Pesan Rahbar

Home » » Bagaimana seandainya ada seorang laki-laki nasrani pura-pura masuk Islam hanya karena ingin menikah dengan wanita Muslim? Berikut Penjelasannya

Bagaimana seandainya ada seorang laki-laki nasrani pura-pura masuk Islam hanya karena ingin menikah dengan wanita Muslim? Berikut Penjelasannya

Written By Unknown on Saturday 15 August 2015 | 07:10:00


Mari kita lihat berita ini:

Jonas Rivanno, “suami” Asmirandah, mengaku bahwa sudah 2 tahun dia memakai baju Muslim di antaranya saat menemani Asmirandah lebaran bersama orang tua Asmirandah. Meski begitu, Jonas membantah dirinya Islam. Dia juga membantah pernah jadi Mualaf atau masuk Islam.
 
Padahal ternyata ada surat pernyataan Jonas dengan kop MUI yang menyatakan dia masuk Islam:
Dengan bukti surat pernyataan masuk Islam dari MUI itulah akhirnya orang tua Asmirandah merestui pernikahan anaknya dan pernikahan secara Islam bisa berlangsung. Sebab jika suaminya Non Muslim, maka pernikahan tidak bisa dijalankan. Pernikahan yang sudah terjadi pun otomatis batal. Artinya keduanya bukan suami istri lagi menurut Islam. Tapi zina.
 
Ini hendaknya juga jadi perhatian. Seganteng/secantik apa pun, jika dia tidak beriman, sebaiknya jangan dijadikan pasangan hidup. Toh di neraka gosong juga akhirnya. Mengerikan.


Para orang tua pun terhadap pasangan anaknya jangan cuma terkesima dengan busana Muslim seperti Baju Koko. Lihat dia sholat apa tidak? Sholat kan 5 kali sehari. Aneh kalau selama 2 tahun tidak pernah sekalipun sholat. Suruh dia jadi Imam Sholat bagi istrinya sebab dia harus jadi Imam bagi keluarganya.


Kalau memang Kristen, harusnya gentle mengaku Kristen. Ngapain pakai busana Muslim dan menanda-tangani pernyataan masuk Islam dengan kop surat MUI? Ini kan selain menipu MUI juga menipu orang tua Asmirandah dan juga KUA.
 
Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu. (HR. Muslim)
 
Pilih wanita yang beriman. Bukan yang musyrik/beda agama:
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” [Al Baqarah:221]
 
Seorang pria hendaknya memilih wanita yang beriman jadi istrinya. Seorang wanita juga harus memilih pria yang beriman sebagai suaminya.

Sebelum anda jatuh cinta dengan seseorang, teliti dulu agamanya. Islam apa bukan? Jika Islam, perhatikan lagi, sholat apa tidak? Jika tidak sholat, sebaiknya tinggalkan karena sholat adalah pembeda antara orang yang beriman dengan orang kafir.
 
Seganteng atau secantik apa pun orang yang membuat anda jatuh hati, jika dia kafir niscaya akan dibakar dengan api neraka sehingga wujudnya akan jadi mengerikan. Jika anda pernah menyaksikan mayat yang hangus hitam terbakar, ingatlah itu. Seganteng apa pun orang itu misalnya seganteng Primus atau Keanu Reves, tapi jika dia kafir maka wajahnya akan mengerikan bukan hanya di neraka. Tapi juga di kubur. Ingatlah hal ini agar anda tidak tertarik dengan orang kafir yang ganteng atau cantik.
 
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2009/08/10/tips-dan-nasihat-untuk-menikah/
FPI Nilai Pernikahan Asmirandah dan Jonas Rivano Gugur
Pasangan Asmirandah dan Jonas Rivano diketahui telah menikah pada 17 Oktober 2013. Namun menurut Front Pembela Islam (FPI) DPW Depok, pernikahan tersebut sudah gugur karena Rivano mengingkari keislamannya.
FPI menilai, Rivano memeluk agama Islam hanya untuk bisa menikah dengan Asmirandah.
Keluarga Asmirandah Juga Tertipu dengan Jonas Rivanno
orangtua Asmirandah, Anton Zantman juga menyatakan tertipu dengan Jonas.
Dilaporkan FPI, Polisi Datangi Kediaman Asmirandah
Suami Asmirandah itu dianggap telah mempermainkan agama.
Jonas Rivanno Bantah Mualaf dan Nikahi Asmirandah
Pesinetron Jonas Rivanno membantah dirinya telah menjadi mualaf. Jonas mengaku hingga kini masih Kristen dan tidak pernah membaca dua kalimat syahadat.
http://www.jpnn.com/read/2013/10/30/198306/Jonas-Rivanno-Bantah-Mualaf-dan-Nikahi-Asmirandah-# Jonas Rivanno Biasa Pakai Baju Koko Saat Temani Asmirandah
Jonas: Masalah aku dan Andah menikah Januari ya betul. Tapi, aku tidak menjadi mualaf,” tandasnya.
http://www.tribunnews.com/seleb/2013/10/30/jonas-rivano-biasa-pakai-baju-koko-saat-temani-asmirandah
Dinilai Hina Agama, FPI Depok Polisikan Jonas Rivanno
“Pemeluk agama manapun pasti tidak akan sudi agamanya dipermainkan.”
http://metro.news.viva.co.id/news/read/458514-dinilai-hina-agama–fpi-depok-polisikan-jonas-rivanno
http://hot.detik.com/readfoto/2013/11/13/155741/2412042/431/1/bukti-rivano-jadi-mualaf-dan-nikahi-asmirandah?h991102207

(Sumber: kabarislamia)



Pertanyaan:
Bagaimana seandainya ada seorang laki-laki nasrani pura-pura masuk Islam hanya karena ingin menikah dengan wanita Muslim?
 
Jawaban Global:
Pada asumsi pertanyaan pertama, apabila ia mengucapkan kalimat syahadat melalui lisannya dan kita tidak tahu, apakah ia beriman atau tidak terhadap apa yang diucapkannya itu namun ia dihukumi sebagai Muslim dan pernikahan yang dilangsungkan itu sah. Namun apabila kita yakin bahwa ia berdusta atas apa yang dikatakannya maka akad yang dilansungkan itu batal dan tidak sah.
 

Pertanyaan
Ketika agama Islam melarang seorang perempuan Muslimah menikah dengan lelaki non-Muslim, bukankah berdasarkan pembahasan dalam ilmu sosiologi masyarakat seperti ini adalah masyarakat tertutup?
 
Jawaban Global:
Menurut ilmu Sosiologi modern, hukum seperti ini yang tidak hanya untuk para wanita saja namun juga untuk pria, dapat dijadikan sebagai bukti ketertutupan suatu masyarakat. Namun dengan melihat relativitas masyarakat terbuka dan tertutup, mereka tidak dapat mempersoalkan semua masyarakat tertutup dan menyalahkannya.

Selain itu, banyak sisi-sisi lain dari masyarakat Islami seperti masalah dialog agama, hidup berdampingan dengan damai (peacefully co-existence), transaksi jual-beli, dan lain sebagainya, yang dapat menempatkan masyarakat Islami sebagai masyarakat terbuka.

Jawaban Detil:
Pertama perlu dijelaskan bahwa haramnya menikah dengan non-Muslim tidak hanya berlaku untuk para wanita saja, namun juga untuk pria; selain dalam kondisi-kondisi pengecualian, mereka dapat menikahi wanita non-Muslim.[1]

Adapun untuk menjawab pertanyaan Anda tentang apakah hukum seperti ini tidak menunjukkan bahwa masyarakat Islami adalah masyarakat tertutup? Kiranya kami perlu menjelaskan dua masalah berikut:
1. Apa itu masyarakat tertutup? Apakah kita harus benar-benar tidak boleh melakukan perilaku tertentu sehingga tidak disebut sebagai masyarakat yang seperti itu?
2. Apakah masyarakat Islami dapat dikategorikan sebagai masyarakat tertutup ataukah terbuka?
Kita akan membahas persoalan ini satu per satu sesuai urutan masalah di atas:
1. Menurut pakar Sosiologi modern, masyarakat yang mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat lainnya adalah masyarakat terbuka. Adapun masyarakat yang membatasi hubungan tersebut disebut sebagai masyarakat tertutup. Dapat dikatakan bahwa masyarakat terbuka dengan kriteria seperti itu lebih maju daripada masyarakat lainnya karena mereka dapat menimba banyak pelajaran dari budaya lain. Namun meski begitu, sampai saat ini tidak ada batasan yang detil dan jelas yang memisahkan antara masyarakat tertutup dan terbuka. Lagi pula dengan mengkaji peradaban-peradaban di dunia, kita akan menemukan bahwa setiap masyarakat memiliki semacam ketertutupan khas sedemikian sehingga tak satupun di antara masyarakat-masyarakat dunia yang tidak memiliki batasan sama sekali. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang sosiolog: "Masyarakat terbuka yang nyata, adalah masyarakat ideal yang hanya dapat ditemukan dalam teori-teori saja."[2] 

Selain itu, masyarakat yang terlihat "terbuka" juga tidak dapat disebut sebagai masyarakat yang ideal secara sempurna. Karena "masyarakat terbuka yang mengumpulkan berbagai kesempatan untuk gerak sosial, di samping itu pasti memiliki banyak kekurangan-kekurangan dan kepincangan."[3]

Oleh karena itu, tidak selamanya para pakar mendukung masyarakat terbuka ketimbang masyarakat tertutup. Sebagai contoh, perhatikan kutipan berikut ini: "Kelompok orang-orang elit kurang lebih dapat disebut sebagai kelompok tertutup, yang anggotanya hanya berkumpul dan bersahabat dengan orang-orang yang sejalan dan mirip dengan mereka. Kriteria-kriteria penting sosial itu di antaranya adalah: titel kekeluargaan, sekolah-sekolah, lembaga-lembaga, dan ketergantungan kelompok."[4]

Menurut keyakinan kami, dan berdasarkan ajaran-ajaran Islami, sikap orang-orang elit itu tidaklah dibenarkan, dan pemimpin-pemimpin kita melarang berbuat demikian. Imam Ali As mencela salah satu stafnya yang bernama Usman bin Hanif yang mengikuti pertemuan atau majelis yang hanya diikuti oleh orang-orang kaya saja dan memintanya untuk tidak mengulangi perbuatan itu.[5]

Namun mereka, para sosiolog Barat, menganggap sikap orang-orang elit tersebut sebagai hal yang wajar, dan orang-orang elit itu pun juga sama sekali tidak merasa malu dan bersalah atas perilaku mereka.

Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam, tidak boleh terpengaruh dan membatasi diri dengan definisi-definisi semacam ini. Kita tak perlu khawatir karena menjalankan hukum-hukum tertentu maka kita tergolong sebagai masyarakat tertutup sebagaimana yang mereka definisikan. Apa lagi masalah terbuka dan tertutupnya sebuah masyarakat adalah perkara relatif, yang mana masyarakat tertentu terkadang dapat disebut dengan masyarakat terbuka bebas, dan terkadang juga dapat disebut tertutup. Di bagian berikutnya kami akan menjelaskan masalah ini.
 
2. Sebagaimana yang telah dijelaskan, setiap masyarakat memiliki batasan-batasan dan juga memiliki kebebasan, yang dikarenakan itu dapat digolongkan menjadi masyarakat tertutup dan juga terbuka. Masyarakat Islami pun juga demikian, dan memiliki aturan-aturan khusus yang hanya dimilikinya.
Sebagian dari aturan-aturan dalam Islam dapat dijadikan bukti bahwa masyarakat Islami juga dapat tergolong sebagai masyarakat terbuka. Misalnya: prinsip hidup berdampingan dengan damai bersama non-Muslim, berperilaku adil dan mencintai mereka,[6] prinsip dialog logis, argumentatif dan keharusan menerima kebenaran,[7] menjalin perdamaian dan tidak melanggar hak-hak orang lain serta bersikap baik,[8] kebebasan dalam perdagangan dan hubungan ekonomi dua arah, dan lain sebagainya.

Kita tidak boleh melupakan pesan Rasulullah Saw yang bersabda: "Hormatilah tetanggamu meskipun ia adalah orang kafir! Muliakan tamumu meskipun ia kafir! Taatilah ayah dan ibumu meskipun mereka kafir! Jangan tolak permintaan siapapun (asal baik) meskipun dari orang kafir!"[9] 

Jika hal-hal seperti ini tidak menjadi bukti keterbukaan sebuah masyarakat, lalu apa lagi tolak ukur yang mereka akui?

Ya, memang juga ada aturan-aturan yang bersifat membatasi, sebagaimana yang telah anda singgung; yakni tidak bolehnya seorang wanita Muslimah menikah pria non-Muslim, yang mungkin dijadikan alasan umat Islam disebut dengan masyarakat tertutup. Di akhir penjelasan ini perlu kami terangkan bahwa tidak ada satupun masyarakat yang terbuka secara total. Jadi jika Islam memiliki hukum-hukum tertentu berkenaan dengan orang asing dan non-Muslim, tidak bisa begitu saja disebut sebagai agama masyarakat yang tertutup.

Banyak sekali alasan-alasan di balik batasan-batasan seperti ini yang dapat anda kaji di sumber-sumber Islami terpercaya.[10] 



Referensi:
[1]. Silahkan lihat, Muhammad bin Al-Hasan Hurr Amili,, Wasâil al-Syi'ah, jil. 20, hal. 533, bab Diharamkannya Menikah Dengan Kaum Kafir Meski Ahlul Kitab, Muassasah Alul Bait, Qum, 1409 H.
[2]. Bruce J. Cohen, Mabâni e Jâme'e Syinâsyi, Terjemahan dan Ringkasan Gholam Abbas Tawassoli dan Reza Fazel, hal. 263, Muassasah Samt, Teheran, 1372 S.
[3]. Ibid, hal. 268.
[4]. Ibid, hal. 393.
[5]. Nahj al-Balâghah, hal. 416, Surat 45, Intisyarat Dar al-Hijrah, Qum.
[6]. "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8)
[7] "...yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya..." (QS. Az-Zumar [39]:18)
[8] "...kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai)..." (QS. An-Nisa' [4]:90)
[9]. Tajuddin Sya'iri, Jâmi' al-Akhbâr, hal. 84, Nasyr Al-Radhi, Qum, 1363 S.
[10] Salah satu alasan dilarangnya menikah dengan non-Muslim adalah kemungkinan dampak yang tak diinginkan pada anak-anak hasil pernikahan tersebut. Silahkan lihat, Muhammad bin Al-Hasan Hurr Amili, Wasâil al-Syi'ah, jil. 20, hal. 534, Hadis 26276; dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya yang tidak perlu dijelaskan di sini.

*Jawaban selanjutnya natikan. 

(Islam-Quest/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: