menjadikan orang qana’ah.

4. Keselamatan Agama.

Tamak dan rakus terhadap dunia, akan membangkitkan keinginan-keinginan hewani manusia, dan akan menghempaskannya keluar dari agama, mengabaikan syariat, serta merampas hak Allah dan makhluknya. Adapun seorang yang qana’ah tidak akan menjual agamanya dengan harta dunia yang hina, dan tidak akan berjalan di jalan yang salah hanya karena ingin mendapatkan kedudukan, popularitas, jabatan dan lainnya.

Imam Ali as berkata;

اقنعوا بالقلیل من دنیاكم لسلامة دینكم، فان المؤمن البلغة الیسیرة من الدنیا تقنعه

“Puaslah dengan yang sidikit demi keselamatan agama kalian. Sesungguhnya orang mukmin merasa cukup mengambil manfaat dari dunia yang sedikit”.[10]

5. Pendapatan yang Baik.

Seorang yang qana’ah selalu mencari pendapatan di jalan benar, dan usahanya tidak membuat hilangnya hak-hak orang lain. Manusia seperti ini selalu berpikir bahwa jalannya akan menjadi indah jika ia berada di jalan Allah. Atas dasar ini, ia selalu memprioritaskan kemuliaan dalam mendapatkan harta yang halal. Imam Ali as berkata;

ثمرة القناعة الاجمال فی المكتسب والعزوف عن الطلب

“Buah qana’ah adalah indah dalam penghasilan dan tidak peduli atas tuntutan”.[11]

6. Islah Nafs.

Seorang mukmin selalu menginginkan kebaikan dan keelokan jiwanya. Sebagaimana yang dikatakan imam ali as bahwa sebaik-baik sesuatu yang dapat memperbaiki jiwa seseorang adalah qana’ah.

اعون شی ء علی صلاح النفس القناعة

Seorang yang rakus akan melakoni kehinaan apapun, menjual dirinya, menginjak-injak kebenaran, dan menghambahkan dirinya pada penguasa. Sementara sifat qana’ah akan mengsingkronkan segalah kehendaknya dengan kemuliaan.

7. Ketenangan Jiwa.

Tamak termasuk salah satu penyakit hati yang membuat jiwa seseorang menjadi gelisah, hendak begini hendak begitu. Terhuyung ke kiri dan ke kanan, seperti pohon yang dihembus angin.

Tamak adalah sifat manusia yang ingin memborong segalanya dan mengumpulkan semuanya. Tidak ada yang ia sukai, semuanya ia suka tanpa mau mengetahui apa gunanya. Milik yang ada di tangan orang pun disukainya, untuk itu ia akan berusaha memperolehnya. Inilah pangkal dari masalah kegelisahan, gundah, galau dan ketidak tenangan manusia.

Sementara qana’ah akan menyelamatkan manusia dari hal tersebut. Karena qana’ah memberikan kepuasaan pada apa yang dimiliki. Kepuasaan ini yang akan menciptakan ketenangan dan ketentraman dalam jiwa manusia.

من اقتصر علی بلغة الكفاف فقد انتظم الراحة و تبوا خفض الدعة. و الرغبة مفتاح النصب و مطیة التعب 

“Orang yang membataskan diri pada apa yang sekedar cukup untuk hidup mencapai kesenangan dan mempersiapkan tempat kediaman dalam kelapangan. Hasrat hawa nafsu adalah kunci kepada kesedihan dan pembawa kesusahan”.

(Muslim-Syiah/Quran-Dan-Hadits/Nisrina/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: