Saat berkuasa di Syam pada tahun 57 Hijriah, Muawiyah bertolak ke Hijaz untuk mengambil baiat dari masyarakat bagi putera mahkotnya, Yazid.
Aisyah (isteri Rasulullah saww) mengirim surat yang berisikan ancaman keras terhadap Muawiyah yang menyatakan, “Engkau telah membunuh saudaraku Muhammad bin Abubakar. Sekarang engkau hendak mengambil baiat untuk Yazid. Sikap semacam itu mustahil diterima....”
Amr bin Ash berkata kepada Muawiyah, “Jika Aisyah tidak engkau bungkam, kemungkinan besar ia akan memprovokasi masyarakat untuk melawanmu.”
Dalam upaya membungkam Aisyah, pertama-tama Muawiyah mengutus Abu Hurairah dan Syarahbil menemui Aisyah dengan membawa berbagai hadiah. Harapannya, Aisyah akan menghentikan sikap permusuhannya. Selain itu, ia juga memberi Abdurrahman, saudara Aisyah, kedudukan yang tinggi. Ini dipandangnya sebagai sejenis ganti rugi dan upaya membungkam Aisyah.
Namun, semua itu tak kunjung memupus kebencian Aisyah terhadap Muawiyah. Kali ini Muawiyah memutuskan untuk membunuh Aisyah secara diam-diam. Ia memerintahkan menggali sumur dan memenuhinya dengan batu kapur. Di atasnya diletakkan permadani yang mahal dengan sebuah kursi. Menjelang isya, Muawiyah memanggil Aisyah menemuinya dan berjanji akan memberinya hadiah sebesar beberapa ribu dirham (tampaknya peristiwa ini terjadi di Madinah).
Aisyah bersama budak (India)-nya keluar dari rumah dengan menunggang keledai Mesirnya. Setelah sampai di tempat yang dimaksud, Muawiyah memberi penghormatan yang luar biasa. Ia mempersilahkan Aisyah duduk di kursi yang telah dipersiapkan. Sewaktu duduk, ia pun langsung terjatuh ke lubang sumur beserta permadani dan kursinya. Saat itu Muawiyah memerintahkan membunuh keledai dan budak Aisyah, lalu memasukkannya ke dalam sumur yang langsung ditimbuni tanah.
Sejak saat itu, Aisyah menghilang dan tidak diketahui rimbanya. Terjadilah kehebohan di tengah masyarakat. Sebagian mengatakan bahwa Aisyah pergi ke Mekah. Sebagian lagi mengatakan pergi ke Yaman. Imam Husain mengetahui peristiwa itu. Beliau lalu memberikan harta Aisysh kepada ahli warisnya.[1]
Perlu dicatat, terdapat peristiwa penting yang menyangkut Aisyah semasa kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib. Sekalipun Aisyah sendiri yang menyebabkan pecahnya perang Jamal dan tertumpahnya darah ribuan muslimin, namun ia tetap diperlakukan Imam Ali dengan hormat. Setelah peperangan usai; Imam Ali bin Abi Thalib mengembalikan Aisyah ke Madinah dengan diiringi para pengawal yang jujur (yang secara lahiriah mereka nampak sebagai laki-laki padahal mereka adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian lelaki). Siasat ini beliau lakukan demi menjaga kehormatan Rasulullah saww. Namun, Anda dapat menyaksikan sendiri bagaimana Muawiyah memperlakukannya.
Dengan membandingkan kedua perlakuan ini, kita semakin mengetahui kehinaan Muawiyah serta kemuliaan dan kejantanan Imam Ali bin Abi Thalib.
Sumber: Ceritera - Ceritera Hikmah
Referensi:
1. Muntakhab al-Tawârikh, hal. 304. Kâmil Bahâi, Bab XXVII, hal.16.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email