Oleh: Markaz Al Risalah PRAKATA PENYUSUN
Sejak beberapa dekade yang lalu, para ahli telah berusaha untuk
mendapatkan metode yang sempurna dalam membimbing anak melewati masa
kanak-kanaknya. Banyak riset dan penelitian yang telah mereka lakukan
yang menghasilkan beberapa hal penting yang sedikit banyak bermanfaat
dalam program pendidikan anak. Namun, tidak dapat dikatakan bahwa mereka
telah berhasil merumuskan konsep yang dapat menjawab semua masalah yang
berhubungan dengan pendidikan anak. Terlebih lagi, masalah yang
dihadapi para pendidik hari demi hari semakin banyak dan rumit.
Hal yang amat disayangkan adalah bahwa sebagian besar kaum muslimin
menengok ke dunia pendidikan Barat dalam mengatasi problem yang mereka
hadapi. Mereka lupa bahwa agama yang mereka peluk adalah agama sempurna
yang memiliki metode jitu dalam mengatasi segala kesulitan termasuk yang
menyangkut masalah pendidikan anak. Bahkan, kehidupan Rasulullah SAWW
dan Ahlul Baitnya a.s. sangat sarat dengan petuah, ajaran, dan bimbingan
untuk seluruh umat manusia, yang sangat bermanfaat bagi dunia
pendidikan. Jika semua bimbingan hidup yang kita dapatkan dari mereka
diterapkan dalam kehidupan kita maka kita akan dapat menciptakan
manusia-manusia yang bermanfaat bagi masyarakat.
Konsep
pendidikan yang bersumber dari Al-Qur’an, hadis Nabi SAWW dan hadis para
Imam Ma’shum ini bertujuan menciptakan manusia yang sempurna di masa
mendatang. Dalam konsep ini, pendidikan dimulai sejak dari masa prahamil
hingga ketika anak sedang melewati masa remajanya.
Buku yang
ada di tangan Anda ini mampu mengajak Anda untuk menelaah konsep
pendidikan yang ada dalam Islam, dalam rangka mendidik anak agar menjadi
manusia yang matang dalam berperilaku, berpikir, dan memiliki jiwa yang
sehat. Pembahasan masalah dalam buku ini didukung oleh ayat-ayat
Al-Qur’an, hadis Rasulullah SAWW dan para Imam Ma’shum, serta riset yang
telah dilakukan oleh para pakar psikologi dan pendidikan.
Kami
merasa berbahagia karena berhasil memberikan sumbangsih yang dapat
membantu para orang tua dan tenaga pendidik dalam mendidik anak. Semoga
isi buku ini dapat diterapkan dalam usaha membuat anak menjadi insan
yang bermanfaat di masa mendatang.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Penyusun
Markaz Al-Risalah PEMBUKAAN
Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang memegang tanggung
jawab mendidik anak dan mempersiapkannya untuk memasuki kehidupan
bermasya-rakat, supaya menjadi insan yang baik dan dapat memainkan peran
positif demi kelangsungan masyarakat tersebut dengan aktifitas dan
kreatifitasnya. Keluarga merupakan tempat pertama yang berpengaruh dalam
mencetak insan masa depan. Karena itulah, Islam meberikan perhatiannya
yang sangat besar terhadapnya dengan menentukan batas dan hukum-hukumnya
demi terciptanya sebuah keluarga yang harmonis, termasuk di dalamnya
yang menyangkut masalah pendidikan anak, baik sisi pengembangan nalar,
emosi maupun perilakunya.
Islam memerintahkan kita untuk
menjaga keutuhan keluarga dan menjauhi segala hal yang dikhawatirkan
dapat mengancam keselamatannya dan apa-apa yang menciptakan suasana
tidak harmonis dan ketegangan dalam keluarga, karena anaklah yang akan
menanggung dampak negatif dari keretakan sebuah keluarga yang semestinya
melindungi dan mempersiapkannya untuk menjadi insan berguna di masa
mendatang. Islam mengajarkan bagaimana kiat terbaik untuk menciptakan
suasana harmonis dalam keluarga agar anak dapat melewati masa
pertumbuhan jasmani, pikiran, emosi dan perilakunya dengan baik sehingga
kelak ia menajdi manusia yang siap menanggung semua beban dan kesulitan
hidupnya di masa mendatang.
Islam melihat bahwa masalah
pendidikan sebaiknya sebaiknya dilakukan dari sejak dini, yaitu dimulai
dari masa pranikah, lalu masa kehamilan, kemudian masa kelahiran dan
masa menyusui, seterusnya masa kanak-kanak dan terakhir masa remaja yang
merupakan fase terakhir masa pendidikannya dimana anak telah memiliki
kebebasan dalam menentukan sikap dan bertindak setelah rasa percaya
dirinya tumbuh dengan sempurna.
Karenanya, buku kecil ini yang
merupakan satu upaya dari kami untuk mengupas masalah pendidikan anak
sesuai dengan ajaran Islam kami bagi dalam beberapa bagian. Bagian
pertama mengenai konsep umum pendidikan dalam sebuah keluarga. Di bagian
kedua, kami kupas fase pertama pendidikan yaitu masa pranikah dan masa
kehamilan. Bagian ketiga adalah bagian di mana kami membicarakan fase
kedua, yaitu masa kelahiran dan awal kehidupan anak. Setelah itu kami
bahas masalah fase ketiga, yaitu masa kanak-kanak di bagian keempat.
Pada bagian kelima atau bagian akhir, kami ketengahkan masalah yang
menyangkut dengan masa remaja anak. Seluruh topik bahasan ini didasarkan
pada ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits Rasulullah
SAWW dan para imam ma’sum a.s. dan didukung dengan komentar para ahli
psikologi.
Hanya dari Allahlah kami memohon pertolongan dan kebenaran.
PENGANTAR
Sistem pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang bersumber dari
norma-norma tinggi insani wahyu yang berasal dari Allah swt yang telah
mencetak pribadi agung Rasulullah SAWW, seperti yang beliau sabdakan:
أدبني ربي فأحسن تأديبـي “Tuhanku telah mendidikku dengan pendidikan yang sangat sempurna”
Padahal masyarakat tempat Nabi Muhammad SAWW dibangkitkan adalah
masyarakat jahiliyyah yang tidak mengenal nilai maknawi dan norma insani
sama sekali. Dari masyarakat seperti itu, Rasulullah SAWW bangkit dan
dalam tempo yang relatif singkat mencetak manusia-manusia pilihan yang
mendapat gelar umat terbaik.
Salah satau sarana yang dimiliki
oleh Nabi Muhammad SAWW dalam menjalankan tugas Tuhannya ini adalah
akhlaq beliau yang sangat luhur dan loyalitas beliau pada norma-norma
insani, sehingga Allah swt menyebutnya dengan
وإنك لعلى خلق عظيم “Sungguh engkau memiliki akhlaq yang sangat tinggi”
Jika kita dengan seksama memperhatikan sabda dan ajaran yang beliau
berikan, maka kita akan dengan mantap mengatakan bahwa sabda dan ajaran
beliau merupakan ajaran terbaik yang dapat dijadikan pegangan hidup dan
pedoman dalam mencetak generasi teladan.
Dalam sebuah hadis beliau bersabda:
الولد الصالح ريحانة من رياحين الجنة “Anak yang shaleh adalah bunga surga”
Hadis beliau yang lain:
من قبّل ولده كتب الله عزّوجلّ له حسنة ... ومن علّمه القرآن دعي بالأبوين فيكسيان حلّتين يضيء من نورهما أهل الجنّة
“Orang yang mencium anaknya akan diberi oleh Allah satu kebajikan…
Orang yang mengajarkan kepada anaknya Al-Qur’an maka kelak di hari
kiamat ia akan dipanggil dan diberi dua helai pakaian yang memancarkan
cahaya kepada seluruh penghuni surga”
Dari kedua hadis di atas
dan hadis-hadis lainnya, kita saksikan betapa kata-kata beliau SAWW
menebarkan rasa kasih sayang dan cinta yang sangat dibutuhkan oleh
seorang anak dalam masa perkembangannya agar kelak menjadi insan yang
ideal dan teladan di tengah masyarakat.
Dari sini, yayasan Imam
Ali a.s. dengan mempersem-bahkan kepada pembaca buku kecil yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini, berharap agar buku ini
dapat menjadi petunjuk untuk mengkaji sistem pendidikan dalam agama
Islam, sebagai bentuk dari pelaksanaan tugas agung yang diemban oleh
yayasan dalam menyebarkan ilmu-ilmu Islam dengan sebaik-baiknya.
Yayasan Imam Ali as
1
PENDIDIKAN ANAK MENURUT AJARAN ISLAM
BAGIAN PERTAMA
Pendidikan dalam Keluarga
Hubungan antar individu dalam lingkungan keluarga sangat mempengaruhi
kejiwaan anak dan dampaknya akan terlihat sampai kelak ketika ia
menginjak usia dewasa. Suasana yang penuh kasih sayang dan kondusif bagi
pengembangan intelektual yang berhasil dibangun dalam sebuah keluarga
akan membuat seorang anak mampu beradaptasi dengan dirinya sendiri,
dengan keluarganya dan dengan masyarakat sekitarnya.
Oleh
karena itu, dalam proses pembentukan sebuah keluarga diperlukan adanya
sebuah program pendidikan yang terpadu dan terarah. Program pendidikan
dalam keluarga ini harus pula mampu memberikan deskripsi kerja yang
jelas bagi tiap individu dalam keluarga sehingga masing-masing dapat
melakukan peran yang berkesinambungan demi terciptanya sebuah lingkungan
keluarga yang kondusif untuk mendidik anak secara maksimal.
Dalam bagian pertama buku ini akan kami paparkan beberapa faktor yang
signifikan dalam garis-garis besar pendidikan keluarga menurut ajaran
Islam, yaitu sebagai berikut.
1. Keterpaduan Program Pendidikan
Keberadaan sebuah program yang jelas dalam menjalani kehidupan akan
memberikan pengaruh yang positif terhadap perilaku seseorang. Jika kita
benar-benar yakin pada nilai positif program tersebut dan menjalankannya
dengan konsekuen, sebuah karakter positif dalam perilaku kita akan
terbentuk. Adanya program hidup yang sama, akan menghasilkan perilaku
yang sama pula. Oleh karena itu, program tunggal dapat dijadikan
parameter untuk mengetahui sejauh mana tindakan dan perilaku kita sesuai
dengan program itu.
Suami isteri harus bersepakat untuk
menentukan satu program yang dengan jelas menerangkan hak-hak dan
kewajiban masing-masing dalam keluarga. Islam dengan keterpaduan
ajaran-ajarannya menawarkan sebuah konsep dalam membangun keluarga
muslim.
Konsep ini adalah konsep rabbani yang diturunkan oleh
Allah, Tuhan Yang Maha mengetahui. Dialah yang menciptakan manusia dan
Dia pulalah yang paling mengetahui kompleksitas kehidupan manusia.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa konsep yang ditawarkan oleh
Islam adalah satu-satunya konsep dan program hidup yang sesuai dengan
fitrah manusia.
Konsep Islam adalah sebuah konsep yang secara
jelas dan seimbang mendistribusikan tugas-tugas kemanusiaan. Islam tidak
pernah memberikan tugas yang tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia
dengan segala keterbatasannya. Konsep ini tidak akan pernah salah,
tidak memiliki keterbatasan, dan tidak mungkin mengandung perintah dan
tugas yang tidak dapat dilakukan. Penyebabnya tentu saja, karena
konseptornya adalah Allah SWT.
Konsep keluarga Islami
memberikan prinsip-prinsip dasar yang secara umum menjelaskan hubungan
antaranggota keluarga dan tugas mereka masing-masing. Sementara itu,
cara pengaplikasian prinsip-prinsip dasar ini bersifat kondisional.
Artinya, amat bergantung pada kondisi dan situasi dalam sebuah keluarga
dan dapat berubah sesuai dengan keadaan.
Oleh karena itu, kedua
orang tua harus bersepakat dalam merumuskan detail pengaplikasian
konsep dan program pendidikan yang ingin mereka terapkan sesuai dengan
garis-garis besar konsep keluarga Islami. Kesepakatan antara kedua orang
tua dalam perumusan ini akan menciptakan keselarasan dalam pola
hubungan antara mereka berdua dan antara mereka dengan anak-anak.
Keselarasan ini menjadi amat penting karena akan menghindarkan
ketidakjelasan arah yang mesti diikuti oleh anak dalam pendidikannya.
Jika ketidakjelasan arah itu terjadi, anak akan berusaha untuk memuaskan
hati ayah dengan sesuatu yang kadang bertentangan dengan kehendak ibu
atau sebaliknya. Anak akan memiliki dua tindakan yang berbeda dalam satu
waktu. Hal itu dapat membuahkan ketidakstabilan mental, perasaan, dan
tingkah laku.
Riset para ahli membuktikan bahwa anak-anak yang
dibesarkan di sebuah rumah tanpa pengawasan kedua orang tua sekaligus
lebih banyak bermasalah dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan
pengawasan bersama dari kedua orang tuanya.[1]
2. Hubungan Kasih Sayang
Salah satu kewajiban orang tua adalah menanamkan kasih sayang,
ketenteraman, dan ketenangan di dalam rumah. Allah SWT berfirman,
و من آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها و جعل بينكم مودة ورحمة ..
Artinya: Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Ia menciptakan
untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa
tentram dengan mereka. Dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan
sayang.[2]
Hubungan antara suami dan isteri atau kedua orang
tua adalah hubungan kasih sayang. Hubungan ini dapat menciptakan
ketenteraman hati, ketenangan pikiran, kebahagiaan jiwa, dan kesenangan
jasmaniah. Hubungan kasih sayang ini dapat memperkuat rasa kebersamaan
antaranggota keluarga, kekokohan pondasi keluarga, dan menjaga
keutuhannya. Cinta dan kasih sayang dapat menciptakan rasa saling
menghormati dan saling bekerja sama, bahu-membahu dalam menyelesaikan
setiap problem yang datang menghadang perjalanan kehidupan mereka. Hal
ini sangat berperan dalam menciptakan keseimbangan mental anak.
Dr Spock berpendapat sebagai berikut.
“Keseimbangan mental anak sangat dipengaruhi oleh keakraban hubungan
kedua orang tuanya dan kebersamaan mereka dalam menyelesaikan setiap
masalah kehidupan yang mereka hadapi”.[3]
Suami isteri harus
berusaha memperkuat tali kasih di antara diri mereka berdua dalam semua
periode kehidupan mereka, baik sebelum masa kelahiran anak mereka maupun
setelahnya.
Memperkuat rasa cinta dan kasih sayang merupakan
kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT. Karena itu, menjaga
keutuhan kasih sayang termasuk dalam perintah Allah dan merupakan salah
satu cara mendekatkan diri kepada-Nya. Imam Ali bin Al-Husain Zainal
Abidin a.s. mengatakan,
وأما حقّ رعيتك بملك النكاح ,
فأن تعلم أنّ الله جعلها سكنا ومستراحا وأنسا وواقية , وكذلك كلّ واحد
منكما يجب أن يحمد الله على صاحبه , و يعلم أن ذلك نعمة منه عليه , ووجب أن
يحسن صحبة نعمة الله ويكرمها ويرفق بها , وإن كان حقك عليها أغلظ وطاعتك
بها ألزم فيما أحببت وكرهت ما لم تكن معصية , فإن لها حق الرحمة والمؤانسة
وموضع السكون إليها قضاء اللذة التي لابدّ من قضائها وذلك عظيم
Artinya: Hak wanita yang engkau nikahi adalah engkau harus tahu bahwa
Allah telah menjadikannya sebagai sumber ketenangan dan ketentraman
bagimu serta sebagai penjaga harta dan kehormatanmu. Kalian berdua
haruslah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah atas anugerah yang Dia
berikan berupa pasangan kalian. Engkau harus tahu bahwa itu semua
adalah nikmat Allah atasmu. Karena itu, suami harus memperlakukan
isterinya dengan baik, menghormatinya, dan berlemah-lembut terhadapnya,
meskipun hak-haknya atas sang isteri lebih besar.Isteri harus menaati
suaminya jika ia memerintahkan sesuatu, selama tidak berupa maksiat
kepada Allah.
Isteri berhak untuk mendapatkan kasih sayang dan
kelemah-lembutan karena dialah yang memberikan ketenangan hati bagi
suami. Isterilah yang dapat memuaskan kebutuhan biologis suami yang
memang harus disalurkan, dan hal itu adalah sesuatu yang agung.[4]
Ahlul Bait a.s. memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
keutuhan cinta kasih dalam sebuah keluarga. Anjuran-anjuran mereka
berikut ini ditujukan kepada kedua pihak, suami dan isteri.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAWW bersabda,
خيركم خيركم لنسائه وأنا خيركم لنسائي
Artinya: Lelaki terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik
terhadap isterinya. Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap
isteri.[5]
Imam Ja’far bin Muhammad Shadiq a.s. dalam sebuah hadis mengatakan,
رحم الله عبدا أحسن فيما بينه وبين زوجته
Artinya:Semoga Allah merahmati orang yang bersikap baik terhadap isterinya.[6]
Rasulullah SAWW bersabda,
فمن اتـخذ زوجة فـليكرمها
Artinya: Jika seseorang menikahi seorang wanita,ia harus berbuat baik kepadanya. [7]
Beliau juga bersabda,
أوصاني جبرئيل عليه السلام بالمرأة حتى ظننت أنه لا ينبغي طلاقها إلا من فاحشة مبينة
Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang wanita, sampai-sampai
aku merasa bahwa wanita tidak berhak untuk diceraikan kecuali jika telah
melakukan zina dengan terang-terangan.[8]
Anjuran-anjuran dan
arahan yang diberikan oleh Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s. mengenai sikap
baik dan penghormatan terhadap istri ini merupakan acuan penting yang
harus diterapkan dalam rangka menciptakan kelanggengan hubungan cinta
dan kasih sayang antara keduanya di dalam keluarga.
Di lain
pihak, Ahlul Bait a.s. juga berpesan kepada kaum wanita untuk melakukan
segala hal yang dapat menumbuhkan dan menjaga cinta dan kasih sayang
dalam rumah tangga. Rasulullah Muhammad SAWW dalam hal ini bersabda,
إذا صلّت المرأة خمسها وصامت شهرها وأحصنت فرجها وأطاعت بعلها فلتدخل من أي أبواب الجنة شاءت
Artinya: Jika seorang wanita telah melakukan kewajibannya shalat lima
waktu, berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, menjaga
kehormatannya, dan menaati suaminya, maka ia berhak untuk masuk ke dalam
surga melalui pintu manapun yang ia sukai.[9]
Selain itu beliau juga bersabda,
ما استفاد امرؤ فائدة بعد الإسلام أفضل من زوجة مسلمة تسرّه إذا نظر إليها وتطيعه إذا أمرها وتحفظه إذا غاب عنها في نفسها وماله
Artinya: Setelah nikmat Islam, tak ada satupun nikmat yang melebihi
isteri muslimah yang shalihah, yaitu isteri yang membuat suami senang
saat memandangnya, patuh padanya saat ia menyuruhnya melakukan sesuatu,
dan menjaga dirinya dan harta suaminya di saat sang suami tidak berada
di rumah.[10]
Diriwayatkan bahwa seorang sahabat pernah
mendatangi Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah, aku memiliki seorang
isteri yang selalu menyambutku ketika aku datang dan mengantarku saat
aku keluar rumah. Jika ia melihatku termenung ia selalu menyapaku dan
mengatakan, ‘Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika kau risau
akan rezekimu, ketahuilah bahwa rezekimu ada di tangan Allah. Tapi jika
kerisauanmu karena urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu
itu.’”
Setelah mendengar cerita sahabat beliau tersebut, Rasulullah SAWW bersabda,
بشّرها
بالجنّة وقل لها : إنك عاملة من عمّال الله ولك في كلّ يوم أجر سبعين
شهيدا , - وفي رواية - إن لله عزّ وجل عماّلا وهذه من عمّاله , لها نصف أجر
الشهيد
Artinya: Berilah kabar gembira kepadanya
tentang surga yang tengah menantinya! Dan katakan padanya, bahwa ia
termasuk salah satu pekerja Allah. Allah SWT menuliskan baginya setiap
hari pahala tujuh puluh orang yang gugur di jalan Allah. (dalam riwayat
lain disebutkan), ‘Ketahuilah bahwa Allah memiliki banyak pekerja, dan
ia termasuk salah satu dari mereka. Allah akan memberinya setengah dari
pahala orang syahid.’ [11]
Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,
جهاد المرأة حسن التبعّل
Artinya: Jihad bagi wanita adalah berbuat baik pada suaminya.[12]
Salah satu hal yang membantu dalam menambah rasa cinta, kasih sayang,
dan perhatian suami adalah kepasrahan isteri pada suami saat ia
menginginkan dirinya. Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,
خير نسائكم التي إذا خلت مع زوجها خلعت له درع الحياء وإذا لبست لبست معه درع الحياء
Artinya: Wanita terbaik adalah yang saat berduaan dengan suaminya ia
menanggalkan semua rasa malunya dan jika ia memakai kembali pakaiannya
ia kenakan lagi rasa malunya.[13]
Isteri sudah semestinya
bersikap terbuka dan tidak malu-malu terhadap suaminya dengan tetap
menjaga rasa hormat padanya. Dengan kata lain, seorang istri perlu
menjaga keseimbangan antara sikap hormat dan terbuka.
Imam Ali
bin Al-Husain a.s. menyebutkan beberapa faktor penting yang dapat
menambah rasa cinta, kasih sayang, dan keakraban dalam keluarga, yaitu
sebagai berikut.
لا غنى بالزوج عن ثلاثة أشياء فيما بينه
وبين زوجته وهي الموافقة ليجتلب بها موافقتها ومحبتها وهواها,وحسن خلقه
معها , واستعماله استمالة قلبها بالهيئة الحسنة في عينها وتوسعته عليها .
ولا غنى بالزوجة فيما بينها وبين زوجها الموافق لها عن ثلاث خصال , وهي :
صيانة نفسها من كلّ دنس حتى يطمئن قلبه إلى الثقة بها في حال المحبوب
والمكروه وحياطته ليكون ذلك عاطفا عليها عند زلة تكون منها , وإظهار العشق
له بالخلابة والهيئة الحسنة لها في عينه
Artinya: Seorang lelaki hendaknya memperhatikan tiga hal berikut ini dalam berhubungan dengan isterinya:
Pertama, memahami keadaan isteri, karena dengan itu ia dapat menarik
perhatian isterinya untuk memahami keadaannya dan lebih mencintainya.
Kedua, bersikap baik terhadap isteri dan berusaha merebut hatinya dengan penampilan lahir yang menarik.
Ketiga, memaafkan kesalahan isteri.
Seorang wanita hendaknya memperhatian tiga hal berikut ini dalam pergaulannya dengan suami:
Pertama, menjaga diri dari segala kotoran dan noda, sehingga sang suami
merasa tenang dengan keadaannya, baik di saat senang maupun di saat
susah.
Kedua, mempercayai suami, karena hal itu dapat membuat sang suami mudah memaafkannya di kala ia melakukan kesalahan.
Ketiga, menampakkan rasa cinta kepadanya dengan berpenampilan menarik.[14]
Hubungan yang didasari oleh cinta dan kasih sayang sangat diperlukan
dalam semua fase kehidupan, khususnya pada masa kehamilan. Sebab di
masa-masa itu, isteri sangat memerlukan ketenangan dan keseimbangan
mental. Hal itu sangat mempengaruhi keselamatan janin selama dalam
kandungan dan keselamatan anak di masa menyusui.
3. Menjaga Hak dan Kewajiban
Di dalam konsep keluarga Islami telah ditentukan hak-hak dan kewajiban
bagi masing-masing pihak suami dan isteri. Konsep ini jika benar-benar
dijalankan akan menjamin ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarga. Jika
suami dan isteri konsisten dengan kewajiban dan hak-hak mereka, hal itu
akan dapat mempererat tali cinta dan kasih antara mereka. Selain itu,
hal ini dapat menjauhkan segala kemungkinan timbulnya perselisihan dan
pertengkaran yang mengancam keutuhan rumah tangga yang dengan sendirinya
berdampak negatif pada kejiwaan anak.
Hak terpenting yang dimiliki oleh suami adalah kepemimpinan dalam keluarga. Allah SWT berfirman,
الرجال قوّامون على النساء بما فضّل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم ..
Artinya: Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka.[15]
Isteri berkewajiban untuk menghormati
hak suami ini dan menjadikan suami sebagai pemimpin karena kehidupan
rumah tangga tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa ada yang
mengaturnya dan karena kepe-mimpinan layak untuk dipegang oleh kaum
lelaki, sesuai dengan perbedaan yang ada antara suami dan isteri dalam
hal fisik dan perasaan. Di samping itu, isteri juga harus menunjukkan
kepemimpinan suami dalam keluarga di hadapan anak-anaknya.
Hak
penting kedua bagi suami setelah kepemimpinan dalam keluarga dapat kita
simpulkan dari riwayat berikut ini. Diceritakan bahwa seorang wanita
datang dan bertanya kepada Rasulullah SAWW tentang hak suami atas
isterinya. Dalam jawabannya, beliau bersabda,
أن تطيعه
ولا تعصـيه , ولا تصدّق من بيتها شيئا إلاّ بإذنه ولا تصوم تطوعا إلاّ
بإذنه , ولا تمنعه نفسها وإن كانت على ظهر قتب ولا تخرج من بيتها إلاّ
بإذنه ..
Artinya: Isteri harus patuh dan tidak
menentangnya. Ia tidak berhak untuk bersedekah apapun yang ada di di
rumah suami tanpa izin sang suami. Selain itu, ia tidak diperbolehkan
untuk berpuasa sunnah kecuali jika suami mengizinkannya. Selanjutnya, ia
tidak boleh menghindar kala suaminya menginginkan dirinya walaupun ia
sedang dalam kesulitan. Isteri tidak diperkenankan untuk keluar dari
rumah kecuali dengan izin suami….[16]
Dalam hadis yang lain Rasulullah SAWW menye-butkan hak-hak suami sebagai berikut.
حقّ
الرجل على المرأة انارة السراج واصلاح الطعام وان تستقبله عند باب بيتها
فترحّب به وان تقدّم إليه الطشت والمنديل وان توضئه وان لا تمنعه نفسها
إلاّ من علّة
Artinya: Hak suami atas isteri adalah
bahwa isteri hendaknya menyalakan lampu untuknya, memasakkan makanan,
menyambutnya di pintu rumah kala ia datang, membawakan untuknya bejana
air dan kain sapu tangan lalu mencuci tangan dan mukanya, dan tidak
menghindar saat suami menginginkan dirinya kecuali jika ia sedang
sakit.[17]
Mengingat pentingnya perhatian terhadap hak-hak suami tersebut, Rasulullah SAWW mengatakan,
لا تؤدّي المرأة حقّ الله عزّ وجل حتى تؤدّي حقّ زوجها
Artinya: (Ketahuilah) bahwa wanita tidak pernah akan dikatakan telah
menunaikan semua hak Allah atasnya kecuali jika ia telah menunaikan
kewajibannya kepada suami.[18]
Di lain pihak, Islam juga telah
menentukan hak-hak isteri yang harus diperhatikan oleh suami. Imam
Ja’far Shadiq a.s., saat ditanya oleh Ishaq bin Ammar mengenai hak
wanita atas suaminya, mengatakan,
يشبع بطنها ويكسو جثتها وإن جهلت غفر لها
Artinya: (Kewajiban suami atas isterinya adalah) memberinya makanan dan
pakaian dan memaafkannya jika ia melakukan kesalahan.[19]
Khaulah binti Al-Aswad pernah mendatangi Rasulullah SAWW dan bertanya tentang hak wanita. Beliau dalam jawabannya mengatakan,
حقّك عليه أن يطعمك ممّا يأكل ويكسوك ممّا يلبس ولا يلطم ولا يصيح في وجهك
Artinya: Hak-hakmu atas suami adalah bahwa ia harus memberimu makan
dengan makanan yang ia makan dan memberimu pakaian seperti ia juga
berpakaian, tidak menampar wajahmu, dan tidak membentakmu. [20]
Hak istri yang lain adalah bahwa suami harus memperlakukannya dengan lemah lembut dan bersikap baik terhadapnya.
Hak istri dan seluruh anggota keluarga selanjutnya adalah bahwa suami
harus bekerja untuk dapat memenuhi semua kebutuhan materi mereka.
Rasulullah SAWW dalam hal ini bersabda,
الكادّ على عياله كالمجاهد في سبيل الله
Artinya: Orang yang bekerja untuk menghidupi keluarganya sama dengan orang yang pergi berperang di jalan Allah. [21]
Beliau juga bersabda,
ملعون ملعون من يضيع من يعول
Artinya: Terkutuklah! Terkutuklah orang yang tidak memberi nafkah kepada mereka yang menjadi tanggung jawabnya. [22]
Dalam hadis yang lain beliau bersabda,
حقّ المرأة على زوجها أن يسدّ جوعتها وأن يستر عورتها ولا يقبّح لها وجها فإذا فعل ذلك فقد أدّى والله حقّها
Artinya: Hak isteri atas suami adalah bahwa suami harus memberinya
makan, menutupi auratnya, dan tidak memakinya. Jika seorang lelaki telah
melakukan kewajibannya ini berarti ia telah menunaikan hak Allah
atasnya. [23]
Baik suami maupun isteri harus saling
memperhatikan dan menghormati hak pasangannya demi terciptanya suasana
cinta dan kasih sayang dan keharmonisan dalam keluarga. Adanya sikap
saling menghormati di antara keduanya akan mendorong masing-masing pihak
untuk menunaikan semua hal yang menjadi kewajibannya demi kebahagiaan
keluarga.
Kebahagiaan yang berhasil diciptakan akan menciptakan
keseimbangan mental isteri selama masa kehamilan, menyusui, serta pada
tahun-tahun awal umur anak, yang pada gilirannya akan sangat
mempengaruhi keseimbangan dan kestabilan mental anak. Anak yang tumbuh
dengan mental yang baik dan stabil, pikiran dan perilakunya akan
berkembang dengan baik dan stabil pula serta akan dengan mudah menuruti
semua anjuran dan nasehat diberikan kepadanya.
4. Menghindari Perselisihan
Pertengkaran dan perselisihan yang terjadi dalam keluarga akan
menyebabkan suasana yang panas dan tegang yang dapat mengancam keutuhan
dan kehar-monisan rumah tangga. Tidak jarang, pertengkaran itu berakhir
dengan perceraian dan kehancuran keluarga. Fenomena ini merupakan salah
satu hal yang paling dikhawatirkan oleh semua anggota keluarga, termasuk
di dalamnya anak-anak.
Suasana yang menegangkan dalam rumah sangat berdampak negatif terhadap perkembangan dan pembentukan jati diri anak.
“Kelabilan sikap dan penyakit-penyakit kejiwaan yang diderita oleh
anak-anak belia dan orang dewasa, disebabkan oleh perlakuan tidak benar
yang diperlihatkan oleh orang tua mereka, seperti pertengkaran yang
menyebabkan suasana dalam rumah panas dan menegangkan. Hal seperti itu
membuat anak tidak merasa aman berada di dalam rumah”.[24]
Profesor Richard Fougen berpendapat bahwa,
“Ibu yang tidak diperlakukan dengan layak sebagai seorang manusia,
sebagai ibu bagi anak-anaknya, dan sebagai isteri bagi suaminya, tidak
akan mampu memberikan rasa aman pada diri anak-anaknya”.[25]
Perasaan aman dan tenang merupakan salah satu faktor terpenting dalam
membangun kepribadian anak secara benar dan sempurna. Perasaan semacam
ini tidak akan didapatkan dalam lingkungan yang selalu diliputi oleh
ketegangan dan pertengkaran.
Dalam keadaan seperti itu, anak
akan berada dalam kebingungan dan kebimbangan. Ia tidak tahu apa yang
harus ia perbuat. Posisinya tidak memungkinkan baginya untuk
menyelesaikan pertengkaran kedua orang tuanya, apalagi jika pertengkaran
tersebut sampai menggunakan kekerasan. Di satu sisi, ia tidak mungkin
akan berpihak pada salah satu dari orang tuanya.
Lebih dari
itu, kebingungan anak akan memuncak kala masing-masing pihak yang
berselisih berusaha untuk menarik dukungannya dengan menyebutkan bahwa
pihaknyalah yang benar, sedangkan lawannyalah yang bersalah dan memulai
menyulut api pertengkaran ini. Semua itu meninggalkan kesan negatif di
hati, pikiran, dan perasaan si anak.
Dr Spock berpendapat sebagai berikut.
“Riset yang dilakukan oleh para ahli terhadap ribuan anak yang tumbuh
besar di tengah-tengah keluarga yang selalu diliputi oleh ketegangan
membuktikan bahwa mereka ketika menginjak usia dewasa akan merasa bahwa
mereka tidak seperti orang-orang lain pada umumnya. Mereka kehilangan
rasa percaya diri. Mereka pun takut untuk menjalin hubungan cinta yang
sehat dengan orang lain, karena mereka selalu membayangkan bahwa
membangun keluarga berarti menempatkan dirinya di suatu tempat yang
dihuni oleh orang-orang yang selalu berselisih dan bertengkar satu
dengan yang lainnya”.[26]
Setiap keluarga memiliki masalah yang
berpotensi memicu percekcokan di antara mereka. Cara melampiaskan
kekesalan dan kemarahan masing-masing pun berbeda. Sebagian orang
terbiasa untuk menggunakan kata-kata kotor, makian, dan hinaan. Sebagian
yang lain terbiasa untuk melayangkan tangan ketika amarahnya memuncak.
Saat menyaksikan adegan demikian, anak-anak akan belajar untuk
mempraktekkannya ketika terlibat pertengkaran dengan kawan-kawannya. Hal
itu akan mempengaruhi tingkah laku mereka saat kanak-kanak maupun saat
menginjak usia dewasa nanti. Karena itulah kita banyak menyaksikan
ataupun mendengar adanya anak yang sampai memaki ibunya atau bahkan
memukulnya. Dan terkadang pula, si anak akan menggunakan apa yang ia
pelajari itu terhadap isterinya ketika kelak menginjak usia dewasa.
Untuk mencegah terjadinya pertengkaran dan percekcokan antara suami dan
isteri, atau paling tidak, mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkannya terhadap psikis dan mental, atau jika mungkin,
menghilangkannya sama sekali, Islam telah mengenalkan sebuah konsep
sempurna dalam menyelesaikan pertengkaran dan perselisihan dalam
keluarga.
Pada uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa Islam
sangat menekankan pentingnya mempererat tali cinta kasih dalam keluarga.
Selain itu juga telah disebutkan hak-hak dan kewajiban suami dan istri.
Dalam ajaran Islam pun disebutkan tentang pentingnya proses seleksi
dengan standar nilai Islam ketika memilih calon suami atau istri.
Semua ini dimaksudkan untuk mencegah perselisihan yang mungkin terjadi
dalam keluarga. Namun jika tanda-tanda munculnya percekcokan sudah
nampak, atau bahkan percekcokan itu telah terjadi, Islam menawarkan cara
untuk mengakhirinya. Selain itu, Islam juga mengecam pihak yang memicu
perselisihan dan memperingatkan semua pihak agar waspada terhadap
masalah ini.
Rasulullah SAWW bersabda,
خير الرجال من أمتي الذين لا يتطاولون على أهليهم ويحنّون عليهم ولا يظلمونـهم
Artinya: Lelaki terbaik dari umatku adalah orang tidak menindas keluarganya, menyayangi mereka dan tidak berlaku zalim.[27]
Imam Muhammad Baqir a.s. dalam sebuah hadis menganjurkan para suami
untuk bersabar menerima perlakuan buruk, sebab membalas keburukan dengan
keburukan akan membuat area perselisihan bertambah luas. Beliau
mengatakan,
من احتمل من امرأته ولو كلمة واحدة أعتق الله رقبته من النّار وأوجب له الجنّة
Artinya: Orang yang sabar dalam menerima perlakuan buruk istrinya,
meskipun hanya sebatas satu kata, niscaya akan dibebaskan Allah dari
siksa api neraka dan ditempatkannya di dalam surga.[28]
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAWW menghimbau para suami untuk bersabar atas perlakuan buruk isterinya. Beliau bersabda,
من صبر على سوء خلق امرأته أعطاه الله من الأجر ما أعطى أيوب على بلائه
Artinya: Jika seseorang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah
akan memberinya pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub a.s.
yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. [29]
Bersabar terhadap perlakuan buruk isteri adalah hal yang mungkin
dianggap tidak wajar oleh kaum lelaki. Tetapi dengan adanya perintah dan
anjuran Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s., hal tersebut menjadi suatu yang
sunnah yang akan dengan senang hati dijalankan oleh kaum lelaki yang
beriman. Tanpa merasakan adanya kehinaan dan kerendahan bagi martabatnya
sebagai suami, ia akan bersabar terhadap perlakuan buruk isterinya itu.
Meniru perilaku Rasulullah SAWW terhadap isteri-isteri beliau dan
perilaku Ahlul Bait a.s. dapat meminimalkan timbulnya pertengkaran dalam
keluarga. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
كانت لأبي عليه السلام امرأة وكانت تؤذيه وكان يغفر لها
Artinya: Ayahku pernah mempunyai seorang isteri yang sering menyakitinya. Namun, ayahku selalu mema-afkannya. [30]
Rasulullah SAWW melarang para suami untuk menggunakan kekerasan terhadap isterinya dalam hadis berikut ini.
أيّ رجل لطم امرأته لطمة أمر الله عزّ وجل مالك خازن النيران فيلطمه على حرّ وجهه سبعين لطمة في نار جهنّم
Artinya: Barang siapa melayangkan tamparan ke pipi isterinya satu kali,
Allah akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk membalas
tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka jahanam. [31]
Di pihak lain, kaum wanita pun dianjurkan untuk bersikap yang sama.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ja’far Shadiq a.s.
menganjurkan kaum wanita untuk sedapat mungkin untuk menghindari
pertengkaran yang buruk. Beliau berkata,
خير نسائكم التي إن غضبت أو أغضبت قالت لزوجها : يدي في يدك لا أكتحل بغمض حتى ترضى عني
Artinya: Wanita terbaik adalah wanita yang ketika marah atau membuat
suaminya marah, berkata kepada suaminya itu, “Aku letakkan tanganku di
tanganmu. Aku bersumpah untuk tidak tidur sebelum engkau mema-afkanku.”
[32]
Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,
وجهاد المرأة أن تصبر على ما ترى من أذى زوجها وغيرته
Artinya: Jihad bagi seorang wanita adalah bersabar terhadap perlakuan buruk dan rasa cemburu suaminya.[33]
Rasulullah SAWW melarang isteri untuk melakukan tindakan yang dapat memancing timbulnya pertengkaran. Beliau bersabda,
من
شرّ نسائكم الذليلة في أهلها , العزيزة مع بعلها , العقيم الحقود , التي
لا تتورّع عن قبيح , المـتبرّجة إذا غاب عنها زوجها , الحصان معه إذا حضر ,
التي لا تسمع قوله , ولا تطيع أمره , فإذا خلا بها تمنعت تمنع الصـعبة عند
ركوبها ولا تقبل له عذرا ولا تغفرله ذنبا
Artinya:
Wanita terburuk adalah wanita yang hina dalam keluarganya tetapi merasa
mulia di hadapan suami; yang mandul dan selalu merasa dengki; yang tidak
berhenti melakukan perbuatan buruk; yang selalu berhias kala suami
bepergian dan bersikap sombong kala suami ada; yang tidak mendengar
kata-kata suami dan tidak menuruti perintahnya; yang jika berduaan
dengan suaminya akan menolak ajakannya; dan yang tidak pernah mau
memaafkan kesalahan suami dan tidak menerima alasannya. [34]
Rasulullah SAWW dalam hadisnya melarang wanita untuk membebani suami dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Beliau bersabda,
أيّما امرأة أدخلت على زوجها في أمر النفقة و كلّفته مالا يطيق لا يقبل الله منها صرفا ولا عدلا إلاّ أن تتوب وترجع وتطلب منه طاقته
Artinya: Wanita yang memaksa suaminya untuk memberikan nafkah di luar
batas kemampuannya, tidak akan diterima Allah SWT amal perbuatannya
sampai ia bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.[35]
Selain itu Rasulullah SAWW juga melarang wanita untuk mengungkit-ungkit kelebihannya atas suami. Beliau bersabda,
لو
أن جميع ما في الأرض من ذهب وفضة حملته المرأة إلى بيت زوجها ثم ضربت على
رأس زوجها يوما من الأيام , تقول : من أنت ؟ إنما المال مالي , حبط عملها
ولو كانت من أعبد الناس, إلاّ أن تتوب وترجع وتعتذر إلى زوجها
Artinya: Seandainya seorang wanita datang ke rumah suaminya dengan
membawa serta bersamanya seluruh kekayaan bumi dari emas dan peraknya,
lalu pada suatu saat ia mengangkat kepalanya di hadapan suami sambil
mengatakan, “Siapa kau ini? Bukankah seluruh harta ini adalah milikku?”,
Allah akan menghapus semua amalan baiknya meskipun ia adalah orang yang
paling banyak beribadah, kecuali bila ia bertaubat dan meminta maaf
kepada suaminya. [36]
Rasulullah SAWW juga mengingatkan para
wanita untuk tidak menggunakan kata-kata kasar yang dapat membangkitnya
amarah suami saat berhadapan dengannya. Beliau bersabda,
أيّما امرأة آذت زوجها بلسانـها لم يقبل منها صرفا ولا عدلا ولا حسنة من عملها حتى ترضيه ..
Artinya: Jika seorang wanita menyakiti suaminya dengan kata-kata, Allah
tidak akan menerima seluruh amalan baiknya sampai sang suami
memaafkannya. [37]
Dalam hadisnya yang lain, Rasulullah SAWW
melarang suami isteri tidak menyapa satu sama lain, karena hal itu
merupakan awal perpisahan dan terputusnya hubungan antara mereka. Beliau
bersabda,
أيّما امرأة هجرت زوجها وهي ظالمة حشرت يوم القيامة مع فرعون وهامان وقارون في الدّرك الأسفل من النار إلاّ أن تتوب وترجع
Artinya: Jika seorang wanita mendiamkan suaminya padahal ia adalah
pihak yang salah dan berlaku zalim terhadapnya, Allah kelak akan
mengumpulkannya bersama dengan Fir’aun, Haman, dan Qarun di dasar
neraka, kecuali jika ia bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. [38]
Semua perintah dan anjuran di atas, jika dijalankan dengan baik dan
sempurna, akan menjamin keselamatan keluarga dari pertengkaran dan
percekcokan atau paling tidak meminimalkannya. Namun bila pasangan suami
isteri tidak mampu menjalankannya dengan baik, maka hendaknya
pertengkaran yang terjadi di antara mereka tidak didengar oleh
anak-anak. Sebaiknya, anak-anak tidak mendengar tuduhan-tuduhan,
kata-kata kotor, dan makian yang terlontar dari kedua orang tua mereka.
Kewajiban orang tua adalah menjelaskan kepada anak-anak mereka bahwa
pertengkaran dalam sebuah keluarga adalah hal yang wajar dan mereka
berdua masih saling mencintai. Selain itu, mereka berdua juga harus
secepatnya mencari jalan penyelesaian kemelut yang melanda rumah tangga
mereka itu.
5. Ancaman Perceraian
Islam
memperingatkan setiap pasangan suami istri tentang dampak negatif
perceraian dan putusnya tali ikatan perkawinan. Dampak negatif tersebut
akan menimpa kondisi psikis mereka berdua, anak-anak, dan juga
masyarakat.
Perceraian adalah sumber kegelisahan dan kelabilan
psikis, perasaan, dan tingkah laku anak karena ia sangat membutuhkan
cinta dan kasih sayang yang seimbang dari ayah dan ibunya. Bahkan,
seorang anak hanya dengan memikirkan dan mengkhayalkan perceraian kedua
orang tua, akan merasa gelisah. Jika hal itu berkelanjutan akan
berdampak negatif pada kestabilan perasaan dan kejiwaannya.
Sehubungan dengan hal ini, Islam telah menawarkan sebuah konsep dalam
menjaga hubungan baik antara suami isteri untuk menghindarkan perceraian
dan kehancuran rumah tangga. Dalam banyak nash, Islam bahkan melarang
perceraian. Rasulullah SAWW bersabda,
أوصاني جبرئيل عليه السلام بالمرأة حتى ظننت انه لا ينبغي طلاقها إلاّ من فاحشة مبيّنة
Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang talak (perceraian),
sampai-sampai aku mengira bahwa wanita tidak boleh dicerai kecuali jika
telah melakukan perbuatan zina dengan terang-terangan.[39]
Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,
ما من شيء ممّا أحلّه الله عزّ وجل أبغض إليه من الطلاق وأن الله يبغض المطلاق الذوّاق
Artinya: Tidak ada sesuatu yang halal yang lebih Allah benci daripada
perceraian. Allah sangat membenci orang lelaki yang gemar menceraikan
isteri dan sering kawin hanya untuk menikmati wanita sesaat saja. [40]
Beliau juga berkata,
إن الله عزّ وجل يحب البيت الذي فيه العرس , ويبغض البيت الذي فيه الطلاق وما من شيء أبغض إلى الله عزّ وجل من الطلاق
Artinya: Sesungguhnya Allah SWT menyenangi rumah yang di dalamnya
terdapat orang yang baru menikah, dan membenci rumah yang di dalamnya
terdapat perceraian. Tidak ada sesuatupun yang lebih Allah benci
daripada perceraian. [41]
Selain itu Islam, juga menganjurkan
semua pasangan untuk menyusun strategi demi menghindari perceraian.
Islam mengajak para suami istri untuk mempererat tali cinta kasih di
antara mereka dan menghimbau agar secepatnya menyelesaikan semua masalah
dan pertikaian di antara keduanya yang dapat mengakibatkan perceraian.
Karena itulah, kita temukan dalam banyak nash agama adanya perintah
untuk bergaul dengan baik dengan pasangan kita. Allah SWT berfirman,
.. وعاشروهنّ بالمعروف فإن كرهتموهنّ فعسى أن تكرهوا شيئا و يجعل الله فيه خيرا كثيرا
Artinya: ...Bergaullah dengan isteri-isteri kalian dengan cara yang
baik. Jika kalian tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena mungkin
saja kalian membenci sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang berlimpah. [42]
Islam juga telah mengajarkan untuk
mengadakan perbaikan hubungan demi mengembalikan suasana harmonis dalam
keluarga. Allah SWT berfirman,
وإن امرأة خافت من بعلها نشوزا أو إعراضا فلا جناح عليهما أن يصلحا بينهما صلحا والصلح خير ....
Artinya: Jika seorang wanita merasa khawatir terhadap sikap tak acuh
suami terhadapnya, ia dapat mengusahakan perdamaian di antara mereka
berdua. Perdamaian itu adalah sesuatu yang baik.... [43]
Mengadakan perdamaian antara suami dan isteri lebih baik daripada
meninggalkannya. Melihat kenyataan bahwa hati manusia dapat berubah-ubah
dan kehendak sewaktu-waktu dapat berbalik, Islam menekankan kepada
suami dan isteri untuk melakukan upaya perdamaian sebelum mengambil
keputusan untuk saling berpisah. Allah SWT berfirman,
وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله و حكما من أهلها إن يريدا إصلاحا يوفّق الله بينهما إنّ الله كان عليما خبيرا
Artinya: Jika kalian mengkhawatirkan adanya pertikaian antara keduanya,
utuslah seorang juru damai dari masing-masing pihak, suami dan isteri.
Jika mereka berdua bermaksud mengadakan perbaikan, Allah pasti akan
memberikan taufik-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
dan Maha mengenal. [44]
Jika semua usaha perbaikan hubungan dan
upaya untuk mengembalikan keadaan seperti sediakala tidak membuahkan
hasil, dan jika semua pertikaian dan perselisihan yang ada tidak bisa
diselesaikan kecuali dengan perceraian, saat itulah mungkin perceraian
merupakan jalan terbaik bagi mereka berdua.
Walaupun demikian,
anak tetap akan mendapatan pukulan yang hebat dari perpisahan kedua
orang tuanya tersebut dan ini akan terlihat pada perubahan tingkah
lakunya. Karena itu, Islam masih memberikan peluang kepada mereka berdua
untuk kembali membangun rumah tangga mereka. Islam memberikan
kesempatan kepada suami untuk merujuk isterinya saat ia masih berada
dalam masa iddah atau menikahinya dengan ijab qabul baru jika wanita itu
telah keluar dari masa iddah. Selain itu, ia masih dapat merujuk
setelah menceraikan isterinya sebanyak dua kali.
Jika semua
usaha perbaikan hubungan ini tidak membuahkan hasil dan perpisahan
benar-benar terjadi, mereka berdua berkewajiban untuk menjaga perasaan
anak-anak dengan mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada mereka.
Selain itu, mereka berdua harus memberikan pengertian kepada anak-anak,
bahwa baik ayah maupun ibu mereka adalah orang-orang yang baik. Islam
melarang kita untuk berdusta, bergunjing, serta membongkar aib dan cela
orang lain. Dengan demikian, anak akan dapat mengatasi masalah dan
benturan psikis yang ditimbulkan oleh perceraian orang tuanya.
Jika anjuran dan himbauan ini tidak diperhatikan dan masing-masing pihak
saling melemparkan tuduhan kepada pihak lain serta membongkar aib dan
kesalahannya kepada anak, si anak akan membenci kehidupan dan merasa
rendah diri. Lebih jauh lagi, hal itu akan berpengaruh pada perasaannya
terhadap orang tuanya. Ia akan membenci dan sekaligus mencintai mereka
pada saat yang sama setelah mengetahui cela dan kesalahan masing-masing.
Anak yang demikian ini akan selalu dihinggapi oleh rasa gelisah dan
kekhawatiran. Kegelisahannya hari demi hari akan bertambah, dan hal itu
berpengaruh buruk pada kehidupan sosialnya dan rumah tangganya di masa
mendatang.
[1]Dr Fakhir Aqil, ‘Ilm Al-Nafs Al-Tarbawi : 111
[2]Q.S. Rum : 21
[3]Dr Spock, Masyakil Al-Abaa’ fi Tarbiyah Al-Abnaa’ : 44
[4]Harrani, Tuhaf Al-‘Uqul:188
[5]Shaduq, Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3: 281, hadist ke- 14
[6]Ibid
[7]Nuuri, Mustadrak Al-Wasail 2: 550
[8]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:278, hadis ke-1
[9]Thabarsi, Makarim Al-Akhlaq:201
[10]Ibid:200
[11]Ibid: 200
[12]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:278, hadis ke-6
[13]Kulaini, Al-Kafi 5:324 hadis ke-2
[14]Tuhaf Al-‘Uqul:239
[15]Q.S. An-Nisa’: 34
[16]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, 3:277 hadis ke-1
[17]Makarim Al-Akhlaq:215
[18]Ibid.
[19]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:279, hadis ke-2
[20]Makarim Al-Akhlaq:218
[21]Uqdah :72
[22]Ibid
[23]Ibid:81
[24]Dr. Zain Abbas Umarah, Adhwa’ Alaa Al-Nafs
Al-Basyariyyah: 302
[25]Ibid
[26]Masyakil Al-Aaba’ fi Tarbiyah Al-Abnaa’:45
[27]Makarim Al-Akhlaq:216-217
[28]Ibid:216
[29]Ibid:213
[30]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:279, hadis ke-4
[31]Mustadrak Al-Wasail 2:550
[32]Makarim Al-Akhlaq:200
[33]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:277 hadis ke-4
[34]Makarim Al-Akhlaq:202
[35]Ibid
[36]Ibid
[37]Ibid:214
[38]Ibid:202
[39]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3: 278
[40]Al-Kafi 6:54 hadis ke-2
[41]Ibid. Hadis ke-3
[42]Q.S. Al-Nisa’ :19
[43]Q.S. Al-Nisa’ :128
[44]Q.S. Al-Nisa’ :35
2
PENDIDIKAN ANAK MENURUT AJARAN ISLAM
BAGIAN KEDUA
Fase Pertama: Masa Pranikah, Prahamil, dan Kehamilan
Islam memberikan perhatian ekstra terhadap perkembangan anak serta
kesehatan jasmani dan ruhaninya jauh sebelum sang anak dilahirkan. Islam
menganjurkan para orang tua untuk mempersiapkan segala sesuatu yang
berhubungan keselamatan dan kesehatan anaknya, sehingga anak akan lahir
dan tumbuh dengan baik.
Persiapan tersebut antara lain,
pertama, Islam menekankan pentingnya melakukan seleksi ketat dalam
pemilihan jodoh. Dan selanjutnya, saat janin telah berada di rahim
ibunya, yang merupakan masa yang sangat berpengaruh bagi perkembangannya
di masa mendatang, Islam juga mengajarkan kepada kita bagaimana masa
ini harus dilewati. Ajaran-ajaran Islam yang berkenaan dengan fase ini
dapat kita kelompokkan seperti di bawah ini:
1. Masa Pra nikah
Baik realitas maupun riset ilmiah membuktikan bahwa gen atau unsur
keturunan dan lingkungan sosial sangat berpengaruh pada pembentukan
kepribadian anak maupun perkembangan jasmaninya.[1] Anak banyak mewarisi
sifat dan karakter yang dimiliki ayah, ibu, dan kakeknya, seperti
tingkat kecerdasan, tingkah laku, kerendahdirian, kedermawanan, dan
berbagai hal lainnya. Karena itu, orang tua merupakan salah satu faktor
perpindahan sifat-sifat tersebut kepada anak atau, paling tidak, mereka
dapat menciptakan semacam potensi pada diri anak untuk menyandang
sifat-sifat tersebut.
Selain itu, adat istiadat dan kebiasaan
juga berpengaruh pada diri anak. Oleh sebab itulah, Islam menekankan
pentingnya mengadakan seleksi ketat dalam memilih pasangan hidup dari
lingkungan dan keluarga yang sehat dan baik.
a. Memilih Isteri
Dalam memilih isteri, Islam mengajarkan kepadakaum lelaki muslim untuk
memperhatikan dua hal yaitu, pertama, silsilah keturunan calon isteri,
dan kedua, lingkungan tempat ia hidup dan sejauh mana lingkungan ini
berpengaruh pada kepribadiannya.
Rasulullah SAWW bersabda,
اختاروا لنطفكم فإنّ الخال أحد الضجيعين.
Artinya: Pandai-pandailah memilih calon isteri karena saudara isteri
akan menurunkan sifat dan karakternya pada anak kalian.[2]
Di dalam hadis yang lain beliau bersabda,
تخيّروا لنطفكم فان العرق دسّاس
Artinya: Pilihlah dengan benar wanita yang akan mengandung anakmu karena unsur keturunan sangat berpengaruh pada anak. [3]
Rasulullah menganjurkan untuk memilih isteri dari keluarga yang
memiliki sifat-sifat terpuji karena keluarga yang baik akan membentuk
karakter yang baik pula pada diri wanita tersebut. Bila kita menengok ke
lembaran sejarah kehidupan beliau akan kita temukan bahwa Rasulullah
juga sangat memperhatikan hal tersebut.
Beliau mengawini
Khadijah a.s., seorang wanita mulia yang di kemudian hari melahirkan
anak yang merupakan penghulu wanita seluruh dunia yaitu Fatimah Zahra
a.s. Sunnah Nabi ini diikuti oleh keluarga suci beliau. Ahlul Bait a.s.
selalu memilih isteri dari keluarga yang baik dan terhormat.
Selain memilih istri yang berasal dari keluarga yang baik dan mulia,
Islam juga menekankan untuk memilih isteri dari lingkungan sosial yang
bersih karena lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh yang baik
pula kepada wanita tersebut. Sebaliknya, Islam melarang kaum lelaki
untuk memilih isteri dari lingkungan yang tidak baik. Dalam hadis
disebutkan, bahwa Rasul SAWW melarang untuk mempersunting wanita cantik
yang hidup di lingkungan yang sesat. Beliau bersabda,
إيّاكم وخضراء الدمن .. المرأة الحسناء في منبت السوء
Artinya: Berhati-hatilah terhadap wanita cantik yang hidup di lingkungan yang tidak baik.[4]
Imam Ja’far Shadiq a.s. melarang lelaki muslim menikahi wanita pezina. Beliau berkata,
لا تتزوّجوا المرأة المستعلنة بالزنا
Artinya: Jangan sekalipun kalian menikahi wanita yang terang-terangan berzina.[5]
Imam Muhammad Baqir a.s. dalam hadisnya melarang pria beriman untuk
mengawini wanita gila karena dikhawatirkan anak yang akan dilahirkannya
akan mewarisi kegilaan ibunya. Ketika ditanya tentang perkawinan dengan
wanita gila, beliau menjawab,
لا , ولكن إن كانت عنده أمة مجنونة فلا بأس بأن يطأها ولا يطلب ولدها
Artinya: Jangan! Tetapi jika ada orang yang memiliki budak wanita yang
gila, ia dapat mengumpulinya dan jangan sampai ia mendapatkan anak
darinya. [6]
Dalam riwayat disebutkan bahwa Imam Ali bin Abi
Thalib a.s. memperingatkan pria muslim untuk tidak menikahi wanita dungu
karena dikhawatirkan anak yang ia lahirkan akan mewarisi kedunguannya.
Selain itu, wanita dungu tidak akan mampu mendidik anak dengan baik dan
benar. Beliau berkata,
إيّاكم و تزويج الحمقاء فان صحبتها بلاء وولدها ضياع
Artinya: Jangan sekalipun kalian mengawini wanita dungu karena bergaul
dengan wanita seperti itu merupakan petaka bagi seseorang dan anak yang
dilahirkan akan tidak berguna. [7]
Banyak riwayat yang
menyebutkan bahwa tolok ukur yang benar dalam memilih isteri adalah
tingkat keimanan dan keloyalan wanita terhadap agamanya. Rasulullah
dalam banyak hadisnya sangat menekankan masalah ini. Suatu hari
seseorang datang menemui Rasulullah SAWW dan meminta nasehat dari beliau
tentang perkawinan. Beliau menjawab,
عليك بذات الدين تربت يداك
Artinya: Pilihlah wanita yang loyal pada agamanya, niscaya engkau akan berbahagia. [8]
Imam Ja’far Shadiq a.s. memprioritaskan masalah agama di atas harta dan kecantikan wanita. Beliau mengatakan,
إذا تزوّج الرجل المرأة لجمالها أو مالها وكّل إلى ذلك و إذا تزوّجها لدينها رزقه الله الجمال والمال
Artinya: Jika seseorang mengawini seorang wanita karena kecantikan atau
hartanya, ia akan mendapatkan apa yang ia cari itu. Tapi bila ia
mengawininya karena agamanya, Allah pasti akan memberinya kecantikan dan
harta.[9]
Wanita yang berasal dari keturunan yang baik dan
dibesarkan di lingkungan keluarga yang beriman akan menjadi wanita yang
taat beragama. Wanita seperti inilah yang dapat mendidik anak-anaknya
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam.
Dengan demikian,
program pendidikan anak yang diterapkan oleh kedua belah pihak, suami
dan isteri, akan sama, tanpa perbedaan yang berarti. Wanita seperti ini
akan memiliki rasa tanggung jawab untuk menjalankan program pendidikan
yang sesuai dengan nilai Islam dan menganggapnya sebagai kewajiban yang
harus dilaksanakan. Mental yang demikian ini akan mencegahnya melakukan
hal-hal yang dapat menghalangi kelancaran program pendidikan anak dan
meninggalkan dampak negatif pada diri anak.
b. Memilih Suami
Sebagaimana ibu, seorang ayah juga memainkan peran yang sangat penting
dalam perkembangan anak, fisik, serta mental dan kejiwaannya. Karena
itu, dalam memilih calon suami, Islam juga mengajarkan untuk
memperhatikan sisi keturunan dan lingkungan tempat ia tinggal. Si calon
suami tersebut hendaknya juga memiliki sifat-sifat yang terpuji sebab ia
kelak akan menjadi panutan anak-anaknya dan menurunkan semua sifat dan
wataknya kepada mereka. Selain itu, isteri juga akan terpengaruh oleh
sebagian sifat-sifatnya melalui pergaulan sehari-hari dengannya.
Oleh sebab itu, Rasulullah SAWW menganjurkan para wanita untuk memilih
calon suami yang sepadan. Suami yang sepadan menurut Rasulullah SAWW
adalah sebagai berikut.
الكفؤ أن يكون عفيفا وعنده يسار
Artinya: Lelaki yang sepadan adalah lelaki yang menjaga kehormatannya dan sedikit berkecukupan. [10]
Imam Ja’far Shadiq a.s. memperingatkan kaum wanita agar jangan memilih lelaki yang kesehatan jiwanya terganggu. Beliau berkata,
تزوّجوا في الشكاك ولا تزوّجوهم , لأن المرأة تأخذ من أدب زوجها و يقهرها على دينـه
Artinya: Kawinilah wanita yang peragu tetapi jangan kalian berikan
wanita kalian pada lelaki yang peragu karena isteri selalu belajar dari
perangai dan kebiasaan suami serta mengikutinya dalam beragama.[11]
Islam menjadikan ketaatan pada agama sebagai penilaian terpenting dalam memilih calon suami. Rasulullah SAWW bersabda,
إذا جاءكم من ترضون خلقه و دينه فزوّجوه
Artinya: Jika seorang lelaki yang kalian sukai perangai dan agamanya datang meminang, terimalah pinangannya itu! [12]
Menurut Islam, seorang wanita muslimah tidak diperbolehkan untuk
menikah dengan lelaki nonmuslim. Hikmah dari hukum ini adalah demi
menjaga keselamatan anak-anak dan keluarga dari hal-hal yang tidak
diinginkan, termasuk yang menyangkut kepercayaan (agama) dan perilaku,
sebab istri dan anak akan sangat terpengaruh oleh kepercayaan dan
perilaku si ayah.
Islam juga melarang kita mengawinkan wanita
anggota keluarga kita dengan seorang lelaki yang tidak taat beragama dan
berperilaku tidak Islami demi menjaga wanita tersebut serta
anak-anaknya kelak dari penyimpangan terhadap agama.
Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,
لا تتزوّجوا المرأة المستعلنة بالزنا ولا تزوّجوا الرجل المستعلن بالزنا إلاّ أن تعرفوا منهما التوبة
Artinya: Jangan kalian menikahi wanita yang terang-terangan berzina dan
jangan kalian kawinkan wanita kalian dengan lelaki pezina kecuali jika
kalian yakin bahwa mereka telah bertaubat. [13]
Imam Ja’far
Shadiq a.s. juga melarang mengawinkan wanita anggota keluarga kita
dengan seorang lelaki peminum arak. Beliau berkata,
من زوّج كريمته من شارب خمر فقد قطع رحمها
Artinya: Jika seseorang mengawinkan anak atau saudara perempuannya
dengan peminum arak, berarti ia telah memutuskan tali persaudaraan
dengannya.[14]
Orang yang berperilaku menyimpang akan
memberikan dampak yang negatif pada perilaku anak-anaknya karena semua
tindak-tanduknya akan terekam pada memori anak-anak dan dipraktekkan
dalam tingkah-laku mereka. Selain itu, orang seperti ini tidak akan
pernah mempedulikan pendidikan anak-anaknya. Dia juga akan membuat
banyak masalah dengan isterinya dan hal itu akan menciptakan
ketidakharmonisan dalam keluarga. Jika hal ini terjadi, rumah tangga
yang semestinya menjadi tempat yang aman dan tenteram bagi perkembangan
dan pendidikan anak-anak berubah menjadi tempat yang seram dan
menegangkan.
Riwayat hidup Rasulullah SAWW dan Ahlul Bait a.s.
memperlihatkan contoh teladan dalam memilih pasangan untuk anak-anak
mereka. Rasulullah SAWW tidak memberikan anaknya yang bernama Fatimah
kepada para sahabat-sahabat besarnya. Setiap datang lamaran dari salah
seorang sahabat, jawaban yang selalu diberikannya adalah bahwa beliau
menunggu ketentuan Allah.[15] Kemudian beliau mengawinkan putri
kesayangannya itu dengan Ali bin Abi Thalib a.s. sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh Allah kepadanya.[16]
Diriwayatkan, bahwa
Dzalfa’, seorang wanita muslim yang terkenal karena kecantikan dan
kebangsawanannya, dipuji oleh Rasulullah SAWW karena mau menikah dengan
Juwaibir, lelaki muslim yang miskin dan tidak tampan tetapi taat
beragama dan beriman tebal.[17]
2. Masa Pra hamil
Setelah mengajarkan pentingnya seleksi dalam memilih pasangan hidup,
Islam melanjutkan arahannya dengan menjelaskan tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh suami dan isteri dalam mendidik anak sejak masa yang
paling dini, yaitu sejak masa prahamil.
Allah SWT telah
menjadikan hubungan antara suami isteri sebagai hubungan yang didasari
oleh perasaan cinta dan kasih sayang; hubungan yang dilandasi oleh sikap
saling berbagi perasaan. Untuk menjaga kelestarian hubungan ini, Islam
mengajak kita untuk menjadikan nilai-nilai luhur Islam sebagai asas dan
pondasi keluarga. Allah SWT berfirman,
ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل بينكم مودّة ورحمة ...
Artinya: Salah satu tanda kekuasaan-Nya adalah dijadikan-Nya untuk
kalian isteri dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tenteram dan
cenderung kepadanya. Kemudian, Dia jadikan di antara kalian rasa cinta
dan kasih sayang .... [18]
Malam pengantin merupakan awal dari
hubungan sejati suami isteri. Pada saat-saat seperti itu, Islam
mengajarkan kepada mereka berdua untuk memperhatikan etika Islam supaya
hubungan ini tidak semata-mata hubungan badan murni seperti sepasang
binatang. Pertama, suami dan isteri hendaknya melaksanakan shalat sunnah
dua rakaat. Setelah mengucapkan puji syukur ke hadirat Ilahi atas
nikmat yang telah Dia berikan kepada mereka dan membaca shalawat bagi
Rasulullah SAWW dan keluarganya, mereka hendaknya memanjatkan doa demi
keutuhan hubungan cinta di antara keduanya, yaitu sebagai berikut.
اللهم ارزقني إلفها وودها ورضاهابي وأرضني بها واجمع بيننا بأحسن اجتماع وأيسر ائتلاف فإنك تحب الحلال وتكره الحرام
Artinya: Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku cinta, kasih sayang, dan
kerelaannya. Jadikanlah aku ridha padanya. Jadikanlah kebersamaan kami
ini kebersamaan terbaik dan hubungan antara kami ini hubungan yang
harmonis. Sesungguhnya Engkau menyenangi yang halal dan membenci yang
haram. [19]
Dengan memperhatikan ajaran Islam ini, akan
terciptalah suasana yang indah dan menyenangkan pada pertemuan pertama.
Tidak ada lagi alasan bagi isteri untuk merasa takut dan cemas
menghadapi malam pengantin. Dengan demikian, malam pertama atau malam
pengantin mereka berdua akan dipenuhi oleh rasa cinta, kasih sayang dan
keakraban.
Ketika keduanya akan melangkah ke tahap berikutnya,
yaitu melakukan hubungan intim, di-sunnah-kan untuk membaca doa sebagai
berikut.
اللهم ارزقني ولدا واجعله تقياّ ذكياّ ليس في خلقه زيادة ولا نقصان واجعل عاقبته إلى خير
Artinya: Ya Allah, karuniailah aku anak yang shaleh dan cerdas yang
tidak ada cacat dalam bentuk lahirnya dan jadikanlah akhir kehidupannya
di dunia husnul khatimah.
Zikir yang paling baik dibaca sebelum memulai hubungan badan adalah Bismillaahir Rahmaanir Rahiim.[20]
3. Masa Kehamilan
a. Pembentukan Janin
Demi menjaga keselamatan jasmani dan ruhani janin, Islam telah
mengajarkan beberapa hal yang mudah untuk diamalkan. Dalam sebuah hadis
disebutkan bahwa Rasulullah SAWW melarang wanita untuk memakan apel
muda, susu, dan cuka pada minggu pertama kehamilannya sebab makanan tadi
dapat menyebabkan kesulitan saaat melahirkan nanti atau bahkan menunda
kelahiran anak. Selain itu juga dapat mengakibatkan beberapa
penyakit[21] yang berdampak negatif pada kandungan dan janin yang ia
kandung.
Rasulullah SAWW dan Ahlul Bait a.s. melarang suami
isteri melakukan hubungan badan pada waktu-waktu tertentu yang
dikhawatirkan dapat berakibat buruk pada anak. Larangan ini tentunya
bukan berarti haram, melainkan makruh dan berdampak buruk pada kesehatan
jasmani dan ruhani anak.
Waktu-waktu tersebut, antara lain, di
antara terbitnya fajar dan terbitnya matahari, di antara terbenamnya
matahari hingga hilangnya awan merah, sesaat setelah zuhur, tanggal
pertama, pertengahan dan akhir setiap bulan, saat terjadinya gerhana
bulan dan gerhana matahari, saat bertiupnya angin hitam, merah dan
kuning, saat terjadinya gempa dan beberapa waktu yang lain. Rasulullah
menganjurkan para suami untuk mengumpuli isteri mereka pada waktu-waktu
yang lain.
Kalau diperhatikan, waktu-waktu larangan di atas
menunjukkan bahwa sebagiannya bisa berakibat buruk pada mental dan
kejiwaan anak, khususnya waktu-waktu yang mencekam dan menakutkan. Bila
terjadi persetubuhan di saat itu dan janin terbentuk, anak yang akan
dilahirkan akan memiliki jiwa yang tidak stabil dan selalu dicekam rasa
takut. Sedangkan sebagian dari waktu-waktu larangan di atas, dapat
menyebabkan anak yang dihasilkan dari persetubuhan itu mengidap
penyakit-penyakit menakutkan seperti, lepra, idiot, dan bahkan
kegilaan.[22]
Selain itu, dalam beberapa riwayat disebutkan
bahwa Rasulullah SAWW dan keluarga beliau yang suci mengajarkan beberapa
tata cara bersetubuh. Rasulullah bersabda,
لا تتكلّم
عند الجماع , فإنه إن قضي بينكما ولد لا يؤمن أن يكون أخرس , ولا ينظرنّ
أحد في فرج امرأته , و ليغض بصره عند الجماع , فإن النظر إلى الفرج يورث
العمى في الولد
Artinya: Jangan berbicara saat
melakukan senggama, karena dikhawatirkan anak yang dihasilkan darinya
akan menjadi bisu. Dan jangan sekali-kali melihat kemaluan isteri saat
bersetubuh, karena hal itu dapat mengakibatkan kebutaan pada anak. [23]
Beliau juga bersabda,
يكره أن يغشى الرجل المرأة وقد احتلم حتى يغتسل من احتلامه الذي رأى , فإن فعل ذلك فخرج الولد مجنونا فلا يلومنّ إلاّ نفسه
Artinya: Jika seorang bermimpi junub, makruh baginya untuk mengumpuli
isterinya sampai ia mandi. Jika ia mengumpuli isterinya dalam keadaan
yang demikian, maka salahkanlah dirinya sendiri jika anak yang lahir
dari persetubuhan itu gila.[24]
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau bersabda,
لا تجامع امرأتك من قيام , فإن ذلك من فعل الحمير , وإن قضى بينكما ولد كان بوّالا في الفراش ..
Artinya: Jangan kaulakukan senggama dalam posisi berdiri layaknya
keledai karena dapat menyebabkan anak mengidap penyakit mengompol. [25]
Hadis Rasulullah SAWW yang lain menyebutkan,
لا تجامع امرأتك بشهوة امرأة غيرك , فإني أخشى إن قضى بينكما ولد أن يكون مخنثا , مؤنثا , مخبلا
Artinya: Jangan kau kumpuli isterimu dengan nafsumu pada wanita lain,
karena aku khawatir anak yang dihasilkan akan menjadi banci, lemah, dan
tidak berperasaan.[26]
Dari riwayat di atas kita pahami pula
bahwa beliau juga melarang suami membayangkan wanita lain saat
bersetubuh dengan isterinya.
Selanjutnya, Rasulullah SAWW bersabda,
إذا حملت امرأتك فلا تجامعها إلاّ وأنت على وضوء , فإنه إن قضي بينكما ولد يكون أعمى القلب بخيل اليد
Artinya: Jika isterimu tengah mengandung, jangan kau kumpuli ia kecuali
setelah berwudhu. Jika tidak, dikhawatirkan anak yang akan
dilahirkannya menjadi orang yang buta mata hati dan kikir. [27]
Secara umum, Islam mengajarkan kepada para suami untuk selalu mengingat
Allah sebelum mengadakan hubungan badan dengan isteri dan membaca
basmalah. Selain itu, Islam juga mengajarkan tata cara bersenggama
dengan melakukan hal-hal yang dapat menambah rasa cinta dan kasih sayang
antara suami isteri, seperti ciuman, pelukan dan kata-kata yang lembut
dan manis.[28]
b. Lingkungan Pertama Anak
Rahim ibu merupakan lingkungan pertama yang membentuk seorang manusia.
Lingkungan pertama ini sangat erat hubungannya dengan perkembangan
janin. Janin adalah bagian yang tak terpisahkan dari ibu yang
mengandungnya. Karena itulah, semua kondisi dan keadaan yang dialami
oleh ibu akan berpengaruh terhadap janin.
Hasil studi dan riset
yang dilakukan oleh para ahli membuktikan bahwa kesehatan jasmani dan
kondisi psikis ibu sangat berpengaruh pada janin. Rasa cemas, kalut,
takut, dan sebagainya, dapat mengakibatkan hal yang serupa pada jiwa
anak.[29]
“Ketegangan dan goncangan yang dialami oleh seorang
ibu hamil akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan pada janin.
Bahkan hal itu akan membuat anak yang ia kandung menjadi seorang yang
emosional. Karena itu, perlu adanya program bimbingan bagi para ibu
hamil untuk menghindarkan semua pikiran yang dapat mengusik
ketenangannya dan menciptakan ketegangan dan kece-masan, serta menjaga
agar suasana kehidupannya selalu harmonis dan menyenangkan”.[30]
“Masa kehamilan sangat berpengaruh pada kestabilan jiwa dan mental anak”.[31]
Berabad-abad yang lalu, sebelum para ahli psikologi menyingkap masalah
ini, Islam telah lebih dahulu menekankan kepada kita untuk memperhatikan
hal tersebut.
Rasulullah SAWW bersabda,
الشقي من شقي في بطن أمّه , والسعيد من سعد في بطن أمّه
Artinya: Orang yang sengsara telah sengsara sejak ia berada di perut
ibunya dan orang yang berbahagia telah berbahagia sejak ia berada di
perut ibunya. [32]
Maksud dari kebahagiaan dan kesengsaraan
semasa di perut ibu adalah bahwa kondisi ibu tersebut menciptakan
potensi pada janin untuk menjadi bahagia atau sengsara di masa
mendatang. Sebagian penyakit yang diidap ibu dapat menular pada anak
sehingga ia lahir dengan penyakit bawaan yang ia sandang seumur hidupnya
dan ini merupakan sebagian dari kesengsaraan hidup baginya. Atau
sebaliknya, ia lahir sehat walafiat dan kesehatannya itu akan ia bawa
selama hidupnya dan itu merupakan bagian dari kebahagiaannya.
Demikian pula halnya dengan kondisi spiritual, moral dan kejiwaan,
seperti kecemasan dan ketenangan, kerisauan dan kestabilan mental,
ketakutan dan sebagainya, semua itu sangat berpengaruh pada anak. Namun
pada perkembangan selanjutnya, anak akan dipengaruhi oleh lingkungannya.
Ada kalanya lingkungan akan menyelamatkannya dari pengaruh buruk yang
ia bawa sejak lahir. Sebaliknya, bisa jadi lingkungan akan merusak
potensi baik yang ia bawa sejak lahir.
Berikut ini akan kami
jelaskan beberapa ajaran Islam tentang cara menjauhkan janin dan anak
dari pengaruh buruk yang mungkin timbul sewaktu berada di dalam
kandungan.
1.Perhatian terhadap Makanan Ibu
Para ahli mengatakan bahwa kesehatan janin dalam kandungan tergantung
pada kesehatan fisik ibu. Salah satu hal yang mendukung kesehatan ibu
adalah makanan yang ia makan. Karena itu, kita saksikan bahwa kelaparan
yang melanda beberapa negara berpengaruh besar pada kesehatan anak-anak
yang dilahirkan saat itu. Anak-anak tersebut pada umumnya berfisik
lemah, mengidap banyak penyakit atau bahkan menderita cacat tubuh, yang
kesemuanya itu disebabkan oleh kelaparan atau kekura-ngan gizi ibu-ibu
mereka. Keadaan yang sebaliknya akan menghasilkan hal yang sebaliknya
pula.
Karena itu, baik Rasulullah SAWW maupun Ahlul Baitnya
sangat menekankan pentingnya perhatian terhadap makanan ibu hamil,
khususnya makanan yang berpengaruh pada sisi psikis dan spiritual anak.
Beberapa makanan yang dianjurkan untuk dimakan ibu selama masa kehamilan
adalah sebagai berikut.
a. Buah Pir
Rasulullah SAWW bersabda,
كلوا السفرجل فإنه يجلو البصر وينبت المودة في القلب , وأطعموه حبالاكم فإنه يحسّن أولادكم
Artinya: Makanlah buah pir karena buah itu dapat membuat terang
penglihatan dan menumbuhkan rasa cinta di hati. Dan berikanlah buah ini
kepada ibu yang sedang mengandung karena dapat mempercantik anak kalian.
[33]
b. Luban atau Kemenyan Arab
Rasulullah SAWW bersabda,
أطعموا نسائكم الحوامل اللبان , فإنه يزيد في عقل الصبي
Artinya: Berilah luban (kemenyan Arab) kepada isteri kalian yang sedang
mengandung karena itu dapat mencerdaskan anak yang sedang dikandungnya.
[34]
Imam Ali bin Musa Ridha a.s. berkata,
أطعموا
حبالاكم اللبان , فإن يكن في بطنهنّ غلام خرج ذكي القلب عالما شجاعا , وإن
يكن جارية حسن خلقها وخلقها وعظمت عجيزتها وحظيت عند زوجها
Artinya: Berikanlah luban kepada isteri kalian yang sedang mengandung.
Jika bayi yang dikandungnya itu laki-laki, maka anak tersebut akan
menjadi anak yang cerdas, pandai, dan pemberani. Dan jika bayi yang
kandungnya itu perempuan, maka anak itu akan menjadi cantik paras dan
budi pekertinya, serta akan dihormati oleh suaminya.[35]
c. Buah Kurma
Rasulullah SAW bersabda,
أطعموا المرأة في شهرها الذي تلد فيه التمر , فإن ولدها يكون حليما نقيا
Artinya: Berikanlah buah kurma kepada isteri kalian di bulan kesembilan
kehamilannya karena hal itu dapat membuat anak yang ia lahirkan menjadi
orang berhati lembut dan bersih. [36]
Para Imam Ahlul Bait
a.s. telah membuat daftar menu makanan yang sangat berguna bagi
kesehatan tubuh, seperti yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis Ahlul
Bait, misalnya Al-Kafi dan Makarim Al-Akhlaq. Makanan-makanan tersebut
antara lain adalah buah delima, tin, anggur, kismis, sayuran, dan jenis
buah-buahan yang lain, juga daging, bubur daging, dan hijau-hijauan.
Di lain pihak, mereka melarang kita untuk memakan makanan yang
membahayakan kesehatan seperti bangkai, darah, daging babi, arak, dan
jenis-jenis makanan lain yang telah dilarang dalam Al-Qur’an dan hadis
Nabi SAWW.
2. Perhatian Terhadap Kondisi Kejiwaan Ibu Hamil
Kondisi kejiwaan ibu hamil harus diusahakan agar selalu stabil,
tenteram, dan bahagia. Upaya untuk menciptakan kondisi demikian antara
lain dengan menyediakan rumah yang luas baginya, mencukupi kebutuhan
pokoknya, dan bersikap baik terhadapnya.
a. Rumah yang Luas
Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
من السعادة سعة المنـزل
Artinya: Rumah yang luas adalah bagian dari sebuah kebahagiaan. [37]
Dalam riwayat yang lain beliau mengatakan,
للمؤمن راحة في سعة المنـزل
Artinya: Mukmin akan merasa tenang berada di rumah yang luas.[38]
Pengaruh rumah yang luas terhadap kebahagiaan pribadi dan keluarga
sudah dibuktikan oleh para ahli dan Islam juga menekankan hal tesebut.
Dalam sebuah masyarakat Islami yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama
samawi ini dalam kehidupan sehari-hari, pastilah mereka akan saling bahu
membahu dalam memenuhi kebutuhan akan rumah yang luas bagi seluruh
anggotanya, juga kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Bila seorang
suami tidak mampu untuk membeli atau menyewa sebuah rumah yang luas,
hendaknya ia meyakinkan isterinya bahwa ia akan giat bekerja agar bisa
mendapatkan rumah idaman tersebut. Atau jika tidak, ia dapat menyuruh
isteri untuk bersabar atas kondisi ekonomi mereka karena Allah pasti
akan memberikan pahala dan kebaikan-Nya kepada mereka jika bersabar
hidup dalam kemiskinan. Dengan demikian isteri akan merasa tenang dan
senang hati meski hidup di dalam rumah yang kecil dan sempit.
b. Memenuhi Kebutuhan Pokok Isteri
Abdullah bin Atha’ berkata, “Suatu hari aku datang ke rumah Imam Abu
Ja’far a.s. Di dalam rumah beliau itu aku melihat ada kasur, bantal,
kain seprai, dan sandaran. Akupun bertanya, ‘Untuk apakah semua ini?’
Beliau menjawab, ‘Ini adalah barang yang diperlukan oleh wanita.’ ” [39]
Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang wanita untuk rumahnya
seperti bantal, sandaran, dan kasur, juga pakaian-pakaian yang bagus dan
perabot rumah tangga, adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Semua itu
akan membuat hati dan perasaannya tenang dan berbahagia. Karena itu,
tugas yang dipikul oleh suami adalah memenuhi seluruh kebutuhan tadi,
tentunya disesuaikan dengan kemampuannya.
Jika suami tidak
mampu untuk memenuhinya, atau hanya dapat memenuhi sebahagiannya, ia
dapat menyadarkan sang isteri dan menyuruhnya untuk menerima kehendak
Tuhan ini, karena Dia juga telah menjanjikan pahala yang besar bagi
mereka yang bersabar. Selain itu, ia juga harus berjanji padanya akan
lebih giat bekerja agar dapat mengangkat kondisi ekonomi mereka dan
memenuhi semua kebutuhan keluarga khususnya isteri.
c. Bersikap Baik Terhadap Isteri
Sikap baik tehadap isteri, khususnya isteri yang sedang mengandung,
akan membuat kehidupannya bahagia. Isteri akan merasakan ketenangan dan
ketenteraman batin. Dengan demikian, tidak akan ada lagi tempat untuk
kerisauan dan ketegangan di hati dan batinnya.
Imam Ali Zainal Abidin a.s. mengatakan,
وأمّا
حق رعيتك بملك النكاح , فأن تعلم أن الله جعلها سكنا و مستراحا و أنسا و
واقية , وكذلك كلّ واحد منكما يجب أن يحمد الله على صاحبه و يعلم أن ذلك
نعمة منه عليه , ووجب أن يحسن صحبة نعمة الله ويكرمها ويرفق بها , فإن لها
حق الرحمة والمؤانسة وموضع السكون إليها قضاء اللذّة
Artinya: Hak wanita yang engkau nikahi adalah, engkau harus tahu bahwa
Allah telah menjadikannya sebagai sumber ketenangan dan ketentraman
bagimu serta sebagai penjaga harta dan kehormatanmu. Kalian berdua
haruslah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah atas anugerah yang Dia
berikan berupa pasangan kalian. Engkau harus tahu bahwa itu semua
adalah nikmat Allah atasmu. Karena itu, suami harus memperlakukan
isterinya dengan baik, menghormatinya, dan berlemah-lembut terhadapnya,
meskipun hak-haknya atas sang isteri lebih besar.
Isteri harus
menaati suaminya jika ia memerintahkan sesuatu, selama tidak berupa
maksiat kepada Allah. Isteri berhak untuk mendapatkan kasih sayang dan
kelemahlembutan karena dialah yang memberikan ketenangan hati bagi
suami. Isterilah yang dapat memuaskan kebutuhan biologis suami yang
memang harus disalurkan, dan hal itu adalah sesuatu yang agung ....[40]
Sikap baik suami terhadap isterinya dapat diwujudkan dalam bentuk
pergaulan yang baik, lemah lembut terhadapnya, kata-kata yang manis,
menghormati dan mendudukkannya di tempat yang layak, memenuhi kebutuhan
lahir dan batinnya, memperlakukan isteri layaknya seorang manusia yang
dimuliakan oleh Islam, menciptakan suasana rumah yang dipenuhi dengan
keceriaan, kegembiraan, cinta dan kasih sayang, menyenangkan hatinya,
dan menjaga semua rahasianya.
Selanjutnya, suami sebaiknya
membantu istri dalam menyelesaikan pekerjaan rumah yang tidak mampu ia
lakukan, memaafkan kesalahannya sejauh tidak keluar dari batas-batas
agama, bersikap penuh pengertian dalam menyelesaikan masalah yang mereka
hadapi sehingga tidak menyinggung perasaannya, menghindari semua hal
yang dapat mengganggu ketenangan jiwanya, seperti rasa cemburu yang
tidak pada tempatnya, atau bermuka masam terhadapnya, atau bahkan sampai
memukul, pisah ranjang dan tidak memenuhi hak-haknya.[41]
Jika
perlakuan suami terhadap isteri baik, kondisi psikis isteri menjadi
baik pula, dan itu akan memberikan pengaruh yang positif kepada janin
yang dikandungnya.
[1]Dr Fakhir Aqil, ‘Ilm Al-Nafs Al-Tarbawi:45-57
[2]Al-Kafi 5:332
[3]Faidh Kasyani, Al-Mahajjah Al-Baidhla 3: 93
[4]Makarim Al-Akhlaq:304
[5]Ibid : 305
[6]Wasail Al-Syi’ah 20:85, hadis ke-1 bab ke-34
[7]Al-Kafi 5:354, hadis ke-1
[8]Ibid:332
[9]Ibid:333, hadis ke-3
[10]Ibid :347, hadis ke-1
[11]Ibid:348, hadis ke-1
[12]Ibid:347, hadis ke-2
[13]Makarim Al-Akhlaq:305
[14]Wasail Al-Syi’ah 20: 79, Al-Kafi 5:347, hadis ke-1
[15]Majma’ Al-Zawaid 9:206
[16]Ibid:204, Al-Mu’jam Al-Kabir 22:408, Al-Shawaiq Al-
Muhriqah
[17]Al-Kafi 5:342, hadis ke-1
[18]Q.S. Al-Rum : 21
[19]Makarim Al-Akhlaq:208.
[20]Ibid : 209
[21]Ibid.
[22]Al-Kafi 5:498 hadis ke-1, Makarim Al-Akhlaq:208-209
[23]Makarim Al-Akhlaq:209
[24]Ibid.
[25]Ibid:210.
[26]Ibid:211.
[27]Ibid.
[28]Ibid hal: 212.
[29]Dr. Fakhir Aqil, ‘Ilm Al-Nafs Al-Tarbawi hal: 46-47.
[30]Muhammad Taqi Falsafi, Al-Thifl baina Al-Wiratsah wa Al-
Tarbiyah 1:106.
[31]Masyakil Al-Abaa’ fi Tarbiyah Al-Abnaa’ :263.
[32]Majlisi, Bihar Al-Anwar 3:44
[33]Makarim Al-Akhlaq:172.
[34]Ibid hal:194.
[35]Ibid.
[36]Ibid:169
[37]Makarim Al-Akhlaq:125
[38]Ibid:131
[39]Ibid.
[40]Harrani, Tuhaf Al-‘Uqul:188.
[41]Irsyad Al-Qulub:175, Makarim Al-Akhlaq:245, Al-Kafi 5:511,
Al-Mahajjah Al-Baidha’ 3:19.
3
PENDIDIKAN ANAK MENURUT AJARAN ISLAM
BAGIAN KETIGA
Fase Kedua: Setelah Anak Lahir
Yang kami maksud dari fase ini adalah hari-hari pertama kelahiran anak
dan lingkungan sosial pertama baginya. Periode ini sangat berpengaruh
dalam pembentukan jasmani, perkembangan nalar, dan kemam-puan
sosialisasi sang anak. Keseimbangan mental dan kematangan sikap anak di
masa mendatang juga tergantung pada periode ini. Karena itu, konsep
Islam memberikan perhatian ekstra kepada anak sejak hari-hari pertama
kelahirannya dengan mengajarkan orang tua untuk melakukan beberapa hal
berikut ini.
1. Acara Syukuran
Acara
syukuran ini diadakan antara hari pertama kelahiran anak hingga hari
ketujuh, demi menjaga kesehatan dan keselamatan lahir-batin sang bayi.
Acara pertama yang harus dilaksanakan oleh orang tua anak adalah
memperdengarkan nama AllahSWT di telinga anak. Imam Ja’far bin Muhammad
Shadiq a.s. berkata,
قال رسول الله صلى الله عليه وآله
وسلّم : من ولد له مولود فليؤذن في أذنه اليمنى بأذان الصلاة , وليقم في
اليسرى فإنها عصمة من الشيطان الرجيم
Artinya:
Rasulullah SAWW bersabda, “Jika seseorang diberi anugerah anak oleh
Allah SWT, hendaknya ia mengumandangkan suara azan di telinga kanan
anaknya itu dan iqamah di telinga kirinya karena hal tersebut dapat
menjauhkannya dari bisikan dan godaan syetan yang terkutuk. [1]
Dalam banyak kesempatan Rasulullah berpesan kepada Imam Ali a.s. untuk
membaca azan dan iqamah di telinga anak yang dilahirkan. Ini menunjukkan
betapa masalah ini merupakan masalah yang penting dan serius. Beliau
SAWW bersabda,
يا علي إذا ولد لك غلام أو جارية فأذّن في أذنه اليمنى وأقم في اليسرى فإنه لا يضرّه الشيطان أبدا
Artinya: Ya Ali, jika engkau dianugerahi anak, laki-laki atau
perempuan, bacalah azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga
kirinya, dengan demikian ia akan selamat dari godaan syetan
selama-lamanya.[2]
Terjaganya anak dari godaan syetan berarti
bahwa ia selamat dari penyimpangan terhadap nilai-nilai Islam.
Pesan-pesan Rasulullah SAWW tersebut, meskipun tidak pernah dibahas oleh
pakar psikologi dan ilmu pendidikan masa kini, sudah sepantasnya
dipatuhi oleh umat Islam.
Acara kedua adalah acara pemberian
nama. Islam mengajarkan kepada kita untuk memberikan nama yang terbaik
bagi putra dan putri kita. Sebaik-baik nama adalah Muhammad, nama Nabi
Besar umat Islam. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
لا يولد لنا ولد إلاّ سمّيناه محمدا فإذا مضى لنا سبعة أيام فإن شئنا غيّرنا وإن شئنا تركنا
Artinya: Tidak satupun anak laki-laki yang lahir di keluarga kami
kecuali kami menamakannya Muhammad. Setelah lewat tujuh hari, kami baru
dapat mengganti nama tersebut atau menetapkannya.[3]
Rasulullah SAWW dalam hadisnya menekankan hal ini. Beliau bersabda,
من ولد له أربع أولاد لم يسمّ أحدهم باسمي فقد جفاني
Artinya: Jika seseorang dikaruniai empat orang anak lelaki tetapi tidak
menamakan satupun dari anak-anaknya itu dengan namaku, berarti dia
telah membenciku.[4]
Para Imam Suci Ahlul Bait a.s.
menganjurkan kaum muslimin untuk memberi anak-anak mereka nama-nama
seperti Abdur Rahman dan semua nama yang menunjukkan penghambaan kepada
Allah, Muhammad, Ahmad, Ali, Hasan, Husain, Ja’far, Thalib, Fathimah.[5]
Sebaliknya mereka tidak menyenangi nama-nama seperti Hakam, Hakim,
Khalid, Malik, Harits.[6]
Nama-nama yang baik akan
menyelamatkan anak dari ejekan teman-temannya. Dengan demikian, anak
tidak akan merasa memiliki kekurangan dalam hal ini. Sebaliknya,
nama-nama yang jelek akan mengakibatkan hal-hal yang kurang baik.
Acara syukuran selanjutnya yang dianjurkan dalam Islam adalah akikah,
yaitu menyembelih kurban kambing atau binatang sembelihan lainnya demi
keselamatan anak dan mencukur habis rambut bayi. Imam Ja’far Shadiq a.s.
berkata,
عقّ عنه واحلق رأسه يوم السابع وتصدّق بوزن شعره فضّة
Artinya: Berakikahlah dan cukur rambut anakmu itu pada hari ketujuh, lalu bersedekahlah perak seberat rambutnya.[7]
Akikah yang tidak lain adalah sedekah, dapat menolak bala’ dari sang
anak dan menjaganya dari marabahaya. Selain itu, akikah juga
meninggalkan kesan tersendiri pada diri anak setelah ia dewasa nanti
dengan mengetahui bahwa orang tuanya telah memberikan perhatian yang
besar atas kelahirannya. Hal itu juga akan membuat kenangan tersendiri
bagi mereka yang mendapatkan bagian daging akikah tersebut terhadap anak
itu nantinya.
Salah satu acara syukuran lainnya yang
diperintahkan dalam agama Islam adalah mengkhitan anak laki-laki. Imam
Ja’far Shadiq a.s. berkata,
اختنوا أولادكم لسبعة أيام فإنه أطهر وأسرع لنبات اللحم ...
Artinya: Khitanlah anak kalian pada hari ketujuh, karena hal itu lebih bersih untuknya dan mempercepat tumbuhnya daging. [8]
2. Perhatian terhadap ASI
Susu merupakan makanan terpenting dan sumber kehidupan satu-satunya
bagi bayi di bulan-bulan pertama usianya. Susu terbaik untuk anak adalah
air susu ibu karena dengan menyusui terjadilah kontak cinta dan kasih
sayang antara ibu dan anak. Ibu adalah orang yang paling mampu
memberikan cinta dan kehangatan yang sesungguhnya kepada anak dengan
naluri keibuannya yang diberikan Allah kepadanya.
“Ibulah yang dapat memenuhi kebutuhan cinta dan kasih sayang yang didambakan anak sejak hari-hari pertama masa menyusui”.[9]
“Dengan menyusui, hubungan cinta dan kasih sayang antara ibu dan anak
akan semakin erat dan akan membuat anak merasa tenang dan aman”.[10]
Riwayat-riwayat Ahlul Bait a.s. dan wejangan-wejangan yang mereka
berikan kepada umat Islam banyak menekankan keutamaan air susu ibu bagi
anak. Imam Amirul Mu’minin Ali a.s. berkata,
ما من لبن يرضع به الصبي أعظم بركة عليه من لبن أمّه
Artinya: Tidak ada air susu yang lebih berbarakah bagi anak bayi dari air susu ibunya sendiri. [11]
Riset ilmiah telah membuktikan bahwa ASI merupakan makanan terbaik bagi
bayi. Selain itu, dengan menyusui anak akan merasa aman dan tenang
berada di dalam pelukan ibunya. Pada saat-saat ketika praktek menyusui
tidak mungkin dilakukan karena sedikitnya air susu ibu, atau karena ibu
sedang sakit, atau ketiadaan ibu karena bercerai atau meninggal dunia,
Ahlul Bait memerintahkan untuk memilih ibu susu yang memiliki kriteria
tertentu.
Imam Ali bin Abi Thalib a.s. berkata,
انظروا من ترضع أولادكم فإن الولد يشبّ عليه
Artinya: Hati-hatilah kalian dalam memilih ibu susu untuk anak kalian
karena air susu yang diminumnya akan mempengaruhi jalan kehidupannya.
[12]
Baik air susu maupun ibu yang menyusui berpengaruh pada
perkembangan jasmani dan ruhani anak. Riset ilmiah yang dilakukan oleh
para ahli pun membenarkan hal tersebut.
Ada beberapa kriteria bagi ibu susu yang dijelaskan oleh para imam suci Ahlul Bait a.s. Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,
استرضع لولدك بلبن الحسان وإياك والقباح فإن اللبن قد يعدي
Artinya: Susukanlah anak kalian pada wanita yang cantik dan jangan
kalian susukan kepada wanita yang buruk rupa karena air susu akan
berpengaruh pada parasnya.[13]
Beliau juga mengatakan,
عليكم بالوضاء من الظؤرة فإن اللبن يعدي
Artinya: Carilah ibu susu yang bersih dan cantik karena air susu akan berpengaruh pada anak. [14]
Ada larangan dari Ahlul Bait a.s. untuk menyusukan anak pada beberapa
wanita, di antaranya wanita Majusi. Abdullah bin Hilal berkata, “Aku
pernah bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq a.s. tentang menyusukan anak
pada wanita Majusi. Beliau menjawab,
لا , ولكن أهل الكتاب
Artinya: Jangan! Tapi susukanlah anakmu itu pada wanita Ahlul Kitab. [15]
Kaum muslimin dapat memberikan anak mereka kepada wanita Ahlul Kitab
(Yahudi atau Nasrani) untuk disusui dengan syarat mereka harus melarang
wanita tersebut meminum minuman keras. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
إذا أرضعن لكم فامنعوهنّ من شرب الخمر
Artinya: Jika wanita Ahlul Kitab akan menyusui anakmu, pertama kali, laranglah ia dari minuman keras. [16]
Ali bin Ja’far berkata, “Aku pernah bertanya kepada abangku, Imam Musa
Kadzim a.s. tentang wanita Yahudi dan Nasrani yang menjadi ibu susu
padahal mereka meminum arak. Beliau menjawab,
امنعوهنّ من شرب الخمر ما أرضعنّ لكم
Artinya: Selagi mereka menyusui anakmu, laranglah mereka meminum minuman keras. [17]
Imam Ja’far Shadiq a.s. melarang kita untuk menyusukan anak pada wanita
pelacur dan wanita yang memiliki air susu hasil dari perzinaan. Beliau
berkata,
لا تسترضعها ولا ابنتها
Artinya: Jangan kau susukan anakmu pada wanita itu dan juga pada anaknya. [18]
Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,
لبن اليهودية والنصرانية والمجوسية أحب إليّ من لبن ولد الزنا
Artinya: Air susu wanita Yahudi, Nasrani, dan Majusi lebih aku sukai dari air susu anak zina. [19]
Hikmah dari larangan tersebut adalah karena air susu sangat berpengaruh
pada kepribadian anak. Wanita pezina selalu hidup dalam keresahan hati
dan ketidak-tenangan. Ia selalu dihantui oleh perasaan bersalah dan
berdosa pada Tuhan sejak hari pertama terbentuknya janin di rahimnya.
Semenjak saat itu sampai ia melahirkan, perasaan yang tidak menentu
selalu hadir di hatinya. Kondisi jiwa dan mental seperti itu sangat
berpengaruh pada kestabilan mental dan keseimbangan jiwa anaknya. Karena
itulah, air susu anak hazil zina pun tidak baik bagi anak kita.
Dalam sebuah hadis di sebutkan bahwa Rasulullah SAWW mengingatkan kita
untuk berhati-hati terhadap air susu wanita pelacur dan wanita gila.
Beliau bersabda,
توقوا على أولادكم من لبن البغيّة والمجنونة فإن اللبن يعدي
Artinya: Jagalah anak kalian dari air susu wanita pezina dan wanita
gila karena air susu akan meninggalkan kesannya pada anak tersebut. [20]
Rasulullah SAWW juga bersabda,
لاتسترضعوا الحمقاء فأن الولد يشبّ عليه
Artinya: Jangan kalian susukan anak kalian pada wanita yang dungu karena anak akan terpengaruh oleh air susunya. [21]
Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,
إن عليّا كان يقول : لاتسترضعوا الحمقاء , فإن اللبن يغلب الطباع
Artinya: Imam Ali AS sering mengatakan, “Jangan kalian susukan anak
kalian pada wanita dungu, karena air susu akan mendominasi tabiat sang
anak.” [22]
Para pakar psikologi menekankan agar para ibu
hendaknya dalam keadaan yang tenang saat menyusui, lalu menyentuh kening
anaknya dengan lembut. Selain itu mereka menyebutkan bahwa ibu tidak
boleh memaksa anaknya untuk menghadap ke payudaranya, karena
dikhawatirkan hal itu akan mengejutkan dan mem-bingungkan anak.[23]
Dalam konsep yang diajarkan oleh Ahlul Bait a.s. disebutkan juga tata
cara dan masa menyusui. Mereka menegaskan bahwa cara menyusui anak
adalah dengan memberikan kedua payudara ibu ke pada anak secara
bergantian dan masa menyusui hendaknya tidak kurang dari dua puluh satu
bulan.
Imam Ja’far Shadiq a.s. kepada Ummu Ishaq binti Sulaiman mengatakan,
يا أم إسحاق لا ترضعيه من ثدي واحد وأرضعيه من كليهما يكون أحدهما طعاما والآخر شرابا
Artinya: Wahai Ummu Ishaq, jangan kau susui anak dengan satu payudara
saja. Susuilah dari keduanya secara bergantian karena salah satu
payudara mengeluarkan makanan bagi anak dan lainnya mengeluarkan minuman
untuknya. [24]
Dalam riwayat lain beliau juga mengatakan,
الرضاع واحد وعشرون شهرا فما نقص فهو جور على الصبي
Artinya: Masa menyusui adalah dua puluh satu bulan. Jika kurang dari masa ini berarti anak tersebut telah dizalimi haknya. [25]
Masa yang cukup panjang ini sangat baik bagi per-kembangan mental dan
psikis anak karena masa menyusu adalah masa yang sangat sensitif bagi
anak dan masa yang membentuk kepribadiannya. Saat sang ibu mendekapnya,
ia akan merasakan cinta dan kehangatan.
Mengenai hal ini
Profesor Louis Cablan menegaskan, “Anak yang mendapatkan curahan kasih
sayang yang cukup dari ibu pada tahun pertama dan kedua dari usianya
akan selalu merasa aman. Pada umumnya anak seperti ini tidak akan merasa
gelisah atau takut. Dengan mudah ia dapat beradaptasi saat menginjak
usia tiga- empat tahun. Anak yang selalu merasa aman memiliki kestabilan
mental dan mudah bergaul dengan siapa saja dan bergabung dengan
anak-anak seusianya”. [26]
Salah satu hal yang penting bagi
anak di masa-masa seperti ini adalah nyanyian anak-anak, karena hal itu
sangat membantu mempercepat kemampuan berbahasa dan perkembangan
mentalnya di masa mendatang. Fathimah Zahra, putri kesayangan Rasulullah
SAWW, sering membawakan nyanyian berikut ini untuk anaknya Al-Hasan.
Wahai Hasan, contohlah ayahmu Ali
Uraikan tali yang membelenggu agama Ilahi
Sembahlah Tuhan Yang Maha Pemberi
Jangan kau turuti kaum pendengki
Untuk anaknya Al-Husain, beliau bersenandung,
Kau mirip ayahku, Nabi
Dan tak mirip ayahmu, Ali [27]
Ahlul Bait a.s. sangat menekankan pentingnya menjalin hubungan cinta
dan kasih sayang antara ayah dan ibu dan menghindari segala sesuatu yang
dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap kestabilan emosional keduanya
secara khusus karena kondisi mental dan emosional mereka berhubungan
langsung dengan kejiwaan anak di masa menyusui. Ahlul Bait a.s. sering
berpesan untuk memperhatikan menu makanan ibu yang sedang menyusui
karena kuantitas dan kualitas air susu bergantung kepada makanan yang ia
makan. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa kurma adalah makanan terbaik
bagi ibu menyusui. Rasulullah SAWW bersabda,
ليكن أوّل ما تأكل النفساء الرطب
Artinya: Makanan pertama yang paling baik dimakan oleh wanita yang baru melahirkan adalah kurma ruthab.
Lalu ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, kalau belum datang musim ruthab?” Beliau menjawab,
سبع تمرات من تمر المدينة فإن لم يكن فسبع تمرات من تمر أمصاركم
Artinya: Tujuh butir kurma Medinah. Jika tidak ada, tujuh butir kurma negeri kalian sendiri. [28]
Imam Ja’far Shadiq a.s. menganjurkan untuk memakan satu jenis kurma, yaitu kurma Barni. Beliau mengatakan,
اطعموا البرني نسائكم في نفاسهن تحلم أولادكم
Artinya: Berilah isteri kalian yang baru melahirkan kurma Barni karena dapat membuat anak kalian berhati lembut.[29]
Riwayat yang lain menyebutkan bahwa beliau berkata,
اطعموا نسائكم التمر البرني في نفاسهن تجمّلوا أولادكم
Artinya: Berilah isteri kalian yang baru melahirkan kurma Barni karena dapat mempercantik paras anak kalian. [30]
Ahlul Bait a.s. dalam banyak riwayat menyebutkan daftar makanan yang
baik untuk pertumbuhan dan kesehatan.[31] Di antaranya adalah roti untuk
mencegah datangnya penyakit, bubur gandum untuk menumbuhkan daging,
menguatkan tulang dan memudahkan percernaan, bubur kacang adas untuk
menurunkan darah tinggi dan mengurangi temperatur badan, daging untuk
mengurangi rasa amarah, bubur daging untuk menyegarkan badan dan
membuatnya penuh energi, buah zaitun untuk mengeluarkan angin dari
tubuh, anggur untuk mengurangi amarah, dan buah pir untuk menguatkan
jantung.
Selain itu Ahlul Bait a.s. menekankan pentingnya madu,
telur, susu, dan semua jenis buah-buahan. Semua faedah yang dihasilkan
makanan-makanan di atas juga akan didapatkan oleh bayi melalui air susu
yang ia minum.
Kesimpulan dari uraian di atas adalah sebagai berikut.
Pertama, anak harus mendapatkan air susu ibunya. Jika hal tersebut
tidak memungkinkan, dianjurkan untuk mencari ibu susu mukmin dan sehat
lahir batin. Namun bila ibu susu dengan kriteria tersebut tidak
didapatkan, kita diperbolehkan untuk mengambil ibu susu yang tidak
beragama agama Islam dengan syarat melarangnya meminum minuman keras dan
memakan atau meminum segala sesuatu yang dapat membahayakan keselamatan
anak.
Kedua, kestabilan mental dan emosional ibu dan kesehatan
jasmaninya haruslah diperhatikan. Selain itu, untuk mendapatkan air
susu dalam jumlah yang banyak dan berkualitas tinggi, dianjurkan agar
ibu memakan makanan yang mengandung banyak gizi karena hal itu sangat
penting untuk pertumbuhan fisik dan psikis anak.
[1]Al-Kafi 6: 24, hadis ke-6.
[2]Tuhaf Al-‘Uqul:17
[3]Al-Kafi 6:18, hadis ke-4
[4]Ibid, hadis ke-6
[5]Ibid:19
[6]Ibid:21.
[7]Ibid:27, hadis ke-1
[8]Ibid:34, hadits ke-1
[9]Muhammad Taqi Falsafi, Al-Thifl Bain Al-Wiratsah wa Al-
Tarbiah 2:82.
[10]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:11-16.
[11]Al-Kafi 6:40, hadis ke-1
[12]Ibid:44, hadis ke-1
[13]Ibid, hadis ke-12
[14]Ibid, hadis ke-13
[15]Ibid hal: 42 hadis ke-2.
[16]Ibid hadis ke-3.
[17]Wasail Asy-Syiah 21:465, hadis ke-7
[18]Al-Kafi 6:42, hadis ke-1
[19]Ibid, hadis ke-5
[20]Makarim Al-Akhlaq:223
[21]Ibid:237
[22]Ibid
[23]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:33
[24]Al-Kafi 6:40, hadis ke-2
[25]Ibid, hadis ke-3
[26]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:257
[27]Bihar 43:286
[28]Al-Kafi 6:22, hadis ke-4
[29]Ibid, hadis ke-5
[30]Makarim Al-Akhlaq:169
[31]Al-Kafi 6:305 dst.
BAGIAN KEEMPAT
Fase Ketiga: Masa Kanak-Kanak
Masa kanak-kanak dimulai dari selesainya masa menyusui hingga anak
berumur enam atau tujuh tahun. Masa ini termasuk masa yang sangat
sensitif bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan
sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses pembentukan jiwa anak
yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada saat ini, orang
tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak
dan mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif di
masyarakatnya kelak. Konsep pendidikan yang tepat untuk diterapkan pada
masa ini adalah sebagai berikut.
1. Mengenalkan Anak kepada Allah SWT
Anak atau bahkan manusia secara umum diciptakan dengan membawa bakat
iman kepada Allah SWT. Hal itu kita buktikan dengan adanya
pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada di benaknya tentang asal-muasal
dunia. Dari mana ia datang? Siapakah yang menciptakan kedua orang
tuanya? Dari manakah asalnya mereka yang berada di sekelilingnya? Anak,
dengan kemampuan berpikirnya yang sangat terbatas, siap untuk menerima
teori adanya Tuhan yang menciptakan alam.
Kewajiban ayah dan
ibu adalah memanfaatkan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk
mengenalkannya pada Allah SWT, Tuhan yang Maha pencipta. Tentu saja,
pengenalan tersebut sebatas kemampuan sang anak dalam mencerna
pembicaraan dan permasalahan yang ada di hadapannya. Pengenalan anak
pada keimanan kepada Allah SWT sama-sama ditekankan, baik oleh para
ulama agama maupun para pakar ilmu jiwa.
“(Teori keimanan
kepada Tuhan) merupakan nilai terpenting yang harus ditanamkan pada anak
sejak usia dini....Hal itu akan memberinya semangat dalam menempuh
kehidupan di dunia dan membuatnya percaya akan kemurahan dan kemampuan
Tuhan. Selain itu, sang anak yang memiliki bekal agama akan terhindar
dari perbuatan-perbuatan keji dan nista”.[1]
Pendidikan pada
masa ini sebaiknya dijalankan secara bertahap sesuai dengan usia,
kemampuan berpikir anak, dan kematangan bahasa dan nalarnya. Imam
Muhammad Baqir a.s. dalam hal pendidikan bertahap ini mengatakan,
إذا
بلغ الغلام ثلاث سنين يقال له : قل لا اله إلا الله سبع مرات , ثم يترك
حتى تتم له ثلاث سنين وسبع أشهر وعشرون يوما فيقال له : قل محمد رسول الله
سبع مرات , ويترك حتى يتم له أربع سنين ثم قال له : قل سبع مرات صلّى الله
على محمد وآله ثم يترك حتى يتم له خمس سنين ثم يقال له : أيّهما يمينك و
أيّهما شمالك ؟ فإذا عرف ذلك حوّل وجهه إلى القبلة ويقال له :اسجد , ثم
يترك حتى يتم له سبع سنين فإذا تم له سبع سنين قيل له اغسل وجهك وكفيك فإذا
غسلهما قيل له صلّ ثم يترك , حتى يتم له تسع سنين , فإذا تمت له تسع سنين
علم الوضوء وضرب عليه وأمر بالصلاة وضرب عليها فإذا تعلم الوضوء والصلاة
غفر الله عزّ وجل له ولوالديه إنشاء الله
Artinya: Jika
anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat “Laa ilaaha illallah”
(tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat
ia berusia tiga tahun tujuh bulan dua puluh hari, katakan kepadanya
“Muhammad Rasulullah” (Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak tujuh
kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian, ajarilah
ia untuk mengucapkan “Shallallaah ‘alaa Muhammad wa aalihi” (Salam
sejahtera atas Muhammad dan keluarganya) sebanyak tujuh kali dan
tinggalkan.
Setelah ia genap berusia lima tahun, tanyakanlah
kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika ia mengetahui arah kanan dan
kiri palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan perintahkanlah ia
untuk bersujud lalu tinggalkan.
Setelah ia berumur tujuh tahun
suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya dan perintahkanlah
ia untuk shalat lalu tinggalkan.
Saat ia berusia genap sembilan
tahun ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan pukullah ia bila
meninggalkan kewajibannya ini. Jika anak telah mempelajari wudhu dan
shalat dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni kedua
orang tuanya, Insya Allah. [2]
Para pakar psikologi mendukung
kebenaran teori yang diberikan oleh Imam Baqir di atas. Mereka
mengatakan, “Saat berusia dua sampai tiga tahun, anak mulai menunjukkan
kemampuannya menyebutkan benda-benda dan hubungan yang dilihatnya…Di
akhir tahun ketiga, anak mulai bisa menggunakan kata-kata dan
merangkainya sesuai dengan tata bahasa yang benar dan saat itulah ia
telah dapat menyusun kalimat-kalimatnya yang masih sangat sederhana
dengan baik dan benar”.[3]
Menanamkan benih-benih keimanan di
hati sang anak pada usia dini seperti ini sangat penting dalam program
pendidikannya. Anak di usianya yang dini tertarik untuk meniru semua
tindak-tanduk ayah ibunya, termasuk yang menyangkut masalah keimanan.
Dr Spock mengatakan, “Yang mendasari keimanan anak kepada Allah dan
kecintaannya pada Tuhan Yang Maha Pencipta sama dengan apa yang
mendasari kedua orang tuanya untuk beriman kepada Allah dan
mencintai-Nya.
Antara umur tiga sampai enam tahun, anak selalu
berusaha untuk menirukan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.
Ketika mereka berdua mengenalkannya kepada Allah, ia akan mengenal Allah
sejauh kemampuan orang tuanya menuangkan pengenalan ini dalam bentuk
kata-kata”.[4]
Anak pada masa ini sangat membutuhkan hubungan
cinta, kasih sayang dan kelembutan. Karena itu, sebaiknya orang tua
mencurahkan cinta dan kasih sayang mereka kepada anak sebesar-besarnya
dan sedapat mungkin menghindari hal-hal yang bersifat kekerasan.[5]
Dengan demikian, gambaran yang akan terukir di benak sang anak adalah
bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang baik dan penyayang yang membuatnya
tertarik untuk mencintai Allah dan berkeyakinan bahwa Allahlah yang
memberinya rasa kasih sayang.
Jika kita hendak mengenalkan sang
anak kepada hari kiamat, maka sebaiknya kita menitikberatkan keterangan
pada kenikmatan-kenikmatan yang akan didapat oleh orang yang shaleh
karena hal itu sangat sesuai dengan tabiatnya yang menyukai makanan,
minuman, permainan dan lainnya. Kita katakan bahwa mereka akan
mendapatkan semua kesenangan itu jika berbuat baik dan taat pada agama.
Tetapi jika tidak, maka mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka
inginkan. Pengenalan terhadap api neraka dan siksaan yang ada di
dalamnya dapat diberikan saat anak menginjak usia yang lebih matang.
2. Menanamkan Cinta kepada Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s.
Masa kanak-kanak juga merupakan masa pertumbuhan emosional anak dengan
mulai cara belajar mencintai atau membenci sesuatu. Tugas orang tua
adalah membangkitkan potensi alamiahnya ini dan mengarah-kannya pada
contoh dan teladan kehidupan umat manusia dengan menanamkan rasa cinta
kepada Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s. di lubuk hati anak.
Rasulullah SAWW bersabda,
أدبّوا أولادكم على ثلاث خصال : حبّ نبيكم , وحب أهل بيته , وقراءة القرآن
Artinya: Didiklah anak kalian tentang tiga hal, cinta kepada nabi
kalian, cinta kepada Ahlul Baitnya a.s., dan membaca Al-Qur’an. [6]
Metode terbaik yang seyogyanya dijalankan para orangtua adalah
menceritakan riwayat hidup manusia-manusia suci itu dan perilaku mereka
di tengah masyarakat, khususnya yang menyangkut sikap ramah,
lemah-lembut dan kemurahan hati mereka, juga ketabahan dan kesabaran
mereka dalam menghadapi segala kesulitan maupun gangguan orang lain.
Dengan mendengar kisah teladan seperti ini, secara otomatis, anak akan
mencintai mereka dan membenci orang-orang yang memusuhi mereka, yaitu
kaum kafir dan durjana.
Mengajak anak untuk mengenal Al-Qur’an
sejak dini akan membuatnya akrab dengan kitab suci ini. Dengan
keakrabannya ini, ia dapat mengetahui makna firman Allah, khususnya
ayat-ayat yang mudah dimengerti artinya.
Realita membuktikan
bahwa seorang anak dari masa ini mampu untuk mengulangi apa yang ia
dengar dan menghapalnya dengan mudah. Jika kemampuan ini diarahkan
kepada Al-Qur’an, maka anak akan merasa tertarik dan menjadi akrab
dengannya. Apabila anak telah sampai pada tingkat cinta kepada
Al-Qur’an, maka kitab Allah ini akan menjadi panduan bagi semua tindakan
dan pemikirannya.
3. Mendidik Anak untuk Taat kepada Orang Tua
Ayah dan ibu memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan anak
karena tanggung jawab untuk mendidik anak ada di pundak mereka.
Merekalah yang bertugas yang menciptakan kepribadian anak di masa
mendatang. Sementara itu, sekolah dan lingkungan memainkan peran kedua
setelah peran mereka.
Jika seorang anak tidak terbiasa untuk
patuh dan taat pada kedua orang tuanya, ia tidak mungkin mau mendengar
nasehat, bimbingan, dan kata-kata mereka. Anak yang tumbuh dengan
perilaku demikian akan menciptakan masalah bagi dirinya sendiri, orang
tua, dan masyarakat sekitarnya. Kelak, ia akan menjadi seseorang yang
tidak mengindahkan norma-norma yang ada di tengah masyarakat dan
undang-undang yang disusun negara.
Imam Hasan Askari a.s. berkata,
جرأة الولد على والده في صغره , تدعو إلى العقوق في كبره
Artinya: Kelancangan anak terhadap ayahnya di masa kecil akan membuahkan kedurhakaan setelah besar nanti.[7]
Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,
... شرّ الابناء من دعاه التقصير إلى العقوق
Artinya: Anak yang paling buruk adalah yang menjadikan kesalahan sebagai alat untuk mendurhakai orang tuanya.[8]
Mendidik anak untuk patuh dan taat pada orang tua menuntut kesabaran
dan keuletan yang tinggi dari mereka berdua dalam membiasakan anak untuk
mendengar kata-kata mereka. Anak di usia dini sedang mencari jati diri
dan kebebasan, karena itulah kita katakan pekerjaaan ini menuntut
keuletan dan kesabaran ekstra dari orang tua. Cara terbaik yang yang
harus mereka lakukan dalam membiasakan anak untuk patuh adalah
memberinya kasih sayang yang cukup.
Dr. Yusri Abdul Muhsin mengatakan,
“Faktor terpenting yang membantu anak untuk taat kepada orang tua
adalah…belaian kasih sayang dan curahan cinta yang ia dapatkan dari
orang tua dan seluruh anggota keluarganya”.[9]
“Anak akan mudah
untuk patuh dan taat kepada orang tuanya jika ia merasa bahwa semua
kebutuhannya akan keamanan, kasih sayang, penghormatan terhadap dirinya,
kebebasan, dan sedikit kekuasaan, telah terpenuhi”.[10]
Dr.
Fakhir Aqil menyebutkan kebutuhan utama anak adalah sebagai berikut.
Pertama, kebutuhan terhadap jati diri dan kedudukan di dalam keluarga.
Anak merasa perlu untuk dianggap dan diperlakukan seperti anggota
keluarga yang lain. Berikutnya, kebutuhan terhadap rasa aman, kasih
sayang, dan kebebasan.[11]
Jika anak merasakan bahwa ayah
ibunya mencintai dan menghormatinya, otomatis ia akan berusaha untuk
menarik hati mereka yang salah satu caranya adalah dengan patuh dan taat
kepada mereka. Ayah dan ibu merupakan penentu utama yang membuat anak
patuh kepada mereka. Dari sinilah Rasulullah SAWW bersabda,
رحم الله والدين أعان ولدهما على برّهما
Artinya: Semoga Allah merahmati kedua orang tua yang membantu anak untuk taat kepada mereka. [12]
Rasulullah SAWW dalam sebuah hadis menerangkan tentang cara membantu anak untuk taat. Beliau bersabda,
رحم الله عبدا أعان ولده علىبرّه بالإحسان إليه , والتأليف له ,وتعليمه وتأديبه
Artinya: Semoga Allah menurunkan rahmat atas hamba yang membantu
anaknya untuk patuh kepadanya dengan memperlakukannya dengan baik,
menyayangi, mengajari, dan mendidiknya. [13]
Beliau juga bersabda,
رحم الله من أعان ولده علىبرّه , وهو أن يعفو عن سيئته ويدعو له فيما بينه و بين الله
Artinya: Semoga Allah merahmati orang yang membantu anaknya untuk patuh
kepadanya dengan memaafkan kesalahannya dan mendoakannya saat
bermunajat dengan Tuhannya. [14]
Selanjutnya, Rasulullah SAWW juga pernah bersabda,
رحم الله من أعان ولده علىبرّه ... يقبل ميسوره , ويتجاوز عن معسوره , ولا يرهقه ولا يخرق به ...
Artinya: Semoga Allah merahmati orang yang membantu anaknya untuk taat
kepadanya…menghargai pekerjaannya meskipun sedikit, memaafkan
kesalahannya, tidak memaksanya untuk melakukan pekerjaan di luar
kemampuannya, dan tidak menganggapnya bodoh. [15]
Pendeknya, kecintaan anak pada kedua orang tuanya adalah balasan atas cinta mereka kepadanya.[16]
Jika hubungan antara anak dengan orang tuanya adalah hubungan cinta dan
kasih sayang, maka sudah dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan
patuh dan taat kepada mereka berdua. Di lain pihak, baik ayah maupun
ibu, harus memerintahkan sesuatu kepada anak mereka dengan lemah lembut
dan dalam bentuk bimbingan atau anjuran, karena hal itu lebih mudah
untuk diterima dan dilaksanakan. Tetapi, jika orang tua menggunakan
cara-cara yang kasar, maka yang akan terjadi justeru sebaliknya.
Para pakar psikologi menekankan untuk menghindari cara kekerasan sebisa
mungkin. Profesor Anwar Jundi mengatakan, “Ketika anak melakukan
kesalahan, sedapat mungkin hindari kekerasan dan cara-cara yang kasar,
karena jika anak sering mendapatkan perlakuan kasar, ia akan terbiasa
dengan itu. Ia akan merasa cacian dan makian sebagai suatu yang biasa
dan ini berarti bahwa nasehat tidak akan berbekas di hatinya”.[17]
Anak yang mendapat curahan kasih sayang yang cukup tidak akan merasa
terbebani ketika harus patuh kepada orang tuanya. Ia juga tidak akan
merasa bahwa ketaatannya itu akan mengganggu kebebasan yang ia miliki.
Dengan cinta yang ia rasakan di lubuk hati, ia akan dengan senang hati
meniru tindakan yang dilakukan oleh orang yang ia cintai, yaitu ayah dan
ibunya. Dengan demikian, tindak-tanduk kedua orang tua itu akan
terlihat pada perilaku anak mereka.
Jika anak diperlakukan
layaknya seorang manusia yang matang, ia akan merasa berbesar hati dan
menunjukkan tindakan dan sikap yang dewasa dengan cara yang tidak
menyinggung kedua orang tuanya. Anak seperti ini akan dengan mudah
belajar patuh dan taat, pertama, kepada orang tuanya, dan selanjutnya,
taat kepada norma-norma luhur dalam masyarakat yang ia dapatkan dari
ayah dan ibunya, sekolah, atau lingkungan sekitarnya.
4. Menghormati Anak
Dalam usianya yang dini, anak sangat membutuhkan kasih sayang dan
pujian orang tuanya. Selain itu, ia juga ingin dipandang dan diberi
kedudukan yang semestinya di dalam keluarga dan masyarakat. Ketika ia
merasa bahwa dirinya dicintai baik oleh ayah dan ibunya maupun oleh
lingkungan sekitarnya, ia akan mudah beradaptasi dengan baik. Anak akan
tumbuh dengan baik jika merasa dicintai, dihargai, dan merasa aman
berada di dalam rumah.[18]
Rasa cinta dan penghormatan yang
dirasakan oleh anak sangat besar pengaruhnya terhadap semua sisi
kehidupannya, seperti perkembangan bahasa, pikiran, emosi, dan kehidupan
sosialnya. Anak selalu meniru perbuatan mereka yang dicintainya dan
menerima nasehat, anjuran bahkan perintah mereka. Dari merekalah ia
belajar melakukan pekerjaan yang terpuji dan perilaku merekalah yang
akan tampak pada perilakunya. Itu semua terjadi karena anak merasa
dicintai dan dihormati.
Banyak riwayat dari Rasulullah SAWW yang menekankan pentingnya untuk mencintai anak dan menghormatinya. Rasulullah bersabda,
أكرموا أولادكم وأحسنوا آدابهم
Artinya: Hormatilah anak kalian dan perbaikilah akhlak mereka dengan itu. [19]
Selain itu beliau juga bersabda,
رحم الله عبدا أعان ولده علىبرّه بالإحسان إليه والتأليف له وتعليمه وتأديبه
Artinya: Semoga Allah merahmati hamba yang membantu anaknya untuk taat
kepadanya dengan memperlakukannya dengan baik, mencintai, mengajari, dan
mendidiknya. [20]
Beliau dalam hadisnya yang lain bersabda,
نظر الوالد إلى ولده حبّا له عبادة
Artinya: Pandangan mata ayah kepada anaknya yang mengandung cinta terhitung sebagai ibadah. [21]
Dalam hadis Nabi SAWW yang lain disebutkan,
أحبّوا الصبيان وارحموهم , فإذا وعدتموهم فوفوا لهم , فإنهم لايرون إلاّ انكم ترزقونهم
Artinya: Cintailah anak kalian dan sayangilah mereka! Jika kalian
menjanjikan sesuatu untuk mereka, tepatilah janji itu karena anak hanya
melihat bahwa kalian memperlakukan mereka dengan baik. [22]
Salah satu hal yang bisa dikategorikan sebagai perwujudan rasa cinta dan
penghormatan terhadap anak adalah dengan memujinya ketika melakukan
perbuatan yang terpuji meskipun sedikit, memaafkan kesalahan yang ia
lakukan, tidak menganggap bodoh kata-kata dan perbuatannya, dan tidak
membebaninya pekerjaan yang diluar batas kemampuannya. Rasulullah SAWW
pernah bersabda,
رحم الله من أعان ولده على برّه ... يقبل ميسوره ويتجاوز عن معسوره ولا يرهقه ولا يخرق به ...
Artinya: Semoga Allah merahmati orang tua yang membantu anaknya untuk
patuh kepadanya dengan memuji perbuatan baiknya meskipun sedikit,
memaafkan kesalahannya, tidak membebaninya pekerjaan yang tidak mampu ia
lakukan, dan tidak menganggapnya bodoh. [23]
Mencium anak merupakan salah satu cara mengung-kapkan rasa cinta dan kasih sayang. Rasuilullah SAWW dalam hal ini mengatakan,
أكثروا من قبلة أولادكم , فان لكم بكل قبلة درجة في الجنة
Artinya: Sering-seringlah mencium anak kalian, karena setiap ciuman
yang kalian berikan kepadanya akan diganjar dengan satu derajat di
surga. [24]
Beliau juga bersabda,
من قبّل ولده كان له حسنة , ومن فرّحه فرّحه الله يوم القيامة ...
Artinya: Orang yang mencium anaknya akan diberi Allah pahala karena
ciumannya itu dan orang yang menyenangkan hati anaknya akan digembirakan
Allah di hari kiamat nanti. [25]
Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
برّوا آباءكم يبرّكم أبناؤكم
Artinya: Patuhilah orang tua kalian, maka kelak kalian akan ditaati oleh anak kalian. [26]
Hal yang termasuk ke dalam pengungkapan rasa cinta kepada anak adalah
dengan memperdengarkan kata-kata cinta dan kasih sayang kepadanya.
Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Al-Hasan dan Al-Husain berlari
mendatangi Rasulullah SAWW. Beliaupun menyambut mereka dengan mendekap
salah satunya di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri, lalu
bersabda, “Ini adalah dua bunga wewangianku di dunia.” [27]
Supaya anak merasa bahwa dia mempunyai kedudu-kan tersendiri di
masyarakatnya, sehingga kepercayaan dirinya bertambah kuat, Rasulullah
SAWW selalu mengucapkan salam kepada semua orang, baik anak kecil maupun
orang dewasa. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa suatu hari
Rasulullah SAWW melewati sekelompok anak kecil lalu beliau mengucapkan
salam kepada mereka.[28]
Rasulullah SAWW memperlakukan Al-Hasan
dan Al-Husain dengan perlakuan khusus. Diriwayatkan bahwa Rasulullah
membai’at mereka berdua padahal mereka masih kecil[29].
“Menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak merupakan faktor
terpenting yang membantu anak untuk patuh dan taat kepada orang
tuanya”.[30]
Sebaiknya, dalam rangka menunjukkan rasa cinta dan
kasih sayang kepada anak, orang tua tidak membedakan sikap saat si anak
melakukan tindakan terpuji atau berbuat kesalahan yang bisa membuatnya
terkena hukuman atau pukulan. Orang tua haruslah pandai-pandai bersikap
sehingga anak dapat merasakan bahwa ayah dan ibu mencintainya dan tidak
membencinya meskipun ia telah melakukan kesalahan.
Dr. Spock
mengatakan, “Sebagai orang tua hendaknya kita pandai bersikap, sehingga
anak tidak merasa bahwa ia dibenci meskipun hanya dengan pandangan mata.
Sebab, anak tidak dapat membedakan antara kebencian orang tua atas
tindakannya dengan kebencian mereka padanya”.[31]
Anak dapat
kita sadarkan terhadap kesalahannya dengan cara mengajarkan secara
berulang-ulang bahwa apa yang dilakukannya itu tidak disenangi oleh ayah
dan ibunya, atau bahkan dibenci oleh masyarakat sekitarnya, meskipun
mereka masih dan selalu mencintainya. Setelah itu, kita usahakan untuk
melarangnya melakukan perbuatan salah tersebut dan menanamkan kepadanya
bahwa cinta dan kasih sayang ayah dan ibu kepadanya akan lebih besar
jika ia meninggalkan perbuatan itu.
5. Antara Sikap Lembut dan Keras
Menghormati anak, memperlakukannya dengan baik, menunjukkan rasa cinta
kepada anak, menanamkan pada dirinya bahwa ia memiliki tempat di hati
orang tua dan masyarakat sekitarnya, semua itu tidak boleh dilakukan
secara berlebihan dan melampui batas kewajaran. Orang tua tidak boleh
memberinya kebebasan mutlak sehingga anak bisa berbuat apa saja
semuanya. Karena itu, diperlukan adanya konsep yang menyeimbangkan sikap
orang tua terhadap anak.
Berdasarkan konsep tersebut, orang
tua tidak memberikan kebebasan mutlak dan tidak pula bersikap keras
terhadap semua tindakan yang dilakukan anak. Dengan kata lain, orang tua
harus menerapkan sikap lembut dan keras dengan batasnya masing-masing.
Sikap netral seperti ini hendaknya diusahakan untuk dipertahankan
sampai anak melewati masa kanak-kanaknya dan mampu membedakan antara
perbuatan yang benar dan terpuji dngan perbuatan yang salah dan dibenci.
Sebab, tahun-tahun pertama adalah masa yang sangat sensitif dalam
membentuk karakter dan jati diri anak.
Banyak riwayat yang menyebutkan pentingnya menjaga keseimbangan sikap dalam berhubungan dengan anak.
Imam Muhammad Baqir a.s. mengatakan,
شرّ الآباء من دعاه البرّ إلى الإفراط ..
Artinya: Ayah yang paling buruk adalah ayah yang berlebihan dalam
menyayangi anaknya karena perbuatan baik yang ia lakukan. [32]
Ketika anak melakukan tindakan salah dan tidak terpuji, tugas orang tua
adalah mengingatkannya bahwa bahwa perbuatan tersebut memiliki dampak
negatif dan harus secepatnya ditinggalkan dan tidak diulangi lagi.
Namun jika nasehat dan sikap lemah-lembut ini tidak meninggalkan kesan
apa-apa, maka tibalah giliran mereka harus bersikap tegas dan menghukum
sisi psikis anak, bukan badannya. Sebab, hukuman terhadap jiwa anak
lebih baik dari hukuman terhadap sisi jasmaninya. Imam Musa Kadzim bin
Ja’far a.s. saat menjawab pertanyaan bagaimana mestinya orang tua
bersikap terhadap anaknya, mengatakan,
لاتضربه واهجره ... ولا تطل
Artinya: (Jika anak melakukan kesalahan) jangan kau pukul dia, tapi
diamkanlah (tidak berbicara dengannya)... tetapi, jangan biarkan keadaan
ini berlangsung lama. [33]
Imam Musa a.s. tidak menganjurkan
untuk memperlakukan anak dengan amat longgar saat ia melakukan
kesalahan, juga tidak menyuruh menghukum anak dengan mendiamkannya dalam
waktu yang lama. Akan tetapi, beliau mengajarkan bagaimana bersikap
netral dan menyeimbangkan sikap lembut dan keras. Berlebihan atau
sebaliknya, bersikap tidak acuh pada satu masalah akan menimbulkan
banyak dampak negatif terhadap perkembangan nalar, emosi, dan perilaku
anak.
Cara mendidik yang benar adalah dengan menyeimbangkan
antara pujian dan hukuman bagi anak. Pujian yang berlebihan akan
berakibat sama buruknya dengan hukuman berlebihan karena kedua-duanya
akan mengganggu keseimbangan mental anak dan membuatnya gelisah.
“Anak yang tumbuh besar dalam lingkungan kasih sayang yang berlebihan
akan lemah dalam menghadapi tantangan kehidupan dan tidak mampu untuk
berdiri di atas kaki sendiri”.[34]
Kematangan emosi anak manja
akan jauh lebih lambat dibanding dengan anak-anak lainnya. Masa
kanak-kanak bagi anak seperti ini akan lebih panjang.[35] Ia akan selalu
memerlukan bantuan dan bimbingan orang tuanya dalam semua hal. Hal ini
akan berlangsung sampai sang anak menginjak usia dewasa.
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita banyak menyaksikan anak-anak atau bahkan
orang dewasa yang selalu menunggu uluran tangan orang lain atau
masyarakat dalam menyelesaikan urusan mereka. Mereka pun selalu
mengharapkan orang lain untuk mendukung pendapatnya dan selalu
mengharapkan pujian dari pihak lain. Orang-orang seperti ini tidak mampu
menghadapi tantangan kehidupan.
Hal yang sama juga terjadi
pada anak yang merasa terbuang dan tidak atau kurang mendapat perhatian,
atau anak yang sering mendapat kecaman, cacian atau hukuman dari kedua
orang tuanya. Amirul Mukminin Imam Ali a.s. berkata,
الافراط في الملامة يشبّ نيران اللجاج
Artinya: Berlebihan dalam mengecam (anak) akan membangkitkan semangatnya untuk menentang. [36]
Karena itulah, sering kita temukan dalam kehidupan anak-anak berandal
dan suka mengganggu orang lain umumnya adalah mereka yang di masa kecil
sering menjadi sasaran cacian, makian, dan pukulan.
Tugas orang
tua adalah mengajarkan kepada anak-anak mana perbuatan yang terpuji dan
mana yang tercela serta bahwa pujian atau celaan yang didapatkan oleh
seseorang dikarenakan perbuatan yang ia lakukan. Dengan demikian, kita
telah menanamkan di hati mereka rasa cinta terhadap kebajikan dan rasa
benci terhadap kemungkaran.
Di samping itu, kita harus berusaha
untuk memperkuat tekad dan kemauan pada dirinya agar kelak, ia menjadi
orang yang berkemauan keras dalam melakukan kebajikan dan meninggalkan
kemungkaran. Hal itu jauh lebih baik dari pada anak meninggalkan
perbuatan buruk karena takut hukuman atau melakukan kebaikan karena
menginginkan pujian.
Orang tua hendaknya menjadikan hukuman dan
pujian yang dilakukannya murni bermaksud mendidik, bukan karena emosi
pribadi mereka. Sering terjadi, seseorang mendapat masalah yang
membangkitkan emosinya, lalu anak yang menjadi sasaran amarahnya
meskipun si anak tidak berbuat kesalahan apapun. Rasulullah SAWW
melarang untuk menghukum anak saat amarah sedang memuncak[37].
Ada beberapa keadaan yang harus diperhatikan oleh orang tua agar tidak
menimbulkan dampak negatif pada perkembangan nalar dan emosi anak.
Sebagai contoh, umumnya anak ketika ia memecahkan benda berharga akan
bergembira karena ia merasa telah melakukan perbuatan yang sangat
terpuji dengan menjadikan satu benda menjadi beberapa keping. Saat itu
ia menunggu untuk mendapat pujian akan pekerjaannya tersebut. Namun
malang, orang tua biasanya bukan hanya tidak memujinya, malah
melayangkan pukulan kepadanya yang tentu membuat sang anak terkejut. Hal
ini mengakibatkan dampak yang sangat negatif pada kejiwaan anak.
Namun, terkadang anak memang perlu mendapatkan sedikit pelajaran,
teguran, tidak disapa, atau bahkan pukulan, seperti yang dikatakan oleh
Dr Spock, “Anak seringkali lebih bergembira ketika ia tahu bahwa ayahnya
telah menentukan batas-batas yang dapat membuat mereka dikenai
hukuman”.[38]
Ketika sakit, anak membutuhkan perhatian dari
orang tuanya. Namun, jangan sampai perhatian mereka atas keadaannya ini
menjadi berlebihan. Usahakan untuk menjaga keseimbangan dalam memberikan
perhatian kepadanya. Perhatian yang berlebihan yang biasanya diberikan
oleh para ibu kepada anak saat jatuh sakit, akan membuat anak tersebut
sombong, cengeng, gampang mengadu, dan mudah menyerah.[39]
Seperti yang telah kami singgung pada awal buku ini, ayah dan ibu harus
memiliki program dan sikap yang sama dalam mendidik anak mereka karena
dengan inilah anak akan mengetahui mana perbuatannya yang salah dan mana
yang benar. Jika ayah menganggap sebuah pekerjaan itu salah, ibu juga
harus menyesuaikan pandangannya dalam hal ini dengan pandangan ayah.
Begitu pula halnya dengan perbuatan yang terpuji. Sebab, “...perilaku
yang tidak jelas dan penyakit jiwa yang terjadi pada anak di usia dini
atau orang dewasa umumnya disebabkan oleh kesalahan orang tua dalam
bersikap terhadap mereka … seperti perbedaan dalam memperlakukan anak.
Sebagai contoh, ketidak-pastian antara sikap memaafkan dan sikap tegas
atau memanjakan dan tidak acuh padanya. Sikap yang tidak pasti seperti
ini akan melahirkan sikap permusuhan pada diri anak, kekerasan hati, dan
keragu-raguan pada satu sisi, atau sikap selalu bergantung kepada orang
lain dan kepribadian yang lemah pada sisi yang lain”. [40]
4
PENDIDIKAN ANAK MENURUT AJARAN ISLAM
6. Sikap Adil terhadap Semua Anak
Biasanya anak pertama dalam sebuah keluarga menjadi anak yang paling
disayang dan dicintai oleh pasangan suami isteri. Ya, karena dia adalah
buah hati pertama dan satu-satunya pada saat itu. Perhatian orang tua
hanya tercurahkan kepadanya. Semua keperluan dan permintaannya selalu
dipenuhi. Ayah dan ibunya selalu berusaha sedapat mungkin untuk
memberikan apa saja kepadanya seperti pakaian, mainan, dan lain-lainnya.
Setiap saat ia selalu bersama ibu atau ayah, atau bahkan keduanya.
Pendeknya, orang tua seringkali memanja-kannya dan memberikan perhatian
yang berlebihan kepadanya.
Anak seperti ini nantinya akan
menghadapi kesulitan saat adiknya lahir. Kelahiran anak kedua merupakan
peristiwa yang sangat menakutkan baginya. Karena sudah pasti adiknya itu
akan merupakan saingan baginya dalam segala sesuatu. Adiknya itu akan
menjadi saingan dalam merebut kasih sayang ayah dan ibu, saingan dalam
kedudukannya sebagai anak satu-satunya, saingan dalam kepemilikan
benda-benda mainan, dan lain-lain.
Dengan demikian, sejak awal
kelahiran anak kedua, ia telah dimakan oleh api kecemburuan karena ia
melihat kini baik ayah maupun ibu disibukkan oleh hal baru, yaitu
kelahiran adiknya. Jika orang tua tidak menyadari situasi ini, rasa
cemburu anak pertama lambat-laun akan berubah menjadi rasa benci dan
permusuhan terhadap adiknya. Rasa benci dan permusuhan ini akan
menguasai emosi dan psikisnya. Hal itu akan bertambah parah jika si adik
mendapat perhatian yang besar sedangkan ia kini tidak lagi dipedulikan.
Tugas pertama orang tua saat itu adalah cepat-cepat menyadari apa yang
sedang terjadi dan mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan.
Caranya adalah dengan memperlakukan anak sulungnya seperti dulu dan
tidak mengurangi kasih sayang kepadanya.
Selain itu,
mengajarinya untuk menyayangi dan mencintai bayi yang baru lahir ini dan
memberitahunya bahwa bayi ini adalah adiknya yang kelak akan menjadi
teman bermain dan bukan saingan baginya. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan cara mendekap dan menciumnya, dengan tetap memenuhi kebutuhannya
dan membeli-kannya mainan-mainan yang baru, atau hal-hal lainnya yang
dapat menunjukkan bahwa dia masih disayangi. Kunci masalah ini adalah
sikap adil terhadap anak-anak karena hal itu akan mengobati rasa
cemburu, benci, dan permusuhan pada diri anak.
Sikap adil
seperti lebih ditekankan jika mereka memiliki dua anak yang berusia sama
atau sebaya karena emosi dan kemampuan berpikir mereka berdua
perlahan-lahan bertambah matang sehingga dapat mengerti arti dari kata
adil dan persamaan lalu menerapkannya pada dunia yang dihadapinya.
Banyak riwayat yang menekankan pentingnya sikap adil terhadap anak-anak.
Rasulullah SAWW bersabda,
اعدلوا بين أولادكم كما تحبّون أن يعدلوا بينكم في البر واللطف
Artinya: Berlakukah adil terhadap anak-anak kalian sebagaimana kalian
ingin diperlakukan adil dalam hal ketaatan dan kebaikan.[41]
Anjuran untuk bersikap adil terhadap anak-anak ini mutlak, tidak
mengenal batas dan ruang tertentu, dan mencakup seluruh sisi kehidupan
anak baik sisi fisik maupun psikisnya. Rasulullah SAWW pernah berkata
kepada seseorang yang memiliki dua anak tapi hanya mencium salah seorang
dari mereka saja,
فهلاّ ساويت بينهما
Artinya: Mengapa tidak kausamakan perlakuanmu terhadap kedua anak itu? [42]
Beliau juga bersabda,
إن الله تعالى يحب أن تعدلوا بين أولادكم حتى في القبل
Artinya: Sesungguhnya Allah SWT menyukai tindakan adil kalian terhadap
anak-anak kalian meskipun hanya dalam masalah ciuman. [43]
Selain itu beliau juga menekankan agar orang tua bersikap adil dalam
memberi makanan, minuman, mainan, dan sebagainya kepada anak-anak.
Beliau bersabda,
ساووا بين أولادكم في العطية فلو كنت مفضلا أحدا لفضلت النساء
Artinya: Berlakulah adil dalam memberikan sesuatu kepada anak-anak
kalian. Namun, jika aku ingin melebihkan pemberian salah satu dari
mereka, anak perempuanlah yang akan aku lebihkan pemberiannya. [44]
Beliau juga bersabda,
اعدلوا بين أولادكم في النحل كما تحبّون أن يعدلوا بينكم في البر واللطف
Artinya: Berlakukah adil terhadap anak-anak kalian dalam memberikan
sesuatu kepada mereka, sebagaimana kalian ingin diperlakukan adil dalam
hal ketaatan dan kebaikan. [45]
Tapi perlu diingat, bahwa sikap
adil bukan berarti sama sekali kita tidak boleh melebihkan salah satu
dari mereka atas lainnya karena tidak bisa dipungkiri, bahwa ada ada
salah satu dari mereka yang lebih menarik bagi ayah atau ibu.
Rufa’ah Al-Asadi mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Abul Hasan Imam
Musa Kazhim a.s. mengenai seorang ayah yang memiliki anak banyak dari
ibu yang berlainan. Bolehkah orang tersebut melebihkan perhatian-nya
kepada salah satu dari mereka? Imam menjawab,
نعم , لا بأس به , قد كان أبي -عليه السلام-يفضلني على أخي عبد الله
Artinya: Ya, tidak apa-apa. Dulu aku dibanding saudaraku, Abdullah, lebih diperhatikan oleh ayahku. [46]
Meskipun demikian, melebihkan seorang anak dari yang lainnya harus
dilakukan secara terselubung tanpa sepengetahuan mereka dan dengan
menjaga perasaan masing-masing. Dalam kenyataannya, orang tua harus
menunjukkan sikap adil. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
قال
والدي : والله لأصانع بعض ولدي وأجلسه على فخذي وأكثر له المحبّة وأكثر له
الشكر وان الحق لغيره من ولدي ولكن محافظة عليه منه ومن غيره لئلا يصنعوا
به ما فعل بيوسف اخوته
Artinya: Ayahku pernah berkata,
“Demi Allah, terkadang aku bersikap pura-pura terhadap anakku dengan
mendudukkannya di pangkuanku, menunjukkan rasa cintaku, dan memujinya
padahal yang lebih berhak untuk kuperlakukan seperti itu adalah anakku
yang lain. Tapi hal itu aku lakukan karena khawatir akan hal-hal yang
tidak diinginkan yang mungkin terjadi dan agar kisah Yusuf dan
saudara-saudaranya tidak terulang kembali.” [47]
Mengabaikan
sikap adil terhadap anak-anak akan berdampak negatif pada diri mereka
yang selanjutnya menumbuhkan benih-benih kebencian dan permusuhan di
antara mereka, seperti yang diperlihatkan pada saudara-saudara Nabi
Yusuf a.s. yang melemparkannya ke dalam sebuah sumur di padang sahara.
Rasulullah SAWW dalam kehidupannya sehari-hari berlaku adil antara
anak-anak dan cucu beliau tanpa membedakan mana anak dan mana cucu.
Abdullah bin Abbas r.a. berkata, “Aku pernah berada di sisi Rasulullah
SAWW yang saat itu sedang memangku Ibrahim putranya di sebelah kiri dan
memangku cucunya Al-Husain bin Ali di sebelah kanan. Beliau
kadang-kadang mencium Ibrahim dan kadang-kadang mencium Al-Husain.” [48]
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW sedang
mengerjakan shalat. Tiba-tiba Al-Hasan dan Al-Husain datang dan menaiki
punggung beliau bersama-sama. Ketika hendak mengangkat kepala dari
sujud, beliau mengangkat kedua cucunya itu perlahan-lahan dan saat
beliau kembali sujud, keduanya kembali menaiki punggung Utusan Tuhan
itu. Selesai shalat, Rasulullah SAWW meletakkan salah satunya di
pangkuan kanan dan yang lain di pangkuan kirinya. [49]
Rasulullah SAWW pernah berdiri di atas mimbar dan menyampaikan
ceramahnya. Tiba-tiba Al-Hasan dan Al-Husain datang dan mendekati
beliau. Rasulullah SAWW segera turun dari mimbar dan mengangkat mereka
berdua.[50]
Salah satu wujud dari sikap adil dan persamaan
adalah dengan tidak membandingkan sifat jasmani, ruhani dan kejiwaan
satu anak dengan anak yang lain. Jadi, orang tua tidak boleh mengatakan
bahwa si fulan lebih cantik dari fulan, fulan lebih cerdas atau lebih
sopan dari fulan, karena hal itu akan memancing rasa iri dan dengki
antara mereka.
Membandingkan satu anak dengan anak yang lain
akan menghadirkan rasa cemburu yang selanjutnya akan menimbulkan
persaingan di antara mereka.[51] Sikap tersebut juga akan menghilangkan
rasa percaya di antara mereka. Tidak membedakan perlakuan terhadap satu
anggota keluarga dengan yang lain adalah faktor terpenting yang harus
diperhatikan guna menciptakan suasana saling mempercayai antar anggota
keluarga.[52]
Dalam kehidupan sehari-hari kita saksikan banyak
orang tua yang bersikap tidak baik dengan, umpamanya, mengatakan,
“Anakku yang bernama fulan mirip denganku, tapi si fulan tidak”.
Pembandingan seperti ini juga dapat melahirkan kecemburuan dan
persaingan di antara mereka. Lebih baik jika hal ini dihindari.
Tindakan adil lain yang harus dilakukan orang tua adalah tidak
membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Membedakan
perlakuan di antara keduanya akan berakibat buruk pada diri anak
perempuan. Selain itu, tindakan ini juga dapat melahirkan kebencian dan
permusuhan antara mereka.
Fenomena seperti ini sering kita
jumpai dalam masyarakat. Biasanya, orang tua lebih memperhatikan anak
laki-laki daripada anak perempuan. Mereka lebih memikirkan permintaan
anak laki-laki daripada permintaan anak perempuan.
Islam
melihat fenomena seperti ini sebagai hal buruk yang harus dihindari.
Karena itulah, kita saksikan banyak sekali riwayat yang mengagungkan
anak perempuan di atas anak laki-laki dan memerintahkan para orang tua
untuk memberikan perhatian ekstra kepadanya. Di antara riwayat-riwayat
itu adalah riwayat Abdullah bin ‘Abbas r.a. yang menyebutkan bahwa
Rasulullah SAWW bersabda,
من دخل السوق فاشترى تحفة فحملها إلى عياله كان كحامل صدقة إلى قوم محاويج وليبدأ بالاناث قبل الذكور
Artinya: Jika seseorang masuk ke pasar lalu membeli apel untuk dibawa
ke rumahnya, orang tersebut sama dengan orang yang membawa sedekah untuk
satu kaum yang sangat membutuhkan. Dalam membagikan apel itu, hendaknya
ia memulainya dari anak perempuan. [53]
Memulai pembagian dari
anak perempuan tidak akan berakibat buruk terhadap anak laki-laki,
karena ia melihatnya sebagai hal wajar yang harus terjadi dalam sebuah
pembagian dengan mendahulukan salah satu dari mereka. Anak laki-laki
umumnya tidak memperhatikan perbedaan sikap orang tua dalam hal ini,
baik ia dinomorsatukan atau dinomorduakan.
Sikap adil terhadap
anak-anak bukan berarti bahwa kita tidak diperkenankan memberikan hadiah
tambahan kepada anak yang melakukan perbuatan terpuji. Hal itu justeru
harus dilakukan orang tua guna mendorong anak-anak melakukan perbuatan
baik.
Pemberian hadiah bahkan dapat merangsang anak-anak untuk
bersaing secara sehat dalam melakukan hal-hal terpuji tanpa menimbulkan
dampak negatif pada diri mereka. Tugas orang tua saat itu adalah
mengenali dengan seksama sifat dan kepribadian anak-anak mereka dan
kemudian memikirkan metode pemberian hadiah yang paling sesuai dengan
kondisi psikis mereka. Dengan demikian tidak timbul anggapan bahwa ayah
dan ibu bertindak tidak adil dengan memberikan hadiah kepada satu anak
saja.
Meskipun orang tua telah bersikap adil dan memperlakukan
anak-anak dengan sama, semua itu tidak akan dapat menghilangkan sama
sekali pertengkaran di antara mereka. Hal ini tidak perlu dirisaukan
karena merupakan sesuatu hal yang wajar dan terjadi di semua atau,
paling tidak, sebagian besar keluarga.
Pertengkaran mulut biasa
terjadi di antara anak-anak, bahkan terkadang sampai ke tingkat saling
baku-hantam. Ketika itu, masing-masing saling menuduh bahwa
saudaranyalah yang bersalah atau memulai pertengkaran ini. Dalam
menghadapi hal ini, orang tua harus bersikap bijak dengan memandangnya
secara obyektif dan melihat permasalahan ini sebagai hal yang lumrah
terjadi. Jika pertengkaran itu masih dalam batas-batas kewajaran,
sebaiknya ayah dan ibu tidak campur tangan untuk menyelesaikan
perselisihan mereka. Biarkan mereka menyelesaikan sendiri pertengkaran
itu.
Sikap yang salah sering ditunjukkan oleh banyak orang tua
dengan masuk ke dalam pertengkaran anak-anak dan bertindak sebagai
hakim. Menyatakan salah satunya sebagai pihak yang salah, atau bahkan
menghukumnya, tidak sesuai dengan konsep keadilan di antara anak-anak.
Namun, bila pertengkaran itu terjadi berkali-kali atau berkelanjutan
sepanjang hari atau pertengkaran terjadi dengan hebatnya dan berbahaya,
tibalah saatnya orang tua turun tangan dengan memerintahkan mereka untuk
mengakhiri pertengkaran tersebut secepatnya, atau memalingkan perhatian
mereka kepada hal-hal lain dan menyibukkan mereka dengannya, atau
memisahkan mereka. Bila diperlukan untuk menghukum, sebaiknya hukuman
itu dikenakan kepada mereka berdua dengan memperhatikan konsep keadilan
dan persamaan.
7. Kebebasan Bermain
Bermain adalah kebutuhan utama anak-anak yang harus dipenuhi. Dengan
bermain, anak akan merasa puas. Bermain dapat menjadi langkah awal dari
suatu pekerjaan yang sebenarnya. Dari situlah anak dapat menunjukkan
kemampuan bergaul dengan teman-teman sebayanya dan menambah kematangan
berbahasa, nalar, dan jasmaninya. Lewat bermain, anak akan mengetahui
banyak hal yang ada disekitarnya.
“Anak akan menunjukkan
kemampuan dan rasa percaya dirinya dalam bermain.…Permainan memberinya
kesenangan dan kepuasan, juga mengembangkan potensi berkarya anak”. [54]
“Dengan bermain, kematangan diri, nalar, sosial, dan reaksi anak akan
berkembang...Anak akan belajar norma-norma kemasyarakatan, bereaksi
terhadap sesuatu, berkawan, dan saling membantu…. Dengannya, anak akan
merasa terpenuhi kebutuhannya seperti kesenangannya untuk memiliki…Anak
juga merasa puas, senang, dan bahagia dengan masa kanak-kanaknya”. [55]
Bermain merupakan kebutuhan bagi anak yang harus dipenuhi. Karena
itulah, tidak mungkin ada anak kecil yang tidak bermain. Hukum alam
tidak mengecualikan siapapun juga, termasuk para nabi a.s. dan
hamba-hamba shaleh lainnya. Di masa kanak-kanak, mereka juga bermain
seperti lazimnya anak-anak yang lain meskipun permainan yang mereka
lakukan berbeda dengan yang lain. Teks-teks agama banyak mencantumkan
perintah untuk memenuhi kebutuhan anak ini.
Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,
دع ابنك يلعب سبع سنين ...
Artinya: Biarkan anakmu bermain sesuka hatinya sampai ia berumur tujuh tahun....[56]
Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah SAWW bersabda,
الولد سيّد سبع سنين ...
Artinya: Anak adalah tuan sampai ia berumur tujuh tahun.... [57]
Imam Amirul Mukminin Ali a.s. berkata,
يرخى الصبي سبعا ...
Artinya: Anak bebas bermain sampai ia berumur tujuh tahun.... [58]
Dari beberapa hadis di atas dapat disimpulkan bahwa usia di bawah
delapan tahun adalah usia bermain. Tugas orang tua saat itu adalah
memberi mereka kebebasan untuk bermain tanpa larangan, kecuali permainan
berbahaya yang memang harus dijauhkan dari mereka.
Kebebasan
dalam bermain berarti bahwa orang tua tidak ikut campur tangan dalam hal
waktu bermain, jenis permainan, dan caranya tetapi dengan catatan bahwa
permainan tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma suci Islam dan
masyarakat, serta tidak membahayakan anak maupun orang lain. Dalam
bermain, anak dalam usianya yang dini ini tidak menyukai campur tangan
orang tua maupun perintah mereka dalam permainan.
Permainan
terbaik untuk anak adalah apa yang mereka pilih sendiri atau yang mereka
buat dengan kreasi sendiri. Anak-anak terkadang suka menciptakan satu
jenis permainan baru atau cara bermain yang baru. Hal terbaik bagi orang
tua adalah menyiapkan alat-alat yang bisa dibuat untuk bermain yang
kira-kira sesuai dengan selera anak.
Dr. Spock mengatakan,
“Tugas kita (orang tua) adalah membiarkan anak-anak untuk mengurusi
permainan mereka sehingga mereka bisa belajar dari permainan tersebut….
Kita serahkan kepada mereka semua hal yag menyangkut permainan itu.
Biarkan anak-anak mengikuti daya khayal mereka. Hanya dengan cara
inilah, permainan akan bermanfaat bagi mereka. Permainan haruslah
menjadi guru bagi mereka. Dan mereka harus memanfaatkan potensinya untuk
mempergunakan mainan-mainan yang disediakan sesuai dengan apa yang
khayalkan. Ketika anak merasa bahwa ia membutuhkan bantuan orang tuanya
untuk menyelesaikan problem permainannya, tibalah giliran orang tua
untuk membantunya”.[59]
Para pakar psikologi menekankan untuk
memberi kebebasan kepada anak dalam bemain. “Janganlah Anda melarang
anak-anak jika mereka ingin membuat suatu acara bermain sendiri karena
kemampuan menyusun program dan suasana yang kondusif dalam menjalankan
program tersebut--dalam bentuk tidak adanya sesuatu hal pun yang
menghalanginya--merupakan faktor terpenting yang membentuk kepribadian
anak”.[60]
Rasulullah SAWW sering menyuruh dua cucunya,
Al-Hasan dan Al-Husain, untuk bergulat. Diriwayatkan bahwa suatu malam
Rasulullah SAWW masuk ke rumah putrinya, Fathimah a.s. ketika Al-Hasan
dan Al-Husain ada di situ. Kepada mereka berdua, beliau bersabda,
قوما فاصطرعا ...
Artinya: Ayo bangunlah kalian dan bergulatlah....[61]
Shafwan Al-Jammal berkata, “…Abul Hasan Imam Musa yang kala itu masih
kecil datang dengan membawa seekor binatang. Kepada binatang itu beliau
mengatakan, ‘Sujudlah kepada Tuhanmu!’. Ayah beliau, Imam Ja’far Shadiq
a.s. yang menyaksikan adegan itu langsung mengangkat dan mendekapnya….”
[62]
Rasulullah memberikan kebebasan kepada Al-Hasan dan
Al-Husain a.s. untuk bermain dengan beliau. Terkadang mereka berdua
menaiki punggung beliau dan berseru, “Hay, hay!” Nabi SAWW yang dinaiki
bersabda,
نعم الجمل جملكما
Artinya: Unta terbaik adalah unta kalian. [63]
Apa yang terjadi pada Rasulullah SAWW juga sering terjadi pada kita,
para orang tua. Anak terkadang menaiki punggung kita saat kita sedang
melaksanakan shalat. Yang harus kita lakukan saat itu adalah membiarkan
keadaan itu dan memindahkan mereka dengan lembut tanpa kekerasan karena
hal ini tidak berlangsung selama-lamanya. Ketika anak menginjak usia
tertentu, ia akan dengan sendirinya meninggalkan pekerjaan itu.
Dari sebagian riwayat, kita dapatkan bahwa Rasulullah menganggap hal
ini sebagai sesuatu yang sepele dan wajar meskipun terjadi di depan
khalayak ramai. Abdullah bin Zubair berkata, “Aku ingin bercerita kepada
kalian tentang orang yang paling mirip dengan Rasulullah SAWW dan
paling beliau cintai, yaitu Al-Hasan bin Ali. Suatu hari aku melihat
Rasulullah SAWW sedang bersujud, tiba-tiba Al-Hasan datang dan menaiki
leher atau punggung beliau. Rasulullah SAWW tidak menurunkannya. Beliau
menunggu sampai cucu kesayangannya itulah yang turun dari punggung
beliau. Aku juga pernah melihat Rasulullah SAWW sedang ruku’ lalu
Al-Hasan datang dan keluar-masuk di antara dua kaki beliau.”[64]
Perlu dicermati bahwa apa yang beliau lakukan bukan berarti campur
tangan dalam permainan mereka, melainkan, beliau berlaku seolah-olah
anak kecil yang sedang bermain dengan mereka.
Ikut bermain
seperti ini merupakan salah satu hal yang harus dilakukan oleh orang tua
dan termasuk salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan potensi
dan kemampuan anak, dan lebih penting dari itu, hal ini dapat membuat
anak merasa bebas dan memiliki kepribadian yang kuat.[65] Cara yang
paling baik untuk ikut bermain adalah dengan menggunakan bahasa dan
istilah-istilah yang dikenal oleh mereka dan sesuai dengan kemampuan
berbahasa yang mereka miliki. Atau dengan kata lain, ayah dan ibu
berlaku seolah-olah mereka adalah anak kecil.
Rasulullah SAWW bersabda,
من كان عنده صبي فليتصابّ له
Artinya: Jika seseorang memiliki anak kecil hendaknya ia berlaku seperti anak kecil pula di hadapan anaknya. [66]
Para pakar psikologi menyatakan, “Anda harus memperlakukan anak-anak
seperti teman. Ajaklah mereka untuk melakukan suatu pekerjaan bersama
kalian. Ikutlah dalam permainan mereka…. Berbicaralah dengan mereka
dengan bahasa cinta dan kasih sayang…. Semua orang harus berusaha untuk
menempatkan dirinya seperti anak kecil dan berbicara dengan bahasa
mereka”. [67]
Saat anak menyaksikan orang tuanya mau bermain
dengan bersamanya, ia akan merasa bahwa dirinya mempunyai kedudukan
tersendiri di hati orang tua. Dengan demikian, ia akan merasa berbahagia
dan bergembira. Karena itu, orang-orang yang dewasa harus menuruti
selera anak kecil jika ia mengajak mereka bermain.[68]
Bermain
merupakan sarana pendidikan yang paling tepat dalam mempersiapkan anak
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya di masa mendatang.
Dengan bermain, kepribadian anak dan potensi yang ia miliki akan dapat
kita saksikan dengan jelas. Bermain adalah sarana pengajaran dan
pendidikan sosial dan etika bagi anak.[69]
Bermain dapat
menjadi ukuran apakah perilaku anak normal anak atau tidak. Di
tengah-tengah permainan, anak akan mengungkapkan kesulitan yang
dihadapinya. Lebih jauh lagi, pada saat bermain itulah, segala reaksi
yang biasanya ditunjukkan anak-anak jika berhadapan dengan orang yang
lebih dewasa akan hilang.[70]
Berdasarkan hal tersebut di atas,
orang tua harus memperhatikan anak-anak saat bermain tanpa
sepengetahuan mereka. Dengan demikian ayah dan ibu akan mengetahui
banyak hal yang berhubungan dengan kepribadian dan kemampuan anak-anak
mereka dalam bermasyarakat. Semua pembicaraan dan reaksi yang
ditunjukkan anak-anak haruslah diperhatikan, juga cara mereka
mengutarakan isi hati, keinginan, kecemasan, dan problem yang dihadapi,
khususnya jika keadaan itu terjadi berulang-ulang. Selain itu, orang tua
harus jeli melihat sikap lemah atau keras si anak, ketidakstabilan
emosinya, dan pandangannya tentang orang tuanya, khususnya jika bermain
dengan berperan sebagai ayah atau ibu. Dengan memperhatikan hal-hal
tersebut, kita akan mengetahui sejauh mana kemampuan berbahasa, berpikir
dan emosi anak. Setelah mengetahui dengan baik apa yang terjadi pada
anak-anak, tibalah giliran untuk menyesuaikan program pendidikan dengan
kondisi masing-masing anak.
Memperhatikan anak secara tidak
langsung jauh lebih bermanfaat daripada terjun langsung dalam permainan
mereka, karena anak cenderung untuk menyembunyikan banyak hal di hadapan
orang tuanya, baik karena malu maupun karena takut kepada mereka.
8. Anak dan Masalah Seksual
Masalah seksual adalah masalah yang paling rumit dalam pendidikan,
karena umumnya orang tua kesulitan dalam menghadapi masalah ini. Banyak
cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini, yang bergantung
pada konsep dasar pendidikan yang dipilih orang tua, atau adat istiadat
yang berlaku di tengah masyarakat dan juga bergantung pada tingkat
kesadaran orang tua anak. Dari sini kita ketahui, mengapa banyak orang
yang jatuh pada dua sikap ekstrim yang berlawanan, sebagian
menga-baikannya sama sekali, tetapi sebagian lagi mengajarkan kepada
anak dengan sangat terbuka.
Anak, baik laki-laki maupun
perempuan, secara naluriah memiliki segudang pertanyaan yang menyangkut
masalah seksual, seperti bagaimana ia tercipta dan berada di rahim ibu?
Mengapa hanya ibu yang mengandung sedangkan ayah tidak? Bagaimanakah
proses persalinan? Mengapa anak perempuan dan wanita yang tidak bersuami
tidak hamil? Mengapa mesti ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan? Masih banyak lagi pertanyaan yang lain yang mereka miliki.
Orang tua seharusnya menganggap pertanyaan-pertanyaan seperti ini
sebagai hal yang wajar sehingga tidak perlu takut untuk mendengar dan
memberikan jawabannya. Sikap terbaik yang mesti mereka ambil adalah
tidak melarang anak untuk menanyakannya karena anak tersebut pasti akan
mencari jawabannya dari orang lain yang tentu akan mengakibatkan banyak
hal yang tidak diinginkan jika jawaban yang didapatnya tidak memuaskan
atau terlalu vulgar.
Tugas orang tua adalah mempersiapkan diri
mereka untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan anak seperti ini dan
membantu mengatasi rasa keingintahuan mereka dengan memberikan
jawaban-jawaban yang masuk akal dan memuaskan. Dengan sendirinya, anak
tidak akan mengulangi pertanyaannya setelah merasa bahwa jawaban yang
diterima itu memuaskan.
Jawaban yang diberikan ayah dan ibu
haruslah sesuai dengan daya tangkap anak. Sebagai contoh, jika anak
bertanya tentang proses kehamilan, dapat kita katakan bahwa Allahlah
yang menciptakan anak dan meletakkan di perut ibu. Jika anak bertanya
tentang perbedaan jenis kelamin, kita jawab bahwa anak laki-laki sama
dengan ayahnya sedangkan anak perempuan sama dengan ibu. Atau kita
katakan, bahwa Allah menciptakan anak laki-laki berbeda dengan anak
perempuan. Jawaban mesti diberikan dalam bentuk yang wajar, jauh dari
hal-hal yang menimbulkan kekhawatiran, sehingga anak tidak menganggap
bahwa jawaban ayah atau ibu tidak benar dan tidak sesuai lalu terdorong
untuk mencari jawaban dari orang lain.
Ada beberapa kegemaran
anak yang mesti kita jauhkan darinya dengan cara lembut tanpa
menggunakan cara kekerasan. Pada usia tiga sampai enam tahun, anak biasa
menikmati anggota-anggota tubuhnya yang berbeda antara satu waktu
dengan yang lain.[71]
Sebagian anak gemar mempermainkan alat
kelaminnya. Tugas orang tua adalah menjauhkan anak dari perilaku
tersebut secara halus atau memalingkan perhatiannya dengan hal-hal yang
lain. Selain itu, orang tua tidak boleh membuka aurat di depannya.
Sebab, banyak pakar berpendapat bahwa kebiasaan orang tua membuka aurat
mereka di hadapan anak merupakan hal yang mengejutkan bagi anak. Dr.
Spock mengatakan, “Saya meminta kepada semua ayah dan ibu untuk
memperhatikan hal ini dan menutup anggota badan mereka sebatas kewajaran
di hadapan anak.”[72]
“Umumnya anak dari usia empat sampai
enam tahun mendapatkan alat kelaminnya sebagai daerah yang memberi
kenikmatan tersendiri. Setelah itu perasaan seperti ini akan hilang
dengan sendirinya”.[73]
Oleh karena itu, Ahlul Bait a.s.
mengingatkan para orang tua untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat
membangkitkan naluri seks anak di usianya yang dini ini. Cara terbaik
untuk menjauhkan anak dari masalah seksual adalah dengan tidak melakukan
hubungan intim di hadapannya.
Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
قال
رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : والذي نفسي بيده لو أنّ رجلا غشي
أمرأته وفي البيت صبي مستيقظ يراهما ويسمع كلامهما ونفسهما ما أفلح أبدا ان
كان غلاما كان زانيا أو جارية كانت زانية
Artinya:
Rasulullah SAWW bersabda, ”Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
jika seorang lelaki mengumpuli isterinya sedang di dalam rumah ada anak
kecil yang terjaga sehingga melihat mereka atau mendengar nafas mereka,
anak tidak akan menjadi orang yang baik di masa mendatang karena kelak
ia akan menjadi pezina.” [74]
Imam Shadiq a.s. juga mengatakan,
لايجامع الرجل امرأته ولا جاريته وفي البيت صبي فان ذلك ممّا يورث الزنا
Artinya: Lelaki tidak diperkenankan untuk mengumpuli isteri atau hamba
sahayanya jika di situ ada anak kecil karena hal itu dapat mengakibatkan
per-zinaannya di masa mendatang. [75]
Anak di usia dini selalu
ingin meniru semua yang dilakukan oleh orang tuanya, karena itu, ia
ingin melakukan apa yang dilakukan oleh ayahnya.[76] Selain itu,
biasanya anak seusia ini lebih menyenangi permainan menjadi
pengantin.[77] Dengan demikian, jika anak menyaksikan hubungan intim
ayah dan ibunya, tidak mustahil ia akan meniru dan melakukan hal yang
sama yang pernah ia saksikan, lalu ia akan terbiasa melakukannya di
usianya yang sangat dini.
Sudah menjadi tugas orang tua untuk
menghindarkan anak-anaknya dari hal tersebut dan dari perilaku yang
mengarah kepada perbuatan tersebut, misalnya ciuman, dan lain-lain.
Banyak orang tua yang salah dalam bersikap dengan membicarakan masalah
seks di depan anak mereka, karena dengan demikian rasa ingin tahu yang
ada pada anak akan bertambah besar.
Orang tua yang baik adalah
mereka yang berhati-hati dalam melakukan hubungan intim walaupun
anak-anak mereka sedang terlelap dalam tidur karena mungkin saja anak
terjaga secara mendadak. Apabila ia terjaga dan menyaksikan adegan itu,
ia akan mengalami goncangan jiwa yang akan tersimpan di alam bawah
sadarnya. Tugas orang tua adalah memperhatikan tingkah laku anak dan
cara bermain mereka khususnya saat mereka berada di tempat yang sepi.
Salah satu cara menjauhkan anak dari rangsangan seks adalah dengan
memisahkan tempat tidur mereka. Antara satu anak dan yang lain,
hendaknya diberi batas. Selain itu, jangan biarkan mereka tidur dalam
satu selimut sehingga badan mereka saling bersentuhan. Banyak riwayat
yang menekankan akan penjagaan seperti ini. Dalam hadisnya, Rasulullah
SAWW bersabda,
يفرّق بين الصبيان في المضاجع لست سنين
Artinya: Anak-anak hendaknya tidur secara terpisah ketika telah menginjak umur enam tahun. [78]
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah SAWW pernah berkata,
فرّقوا بين أولادكم في المضاجع إذا بلغوا سبع سنين
Artinya: Pisahkanlah tempat tidur anak-anak setelah mereka menginjak usia tujuh tahun. [79]
Pemisahan ini mutlak baik antara anak laki-laki dan anak laki-laki
lainnya, antara anak perempuan dan lainnya, ataupun antara anak
laki-laki dan anak perempuan. Di zaman ini, setelah menyebarnya
film-film bioskop dan video, juga televisi dan media massa lainnya,
tugas kita menghindarkan anak dari rangsangan seks terasa lebih berat.
Bagi mereka yang hidup di negara-negara yang tidak mengenal Islam dan
menyajikan film-film seronok dengan bebas, tugas menjaga anak-anak dari
pengaruh buruk kemajuan teknologi dan agar anak-anak tidak menonton
film-film seperti itu, lebih berat ketimbang yang lain. Tugas yang lebih
berat lagi diemban oleh para orang tua yang hidup di negara yang
menganggap bahwa cara terbaik untuk memberikan kebebasan kepada anak
untuk mengenal masa depannya adalah dengan menyajikan film-film porno
kepada mereka.
Para pakar psikologi mendukung konsep Islam dalam hal ini.
Dr Spock yang berkebangsaan Amerika mengatakan, “Jika orang-orang
terdahulu pernah melarang kita dalam hal-hal yang layak untuk dilarang,
kemudian larangan yang sama kita kenakan kepada anak-anak kita, semua
itu memiliki nilai yang positif. Justru larangan semacam itulah yang
akan memberikan kepada anak-anak kebebasan berpikir pada saat mereka
menjalani masa-masa belajar. Larangan ini juga yang akan mengosongkan
benak si anak dari hal-hak yang tidak signifikan, sambil mendorong
mereka berkonsentrasi pada hal-hal yang positif semisal belajar baca
tulis dan matematika”.[80]
Karena itu, beliau mengkritik keras
perilaku asusila yang terjadi di Amerika, seperti berjemurnya pria dan
wanita di pinggir pantai dengan busana ekstra minim.
Kesimpulannya, orang tua berkewajiban, pertama memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan anak-anak mereka mengenai masalah seksual dengan
halus dan tidak ceroboh dan kedua menjauhkan mereka dari hal-hal yang
dapat merangsang naluri seks mereka yang dapat hadir dengan berbagai
cara dan bentuk, khususnya melalui media massa seperti bioskop,
televisi, dan video.
9. Mengembangkan Emosi Anak
Emosi dan perasaan merupakan motor terpenting yang menggerakkan manusia
untuk berbuat dan berkarya. Emosi dan perasaan ini dimiliki oleh
manusia sejak hari-hari pertama kehidupannya, sejak saat ia menyusu lalu
berkembang secara bertahap bersamaan dengan bertambahnya usia dan
semakin luasnya hubungan sosial yang ia miliki. Perkembangan emosi dan
perubahan yang terjadi pada anak dipengaruhi oleh pola pikir yang
dimilikinya. Ketika anak meyakini bahwa dengan melakukan suatu pekerjaan
tertentu berarti ia telah membuat hati orang tuanya berbahagia dan
membuat Allah ridha padanya, secara otomatis ia terdorong untuk
melakukannya. Begitu pula sebaliknya. Emosi dapat dibagi ke dalam empat
kategori, yaitu pribadi, vertikal, sosial, dan etis.
Emosi
pribadi adalah emosi yang berhubungan dengan pribadi manusia, seperti
rasa ingin memiliki, cinta kebebasan, ingin unggul di atas orang lain,
cinta kedudukan sosial, suka dihormati, dan lainnya. Perasaan dan emosi
ini yang menjadikan manusia berbuat segala sesuatu untuk kesenangan
pribadinya.
Emosi vertikal adalah perasaan yang membawa orang
untuk menyenangi hubungan dengan Zat yang Maha mutlak, yaitu Allah SWT,
sumber kemurahan, kenikmatan, belas kasih, dan cinta. Dengan ini orang
akan mencintai kebenaran dan kebaikan. Di sini tidak ada lagi ke-akuan.
Emosi sosial adalah perasaan yang mendorong orang untuk berhubungan
dengan anggota masyarakat yang lain, dimulai dari orang tua, kakak dan
adik, lalu famili secara umum dan selanjutnya, masyarakat dan umat
manusia seluruhnya.
Emosi etis adalah perasaaan yang
berhubungan dengan apa yang layak dilakukan dan apa yang tidak layak,
seperti berlaku jujur, meninggalkan dusta, dan hal-hal lain yang
bersifat etis.
Cara terbaik untuk mengarahkan emosi dan
perasaan anak adalah dengan memberinya kasih sayang dan cinta, juga
memenuhi semua kebutuhan lahir dan batinnya. Jika anak merasa bahwa ia
telah mendapatkan apa yang diinginkannya, secara otomatis ia akan
terikat secara emosi pada sumber cinta dan kasih itu, yang tidak lain
adalah orang tuanya sendiri. Anak akan percaya pada mereka berdua dan
mengikuti apa yang mereka katakan dan lakukan. Selanjutnya, anak dengan
senang hati menerima dan menuruti kata-kata, nasehat dan ajaran mereka.
Dengan demikian, orang tua dapat mengontrol emosi dan perasaan anak dan
selanjutnya mereka dapat mengarahkannya kepada jalan yang terbaik.
Emosi terpenting yang harus dinomorsatukan pengembangannya adalah emosi
vertikal karena dapat mengasah jiwanya untuk mencintai dan akrab dengan
Tuhan Mahapencipta. Emosi ini dapat dirasakan anak setelah dia
mengetahui bahwa Tuhanlah sumber segala kenikmatan, kasih sayang dan
ampunan, dan Dialah yang menciptakan kenikmatan abadi di surga untuk
hamba-hamba-Nya yang shalih dan taat.
Tugas orang tua
selanjutnya adalah mengarahkan emosi dan perasaan anak kepada Rasulullah
SAWW, para nabi dan rasul lainnya, dan Ahlul Bait a.s. Cara terbaik
dalam hal ini adalah dengan membawakan cerita dan kisah menarik
kehidupan manusia-manusia suci ini kepada anak-anak. Ada dua manfaat
yang kita petik dari cara ini, yaitu, pertama memperkuat rasa cinta
kepada mereka di hati anak dan kedua membuat anak tertarik untuk
mengikuti cara hidup dan teladan yang mereka berikan. Dengan demikian,
di dalam lubuk hati anak akan tertanamkan perasaan-perasaan positif
seperti cinta akan ketulusan, kemuliaan, keberanian, kedermawanan,
pengorbanan, norma-norma mulia, dan kebajikan. Dan sebaliknya, mereka
akan membenci apa yang dibenci oleh orang-orang mulia tadi dan membenci
kaum yang menentang dan melawan mereka. Semua ini akan menjadi konsep
hidup anak sekarang dan di masa mendatang.
Cara lain untuk
mengembangkan emosi dan perasaan anak adalah dengan memberikan
pengarahan secara kontinyu, sampai anak memahami dengan benar perbedaan
antara perbuatan baik dan buruk. Selain itu, mendorong anak untuk
meleburkan diri dengan perbuatan-perbuatan yang mulia. Ketika anak
meminjamkan mainannya kepada anak lain, tugas orang tua adalah memujinya
lalu menggantinya dengan mainan yang lain. Ketika anak melakuan
perbuatan terpuji seperti berkata jujur, menghormati orang lain,
berlemah lembut terhadap kaum fakir, membantu saudara atau orang tua
dalam melakukan sesuatu, hendaknya anak tersebut dipuji di depan dirinya
sendiri, keluarga, famili dan teman-temannya.
Sikap orang tua
memperlakukan anak layaknya seorang teman akan membuat ia leluasa dalam
mengutarakan isi hatinya. Hal ini sangat penting dalam mempertahankan
keseimbangan mental anak dan menghilangkan emosi dan perasaan yang tidak
baik.
Penelitian para ahli menyatakan bahwa bercerita adalah
cara terbaik dalam mendidik emosi dan perasaan anak, khususnya jika
cerita itu disampaikan dengan gaya bahasa yang diminati dan dimengerti
olehnya. Karena itu, kita bisa saja bercerita tentang petualangan seekor
burung atau binatang yang berbudi luhur.
Dengan mendengar
cerita ini, emosi anak akan tergugah untuk mencintai kebaikan, keadilan,
kebersamaan, pengorbanan, dan nilai-nilai luhur insani lainnya. Cinta
kepada kaum tertindas dan kebencian terhadap kaum penindas dan zalim
akan tumbuh subur di lubuk hatinya. Cerita-cerita tentang burung dan
binatang sangat menarik bagi anak-anak seusia ini. Mereka akan dengan
setia duduk mendengar dan merasakan seolah-olah hal itu benar-benar
terjadi. Banyak hal yang bisa menjadi bahan cerita dan semua itu
bergantung kepada imajinasi orang tua dalam mengolah sebuah dongeng yang
dapat menggugah perasaan dan emosi anak mereka.
10. Memperhatikan Anak Yatim
Akibat kematian ayah atau ibunya, atau bahkan kedua-duanya, anak
merasakan sebuah kekosongan besar dalam hidupnya. Ia merasakan
kekosongan dunia dari orang yang memberinya curahan cinta dan kasih
sayang dan yang memenuhi semua keperluan hidupnya, seperti makan, minum,
pakaian, dan lain. Anak yatim selalu dihantui oleh perasaan cemas dan
ketakutan. Kegelisahan selalu datang menggerogoti ketenangan batinnya.
Perasaan tidak lagi mendapatkan kasih sayang dapat berakibat buruk pada
perkembangan mentalnya.
Realitas yang ada di tengah masyarakat
menunjukkan bahwa mayoritas anak yatim yang tidak mendapat perhatian
yang semestinya dari orang lain memiliki kepribadian yang labil dan
sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena itu, Islam sangat
menekankan pentingnya memperhatikan anak yatim secara khusus, lebih
dari penekanannya untuk memperhatikan anak kandung kita sendiri. Islam
memerintahkan kita untuk berusaha sebisa mungkin memenuhi semua
kebutuhan materi dan jiwanya. Bahkan, jumlah ayat suci Al-Qur’an yang
secara khusus membicarakan masalah anak yatim ini lebih banyak dari
jumlah ayat yang membahas tentang anak kecil secara umum.
Kebutuhan pertama yang harus diperhatikan adalah kebutuhan materinya. Allah SWT berfirman,
ويطعمون الطعام على حبّه مسكينا ويتيما وأسيرا ...
Artinya: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. [81]
... أو اطعام في يوم ذي مسغبة يتيما ذا مقربة
Artinya: …Atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. [82]
... وآتى المال على حبّه ذوي القربى واليتامى والمساكين ...
Artinya: …Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin.... [83]
Islam telah menentukan bagian tersendiri untuk anak-anak yatim dari harta kaum muslimin. Allah SWT berfirman,
واعلموا أنّما غنمتم من شيء فأن لله خمسه وللرسول ولذي القربى واليتامى والمساكين ...
Artinya: Ketahuilah, apapun yang kamu peroleh sebagai rampasan perang,
maka sesungguhnya seperlimanya adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin.... [84]
…قل ما أنفقتم من خير فللوالدين والأقربين واليتامى والمساكين ...
Artinya: …Jawablah, “Apapun harta yang kamu nafkahkan hendaklah
diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin ....” [85]
Allah SWT melarang kaum muslimin untuk menggunakan harta anak yatim kecuali jika bermanfaat untuknya. Allah berfirman,
ولا تقربوا مال اليتيم إلاّ بالّتي هي أحسن حتى يبلغ أشده
Artinya : Janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang bermanfaat sampai ia dewasa. [86]
Rasulullah SAWW bersabda,
من عال يتيما حتى يستغنى أوجب الله له بذلك الجنة
Artinya: Orang yang memenuhi semua kebutuhan anak yatim pasti akan Allah masukkan ke dalam surga. [87]
Sabda beliau lainnya adalah sebagai berikut.
من كفل يتيما من المسلمين فأدخله إلى طعامه وشرابه أدخله الله الجنة البتة إلا ان يعمل ذنيا لا يغفر
Artinya: Orang yang memelihara anak yatim dengan memberinya bagian dari
makanan dan minumannya, pasti akan dimasukkan Allah ke dalam surga
kecuali jika ia melakukan dosa yang tidak dapat diampuni lagi (seperti
syirik--pen.). [88]
أنا وكافل اليتيم في الجنة كهاتين - وهو يشير باصبعيه -
Artinya: Kedudukanku di surga dengan orang yang memelihara anak yatim
seperti ini (sambil menunjukkan dua jari suci beliau). [89]
Selain kebutuhan materi anak yatim yang harus menjadi perhatian kaum
muslimin secara umum, Islam juga menekankan pentingnya pemenuhan
kebutuhan jiwanya, seperti berbuat dan bersikap adil kepadanya. Allah
SWT berfirman,
وإذ أخذنا ميثاق بني إسرائيل لا تعبدون إلا الله وبالوالدين إحسانا وذي القربى واليتامى والمساكين ...
Artinya: (Ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu) janganlah kalian menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah
kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin
....[90]
Di ayat lain, Allah SWT berfirman,
…وان تقوموا لليتامى بالقسط
Artinya: (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. [91]
Rasulullah SAWW bersabda,
خير بيت من المسلمين بيت فيه يتيم يحسن إليه , وشرّ بيت من المسلمين بيت فيه يتيم يساء إليه
Artinya: Rumah yang terbaik adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak
yatim yang dihormati dan diperlakukan dengan baik. Rumah yang terburuk
adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diza-limi dan
diperlakukan dengan buruk. [92]
Di dalam banyak kesempatan,
Rasulullah SAWW berpesan untuk menghormati anak yatim, memuliakannya,
dan berlemah-lembut kepadanya. Beliau bersabda,
حثّ
الله تعالى على برّ اليتامى لانقطاعهم عن آبائهم , فمن صانهم صانه الله
تعالى , ومن أكرمهم أكرمه الله تعالى , ومن مسح يده برأس يتيم رفقا به جعل
الله تعالى له في الجنة بكل شعرة مرّت تحت يده قصرا أوسع من الدنيا وما
فيها...
Artinya: Allah SWT menganjurkan kepada kalian
semua untuk menghormati anak yatim karena mereka tidak lagi mempunyai
ayah. Orang yang menjaga mereka akan dijaga Allah. Orang yang memuliakan
mereka akan dimuliakan Allah. Orang yang mengusap kepala anak yatim
karena rasa sayang kepadanya, akan diganjar Allah dengan istana yang
lebih luas dari dunia seisinya sebanyak rambut yang dilewati oleh sapuan
tangannya. [93]
Imam Ja’far Shadiq a.s. mendorong kita untuk memperlakukan anak yatim dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Beliau berkata,
ما من عبد يمسح يده على رأس يتيم ترحّما له إلاّ أعطاه الله تعالى بكل شعرة نورا يوم القيامة
Artinya: Orang yang mengusapkan tangannya di kepala anak yatim karena
rasa sayang kepadanya, maka kelak di hari kiamat, akan diberi Allah
cahaya sebanyak rambut yang dilalui oleh sapuan tangannya.[94]
Salah satu perwujudan dari cinta perhatian kepada anak yatim adalah
dengan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya, yang membuat
hatinya gelisah dan tersiksa. Rasulullah SAWW bersabda,
إذا بكى اليتيم اهتزّ العرش على بكائه فيقول الله تعالى : يا ملائكتي اشهدوا عليّ أن من أسكته واسترضاه أرضيته في يوم القيامة
Artinya: Jika anak yatim menangis ‘arsy Ilahi akan tergoncang dan Allah
akan berfirman kepada para malaikat-Nya, “Wahai para malaikat-Ku
saksikanlah! Orang yang membuatnya diam dan menjadikan hatinya senang
akan Aku senangkan hatinya di hari kiamat.” [95]
Beliau juga bersabda,
إذا بكى اليتيم يقول الله من أبكى عبدي وأنا غيّبت أباه في التراب فوعزّتي وجلالي ان من أرضاه بشطر كلمة أدخلته الجنة
Artinya: Jika anak yatim menangis, Allah akan berfirman, “Siapa
gerangan yang membuat hamba-Ku ini menangis sedang Aku telah menyimpan
ayahnya di dalam tanah? Demi keagungan dan kebesaran-Ku, orang yang
membuatnya senang meskipun hanya dengan sepenggal kata akan Aku masukkan
ke dalam surga.” [96]
Rasulullah SAWW dalam hadisnya bersabda,
إن في الجنة دارا يقال لها دار الفرح لايدخلها إلا من فرّح يتامى المؤمنين
Artinya: Di surga terdapat satu gedung yang disebut dengan nama Dar
Al-Farah (Rumah Kebahagiaan). Yang berhak masuk ke dalamnya hanyalah
orang yang membahagiakan anak yatim. [97]
Salah satu wujud dari
perhatian terhadap anak yatim adalah dengan mendidiknya dengan baik dan
benar dan mencetaknya menjadi orang yang berguna bagi masyarakatnya di
masa yang akan datang.
Imam Amirul Mukminin Ali a.s. berkata,
ادّب اليتيم بما تؤدّب منه ولدك ...
Artinya: Didiklah anak yatim seperti engkau mendidik anakmu sendiri....[98]
Anak yatim yang mendapat perhatian dan kasih sayang yang semestinya
akan merasa bahagia dan hidup dengan penuh rasa optimis. Namun bila ia
tidak mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan, anak tersebut akan
hidup dengan mental yang labil dan hal itu menjadi lebih parah jika ia
jatuh ke pangkuan orang yang tidak benar yang mendidiknya secara salah
dan membentuknya menjadi pribadi yang merugikan masyarakat.
[1]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:294
[2]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 1:182, hadis ke-3
[3]Dr. Ali Mansur, ‘Ilm Al-Nafs Al-Tarbawi 2:132
[4]Masyakil Al-Abaa’ fi Tarbiah Al-Abnaa’ :248
[5]Ibid:251.
[6]Kanz Al-‘Ummal 16:456, hadis ke-45
[7]Tuhaf Al’Uqul:368.
[8]Tarikh Ya’qubi 2:320.
[9] Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:328
[10]Abdul Aziz Al-Qaushi, ‘Ilm Al-Nafs :264
[11]Dr. Fakhir Aqil, ‘Ilm Al-Nafs Al-Tarbawi:100-101
[12]Mustadrak Al-Wasail 2:618
[13]Ibid : 626
[14]‘Uddah Al-Da’i:61
[15]Al-Kafi 6:50, hadis ke-6
[16]‘Ilm Al-Ijtima’ :252
[17]Al-Tarbiah wa Bina’ Al-Ajyal:167
[18]‘Ilm Al-Nasf Al-Tarbawi:111
[19]Mustadrak Al-Wasail 2:625
[20]Ibid:626
[21]Ibid.
[22]Makarim Al-Akhlaq:219
[23]Al-Kafi 6:50, hadis ke-6
[24]Makarim Al-Akhlaq:220
[25]‘Uddah Al-Da’i : 79
[26]Tuhaf Al-‘Uqul : 267
[27]Ibnu Mandzur, Mukhtashar Tarikh Dimasyq 7:14
[28]Mustadrak Al-Wasail 2:69
[29]Tuhaf Al-‘Uqul:337.
[30]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:328
[31]Masyakil Al-Abaa’:141
[32]Tarikh Al-Ya’qubi 2:320
[33]Bihar Al-Anwar 23:114
[34]Al-Thifl Bain Al-Wiratsah wa Al-Tarbiah 2:180 dinukil dari
kitab Nahnu wa Al-Abna’ : 39
[35]‘Ilm Al-Nafs Al-Tarbawi :535
[36]Tuhaf Al-’Uqul : 84
[37]Bihar Al-Anwar 79:102
[38]Masyakil Al-Aabaa’:75
[39]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:278
[40]Adhwa’ ‘ala Al-Nafs Al-Basyariyyah :302
[41]Makarim Al-Akhlaq:220
[42]Makarim Al-Akhlaq:221
[43]Kanz Al-‘Ummal 16:445, hadis ke-45350
[44]Ibid:444, hadis ke-45346
[45]Ibid, hadis ke-45347
[46]Makarim Al-Akhlaq:221
[47]Mustadrak Al-Wasail 12:626
[48]Bihar Al-Anwar 43:261
[49]Ibid:275
[50]Ibid:284
[51]Hadits ila Al-Ummahat:68
[52]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:274
[53]Makarim Al-Akhlaq:221
[54]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:221-222
[55]Al-‘Ilaj Al-Jama’i li Al-Athfal:162
[56]Ibid:222
[57]Ibid.
[58]Ibid:223
[59]Masyakil Al-Aabaa’:106
[60]Al-Thifl bain Al-Wiratsah wa Al-Tarbiah 2:64 dinukil dari
kitab Nahnu wa Al-Abna’ :56
[61]Bihar Al-Anwar 103:189
[62]Al-Kafi 1:311, hadis ke-15
[63]Bihar Al-Anwar 43:296
[64]Mukhtashar Tarikh Dimasyq 7:10
[65] Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:222
[66] Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:312, hadis ke-21
[67] Al-Thifl bain Al-Wiratsah wa Al-Tarbiah 2:97
[68] Qamus Al-Thifl Al-Thibii:317
[69] ‘Ilm Al-Nafs Ususuhu wa Tathbiqatuhu Al-Tarbawiyyah:239
[70] ‘Ilm Al-Nafs Al-‘Ilaji:152
[71]Masyakil Al-Aabaa’:282
[72] Ibid:283
[73]‘Ilm Al-Nafs Al-‘Ilaj:106
[74] Wasail Al-Syi’ah 20:133 hadis ke-2
[75] Ibid:134, hadis ke-7
[76]Al-Tarbiah wa Bina’ Al-Ajyal:166
[77] Masyakil Al-Aabaa’ :205
[78] Makarim Al-Akhlaq:223
[79] Ibid.
[80] Masyakil Al-Aabaa’ hal: 284.
[81] Q.S. Al-Insan: 8.
[82] Q.S. Al-Balad: 14 -15.
[83] Q.S. Al-Baqarah: 177.
[84] Q.S. Al-Anfal: 41.
[85]Q.S. Al-Baqarah: 215.
[86]Q.S. Al-An’am: 152.
[87]Tuhaf Al-‘Uqul:198
[88]Mustadrak Al-Wasail 1:148
[89]Al-Mahajjah Al-Baidha 3:403
[90]Q.S. Al-Baqarah: 83.
[91]Q.S. Al-Nisa’ : 127.
[92]Al-Mahajjah Al-Baidha’ 3:403
[93]Ibid.
[94] Ibid.
[95] Mustadrak Al-Wasail 2:623
[96]Ibid
[97] Kanz Al-‘Ummal 3:170, hadis ke-6008
[98] Al-Kafi 6:47 hadis ke-8
5
PENDIDIKAN ANAK MENURUT AJARAN ISLAM
BAGIAN KELIMA
Fase Keempat: Masa Remaja
Fase ini dimulai dari ketika anak genap berusia tujuh tahun hingga
empat belas tahun. Di masa ini anak tengah mempersiapkan dirinya untuk
menjadi manusia matang dan satu anggota dari masyarakatnya. Pada fase
ini, anak mulai menghilangkan kebiasaannya meniru apa yang dilakukan
oleh orang dewasa dan mulai memperhatikan alam dan lingkungan
sekitarnya. Saat itulah daya pikir anak mulai terbuka dan mampu untuk
berimajinasi dan menangkap banyak masalah yang tidak kasat mata.
Ia mulai berpikir tentang dirinya sendiri. Ia memandang dirinya sebagai
salah satu mahluk yang hidup, berdiri sendiri, dan memiliki kehendak
yang lain dari kehendak orang lain. Cara yang dilakukannya untuk
menunjukkan keberadaan dirinya itu seringkali berupa perlawanan dan
penentangan terhadap apa yang selama ini biasa ia lakukan. Ia berusaha
untuk menampakkan jati dirinya dengan menentang dan membuat keluarganya
marah demi menunjukkan kepada mereka bahwa ia adalah dirinya.[1] Anak
seperti ini akan memilih jenis dan warna pakaiannya sendiri, ingin bebas
menentukan pelajaran yang ia sukai, dan berhubungan dengan siapa pun
yang ia sukai dan dengan cara semaunya.
Pada masa inilah orang
tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap pendidikannya karena kini
ia tengah berada di awal hubungan sosialnya dalam lingkup yang lebih
luas dengan masuknya ia ke sekolah. Sekolah sendiri berpotensi besar
dalam membangun kepribadian anak dengan adanya banyak anak di sana yang
masing-masing mempunyai tingkat kecerdasan dan kegesitan tersendiri.Anak
akan tergugah untuk bersaing dengan mereka dan hal itu sangat
berpengaruh pada karekternya.[2]
Beberapa faktor penting yang
berkaitan dengan pembangunan karakter anak dalam fase ini antara lain
adalah pola interaksinya dengan ayah, ibu, dan seluruh anggota keluarga
yang lain, keadaan fisiknya, seperti tinggi dan berat badannya, serta
hal-hal yang didengar dan dipelajarinya.
Kebutuhan anak di fase
remaja ini berbeda dengan kebutuhannya di fase-fase sebelumnya. Hal ini
harus diperhatikan oleh orang tua dan diusahakan untuk memenuhinya.
Kebutuhan anak tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan primer, seperti makanan, minuman, dan pakaian.
2. Kebutuhan psikis, seperti ketenangan jiwa dan emosi.
3. Kebutuhan terhadap penerimaan dirinya oleh masyarakat.
4. Kebutuhan terhadap perhatian dan penghormatan atas dirinya.
5. Kebutuhan untuk mempelajari banyak hal yang dapat memupuk bakatnya sebagai bekal menempuh perjalanan panjang kehidupannya.
6. Kebutuhan untuk mengenal pemikiran-pemikiran yang menjadi wacana
dalam masyarakat dan mengenal isi dunia, yang tentu saja, disesuaikan
dengan kemampuan dan kematangan anak seusia ini.
Anak perlu
mendapatkan perhatian yang ekstra ketat dalam melewati fase yang rentan
ini, tetapi tentu saja dengan tetap memberinya kebebasan yang merupakan
salah satu kebutuhan aslinya.
Rasulullah SAWW bersabda,
الولد سيّد سبع سنين وعبد سبع سنين ووزير سبع سنين
Artinya: Anak adalah tuan selama tujuh tahun, budak selama tujuh tahun, dan menteri selama tujuh tahun. [3]
Amirul Mukminin Ali a.s. berkata,
يرخى الصبي سبعا ويؤدب سبعا ويستخدم سبعا
Artinya: Anak dibiarkan melakukan apa saja selama tujuh tahun, dihukum
jika melakukan kesalahan, dan diperbantukan selama tujuh tahun. [4]
Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
دع ابنك يلعب سبع سنين ويؤدب سبعا والزمه نفسك سبعا
Artinya: Biarkan anakmu bermain sepuasnya selama tujuh tahun, didiklah
ia selama tujuh tahun, dan jangan pisahkan dirinya darimu selama tujuh
tahun. [5]
Memang, mendidik anak di masa ini sangat sulit
sehingga diperlukan usaha dan keuletan yang lebih besar dari orang tua
dalam mendidik, menjaga dan mengontrol setiap gerak-gerik anak, termasuk
pola berpikir, perasaan, dan pelajaran sekolahnya. Selain itu, ayah dan
ibu harus memenuhi semua keperluannya yang beraneka ragam. Anak pada
masa ini tengah membutuhkan pengarahan intensif dari orang tuanya, juga
bimbingan mereka dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh
tantangan dan liku-liku ini.
Berikut ini kami kemukakan beberapa hal penting yang berhubungan dengan pendidikan anak di fase ini.
1. Pendidikan Ekstra Ketat
Mendidik anak dengan baik dan benar dan mengajarinya budi pekerti yang
luhur merupakan tugas dan tanggung jawab yang berada di pundak ayah dan
ibu. Di lain pihak, adalah hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang
benar tersebut. Pada fase ini, anak sangat memerlukan perhatian dan
pengawasan ketat dari orang tuanya. Karena itu, orang tua harus
meluangkan waktu dan tenaga yang lebih besar.
Imam Ali bin Al-Husain a.s. berkata,
وأمّا
حقّ ولدك ... إنك مسؤول عمّا وليته من حسن الأدب و الدلالة على ربه
والمعونة له على طاعته فيك وفي نفسه فمثاب على ذلك ومعاقبفاعمل في أمره عمل
المتزين بحسن أثره عليه في عاجل الدنيا المعذر إلى ربه فيما بينك وبينه
بحسن القيام عليه والأخذ له منه
Artinya: Hak anakmu
adalah…engkau bertanggung jawab untuk mengajarkan kepadanya akhlaq
karimah, mengenalkan kepada Tuhan dan membantunya untuk patuh kepadamu.
Tugas berat ini besar sekali pahalanya dan sebaliknya, siksaan menunggu
jika melalaikannya. Karena itu, lakukanlah apa yang bisa membuatmu
berbangga atasnya di masa depan dan terbebas dari hukuman Tuhan atas
tanggung jawab yang Dia berikan kepadamu, dengan mendidiknya secara baik
dan benar.[6]
Karena fase ini merupakan fase yang sulit dalam
kehidupan, ayah dan ibu harus mengangkat tangannya dan berdoa kepada
Allah SWT agar mendapat taufik dalam mengemban tugas mulia dan besar
ini.
Imam Ali bin Al-Husain a.s. mengatakan,
اللهم
ومنّ عليّ ببقاء ولدي ... وربّ لي صغيرهم .. وأصحّ لي ابدانهم وأديانهم
وأخلاقهم ... واجعلهم ابرارا اتقياء بصراء ... وأعني على تربيتهم وتأديبهم
وبرهم ... واعذني وذريتي من الشيطان الرجيم
Artinya: Ya
Allah lindungilah anak-anakku dan keturunanku....Didiklah mereka yang
masih kecil.... Sehatkanlah badan mereka dan selamatkanlah agama dan
akhlak mereka....Jadikanlah mereka orang-orang yang bertakwa dan
berpengetahuan....Bantulah aku dalam mendidik mereka dengan
benar....Lindungilah aku dan keturunanku dari godaan syetan yang
terkutuk. [7]
Banyak riwayat yang menekankan kewajiban mendidik anak dengan baik dan menanamkan akhlak yang mulia kepadanya.
Rasulullah SAWW bersabda,
أكرموا أولادكم واحسنوا آدابهم
Artinya: Hormatilah anak-anak kalian dan perbaikilah perangainya.[8]
Imam Amirul Mukminin Ali a.s. berkata,
إن
للولد على الوالد حقا , وإن للوالد على الولد حقا , فحق الوالد على الولد
أن يطيعه في كل شيء , إلا في معصية الله سبحانه , وحق الولد على الوالد أن
يحسن اسمه , ويحسن أدبه , ويعلمه القرآن
Artinya: Anak
memiliki hak atas ayahnya dan ayah juga memiliki hak atas anaknya. Hak
ayah atas anak adalah bahwa anak wajib untuk patuh dan taat kepadanya
dalam setiap hal, kecuali yang berhubungan dengan maksiat. Hak anak atas
ayahnya adalah ayah harus memberinya nama yang bagus, mendidiknya
dengan baik, dan mengajarinya Al-Qur’an.[9]
Pendidikan di fase
ini lebih penting pada fase-fase lainnya karena anak di usia ini relatif
masih bersih dan belum tercemari sehingga mau mendengar dan menerima
semua nasehat dan bimbingan. Karena itu, orang tua harus pandai-pandai
mempergunakan kesempatan ini untuk mendidiknya dengan benar.
Dalam wasiatnya kepada putranya, Al-Hasan a.s., Imam Ali a.s. berkata,
...
وإنما قلب الحدث كالأرض الخالية ما ألقي فيها من شيء قبلته فبادرتك بالأدب
قبل أن يقسو قلبك , ويشتغل لبّك , لتستقبل بجد رأيك من الأمر ما قد كفاك
أهل التجارب بغيته وتجربته ...
Artinya: …Sesungguhnya
hati anak kecil bagaikan tanah kosong yang menerima apa saja yang
dilemparkan kepadanya. Karena itu, aku cepat-cepat menyemaikan wasiatku
ini kepadamu sebelum hatimu mengeras dan pikiranmu disibukkan oleh
hal-hal lain agar engkau memanfaatkan pengalaman mereka yang
berpengalaman dalam menentukan sikap dalam hidupmu. [10]
Beliau juga mengatakan,
علموا أنفسكم وأهليكم الخير وادبوهم
Artinya: Ajarilah diri dan keluargamu tentang kebajikan dan didiklah mereka dengan benar. [11]
Perlu dicatat, pendidikan yang ditekankan tidak lain adalah pendidikan
dengan konsep Islami yang menjadikan masalah penghambaan kepada Allah
dan ketaatan kepada-Nya menjadi poros segala masalah kehidupan.
Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
اعملوا الخير وذكّروا به أهليكم وأدّبوهم على طاعة الله
Artinya: Berbuatlah kebajikan dan ajaklah keluargamu untuk melakukannya
pula serta didiklah mereka untuk taat kepada Allah. [12]
Beliau juga berkata,
تأمرهم بما أمر الله به وتنهاهم عما نهاهم الله عنه ...
Artinya: Perintahkanlah mereka dengan hal-hal yang Allah perintahkan
dan laranglah mereka melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah.[13]
Hadis ini menjadi pedoman umum dan menyeluruh; menjadi dasar metode
pendidikan yang sehat di setiap segi kehidupan pribadi dan sosial serta
pembentukan watak dan kejiwaan. Jika kedua orang tua mampu menerapkan
metode pendidikan ini dengan tepat, dapat dipastikan bahwa si anak kelak
akan menjadi anggota masyarakat yang baik.
Sejarah mencatat
bahwa Ahlul Bait a.s. senantiasa menerapkan metode yang tepat dalam
mendidik anak-anak mereka. Anak-anak mereka dipersiapkan dan dididik
secara sempurna sehingga ketika dewasa mereka memiliki akhlak mulia
serta menjadi teladan dalam segala hal.
Ali a.s., contohnya.
Beliau melewati masa kecilnya di rumah Rasulullah SAWW semasa beliau
belum dilantik sebagai nabi. Ketika Rasulullah berdakwah, Ali adalah
orang yang pertama kali menyatakan keimanan. Keimanan beliau itu
betul-betul tulus yang ditunjukkan dengan ketaatan mutlak terhadap Allah
dan rasul-Nya.
Ketika dewasa, beliau menjadi teladan tanpa
tanding dalam hal keberanian, pengorbanan, kedermawanan, kerendahhatian,
kejujuran, dan seluruh keutamaan akhlak lainnya. Pada gilirannya, Imam
Ali kemudian mendidik anak-anaknya dengan cara yang serupa sehingga
mengantarkan mereka sampai ke puncak kesempurnaan akhlak. Demikian juga
yang terjadi pada para imam berikutnya.
Beban yang dipikul oleh
orang tua dalam mendidik anak akan makin berat seandainya masyarakat
tempat mereka tinggal makin jauh dari Islam. Atau, bisa jadi secara
realitas masyarakatnya beragama Islam, tetapi bentuk kehidupan yang
Islami tidak termanifestasikan di dalamnya. Penyebabnya bermacam-macam,
seperti pengaruh tradisi dan sikap konservatif, atau pengaruh kerancuan
sistem pendidikan anak-anak, yang terutama, biasa kita dapatkan dari
media massa seperti radio, televisi, film, dan lain-lain.
Perlu
dicatat juga bahwa pendidikan jasmani anak termasuk ke dalam bagian
yang tidak terpisahkan dari pendidikan jiwa, mental, dan kepribadian.
Bahkan faktor ini bisa disebut sangat penting sehingga Rasulullah
sendiri bersabda,
علموا أولادكم السباحة والرماية
Artinya: Ajarilah anakmu berenang dan memanah.[14]
Imam Musa Al-Kazhim a.s. memasukkan latihan anak-anak dalam mengerjakan
hal-hal yang sulit sebagai hal yang dianjurkan. Beliau berkata,
تستحب عرامة الصبي في صغره ليكون حليما في كبره
Artinya : Sebaiknya, latihlah fisik anak semasa kecil supaya dia menjadi orang sabar ketika sudah besar.[15]
Di kalangan ilmuwan psikologi dan pendidikan sendiri sudah lama
diketahui bahwa kesehatan badan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
jiwa.[16]
2. Dorongan untuk Belajar
Pada
fase ini, belajar adalah hal yang penting bagi anak-anak. Inilah saat
yang tepat untuk memberikan dorongan belajar kepada mereka, mematangkan
kekuatan akal, serta mewujudkan kecintaan hakiki mereka terhadap
penguasaan ilmu.[17]
Pada masa ini, anak-anak memiliki potensi
yang kuat untuk menghapal apapun yang sampai ke pendengarannya. Karena
itu, proses belajar menjadi sangat penting untuk menanamkan berbagai
pengetahuan dan membuatnya tetap melekat dalam ingatan anak. Berkaitan
dengan hal ini, Rasulullah SAWW bersabda,
مثل الذي يتعلم في صغره كالنقش في الحجر
Artinya: Orang yang belajar di waktu kecil itu ibarat melukis di atas batu.[18]
Dalam kesempatan lain, beliau juga bersabda,
حفظ الغلام كالوسم على الحجر
Artinya: Memori anak-anak itu seperti tanda terpahat di batu.[19]
Demikian pentingnya pendidikan anak-anak sampai-sampai Rasulullah secara khusus berwasiat kepada para orang tua,
مروا أولادكم بطلب العلم
Artinya: Perintahlah anakmu untuk mencari ilmu.[20]
Bahkan, menurut Rasulullah, pengajaran anak-anak adalah salah satu pintu rahmat Allah bagi orang tua mereka. Beliau bersabda,
رحم الله عبدا أعان ولده على بره بالإحسان إليه , والتألف له وتعليمه وتأديبه
Artinya: Rahmat Allah semoga tercurah bagi seorang hamba yang
menunjukkan kepada anaknya bagaimana cara berbuat baik kepada orang tua;
yang mengajarkan kelembutan, pendidikan, dan sopan santun.[21]
Pendidikan adalah hak asasi seorang anak sebagaimana sabda Imam Ali Zainal Abidin a.s.,
... وأما حق الصغير فرحمته وتثقيفه وتعليمه ...
Artinya: Seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan kasih sayang, pengenalan pada etika dan budaya, dan pengajaran.[22]
Berkaitan dengan hal ini juga, Rasulullah bersabda,
من حق الولد على والده ثلاثة : يحسن اسمه ويعلمه الكتابة , ويزوجه إذا بلغ
Artinya: Ada tiga hal yang termasuk ke dalam hak-hak anak yang harus
ditunaikan orang tuanya, yaitu membaguskan namanya, mengajarinya
penulisan, dan menikahkannya jika sudah dewasa.[23]
Dewasa ini,
fungsi pengajaran baca tulis sudah dipegang oleh lembaga-lembaga
pendidikan atau sekolah. Tetapi, itu tidaklah berarti bahwa peran orang
tua tidak lagi diperlukan. Dalam kondisi seperti ini, harus ada kerja
sama di antara orang tua dan sekolah.
Harus juga diperhatikan
bahwa yang dimaksud dengan pendidikan di sini tentulah tidak sebatas
pendidikan baca tulis. Segala hal yang memungkinkan untuk diajarkan
kepada anak-anak, harus diajarkan. Jadi, pendidikan di sini meliputi
seluruh bidang ilmu seperti kedokteran, humaniora, sastra, sejarah,
filsafat, dan lain-lain. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah
pentingnya aspek pendidikan ruhani dan ibadah. Berkaitan dengan hal ini,
Rasulullah SAWW bersabda tentang pentingnya pengajaran Al-Quran,
... ومن علمه القرآن دعي بالابوين فكسيا حلّتين تضيء من نورهما وجوه أهل الجنة
Artinya: Orang yang mengajarkan Al-Qur’an itu kelak akan dipanggil dari
dua pintu. Dia akan mengenakan dua pakaian yang memancarkan dua cahaya.
Dari kedua cahaya itu tampaklah wajah penghuni surga.[24]
Maksud dari pengajaran Al-Qur’an di sini adalah pengajaran yang
komprehensif, dimulai dari pengajaran membaca secara benar sesuai dengan
kaidah bahasanya. Berikutnya, si anak harus didorong untuk menghapal
beberapa ayat dengan memperhatikan tingkat kemampuan akal seorang anak
kecil. Setelah itu, mereka juga perlu diajari tafsir beberapa surat yang
relevan dengan kebutuhan anak, terutama yang berkaitan dengan aqidah
dan akhlak, atau juga hal-hal yang berhubungan dengan hukum-hukum
syar’iy (ibadah dan muamalah).
Berikutnya, pada fase inilah si
anak harus mulai diperkenalkan pada tata cara beribadah. Yang pertama
kali harus diajarkan adalah tata cara wudhu dan shalat.
Imam Muhamad Al-Baqir a.s. berkata,
...
حتى يتم له سبع سنين فإذا تم له سبع سنين قيل له اغسل وجهك وكفيك فإذا
غسلهما قيل له صلّ ثم يترك , حتى يتم له تسع سنين , فإذا تمت له تسع سنين
علّم الوضوء ...
Artinya: ...Ketika anak sudah berusia
tujuh tahun, katakanlah kepadanya, ”Basuhlah wajah dan tanganmu!” Jika
sudah dibasuh, katakanlah, “Shalatlah!” Kemudian biarkan mereka sampai
usia sembilan tahun. Barulah pada saat itu mereka diajari wudhu secara
benar....[25]
Anak-anak juga perlu diajari hadis sebagai
langkah preventif terhadap pengaruh ajaran sesat. Imam Shadiq a.s. dalam
hal ini berkata,
بادروا أولادكم بالحديث قبل أن يسبقكم إليه المرجئة
Artinya: Ajarilah anak-anakmu hadis sebelum mereka terpengaruh faham Murji’ah.[26]
Imam Hasan a.s. menjelaskan tentang hal-hal yang diterimanya sebagai ajaran dari Rasulullah SAWW dengan mengatakan,
علمني
جدي رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كلمات أقولهن في قنوت الوتر ...
اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيم عافيت وتولني فيمن توليت
Artinya: Kakekku, Rasulullah SAWW mengajariku kata-kata yang kini biasa
aku ucapkan tiap-tiap qunut witir “Allahummahdini fiman hadayta, wa
‘afini fiman ‘afayta, watawallani fiman tawallayta....“ [27]
Orang tua juga harus memperhatikan aspek pengajaran berbagai hal yang
berguna bagi kehidupan anak-anak jika sudah dewasa kelak. Riwayat
berikut ini menceritakan bagaimana Imam Ali a.s. mengajari anaknya, Imam
Hasan a.s. berpidato.
يا بنيّ قم فأخطب حتى اسمع كلامك , قال : يا أبتاه كيف أخطب وأنا أنظر إلى وجهك استحيي منك
Artinya: (Imam Ali berkata), “Wahai anakku, bangunlah untuk berpidato
biar aku dengar pidatomu!” Imam Hasan berkata, “Bagaimana mungkin aku
berpidato di hadapanmu, wahai ayahku, pada saat aku sedang menatap
wajahmu? Aku pasti malu” [28]
Kemudian diriwayatkan bahwa Imam Ali mengum-pulkan sanak-saudaranya supaya mereka bersama-sama mendengarkan pidato Imam Hasan.
Rasulullah juga memberikan dorongan kepada pendidik, orang tua, dan
anak dalam kegiatan belajar-mengajar melalui sabdanya berikut ini.
إن المعلم إذا قال للصبي : بسم الله , كتب الله له وللصبي ولوالديه برائة من النار
Artinya: Jika seorang guru mengajarkan muridnya lafaz bismillah, Allah
akan menetapkan ketentuan terbebas dari api neraka baginya, bagi si anak
itu, serta bagi orang tuanya.[29]
Imam Ali a.s. pernah
mendorong orang-orang agar mereka mengajari anak-anak tentang
syair-syair Abu Thalib. Dirawayatkan bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.
berkata,
كان أمير المؤمنين عليه السلام يعجبه أن يروي
شعر أبي طالب وأن يدوّن , وقال : تعلموه وعلموه أولادكم فانه كان على دين
الله وفيه علم كثير
Artinya: Dulu, Imam Ali a.s. sangat
tertarik dengan puisi Abu Thalib serta susunannya. Beliau berkata,
“Pelajarilah dan ajarkanlah buat anak-anakmu. Sesungguhnya beliau berada
pada agama Allah dan memiliki ilmu yang amat banyak.” [30]
3. Melatih Anak untuk Patuh
Sikap patuh itu sebenarnya mudah dilakukan. Namun, untuk
melaksanakannya sesuai dengan kemampuan, diperlukan latihan. Anak perlu
bantuan khusus dari orang tua dalam hal melatih diri bersikap patuh
sehingga berbagai macam kesulitan yang mungkin ada pada kepatuhan itu
bisa diminimalisasi. Atau, lebih jauh lagi, si anak tidak merasa asing
dengan kepatuhan dan mampu mengadaptasikannya dengan watak dan budi
pekertinya sehingga kepatuhan itu menjadi kebiasaan sehari-hari.
Diharapkan, kelak si anak akan melaksanakan berbagai macam bentuk
kepatuhan dengan gembira, tanpa desakan, keterpaksaan, atau sikap malas.
Metode yang ditawarkan Islam dalam melatih kepatuhan anak sangat
memperhatikan kemampuan akal dan fisik si anak. Sebagai contoh, dalam
hal latihan melaksanakan shalat, Rasulullah SAWW bersabda,
مروا صبيانكم بالصلاة إذا بلغوا سبع سنين واضربوهم على تركها إذا بلغوا تسعا
Artinya: Biasakanlah anak-anak untuk shalat ketika usianya mencapai
tujuh tahun. Jika sampai usia sembilan tahun si anak masih meninggalkan
shalat, pukullah.[31]
Pada riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah bersabda,
مروا صبيانكم بالصلاة إذا بلغوا سبع سنين واضربوهم إذا كانوا أبناء تسع سنين
Artinya: Biasakanlah anak-anak untuk shalat kalau usianya mencapai tujuh tahun. Jika sampai usia sembilan tahun, pukullah.[32]
Memukul yang dimaksudkan dalam hadis ini bisa dalam pengertian yang
sebenarnya, yaitu dalam bentuk pukulan fisik atau bisa juga berarti
penunjukan sikap marah. Pukulan memang bisa berdampak negatif kepada
anak. Akan tetapi, dampaknya itu akan segera hilang; dan itu artinya
dampaknya ini sama sekali tidak berarti apa-apa jika dibandingkan
kepentingan yang lebih besar yaitu pelatihan shalat.
Imam Ali a.s. bersabda,
أدّب صغار بيتك بلسانك على الصلاة والطهور , فإذا بلغوا عشر سنين فاضرب ولا تجاوز ثلاثا
Artinya: Perintahkan anak-anak di rumahmu untuk melakukan shalat dan
bersuci. Jika (tidak mau sementara) usianya mencapai sepuluh, pukullah,
tetapi jangan lebih dari tiga kali.[33]
Metode pelatihan shalat
yang terbaik adalah dengan memperhatikan tingkat kemampuan anak-anak.
Artinya, mereka jangan sampai dibebani porsi yang sangat berat karena
itu akan menyebabkan ketidaksenangan terhadap shalat serta akan
membangun dinding jiwa yang memisahkannya dengan shalat.
Diriwayatkan bahwa Imam Ali Zainal Abidin a.s. menyuruh anak-anak untuk
melaksanakan shalat zuhur dan asar di satu waktu, demikian juga dengan
shalat maghrib dan isya. Ketika hal tersebut ditanyakan kepadanya,
beliau menjawab,
هو أخف عليهم وأجدر ان يسارعوا اليها ولا يضيعوها ولا يناموا عنها ولا يشتغلوا
Artinya: Yang demikian itu lebih ringan dan lebih baik bagi mereka
sehingga mau segera melakukannya, tidak melalaikannya, tidak tidur,
serta tidak sibuk mengerjakan yang lain.[34]
Imam kemudian berkata,
إذا أطاقوا فلا تؤخرونها عن المكتوبة
Artinya: Jika mereka mampu, jangan tunda-tunda (menyuruh mereka melakukan) kewajiban.[35]
Dengan demikian, waktu anak-anak itu tidak terambil kecuali untuk
shalat-shalat yang diwajibkan. Pada tahap pertama, anak-anak hanya boleh
dilatih untuk mengerjakan shalat-shalat wajib. Jika sudah terbiasa dan
tumbuh rasa senang, seiring dengan pertambahan usia, mereka
lama-kelamaan akan terbiasa pula mengerjakan yang shalat-shalat sunnah.
Berkaitan dengan ibadah puasa, anak-anak harus sudah dilatih
mengerjakannya pada usia tujuh tahun. Ketika usia mereka bertambah,
porsi latihan bisa ditambah dengan memperhatikan kesiapan mental dan
batas kemampuan fisik. Imam Shadiq a.s. bersabda,
إنا
نأمر صبياننا بالصيام إذا كانوا بني سبع سنين بما أطاقوا من صيام اليوم ,
فإن كان إلى نصف النهار أو أكثر من ذلك أو أقل , فإذا غلبهم العطش والغرث
أفطروا حتى يتعودوا الصوم ويطيقوه فمروا صبيانكم إذا كانوا أبناء تسع سنين
بما أطاقوا من صيام فإذا غلبهم العطش أفطروا
Artinya:
Kami biasa melatih anak-anak berpuasa ketika usia mereka mencapai tujuh
tahun yang disesuaikan dengan kemampuan, meskipun mereka hanya berpuasa
setengah hari, kurang atau lebihnya. Jika mereka kehausan atau
kelaparan, kami suruh mereka berbuka. Itu supaya mereka terbiasa dan
kuat melakukan puasa. Karena itu, jika anak-anakmu mencapai usia
sembilan tahun, suruhlah berlatih berpuasa. Jika kehausan, suruhlah
berbuka! [36]
Diriwayatkan, seseorang pernah bertanya kepada Imam Shadiq a.s. mengenai kapan seorang anak itu mulai berpuasa. Imam menjawab,
أذا قوى على الصيام
Artinya: Kapan saja ketika dia dianggap kuat berpuasa.[37]
Jika seorang anak sudah melatih diri melakukan puasa pada usia-usia
awal, bisa dipastikan bahwa dia tidak akan lagi menganggap puasa sebagai
beban tugas yang memberatkannya.
Ada riwayat lain dari
Muawiyah bin Wahab. Dia bertanya kepada Imam Shadiq a.s. tentang sejak
kapan seorang anak laki-laki wajib melaksanakan puasa. Beliau menjawab,
ما بينه وبين خمس عشرة سنة وأربع عشرة سنة فإن هو صام قبل ذلك فدعه , ولقد صام ابني فلان قبل ذلك فتركته
Artinya: Jika usianya mencapai sekitar empat belas atau lima belas
tahun. Jika dia sudah berpuasa sebelum usia-usia itu, biarkanlah! Anakku
sendiri telah berpuasa sebelum usia itu, tapi aku biarkan.[38]
Jenis latihan ketaatan yang lainnya adalah berkenaan dengan ibadah
haji. Di-sunnah-kan untuk melatih anak-anak melakukan ibadah ini.
Diriwayatkan bahwa salah seorang Imam (mungkin Imam Shadiq atau Imam
Baqir) berkata,
إذا حجّ الرجل بابنه وهو صغير فإنه يأمره
أن يلبي ويفرض الحج فإن لم يحسن أن يلبي لبى عنه ويطاف به ويصلي عنه ...
يذبح عن الصغار ويصوم الكبار ويتقى عليهم ما يتقى على المحرم من الثياب
والطيب فإن قتل صيدا فعلى أبيه
Artinya: Jika seseorang
melakukan ibadah haji sambil membawa anaknya, suruhlah juga anaknya itu
untuk ber-talbiah (mengumandangkan lafaz labbbaik allahumma labbaik
...., pen.) dan mengerjakan rukun haji yang lainnya. Jika ternyata belum
bisa, niatkanlah untuk ber-talbiah, ber-thawaf, dan shalat atas nama
anaknya itu ... menyembelih hewan kurban buat anak-anak; yang dewasa
harus berpuasa. Mereka juga harus menjaga diri dari segala hal yang
terlarang bagi orang yang berihram seperti cara berpakaian dan
penggunaan parfum. Jika anak-anak membunuh binatang buruan, dendanya
ditanggung ayahnya.[39]
Berkaitan dengan latihan haji ini, ada
yang mempertanyakan kesiapan fisik anak dalam berihram jika musim haji
jatuh pada saat udara dingin. Imam Shadiq menjawab,
ائت بهم العرج فيحرموا منها ... فإن خفت عليهم فائت بهم الجحفة
Artinya: Bawalah mereka berihram di ‘Arj. Jika masih khawatir juga (dengan udara dingin), bawalah ke Juhfah.[40]
Beliau juga berkata,
انظروا
من كان معكم من الصبيان فقدموه إلى الجحفة أو إلى بطن مرّ ويصنع ما يصنع
بالمحرم ويطاف بهم ويرمى عنهم ومن لايجد منهم هديا فليصم عنه وليه
Artinya: Jika engkau membawa serta anak kecil ketika berihram, bawalah
ke Juhfah atau ke tempat yang lebih rendah. Suruhlah mereka mengerjakan
sebagaimana layaknya orang yang berihram. Ikutkan mereka dalam thawaf
dan melempar jumrah. Jika mereka tidak punya uang untuk berkurban,
walinya yang berpuasa buatnya.[41]
Dalam sebuah riwayat diceritakan kisah berikut ini.
وكان الإمام علي بن الحسين عليه السلام يضع السكين في يد الصبي ثم يقبض على يديه الرجل فيذبح
Artinya: Pernah Imam Ali bin Husein a.s. meletakkan pisau di tangan
seorang anak kemudian tangan itu ditarik oleh seseorang untuk
bersama-sama menyembelih hewan kurban.[42]
Cara melatih
kepatuhan anak yang lain yang juga disunnahkan adalah dengan melatihnya
berbuat kebajikan, seperti bersedekah kepada fakir miskin. Imam Ali
Ar-Ridha a.s. bersabda,
مر الصبي فليتصدق بيده بالكسرة والقبضة والشيء وان قلّ , فإن كل شيء يراد به الله وان قلّ بعد أن تصدق النية فيه عظيم ...
Artinya: Latihlah anak-anakmu menyedekahkan uang logam atau kertas
langsung tangannya, walaupun sedikit. Sesungguhnya segala sesuatu yang
dikehendaki Allah, walaupun sedikit, akan sangat besar nilainya ketika
sudah disedekahkan.[43]
Beliau juga berkata,
فمره أن يتصدق ولو بالكسرة من الخبز
Artinya: Latihlah anak-anakmu bersedekah walaupun dengan sepotong roti.[44]
Dampak positif lain dari latihan bersedekah adalah bahwa latihan ini
bisa menjadi metode terbaik dalam mendidik mereka untuk tidak terikat
kepada hal-hal yang duniawi. Rasa cinta kepada harta juga akan banyak
tereduksi dari jiwa anak dan, tentu saja, hal ini juga akan menumbuhkan
rasa empati kepada fakir miskin.
Tidak diragukan lagi bahwa
latihan ibadah sejak kecil yang dilakukan oleh seorang anak akan
menumbuhkan kebiasaan yang kelak akan dilakukan terus menerus olehnya
ketika sudah dewasa. Bukti paling nyata adalah sejarah hidup Ahlul Bait
a.s. Imam Hasan dulu diriwayatkan melakukan ibadah haji dengan berjalan
kaki sebanyak dua puluh kali.
Demikian juga dengan Imam Husein.
Karena kebiasaannya, yang beliau minta dari tentara Yazid di malam
terakhir peristiwa Karbala adalah kesempatan bagi dia dan sahabatnya
untuk menyepi. Maka ketika malam tiba, mereka terjaga sepanjang malam
untuk melakukan shalat, beristighfar, bermunajat, dan berdoa.
Imam Ali bin Husein as. sampai diberi gelar Zainal Abidin (hiasan
orang-orang yang beribadah) karena demikan banyaknya beliau beribadah.
Sebuah riwayat mengatakan bahwa beliau itu tidak pernah meninggalkan
shalat malam, pada waktu berperjalanan atau ada di rumah.
Demikian juga dengan imam-imam Ahlul Bait yang lain. Mereka menjadi
teladan paling utama dalam hal hubungan dengan Allah dan keikhlasan
beribadah. Itu semua tidak lepas dari proses pembiasaan yang mereka
dapatkan semasa kecil. Dengan pembiasaan itulah mereka mereka akhirnya
mendapatkan rasa senang dan punya dorongan untuk melakukannya.
Karena itu, orang tua harus selalu memberikan dorongan kepada anak-anak
agar membiasakan diri taat menjalankan perintah agama dengan cara yang
paling efektif, mungkin dengan pemberian perhatian, pujian, atau bisa
juga dengan pemberian hadiah (bisa berupa materi atau spiritual).
4. Pengawasan Anak
Pada fase ini, keberhasilan pendidikan anak juga mensyaratkan adanya
pengawasan orang tua terhadap mereka. Anak-anak perlu diarahkan kepada
hal-hal yang benar dan baik. Mereka juga memerlukan pengawasan dalam hal
cara berpikir, serta pengembangan imajinasi dan humanisme. Tentu saja,
semua bentuk pengawasan itu harus dilakukan dengan dengan cara yang
benar jangan sampai membebani si anak. Dalam waktu-waktu tertentu,
sebaiknya orang tua melakukannya dengan cara seakan-akan dia adalah
seorang kawan yang sedang mencoba membantu si anak dari kesulitan yang
ia hadapi.
Pengawasan dalam hal pergaulan anak perlu lebih
ditekankan dibandingkan dengan pengawasan di rumah. Orang tua harus
memilihkan kawan-kawan bermainnya. Usahakan supaya kawan-kawannya itu
hanyalah yang saleh-saleh.
Terkadang, penjelasan dan nasehat
tidak begitu berguna. Untuk itu, pemberian hukuman bisa menjadi cara
yang efektif. Mereka juga harus dilatih untuk introspeksi dan mau
menerima koreksi. Lebih jauh lagi, harus tertanam di benak mereka konsep
pengawasan yang dilakukan Allah. Konsep ini sangat efektif sebagai
tameng yang akan mencegah anak dari penyelewengan walaupun pengawasan
dari orang tua tidak ada.
Pada dasarnya, pengawasan adalah
kewajiban ayah dan ibu. Mereka berdua memiliki porsi tugas yang
disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman hidup. Karenanya, mereka
berdua harus saling membantu. Akan tetapi, karena biasanya ayah lebih
sering berada di luar rumah, porsi tugas pengawasan seorang ibu terhadap
anaknya (baik anaknya itu laki-laki ataupun perempuan) terkadang
menjadi lebih besar.
Hal penting lain yang harus diperhatikan
adalah bahwa jangan sampai si anak merasa tidak diacuhkan oleh orang
tuanya. Kondisi pengawasan melekat harus selalu terjaga. Orang tua
terkadang bisa meminta bantuan pihak-pihak lain untuk ikut mengawasi
anaknya terutama dalam situasi yang di sana orang tua tidak bisa
melakukannya. Dalam hal ini, mereka bisa memberikan kepercayaan kepada
famili dan kawan terdekat. Demikian juga, sekolah-sekolah dan institusi
tempat si anak beraktivitas sosial memiliki peran pengawasan yang sangat
besar dalam pendidikan si anak agar ia tidak terjerumus ke dalam
penyimpangan perilaku.
5. Pencegahan atas Perilaku Asusila
Perilaku asusila termasuk di antara perilaku yang sangat berbahaya yang
mengakibatkan berbagai krisis sosial. Karena itu, Islam sangat
memperhatikan masalah ini secara khusus dengan mengajarkan cara-cara
pencegahan dan terapi seandainya perilaku itu sudah terbentuk. Di
sinilah tanggung jawab dan peran orang tua harus dijalankan dengan
sungguh-sungguh karena pendidikan dalam rangka menghasilkan kesucian
jiwa dan kesalehan anak-anak adalah tugas terpenting mereka. Rasulullah
SAWW bersabda,
من حق الولد على والده أن يحسن اسمه إذا ولد وأن يعلمه الكتابة إذا كبر , وأن يعفّ فرجه إذا أدرك
Artinya: Hal-hal berikut ini adalah termasuk hak yang dimiliki seorang
anak atas ayahnya, yaitu bahwa ayahnya memberinya nama yang bagus ketika
lahir, mengajarkan kepadanya baca tulis ketika beranjak besar, serta
menyucikan kehormatannya dari perilaku asusila ketika sudah mengenal
(masalah seksual--pen.)[45]
Pendidikan yang berkaitan dengan
penjagaan kesucian ini dilakukan dengan melakukan langkah-langkah
pencegahan atas gejala asusila. Langkah-langkah ini harus dimulai sejak
si anak belum mencapai usia baligh.
Langkah pertama adalah
menjauhkan anak-anak dari segala sesuatu yang bisa mengobarkan hasrat
seksual. Mereka juga harus dijauhkan dari pengetahuan yang merangsang
imajinasi. Rasulullah bersabda,
والذي نفسي بيده لو أنّ
رجلا غشي أمرأته , وفي البيت صبي مستيقظ يراهما ويسمع كلامهما ونفسهما ما
أفلح أبدا , ان كان غلاما كان زانيا , أو جارية كانت زانية
Artinya: Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika seseorang
menggauli istrinya sementara di rumahnya ada seorang anak yang terjaga,
kemudian si anak melihat serta mendengar kata-kata dan tarikan nafas
mereka berdua, si anak tidak akan bahagia seumur hidup! Anak itu, baik
laki-laki maupun perempuan, pasti akan menjadi pezina.[46]
Langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah adalah dengan memisahkan tempat tidur anak-anak. Imam Ali a.s. berkata,
... وفرّقوا بينهم في المضاجع إذا كانوا ابناء عشر سنين
Artinya: Kalau anak-anakmu itu sudah mencapai usia sepuluh tahun, pisahkanlah tempat tidur mereka.[47]
Imam Baqir a.s. berkata,
يفرّق بين الغلمان والنساء في المضاجع إذا بلغوا عشر سنين
Artinya: Seandainya anak-anak sudah berusia sepuluh tahun, tempat tidur
anak laki-laki harus dipisahkan dari tempat tidur anak perempuan.
Rasulullah SAWW juga bersabda,
الصبي والصبي , والصبي والصبية , والصبية والصبية يفرّق بينهم في المضاجع لعشر سنين
Artinya: Ketika sudah mencapai usia sepuluh tahun, pisahkan tempat
tidur anak-anak, baik antara anak laki-laki, laki-laki dan perempuan,
ataupun antara anak-anak perempuan.[48]
Dalam sebuah riwayat
disebutkan bahwa Imam Ja’far Shadiq a.s. melarang laki-laki untuk
mendekati seorang anak perempuan telah berusia enam tahun, bila ia bukan
muhrimnya. Beliau berkata,
إذا أتى عليها ست سنين فلا تضعها على حجرك
Artinya: Jika anak perempuan sudah mencapai usia enam tahun, jangan biarkan ia di dalam kamarmu.[49]
Beliau juga melarang untuk menciumnya. Beliau berkata,
إذا بلغت الجارية الحرّة ست سنين فلا ينبغي لك أن تقبلها
Artinya: Jika ada seorang anak perempuan yang telah mencapai usia enam tahun, janganlah engkau menciuminya! [50]
Tentu saja, yang dimaksud di sini adalah larangan ciuman dari
orang-orang lain, bukan dari keluarga sendiri seperti ayah, ibu, paman,
dan semua famili yang termasuk ke dalam muhrim. Karena itu, larangan ini
juga berlaku buat anak laki-laki. Dalam hal ini Rasulullah bersabda,
... والغلام لا يقبّل المرأة إذا جاز سبع سنين
Artinya: Jika seorang anak laki-laki telah berusia tujuh tahun, jangan biarkan ia mencium perempuan.[51]
Jika perilaku tindakan asusila ini telah terjadi, orang tua bisa saja
menjatuhkan hukuman sampai batas yang kira-kira membuat si anak jera dan
tidak mengulanginya. Imam Shadiq pernah ditanya tentang hukuman apa
yang harus diberikan kepada seorang anak kecil berusia sepuluh tahun
yang berzina dengan seorang perempuan, beliau menjawab,
يجلد الغلام دون الحدّ
Artinya: Anak itu harus dicambuk dibawah had (tidak sampai batas hukuman sebagaimana bagi orang dewasa-- pen.).[52]
Kita juga harus betul-betul mengawasi anak-anak terhadap segala hal
yang memungkinkan terciptanya gejolak jiwa. Dewasa ini, hal-hal tersebut
akan sangat mungkin terjadi karena mereka dikepung dengan aneka cerita,
gambar, film, dan segala hal yang berpotensi merusak kesucian jiwa.
Karena itu, sebagai bentuk pencegahan atas kemungkinan terjadinya
perilaku asusila, kita harus mengawasi mereka manakala sendirian ataupun
ketika mereka bersama orang lain.
6. Menciptakan Hubungan dengan Teladan yang Baik
Di akhir periode ini, anak-anak akan punya kecenderungan yang sangat
kuat untuk meniru apapun yang ada pada diri kebanyakan orang terutama
mereka yang menjadi lingkungan baginya. Para psikolog menamai sebuah
gejala kejiwaan dari seorang anak pada usia ini yang selalu ingin meniru
orang lain secara fisik dengan istilah “peniruan”. Keinginan ini sangat
cepat timbulnya dan akan cepat juga berhenti ketika sumber peniruan itu
tidak ada.
Ada pula jenis peniruan yang bersifat nonfisik.
Prosesnya berlangsung perlahan tetapi pengaruhnya sangat kuat menempel
pada akal dan jiwa.[53] Contoh konkretnya adalah perilaku taqlid (patuh)
dan peneladanan kepada pribadi-pribadi agung. Kepribadian mereka akan
sangat kuat mempengaruhi anak-anak muda. Anak-anak muda mempunyai
kecenderungan untuk merasa tertarik, meneladani dan menghormati
orang-orang yang mulia, yang memiliki sifat-sifat keteladanan, dan yang
memiliki pengaruh kuat pada masyarakat, seperti para pejabat, tokoh,
para juara, orang-orang sukses, serta guru sekolah dan ustadz
madrasah.[54]
Para psikolog berpendapat bahwa pada dalam diri
setiap manusia terdapat kebutuhan untuk memiliki idola.[55] Kebutuhan
ini sangat signifikan. Dalam pandangan para psikolog itu, kepribadian
ideal yang menjadi idola bagi tiap manusia itu akan sangat
bermacam-macam dan bergantung kepada berbagai faktor, seperti fisik,
kejiwaan, dan sosial. Idola itu sangat mungkin kemudian akan
diejawantahkan dalam paradigma dan cita-cita hidupnya.
Dalam
pengertian seperti ini, tentulah idola akan menjadi faktor yang sangat
penting bagi manusia, terutama anak-anak yang berada pada akhir-akhir
fase remaja ini. Satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa idola ini,
meskipun tidak beranjak dari sekedar konsep, tidak menemui realitasnya,
atau tidak sampai membentuk paradigma serta cita-cita hidup, ia akan
tetap tinggal dalam benak. Karena itu, si anak tetap memerlukan contoh
dan teladan dalam kehidupannya. Dalam hal ini, idola terbaik tentulah
pribadi-pribadi agung yang bisa mereka dapatkan dalam diri orang-orang
terdahulu.[56]
Mereka adalah para nabi, Ahlul Bait Rasulullah,
sahabat dan tabi’in yang shalih, serta para ulama terdahulu. Merekalah
teladan dalam berbagai keutamaan sifat serta kehormatan jiwa. Salah satu
bukti nilai keteladanan yang mereka miliki adalah bahwa eksistensi
mereka telah banyak mempengaruhi berbagai lapisan masyarakat sepanjang
sejarah, sampai-sampai keberadaan mereka itu sedemikian diagungkan dan
disucikan.
Kehidupan orang-orang saleh itu penuh dengan
nilai-nilai kebajikan yang sangat diperlukan manusia sebagai pegangan.
Peneladanan anak-anak kepada mereka inilah yang akan membentuk
kepribadian mulia, mengikuti apa yang mereka teladani. Jika mereka
sampai kehilangan teladan, elan vital mereka akan membeku, semangat
mengendur, dan mungkin saja keperluan meneladani ini akan mereka alihkan
kepada pribadi-pribadi awam di lingkungan sekitarnya.
Oleh
sebab itu, orang tua berkewajiban untuk mengarahkan pandangan, pikiran,
dan kecenderungan anak-anak ke arah pribadi-pribadi teladan sejak Nabi
Adam a.s. hingga orang-orang mulia zaman sekarang. Pada diri mereka
terdapat teladan-teladan yang secara historis memiliki konteks yang
khas, tetapi semuanya mengandung nilai kemuliaan, kebajikan, dan
kepemimpinan dalam hidup.
Keteladanan yang suci tersebut
memiliki pengaruh dan tempat yang mulia di seluruh sudut kehidupan
anak-anak. Dampak dari peneladanan itu akan termanifestasikan dalam
kepribadian, mental, logika, dan paradigma hidup mereka. Pada
gilirannya, hal ini akan mendorong si anak untuk mencapai posisi tinggi
sebagaimana yang telah dicapai oleh orang-orang saleh yang mereka
teladani.
[1] Hadits ila Al-Ummahat:207
[2] ‘Ilm Al-Nafs:385
[3] Makarim Al-Akhlaq:222
[4]Ibid:223
[5]Ibid:222
[6]Tuhaf Al-‘Uqul:189
[7]Al-Shahifah Al-Sajjadiyyah Al-Jami’ah:128-129
[8]Mustadrak Al-Wasail 2:625
[9]Nahj Al-Balaghah, dengan catatan kaki Dr. Subhi Shaleh:546
[10]Nahj Al-Balaghah:393
[11]Kanz Al-‘Ummal 2:539, hadis ke-4675
[12]Mustadrak Al-Wasail 2:362
[13]Bihar Al-Anwar 100:74
[14]Al-Kafi 6: 46
[15]Ibid:51
[16]Jamil Shulaiba, Ilmu Al-Nafs:383
[17]Hadits ila Ummahat: 217
[18]Kanzul ‘Umal 10:294, hadis 29336
[19]Ibid:238, hadis 29258
[20]Ibid:854, hadis 45953
[21]Mustadrak Al- Wasail 2:626
[22]Tuhaf Al-Uqul:193
[23]Makarim Al-Akhlaq:220
[24]Al-Kafi 2:49
[25]Man Laa Yahdhuruhu Al -Faqih 1: 182
[26]Al –Kafi 2:47
[27]Mukhtasar Tarikh Dimasyq 7:5
[28]Bihar Al-Anwar 43:351
[29]Mustadrak Al-Wasail 2:625
[30]Ibid
[31]Ibid 2:624
[32]Bihar Al-Anwar 101:98
[33]Tanbih Al-Khawatir:390
[34]Mustadrak Al-Wasail 2:624
[35]Ibid
[36]Al-Kafi 4:124
[37]Ibid 4:125
[38]Ibid
[39]Ibid 4:303
[40]Ibid 4:304
[41]Ibid
[42]Ibid
[43]Al-Wasail 9:376
[44]Ibid
[45]Mustadrak Al-Wasail 2:626
[46]Wasail Al-Syiah 20:133
[47]Mustadrak Al-Wasail 2:558
[48]Wasail Al-Syiah 20:231
[49]Ibid 20:229
[50]Ibid 20: 230
[51]Ibid 20:230
[52]Makarim Al-Akhlaq: 320
[53]‘Ilm Al-Ijtima’iy: 86
[54]Ibid: 140
[55]Jamil Shaliba, ‘Ilm An-Nafs : 728
[56]Ilm Al-Ijtima’: 146
6